BAB 1 PENDAHULUAN. patogen pada manusia. Sekitar 30% dari populasi manusia dikolonisasi oleh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. mampu memproduksi matriks ekstraseluler yang disebut Extracelluler Polymeric

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

BAB 1 : PENDAHULUAN. jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) memiliki aktivitas antibakteri dengan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit ulkus peptikum (tukak peptik) terdiri dari ulkus gaster dan ulkus

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis

Keywords : P. aeruginosa, gentamicin, biofilm, Chronic Supurative Otitis Media

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar selama atau sesudah perawatan endodontik. Infeksi sekunder biasanya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dengan praktik kedokteran modern. Saat ini penggunaan kateter

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. baik bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Tanaman obat

BAB 1 PENDAHULUAN. anatomis, fisiologis maupun fungsional, bahkan tidak jarang pula menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 2008). Tanaman ini sudah banyak dibudidayakan di berbagai negara dan di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Propolis adalah campuran dari sejumlah lilin lebah dan resin yang

BAB 1 PENDAHULUAN. nyeri mulut dan nyeri wajah, trauma dan infeksi mulut, penyakit periodontal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. hidup jutaan penduduk di berbagai negara maju dan berkembang. Menurut WHO,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

I. PENDAHULUAN. maupun yang berasal dari alam (Karadi dkk., 2011). dibandingkan obat modern (Hastari, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pernapasan bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit, radang tenggorokan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tersusun seperti buah anggur. Dikenal dua spesies Staphylococcus, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Streptococcus sanguis adalah jenis bakteri Streptococcs viridans yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. merupakan bentuk pengobatan tertua di dunia. Setiap budaya di dunia

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lain (Jawetz dkk., 2013). Infeksi yang dapat disebabkan oleh S. aureus antara lain

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti mycobacterium, staphylococcus,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. golongan usia (Tarigan, 1993). Di Indonesia penderita karies sangat tinggi (60-

dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa yang dilakukan untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemanfaatan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. air besar) lebih dari biasanya atau tiga kali sehari (World Health

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan salah satu. penyebab utama infeksi di rumah sakit dan komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak dibandingkan dengan Negara maju. Indonesia dengan kasus

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu survey yang dilakukan oleh World Heatlh. Organization (WHO) dilaporkan bahwa lebih dari 80%

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat-obatan tradisional khususnya tumbuh-tumbuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Candida albicans merupakan jamur yang dapat menginfeksi bagian- bagian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang

BAB 1 PENDAHULUAN. iskemik jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Buah kelapa merupakan salah satu bahan pangan yang banyak. digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan akan produk kelapa bagi

menghasilkan minyak atsiri adalah bunga cengkeh yang mengandung eugenol (80-90%), eugenol asetat (2-27%), β- kariofilen (5-12%), metil salisilat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rongga mulut manusia tidak terlepas dari berbagai macam bakteri, diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengolahan dan ruang pengolahan (BPOM RI, 2008). Keracunan makanan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit periodontitis (Asmawati, 2011). Ciri khas dari keadaan periodontitis yaitu gingiva kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. dijual dipasaran, diantaranya adalah chlorhexidine. Chlorhexidine sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Bakteri dari genus Staphylococcus adalah bakteri. gram positif kokus yang secara mikroskopis dapat diamati

mencit dalam menurunkan jumlah rerata koloni Salmonella typhimurium (Murtini, 2006). Ekstrak metanol daun salam juga terbukti mampu menghambat

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimanfaatkn untuk pengobatan tradisional (Arief Hariana, 2013).

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman

BAB I PENDAHULUAN. seperti bakteri, virus, riketsia, jamur, dan protozoa (Gibson, 1996). Badan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. juta penduduk setiap tahun, penyebab utamanaya adalah Vibrio cholera 01,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. (Al Shamrany, 2006). Salah satu penyakit gigi yang banyak terjadi di Indonesia

