Studi Eksperimental Pengaruh Aplikasi Lshx Terhadap Kinerja Sistem Refrigerasi Dengan Refrigeran R404A

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

Pengaruh Debit Udara Kondenser terhadap Kinerja Mesin Tata Udara dengan Refrigeran R410a

ANALISIS ENERGI PENINGKATAN KINERJA MESIN PENDINGIN MENGGUNAKAN LIQUID-SUCTION SUBCOOLER DENGAN VARIASI TEMPERATUR LINGKUNGAN

Pengaruh Penggunaan Suction Liquid Heat Exchanger dan Tube in Tube Heat Exchanger Pada Refrigerator Terhadap Daya Kompresor dan Waktu Pendinginan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

Momentum, Vol. 13, No. 2, Oktober 2017, Hal ISSN ANALISA PERFORMANSI REFRIGERATOR DOUBLE SYSTEM

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI 2012

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

Kaji Eksperimental Pemanfaatan Panas Kondenser pada Sistem Vacuum Drying untuk Produk Kentang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB VI PENGOLAHAN DATA dan ANALISIS DATA

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011. Materi Tujuan Ket.

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN ANALISIS

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

Basic Comfort Air Conditioning System

ANALISIS PERFORMANSI MINI FREEZER YANG DILENGKAPI DENGAN FLUIDA PENYIMPAN DINGIN (THERMAL STORAGE)

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. Gambar 2.1 Florist Cabinet (Sumber Gambar: Althouse, Modern Refrigeration and Air Conditioning Hal.

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Vaksin

Pengaruh Penggunaan Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Efisiensi Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap

Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin

PENDINGINAN KOMPRESI UAP

Pemanfaatan Air Kondensat Untuk Meningkatkan Unjuk Kerja Dan Efisiensi AC Split

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect System)

BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel

PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-12 DAN R-134a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

Kajian Pengaruh Kecepatan Putar Kipas Kondenser Terhadap Konsumsi Energi Dan Kapasitas Pendinginan Mesin Tata Udara

UNJUK KERJA MESIN PENDINGIN KOMPRESI UAP PADA BEBERAPA VARIASI SUPERHEATING DAN SUBCOOLING

EFEK PERUBAHAN LAJU ALIRAN MASSA AIR PENDINGIN PADA KONDENSOR TERHADAP KINERJA MESIN REFRIGERASI FOCUS 808

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

EFEK UDARA DI DALAM SISTEM REFRIGERASI

Kajian Eksperimen Heat Exchahger Pada Heat Pump Menggunakan Refrijeran Hidrokarbon

DESAIN PERANCANGAN DAN PEMILIHAN KONDENSER UNTUK MESIN PENDINGIN AIR COOLED CHILLER DENGAN DAYA KOMPRESOR 3 PK. Angga Panji Satria Pratama

BAB II LANDASAN TEORI

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN THERMOSTATIC EXPANTION VALVE PADA REFRIGERASI AC SPLIT. Harianto 1 dan Eka Yawara 2

ANALISA PERFORMANSI HEAT PUMP MENGGUNAKAN COUNTER FLOW HEAT EXCHANGERS

EFEK RASIO TEKANAN KOMPRESOR TERHADAP UNJUK KERJA SISTEM REFRIGERASI R 141B

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 diagram blok siklus Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA TERHADAP KINERJA SISTEM REFRIGERASI PADA TATA UDARA SENTRAL. M. Nuriyadi ABSTRACT

PERFORMANSI SISTEM REFRIGERASI HIBRIDA PERANGKAT PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN REFRIGERAN HIDROKARBON SUBSITUSI R-22

Termodinamika II FST USD Jogja. TERMODINAMIKA II Semester Genap TA 2007/2008

BAB II LANDASAN TEORI

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu mesin refrigerasi akan mempunyai tiga sistem terpisah, yaitu:

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2013 ISSN X

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT 1 PK

HANIF BADARUS SAMSI ( ) DOSEN PEMBIMBING ARY BACHTIAR K.P, ST, MT, PhD

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI. Energy balance 1 = Energy balance 2 EP 1 + EK 1 + U 1 + EF 1 + ΔQ = EP 2 + EK 2 + U 2 + EF 2 + ΔWnet ( 2.1)

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

COEFFICIENT OF PERFORMANCE (COP) MINI FREEZER DAGING AYAM KAPASITAS 4 KG

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

SILABUS MATA KULIAH REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2007 tahun ajaran 2010/2011

Pengaruh Variasi Putaran Poros Kompresor Terhadap Performansi Sistem Refrigrasi

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF

Refrigerant. Proses pendinginan atau refrigerasi pada hakekatnya merupakan proses pemindahan energi panas yang terkandung di dalam ruangan tersebut.

