BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan. Penurunan AKI juga merupakan indikator keberhasilan derajat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. maupun sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BAB 1 PENDAHULUAN. berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI BENER MERIAH RANCANGAN QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA KENDARI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Dinas Kesehatan Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VII PENUTUP. Kesimpulan komponen masukan yaitu: tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia yang mengacu pada

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEHATAN IBU, BAYI DAN ANAK BALITA

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini masih diwarnai oleh rawannya derajat

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB 1 PENDAHULUAN. institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang

PERLUKAH RAWAT INAP DI PUSKESMAS

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. prioritasnya adalah pembangunan di bidang kesehatan. Untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit merupakan instansi penyedia layanan kesehatan untuk

I. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah

SITUASI KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA Oleh : Dewi Klarita Furtuna

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT KHUSUS BERSALIN SAYANG IBU KELAS B

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Target global untuk menurunkan angka kematian ibu dalam Millenium. mencapai 359 per kelahiran hidup (SDKI, 2012).

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya. Tujuan pembangunan. yang produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes RI,2009).

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana tercantum dalam pembukaan. Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap warganya dari

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada tahun 2008 dilaporkan bahwa jumlah kematian. ibu di 172 negara di seluruh dunia sebesar 358.

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan ekonomis (Perpres no. 72 Tahun 2012). Menurut UU no. 36 Tahun

I. PENDAHULUAN. Sejak pertama kali berdirinya suatu negara, pemerintah dan masyarakat

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Minahasa Selatan merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu Kota Amurang. Kabupaten Minahasa Selatan mempunyai topografi wilayah berupa bukit-bukit/pegunungan dan pantai, dengan luas wilayah 1484,7 km 2. Kabupaten Minahasa Selatan terdiri dari 17 kecamatan, 177 desa/kelurahan, dengan jumlah penduduk 217.075 jiwa, terdiri dari 110.800 laki-laki dan 106.275 perempuan. Sejak pembentukan kabupaten Minahasa Selatan pada tahun 2004, puskesmas berjumlah 21 Puskesmas, kemudian tahun 2007 di mekarkan lagi menjadi 2 (dua) kabupaten yakni kabupaten Minahasa Tenggara dan kabupaten Minahasa Selatan, dengan demikian jumlah puskesmas menjadi 10 (sepuluh) Puskesmas. Dan, saat ini setelah adanya pengembangan pembangunan, Puskesmas menjadi 17 (tujuh belas) unit Puskesmas, terdiri dari 12 (dua belas) puskesmas rawat jalan dan 5 (lima) Puskesmas yang melayani rawat inap. Puskesmas merupakan suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pengembangan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu (Azwar, 2010). Tenaga kesehatan adalah salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik di bidang kesehatan dalam rangka pembangunan kesehatan di Indonesia. Adapun jumlah tenaga kesehatan yang tersebar di setiap puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan, terdiri dari: 1

2 Tabel 1. Data tenaga kesehatan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan No. Tenaga Kesehatan Jumlah (Orang) 1. Dokter Umum 63 2. Dokter Gigi 1 3. Perawat 120 4. Bidan 119 5. Farmasi 15 6. Apoteker 2 7. Tenaga kesehatan masyarakat 18 8. Tenaga kesehatan lingkungan 27 9. Nutrisionis 14 10. Tenaga kesehatan gigi 22 11. Fisioterapi 1 12. Pekarya 5 13. Tenaga lainnya 24 Total 431 Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan tahun 2016 Dari data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kesehatan yang tersebar di puskesmas-puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan berjumlah 431 orang, dengan jumlah bidan sebanyak 119 orang. Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan tahun 2015, diperoleh data jenjang pendidikan tenaga kesehatan sebagai berikut: Tabel 2. Jenjang pendidikan tenaga kesehatan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan No. Tenaga Kesehatan Jenjang Pendidikan S1 D-IV D-III D-II D-I SMK 1. Dokter Umum 63 - - - - - 2. Dokter Gigi 1 - - - - - 3. Keperawatan 20 8 30 - - 62 4. Kebidanan - 15 49-55 - 5. Kefarmasian 9 - - - - 8 6. SKM 18 - - - - - 7. Kesehatan Lingkungan - 1 7-19 - 8. Nutrisionis - 3 11 - - - 9. Kesehatan Gigi - - 5 - - 17 10. Fisioterapi - - 1 - - - Total 111 25 102-74 87 Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan tahun 2016