minyak mimba pada konsentrasi 32% untuk bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, 16% untuk bakteri Salmonella typhi dan 12,5% terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dari kesehatan umum (Ramadhan dkk, 2016). Kesehatan gigi dan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri komensal dan patogen pada manusia. Sekitar 30% dari populasi manusia dikolonisasi oleh Staphylococcus aureus, umumnya bakteri ini terdapat pada kulit, saluran pernapasan dan saluran pencernaan tanpa menyebabkan masalah kesehatan. Bakteri ini menjadi suatu masalah ketika terdapat suatu fokus infeksi dan dapat menyebar dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung atau melalui objek yang terkontaminasi. Staphylococcus aureus yang patogen bersifat invasif. Infeksi Staphylococcus aureus dapat menyebabkan bakterimia, endokarditis, osteoartikular, osteomielitis akut hematogen, infeksi pada kulit dan jaringan lunak, meningitis, infeksi paru-paru dan infeksi yang terkait dengan peralatan medis (Jawetz et al., 2005; Zeller, 2011; Tong et al., 2015). Studi epidemiologi menunjukkan bahwa infeksi akibat Staphylococcus aureus di dunia meningkat pada dua dekade terakhir. Data di Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan bahwa Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen tersering penyebab infeksi dengan prevalensi 18-30%, sedangkan di wilayah Asia Staphylococus aureus dan Pseudomonas aeruginosa memiliki angka kejadian infeksi yang hampir sama banyak (Mehraj et al., 2014; Tong et al., 2015). Infeksi dari Staphylococcus aureus ini dapat menimbulkan penyakit dengan kemampuannya menginvasi jaringan dan melalui pembentukan zat ekstraseluler, yaitu protein yang berperan sebagai faktor virulensi (Jawetz et al., 1

2 2007). Salah satu protein yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus adalah enzim β-laktamase, yang berperan menghilangkan daya antibakteri terutama pada golongan penisilin, dengan merusak cincin β- laktam yang menyebabkan antibiotik tersebut tidak bekerja sehingga terjadi resistensi (Dwiprahasto, 2005 ; Klein et al., 2007). Penelitian yang telah ada selama ini menyebutkan bahwa resistensi Staphylococcus aureus disebabkan oleh aktivitas β- laktam pada bakteri ini, namun pada studi lain didapatkan bahwa Staphylococcus aureus juga mempunyai faktor virulensi lain sehingga dapat bertahan dari respon sistem imun host dan membentuk suatu fokus infeksi, yaitu mampu membentuk koloni mikro rumit (intricate micro-colonies) yang disebut biofilm (Archer et al., 2011). Biofilm merupakan suatu agregat bakteri interaktif yang menempel pada permukaan solid atau menempel satu sama lain dan terselubung dalam suatu matriks yang kaya eksopolisakarida, asam nukleat dan protein. Matriks ini menjamin kelangsungan hidup koloni biofilm dan melindunginya terhadap aktivitas fagositosis makrofag, mekanisme imun penjamu, suhu, dan fluktuasi ph. Matriks eksopolisakarida juga berfungsi sebagai suatu barier difusi untuk beberapa antimikroba sehingga biofilm yang menginfeksi manusia dapat menjadi infeksi yang persisten dan sulit di obati (Yolazenia, 2014 ; Brooks et al, 2013 ; Lewis, 2001). Biofilm merupakan salah satu faktor gagalnya terapi antibiotik, disebabkan karena terhambatnya penetrasi antibiotik, bakteri ada dalam keadaan pertumbuhan yang lambat ( slow growth), dan adanya ekspresi gen-gen resisten. Menurut data yang diumumkan WHO dimana lebih dari 60 % infeksi akibat bakteri disebabkan

3 oleh biofilm (Lewis, 2001). Penelitian menurut Rasmunsen et al. (2005), sebanyak 72% bakteri penyebab infeksi mengalami resistensi terhadap antibiotik dan lebih 50% kasus resistensi bakteri tersebut disebabkan karena pembentukan biofilm dalam jaringan tubuh. Banyak studi yang melaporkan tentang kemampuan bakteri Staphylococcus aureus dalam memproduksi biofilm. Sekitar 80% kejadian infeksi berkaitan dengan pembentukan biofilm (Archer et al., 2011). Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat memperkirakan sedikitnya 65% dari semua bakteri yang infeksius pada manusia melibatkan biofilm, dan hal ini berhubungan dengan kronisitas infeksi (Yolazenia, 2014). Pembentukan biofilm Staphylococcus aureus menyebabkan peningkatan kesulitan pengendalian penyakit sehingga diperlukan pencarian bahan-bahan anti pembentukan biofilm. Ada beberapa cara dilakukan dalam pencegahan pelekatan biofilm ini seperti dengan penggunaan surfaktan kimia seperti deterjen dan sampo bayi, serta juga penggunaan madu. Dalam penanganan biofilm, penggunaan herbal sudah banyak dilakukan seperti penggunaan benih Nigella sativa, Rhubarb, Fructus gardeniae, Andrographis paniculata dan banyak tanaman obat lain yang belum diuji, diantaranya adalah gambir (Uncaria gambir) (Chaieb et al., 2011). Gambir ( Uncaria gambir) telah mendapat perhatian yang cukup besar sebagai agen yang dapat mengurangi risiko sejumlah penyakit. Gambir termasuk dalam famili Rubiaceae dan telah diakui sebagai senyawa yang memiliki kandungan obat (Anggraini et al., 2011). Senyawa yang terkandung didalam gambir ini memiliki toksisitas rendah, kecil efek samping, dan lebih hemat biaya daripada obat kimia. Gambir termasuk komoditas perkebunan rakyat dan salah

