BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengue adalah penyakit infeksi virus pada manusia yang ditransmisikan

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir di seluruh belahan dunia terutama negara tropik dan subtropik sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN. serotype virus dengue adalah penyebab dari penyakit dengue. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever

BAB I PENDAHULUAN. Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang. dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

I. PENDAHULUAN. Salah satu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk sebagai vektornya adalah Demam

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 dan yang terbaru adalah Den-5.

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) dan ditularkan oleh nyamuk

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang berada pada periode triple

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN. dan ditularkan oleh gigitan nyamuk Ae. aegypti ini menjadi penyakit tular virus

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. misalnya akibat gigitan nyamuk dapat menyebabkan dermatitis, alergika dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

I. PENDAHULUAN. vektor penyakit infeksi antar manusia dan hewan (WHO, 2014). Menurut CDC

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui di

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Incidence Rate dan Case Fatality Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

Transkripsi:

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh vektor masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). (1) Jumlah penderita dan luas daerah penyebaran DBD semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. (2) Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Penyakit DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes sp yang terinfeksi virus dengue. (2) Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, kapan saja (1, 2) dan dimana saja bahkan bisa menyebabkan kematian. Penyakit DBD didukung oleh beberapa komponen yaitu vektor, virus, lingkungan dan manusia. (2) Upaya pemutusan mata rantai penularan yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor, mengurangi kontak antara vektor dengan manusia dan pemutusan mata rantai penularan. (2) Pengendalian vektor pra dewasa atau larva lebih mudah dibandingkan dengan pengendalian vektor dewasa. (2) Fase jentik nyamuk Aedes sp lebih mudah diketahui habitat spesifiknya dan merupakan fase terpanjang dalam fase perkembangbiakannya, yaitu sekitar 6-8 hari pada wadah atau tempat penampungan air bersih di dalam ataupun diluar rumah. (1) Fase telur, jentik dan pupa dialami nyamuk di dalam air. (1) Biasanya nyamuk dewasa memiliki kriteria tertentu dalam meletakkan telurnya seperti tersedianya sumber makanan bagi larva. (2) Sampai saat ini vaksin dan obat anti virus DBD belum tersedia di Indonesia. (1) Maka satu-satunya cara pencegahan penyakit DBD yang paling efektif adalah melalui pengendalian vektornya untuk pemutusan mata rantai penularan DBD melalui 1

2 tindakan PSN. (1) Upaya pemutusan mata rantai penularan DBD sangat diperlukan kesadaran masyarakat untuk melakukan PSN yang didasari dengan pengetahuan yang dimiliki masyarakat tersebut dan mengetahui habitat perindukan yang digemari oleh nyamuk untuk meletakkan telurnya. (3) Keberadaan larva di rumah ataupun di sekitar rumah di daerah endemis mengindikasikan adanya potensi penularan infeksi virus dengue. (4) Keberadaaan jentik di suatu wilayah dapat diukur dengan menggunakan indikator Angka Bebas Jentik (ABJ). (4) Angka ABJ yang diharapkan pada suatu daerah adalah >95% yang menyatakan bahwa daerah tersebut bisa dikatakan bebas dari ancaman DBD. (5) Angka ABJ didapatkan dari pemeriksaan larva secara berkala di suatu wilayah yang dilakukan oleh Jumantik (Juru Pemantau Jentik). (5) Selain itu untuk melihat efektifitas PSN juga dapat diukur melalui keberadaan larva Aedes sp dan melalui indikator ABJ dan dapat menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pencegahan DBD. (5) Indikator ABJ merupakan salah satu indeks dalam pengontrolan vektor DBD yang dapat dilakukan dengan survei kepadatan populasi nyamuk Aedes sp. (6) Kepadatan populasi nyamuk Aedes sp dapat digambarkan dari hasil survei telur, survei jentik atau survei nyamuk itu sendiri. (7) Metode survei jentik adalah cara yang umum digunakan dalam program DBD, karena mudah dilakukan dan jentik merupakan stadium yang berlangsung lama dibanding stadium telur dan pupa. (7) Keberadaan nyamuk ini bisa menjadi acuan dalam pengembangan pengendalian DBD di suatu wilayah. (7) Data WHO 2009 menunjukkan insiden penyakit DBD dalam 50 tahun terakhir meningkat 30 kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya. (8) Angka kejadian DBD yang dilaporkan WHO berkisar 50 juta sampai 100 juta kejadian setiap tahun. (9) Data WHO ini juga menunjukkan bahwa Asia sebagai wilayah dengan jumlah penderita DBD terbanyak. (8)