3 Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat bahwa berdasarkan jenjang pendidikannya tenaga kesehatan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan masih memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah terutama pada tenaga bidan. Sehingga, hal ini perlu menjadi perhatian penting bagi pengambil keputusan tertinggi di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang kesehatan. Dalam memberikan pelayanan kesehatan setiap puskesmas dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik dan berkualitas serta terjangkau oleh masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan. Sehingga demikian diperlukan sumber daya yang mendukung demi keberlangsungan pelayanan kesehatan dan mengedepankan mutu dalam pemberian pelayanan kesehatan, seperti dengan adanya tenaga-tenaga kesehatan yang profesional dan berkualitas, fasilitas kesehatan yang menunjang pelaksanaan pelayanan kesehatan, dan juga terciptanya suasana yang memberikan kenyamanan bagi masyarakat dalam menggunakan jasa pelayanan kesehatan tersebut. Tenaga bidan adalah salah satu tenaga kesehatan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan dan bertugas untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak di masyarakat. Bidan diakui sebagai tenaga profesional yang memiliki tanggung jawab, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan, dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, mmimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayu baru lahir, dan bayi. Sehingga, dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, diharapkan tenaga bidan dapat memberikan pelayanan yang berkualitas dan sesuai dengan standard pelayanan yang berlaku karena konsep kerjanya berhubungan dengan nyawa manusia. Kondisi penyelenggaraan pelayanan publik termasuk di dalamnya pelayanan kesehatan masih dihadapkan pada sistem yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung seperti prosedur yang berbelit-belit, biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak transparan, dan sikap dari petugas yang

4 kurang responsif dan tidak ramah, sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan (Surjadi, 2012). Keadaan yang demikian juga ditemui di beberapa puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan, masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan tentunya mengharapkan mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan namun pada kenyataannya masih ditemui keluhan-keluhan dari masyarakat mengenai pemberian pelayanan kesehatan di beberapa puskesmas. Keluhan-keluhan tersebut menyangkut kualitas dan kinerja dari tenaga bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan yang ada. Karena itu, masalah kualitas dari tenaga kesehatan khususnya tenaga bidan perlu mendapat perhatian dari pemerintah agar kedepannya mereka bisa memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan kesehatan yang prima. Salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yaitu pembaharuan sikap dan karakter sumber daya manusia yang ada dan perlu adanya upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas serta kompetensi sumber daya manusia untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan professional. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Oleh karena itu, Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat, termasuk bertanggungjawab atas ketersediaan akses informasi untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

5 Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini, Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan terus berupaya meningkatkan kualitas dan keterjangkauan pelayanan yang sifatnya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan pun telah melakukan berbagai upaya-upaya pelayanan kesehatan, dengan harapan masalah-masalah kesehatan yang ada di tengah masyarakat dapat teratasi. Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pada tahun 2016, jumlah kunjungan ke Puskesmas di Kabupaten Minahasa Selatan adalah 103.926 kunjungan Rawat Jalan dan 571 kunjungan Rawat Inap. Meningkatnya jumlah kunjungan mengindikasikan bahwa masyarakat semakin mempercayai fasilitas kesehatan yang disediakan pemerintah, dan semakin sadar sistem pelayanan yang berjenjang. Mutu pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan pertama pun terus ditingkatkan dan dikembangkan oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan, agar tercapainya kepuasan dalam pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat. Termasuk juga peningkatan dan pengembangan mutu kinerja dari tenaga kesehatan khususnya tenaga bidan yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki tanggung jawab, etika dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. Sehingga, perlu adanya pengembangan terhadap potensi dan kualitas sumber daya manusia di dalam sebuah organisasi kesehatan agar dapat berdaya guna dan mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Menurut Lethbridge (2004), permintaan sumber daya manusia dalam sistem kesehatan telah mengalami perubahan yang meningkat sehingga sektor

6 kesehatan perlu memperhatikan jumlah ketersediaan tenaga kesehatan dan keterampilan serta keahlian dari setiap tenaga kesehatan agar sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan saat ini dan untuk mengantisipasi kebutuhan di masa depan. Masalah sumber daya manusia di bidang kesehatan ini perlu menjadi prioritas dalam rangka untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang memadai dan berkualitas dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dalam rangka peningkatan dan pengembangan kualitas dari tenaga kesehatan maka perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Pengembangan kebijakan yang mengatur tentang sumber daya manusia di bidang kesehatan adalah hal yang penting dan perlu diperhatikan dalam penyusunan dan pembuatan kebijakan kesehatan, hal ini diperlukan untuk mengatasi terjadinya ketidakseimbangan dari tenaga kesehatan dan juga untuk mendorong adanya perubahan dalam pemberian pelayanan kesehatan (Dussault, 2003). Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan mengatur tentang pengembangan kualitas sumber daya kesehatan yaitu Undangundang Nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan. Dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 pasal 30 ayat 1, 2, dan 3 menyebutkan bahwa pengembangan tenaga kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu dan karier tenaga kesehatan, pengembangan tenaga kesehatan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan serta kesinambungan dalam menjalankan praktik, dalam rangka pengembangan tenaga kesehatan, kepala daerah dan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pemberian kesempatan yang sama kepada tenaga kesehatan dengan mempertimbangkan penilaian kinerja. Dengan adanya kebijakan dari pemerintah pusat ini dapat memberikan ruang bagi tenaga kesehatan termasuk tenaga bidan untuk mengembangkan kualitasnya melalui kegiatan pelatihan ataupun melanjutkan pendidikan. Namun, pelaksanaan kebijakan ini di Kabupaten Minahasa Selatan belum bisa berjalan dengan optimal dikarenakan masih ditemui adanya berbagai keterbatasan yang dihadapi. Dari studi pendahuluan yang dilaksanakan menunjukkan bahwa pemerintah yang ada di Kabupaten Minahasa Selatan khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan berupaya untuk