4 satu komoditas ekspor Indonesia, sekitar 80% perdagangangan gambir dunia berasal dari Indonesia dan sekitar 90% produksi nasional berasal dari propinsi Sumatera Barat (Andasuryani et al., 2014). Gambir merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1-3 cm, di dalam gambir terkandung katekin, kuersetin, asam kateku tannat, zat samak, kuarsetin, huorosetin, lendir, lemak dan malam (Isnawati et al., 2012). Komponen fitokimia yang terbanyak pada daun gambir ialah flavonoid dengan komponen utamanya katekin sebesar 75%, yang mengindikasikan bahwa tanaman gambir diduga memiliki aktivitas sebagai antibakteri (Hidayani, 2010). Menurut Pambayun et al. (2007) ekstrak gambir mengandung senyawa katekin dengan kadar 67,55% - 72.02% dan senyawa katekin dalam ekstrak gambir komersial sebanyak 4% sudah cukup menyebabkan kematian bakteri Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis dengan laju kematian secara berturut-turut 0,82, 0,76 dan 0,45 log cfu/jam (Santoso et al, 2014). Penelitian yang berkaitan dengan aktivitas ekstrak gambir telah banyak dilakukan diantaranya aktivitas antioksidan dan antibakteri dari turunan metil ekstrak etanol daun gambir (Kresnawaty dan Zainudin, 2009), sebagai antiseptik mulut (Lucida dan Bakhtiar, 2007) dan gambir sebagai imunodilator (Ismail et al., 2009). Beberapa aktivitas ekstrak gambir di atas sebagian besar disebabkan oleh katekin yang terkandung di dalam gambir. Selain uji aktivitas dari ekstrak gambir, telah dilakukan juga beberapa uji aktivitas dari katekin, diantaranya katekin sebagai antimikroba (Dogra, 1987), sebagai antispasmodik, bronkodilator dan vasodilator (Ghayur et al., 2007). Peranan tanaman ini dari waktu ke waktu dirasakan semakin penting, namun upaya-upaya perbaikan potensi genetik

5 tanaman tersebut sejauh ini belum mendapat perhatian yang serius (Jamsari et al., 2007). Katekin ( catechin) merupakan golongan tanin turunan flavonoida (Makfoeld et al., 2006), dimana zat aktif tersebut berpotensi sebagai antibiofilm karena dapat menghambat intercellular adhesion genes icaa dan icad (Lee et al., 2013). Gen icaa dan icad dapat mensintesis Polysaccharide Intercellular Adhesion (PIA) yang mempunyai peranan penting dalam agregasi sel dan pembentukan Ekstracellular Polymeric Substance (EPS) dalam pembentukan biofilm (Rohde et al., 2010 ; Archer et al., 2011 ; Arciola et al., 2012). Selain itu, tanin dan flavonoid merupakan golongan polifenol yang dapat berperan dalam menghambat pembentukan biofilm dengan cara mereduksi sifat hidrofobik bakteri yang menjadi faktor penting dalam adhesi sel bakteri ke substrat (Jagani et al., 2008 ; Okada et al., 2008). Berdasarkan persentase kejadian infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus yang mampu menghasilkan biofilm dan keberadaan biofilm dapat meningkatkan resistensi bakteri, serta kandungan katekin pada gambir diduga berpotensi sebagai antibiofilm, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai uji efektivitas antibiofilm katekin gambir (Uncaria gambir) terhadap bakteri Staphylococcus aureus penghasil biofilm.

6 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana uji efektivitas antibiofilm katekin gambir ( Uncaria gambir) terhadap bakteri Staphylococcus aureus penghasil biofilm? 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui uji efektivitas antibiofilm katekin gambir ( Uncaria gambir) terhadap bakteri Staphylococcus aureus penghasil biofilm. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi kemampuan Staphylococcus aureus dalam menghasilkan biofilm. 2. Mengidentifikasi minimal inhibitory concentration (MIC) katekin gambir ( Uncaria gambir) terhadap bakteri Staphylococcus aureus penghasil biofilm. 3. Menentukan minimum biofilm eradication concentration (MBEC) katekin gambir ( Uncaria gambir) terhadap bakteri Staphylococcus aureus penghasil biofilm. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan 1. Memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan mengenai uji efektivitas katekin gambir sebagai antibiofilm pada bakteri Staphylococcus aureus penghasil biofilm.

7 2. Memberikan sumber informasi ilmiah untuk penelitian lebih lanjut mengenai uji efektivitas katekin gambir sebagai antibakteri dan antibiofilm. 1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai gambir mengandung katekin sebagai antibakteri dan antibiofilm terhadap bakteri Staphylococcus aureus penghasil biofilm.