3 Negara dengan permasalahan kesehatan masyarakat dalam penanggulangan DBD yaitu Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste yang merupakan negara yang terletak di wilayah monsoon tropis dan berada di dekat zona katulistiwa, dimana nyamuk Aedes sp tersebar luas di wilayah pedesaan maupun perkotaan, dengan beberapa serotipe virus yang beredar dan menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak-anak. (9) Dilaporkan case fatality rates (CFR) untuk wilayah ini sekitar 1%, akan tetapi di India, Indonesia dan Myanmar, dilaporkan CFR wabah DBD yang jauh dari wilayah perkotaan sebesar 3-5%. (8) Jumlah kasus DBD di Indonesia terus meningkat, baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi kejadian luar biasa (KLB) setiap tahun. (10) WHO mencatat Indonesia sebagai negara dengan penderita DBD terbanyak di Asia Tenggara. (11) WHO menetapkan Indonesia sebagai salah satu negara hiperendemik dengan jumlah provinsi yang terkena DBD sebanyak 32 provinsi dari 33 provinsi di Indonesia dan 355 kabupaten/kota dari 444 kota terkena DBD. (12) Setiap hari dilaporkan, sebanyak 380 kasus DBD dan 1-2 orang meninggal setiap hari. (12) Kejadian penyakit DBD tersebar di seluruh provinsi, dan mencapai 88% kabupaten/kota termasuk endemis DBD. Tahun 2015 di Indonesia dilaporkan terdapat 126.625 kasus dan 1.229 diantaranya meninggal dunia, di Malaysia terdapat 111.285 kasus dan 301 meninggal, di Singapore terdapat 9.782 kasus, di Vietnam tercatat 58.633 kasus dengan 42 orang meninggal, di Australia tercatat 1.563 kasus dan di Cina (12, 13) dilaporkan terdapat 3.822 kasus. Tahun 2015 Provinsi Sumatera Barat memiliki angka kejadian DBD yang cukup tinggi, menduduki peringkat ke-12 dari seluruh provinsi di Indonesia. (14) Angka kesakitan atau IR DBD di Sumatera Barat pada tahun 2013 yaitu 46,63 per 100.000 penduduk dengan target IR DBD nasional 20/100.000 penduduk. (15) Berdasarkan data

4 Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2015, Kota Padang memiliki angka prevalensi DBD tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lain di Sumatera Barat yaitu 1.074 kasus selama tahun 2015, dengan IR 128,56 per 100.000 penduduk dengan target IR DBD Sumatera Barat <49/100.000 penduduk. (11) Wilayah hiperendemis DBD dari sebelas kecamatan di Kota Padang diantaranya Kecamatan Kuranji dan Kecamatan Koto Tangah. (14) Angka IR selama 3 tahun terakhir pada dua daerah tersebut menunjukkan Kecamatan Kuranji memiliki angka IR tertinggi. Tahun 2013 angka IR Kecamatan Kuranji dan Kecamatan Koto Tangah secara berturut-turut yaitu 186,32 per 100.000 penduduk dan 134,05 per 100.000 penduduk, (16) tahun 2014 IR 108,96 per 100.000 penduduk dan 68,93 per 100.000 penduduk, (17) tahun 2015 IR 150,70 per 100.000 penduduk dan 121,78 per 100.000 penduduk. (18) Kecamatan Kuranji memiliki sembilan kelurahan yaitu Kelurahan Pasar Ambacang, Anduring, Lubuk Lintah, Ampang, Kalumbuk, Korong Gadang, Kuranji, Gunung Sarik dan Sungai Sapih dengan kasus terbanyak terdapat di Kelurahan Kuranji pada tahun 2016 sebanyak 38 kasus dengan IR 108,17 per 100.000 penduduk. (19-21) Jumlah kasus dan angka IR Kelurahan Kuranji dari tahun 2013-2016 selalu tinggi yaitu tahun 2013 71 kasus IR 224,78 per 100.000 penduduk, (16, 22) tahun 2014 24 kasus IR 74,44 per 100.000 penduduk, (17, 22) tahun 2015 49 kasus IR 149 per 100.000 penduduk. (18, 23) Menurut data BPS tahun 2015, Kelurahan Kuranji memiliki kepadatan penduduk sebesar 3.626 penduduk/km 2 dan merupakan wilayah dengan penduduk (23, 24) terpadat di Kecamatan Kuranji. Kelurahan Kuranji berada dalam jarak 9,30 km dari pusat kota dengan luas wilayah 9,07 km 2. Keadaan wilayah ini, sekitar 35,85% dari total luas wilayah adalah areal persawahan, 12,63% adalah hutan dan sisanya dimanfaatkan masyarakat seperti