7 melaksanakan berbagai kegiatan penunjang dalam rangka peningkatan dan pengembangan sumber daya tenaga kesehatan termasuk didalamnya pengembangan sumber daya tenaga bidan. Namun pelaksanaannya masih kurang efektif dikarenakan kurangnya dukungan sumber daya yang disediakan seperti anggaran untuk pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pelatihan ini. Adapun alokasi dana yang dianggarkan oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan untuk pelaksanaan kegiatan pengembangan pada tahun 2016, hanya sekitar 5% dari keseluruhan total anggaran kesehatan. Untuk saat ini pemerintah masih fokus terhadap perbaikan sarana dan prasarana. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Widyana (2014), menyebutkan bahwa kegiatan pengembangan sangat perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kompetensi dan keterampilan dari sumber daya manusia dalam hal ini tenaga kesehatan. Temuan lain yang didapatkan lewat diskusi awal yaitu pemerintah memberikan bantuan berupa alat kesehatan untuk menunjang pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat seperti adanya alat USG (ultrasonografi) di beberapa puskesmas, tetapi masih kurangnya keterampilan dari tenaga bidan dalam penggunaan fasilitas kesehatan tersebut karena belum dilaksanakan pelatihan. Selain itu masih terdapat tenaga bidan yang menjalankan pekerjaan melebihi tugas pokoknya, seperti satu orang tenaga bidan harus menjadi seorang bidan desa juga menjadi pemegang program di Puskesmas, ataupun satu orang bidan bertanggung jawab terhadap 2 desa sekaligus. Hal ini terjadi karena masih kurangnya tenaga bidan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan. Sehingga demikian, mutu pelayanan yang diberikan kurang optimal dan mengakibatkan masyarakat merasa tidak puas akan pelayanan kesehatan yang diterima. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai analisis kebijakan pemerintah pusat dalam rangka pengembangan kualitas tenaga bidan di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan.

8 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat dalam rangka pengembangan kualitas tenaga bidan di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan pemerintah pusat dalam rangka pengembangan sumber daya tenaga bidan di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Menganalisis peran aktor yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat dalam rangka pengembangan kualitas tenaga bidan di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan. 2. Menganalisis konteks yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat dalam rangka pengembangan kualitas tenaga bidan di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan. 3. Menganalisis konten kebijakan pemerintah pusat dalam rangka pengembangan kualitas tenaga bidan di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan. 4. Menganalisis proses pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat dalam rangka pengembangan kualitas tenaga bidan di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk : 1. Bagi peneliti, penelitian menambah pengetahuan mengenai kebijakan pemerintah pusat yang digunakan daerah sebagai acuan dalam rangka pengembangan kualitas tenaga bidan. 2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai dasar pertimbangan untuk perencanaan dan pelaksanaan program pengembangan kualitas tenaga bidan.

9 3. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat berguna sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya mengenai kebijakan pemerintah pusat dalam rangka pengembangan kualitas tenaga bidan. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian yang dilakukan oleh Yando (2010), tentang situasi pengembangan tenaga kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Yahukimo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Yahukimo dalam program pengembangan tenaaga kesehatan dan mengingat tenaga kesehatan sebagai faktor determinan dalam dinamika pembangunan kesehatan diharapkan dengan kualitas yang tersedia dapat mengelola SDM kesehatan yang handal menjadi sebuah harapan ideal bagi masyarakat Yahukimo. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rendahnya mutu tenaga kesehatan Kabupaten Yahukimo hal ini terkait pula dengan sistem kepegawaian yang ada belum mampu mewujudkan tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang tenaga kesehatan di Kabupaten Yahukimo dapat diidentifikasi aspek keterbatasan yang mengacu pada kualitas/kompetensi sumber daya tenaga kesehatan Kabupaten Yahukimo telah memadai, namun secara kualitatif belum menunjukkan kemampuan dalam berkinerja sebagaimana diharapkan oleh stakeholder. Ketidakdisiplinan ini terkait dengan rendahnya kesadaran dan motivasi diri terhadap tugas yang diembannya. Persamaan dengan penelitian ini yaitu topik penelitian tentang pengembangan tenaga kesehatan. Sedangkan, perbedaannya yaitu variabel penelitiannya. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Rawal, et al (2015), tentang Developing effective policy strategies to retain health workers in rural Bangladesh: a policy analysis. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau kebijakan dan ketentuan yang terkait dengan sumber daya manusia untuk bidang kesehatan khususnya tenaga dokter dan perawat di daerah pedesaan dan di daerah terpencil, dalam rangka mengembangkan strategi untuk mengatasi retensi