5 bangunan dan sebagainya sehingga Kelurahan Kuranji memiliki pemukiman yang cukup padat. Jumlah penduduk Kelurahan Kuranji tahun 2016 adalah 35.130 jiwa dan merupakan kelurahan dengan jumlah penduduk terbanyak, sehingga menjadikan kelurahan ini memiliki potensi penyebaran nyamuk Aedes sp dan risiko penularan penyakit DBD. (24) Angka ABJ dari 3 tahun terakhir di Kelurahan Kuranji belum pernah mencapai target ABJ 95%. Tahun 2014 ABJ Kelurahan Kuranji 82,6 %, tahun 2015 ABJ 72,5% dan tahun 2016 ABJ sebesar 75,6%. Dari 10 rumah yang diperiksa terdapat 6 rumah positif larva. Masih rendahnya angka ABJ ini salah satunya disebabkan karena faktor perilaku masyarakat dan masyarakat kurang berpartisipasi dalam upaya pencegahan dan penanggulan DBD, dibuktikan dengan banyaknya program DBD yang tidak terlaksana di Kelurahan Kuranji. (21, 25) Keberadaan larva Aedes sp dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya faktor perilaku, lingkungan dan petugas kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nani (2017) menunjukkan terdapat hubungan pengetahuan dan sikap dengan keberadaan jentik Aedes sp (p=0,004 dan p=0,024). (26) Putri (2016 ) menyatakan terdapat hubungan menguras TPA dengan keberadaan larva Aedes sp (p=0,029). (27) Suyasa (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan kebiasaan menggantung pakaian dan keberadaan tanaman hias dengan keberadaan larva Aedes sp (p=0,040 dan p=0,039). (28) Gama (2010) menyatakan terdapat hubungan jumlah kontainer dengan keberadaan larva Aedes sp (p=0,01). (29) Kursianto (2017) terdapat hubungan sumber air dengan keberadaan larva Aedes sp (p=0,047). (30) Menurut Jaya (2012) terdapat hubungan keberadaan ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva Aedes sp (p=0,039). (31) Pencegahan penyakit DBD yang paling efektif adalah dengan melakukan pemutusan mata rantai penularan melalui status keberadaan vektor penyebab DBD.

6 Apabila masyarakat mengetahui faktor yang mempengaruhi keberadaan larva Aedes sp, upaya PSN akan lebih terarah dan lebih efisien. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan larva Aedes sp dan melihat gambaran kepadatan larva Aedes sp di Kelurahan Kuranji. Informasi yang didapatkan diharapkan dapat dijadikan dasar pertimbangan pelaksanaan program pengendalian vektor penyebab penyakit DBD sehingga dapat menekan angka kejadian DBD. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan larva Aedes sp. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan larva Aedes sp di Kelurahan Kuranji Kota Padang. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui angka bebas nyamuk/abj di Kelurahan Kuranji Kota Padang tahun 2017. 2. Mengetahui distribusi frekuensi keberadaan larva Aedes sp, pengetahuan, sikap, menguras TPA, penggunaan obat nyamuk, menggunakan kawat kasa, kebiasaan menggantung pakaian, jumlah kontainer, sumber air, keberadaan tanaman hias, keberadaan ikan pemakan jentik, dan pernah mendapatkan penyuluhan tentang DBD terhadap keberadaan larva Aedes sp di Kelurahan Kuranji. 3. Mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, menguras TPA, penggunaan obat nyamuk, menggunakan kawat kasa, kebiasaan menggantung pakaian, jumlah kontainer, sumber air, keberadaan tanaman hias, keberadaan ikan

7 pemakan jentik, dan pernah mendapatkan penyuluhan tentang DBD terhadap keberadaan larva Aedes sp. 4. Mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi keberadaan larva Aedes sp. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan larva Aedes sp dan melihat kerentanan wilayah terhadap penyakit DBD melalui status kepadatan larva. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Puskesmas Balimbing dan Kelurahan Kuranji Dijadikan gambaran dan tambahan referensi dalam pengambilan keputusan untuk melakukan intervensi terhadap permasalahan DBD dalam hal pencegahan dan penanggulangan DBD. 2. Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan meneliti bagi penulis. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan larva Aedes sp dan gambaran kepadatan larva Aedes sp di Kelurahan Kuranji dengan metode visual. Faktor risiko terdiri dari faktor perilaku (pengetahuan, sikap, menguras TPA, pemakaian obat nyamuk dan sejenisnya, penggunaan kawat kasa, dan kebiasaan menggantung pakaian), faktor lingkungan (jumlah kontainer, sumber air, keberadaan tanaman hias dan ikan pemakan jentik) dan faktor pernah mendapatkan penyuluhan DBD.

8