10 sumber daya manusia kesehatan di daerah pedesaan yang ada di Bangladesh. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu pemerintah Bangladesh telah melakukan berbagai upaya yang signifikan untuk mengadopsi kebijakan kesehatan yang terkait. Ini tercermin melalui kebijakan pengembangan medis dan pendidikan keperawatan, regulasi, insentif keuangan, dan pengembangan sumber daya manusia secara profesional. Namun, Bangladesh tidak memiliki kebijakan dan ketentuan khusus yang mengatur tentang penarikan dan retensi tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan umum pedesaan. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Azym (2015), tentang analisis kebijakan pemberian insentif dokter puskesmas di Kota Baubau. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis proses dan implementasi kebijakan pemberian insentif dokter puskesmas di Kota Baubau. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan metode kualitatif menggunakan rancangan studi kasus tunggal terjalin. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa stakeholder di Kota Baubauberperan aktif dalam proses dan implementasi kebijakan pemberian insentif dokter puskesmas sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsinya masing-masing. Faktor konteks kebijakan yang mempengaruhi adalah faktor struktural yang meliputi faktor politik yang dipengaruhi oleh janji politik Walikota terpilih saat kampanye pemilihan kepala daerah di Kota Baubau pada tahun 2012 dan faktor ekonomi yang dipengaruhi oleh kemampuan keuangan puskesmas saja. Pemberian insentif dokter puskesmas di Kota Baubau berdasarkan kelangkaan profesi karena jumlah tenaga dokter yang masih terbatas. Proses kebijakan pemberian insentif dokter puskesmas di Kota Baubau dilakukan secara top down dari Pemerintah Daerah. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel penelitian yang meliputi aktor, konten, konteks, dan proses kebijakan. Sedangkan, perbedaan dengan penelitian ini yaitu topik penelitian tentang pemberian insentif dokter puskesmas. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniati, et al (2014), tentang Human Resource Development for Health in Indonesia: Challenges of Achieving the

11 Millenium Development Goals. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menilai kemajuan dari sumber daya manusia kesehatan dalam rangka untuk mencapai MDGs yang terkait dengan bidang kesehatan. Kesimpulan dari penelitian yaitu penyebab dan solusi untuk mengatasi masalah pengembangan sumber daya manusia di sektor kesehatan sangat kompleks, masalah muncul atau berakar karena ada pengaruh dari sistem politik, ekonomi, budaya, dan masalah kesehatan sendiri. Sehingga demikian, solusi untuk mengatasi masalah tersebut tergantung pada seberapa banyak masukan dana yang disediakan, perlu dilaksanakannya program pendidikan dan pelatihan, dan para pembuat kebijakan kurang melaksanaan kontrol langsung terhadap kondisi kerja maka perlu dilakukan kontrol terhadap jumlah sumber daya manusia kesehatan dan kondisi kerja. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Etiaba, et al (2015), yang berjudul Development of oral health policy (OHP) in Nigeria: an analysis of the role of context, actors and policy process. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses kebijakan, peran aktor, dan konteks dalam pengembangan dan persetujuan OHP di Nigeria. Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu melalui telaah dokumen dan wawancara mendalam, kemudian melakukan analisis dengan kerangka analisis segitiga kebijakan. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu pengembangan OHP berhasil dilakukan melalui hubungan antara konteks, proses dan aktor yang kompleks. Konteks sosio-politik memiliki pengaruh lebih luas dimana aktor mengembangkan kebijakan dapat memfasilitasi dan / atau membatasi peran dan kepentingan aktor serta proses kebijakan. Ini harus dipertimbangkan pada tahap pengembangan kebijakan untuk menghasilkan kebijakan yang akan memperkuat sistem kesehatan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana proses dan pengaruh kebijakan seringkali dapat kurang transparan. Persamaan dengan penelitian ini yaitu pengambilan data dengan wawancara mendalam, dan menggunakan analisis segitiga kebijakan. Perbedaannya yaitu pada topik penelitian.