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Air-Water System

PENGARUH ALAT EKSPANSI TERHADAP TEMPERATUR DAN TEKANAN PADA MESIN PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

BAB II DASAR TEORI. Pengujian sistem refrigerasi..., Dedeng Rahmat, FT UI, Universitas 2008 Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sistem refrigerasi telah memainkan peran penting dalam kehidupan

Analisis Beban Thermal Rancangan Mesin Es Puter Dengan Kompresor ½ PK Untuk Skala Industri Rumah Tangga

BAB II DASAR TEORI LAPORAN TUGAS AKHIR. 2.1 Blast Chiller

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Komparasi Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Temperatur dan Tekanan Mesin Pendingin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

SATUAN ACARA PERKULIAHAN dan SILABUS MATA KULIAH REFRIGERASI DASAR (D3 dan D4) KURIKULUM 2016 tahun ajaran 2017/2018. Materi Tujuan Ket.

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS TERMODINAMIKA PENGGUNAAN EJECTOR SEBAGAI ALAT EKSPANSI PADA PENGKONDISI UDARA MOBIL

PEMAHAMAN TENTANG SISTEM REFRIGERASI

Transkripsi:

Studi Eksperimental Pengaruh Aplikasi Lshx Terhadap Kinerja Sistem Refrigerasi Dengan Refrigeran R404A (EXPERIMENTAL STUDY, INFLUENCE OF APPLICATION ON PERFORMANCE OF REFRIGERATION SYSTEM WITH R404A REFRIGERANT) M. Nuriyadi, Samsul Kamal dan Hermawan Jurusan Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada Jogjakarta Jogjakarta, Indonesia e-mail: nuriyadi@yahoo.com Abstrak Banyak cara telah dilakukan untuk meningkatkan kinerja sistem refrigerasi. Pada penelitian ini Penukar Kalor diaplikasikan untuk meningkatkan kinerja dengan memanfaatkan refrigeran sisi isap yang dingin untuk mendinginkan refrigeran sisi cair yang panas, sehingga derajat subcooled akan meningkat. Dari sini diamati pengaruh aplikasi Penukar Kalor tersebut, diharapkan efek pendinginan akan meningkat. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa tekanan discharge mengalami kenaikan dari.76 bar sebelum menggunakan HX dan menjadi.5 bar setelah menggunakan dengan rasio kompresi yang juga mengalami peningkatan menjadi. dari yang sebelumnya 8. Tekanan suction mengalami penurunan dari ratarata 0.6 bar menjadi 0. bar. Temperatur Evaporasi mengalami penurunan dari rata-rata -5 0 C menjadi -40 0 C, hal ini menyebabkan tercapainya target temperatur kabin (-0 0 C) dari yang sebelumnya tidak tercapai. Dari sisi COP, sistem tidak banyak mengalami perubahan COP dari rata-rata.8 menjadi.0. Konsumsi Daya Listrik justru mengalami penurunan dari rata-rata 0.78 Watt menjadi 95.8 Watt. Kata kunci: Penukar kalor, kinerja sistem refrigerasi, refrigeran R404A. rendah dari temperatur lingkungan sesuai dengan yang diinginkan. Cold Storage adalah salah satu aplikasi sistem refrigerasi yang digunakan untuk menyimpan makanan/buah dan sayuran dalam jangka waktu tertentu pada temperatur rendah, sehingga makanan/buah dan sayuran tersebut tetap segar (tidak membusuk). Sistem refrigerasi yang banyak digunakan adalah sistem kompresi uap. Sistem refrigerasi ini, menggunakan kompresor sebagai alat kompresi refrigeran, dimana refrigeran dihisap dengan tekanan yang rendah pada sisi hisap (suction), kemudian uap refrigeran ditekan didalam kompresor, sehingga berubah menjadi uap bertekanan tinggi dan bertemperatur tinggi yang dikeluarkan pada sisi keluaran (discharge), dari proses tersebut dapat ditentukan sisi tekanan rendah dan sisi tekanan tingginya. Dalam sistem ini jumlah refrigeran adalah tetap, hanya mengalami perubahan fasa, sehingga dalam sistem tidak perlu ditambah refrigeran bila tidak terjadi kebocoran. Alat ekspansi kondenser. PENDAHULUAN Refrigerasi adalah proses pemindahan kalor dari ruang yang bertemperatur rendah untuk dibuang ke reservoir yang bertemperatur lebih tinggi. Tujuan utama dari proses refrigerasi adalah untuk menurunkan temperatur atau menjaga agar temperatur ruang atau suatu bahan tetap lebih 4 Gambar. evaporator kompresor Skema Sistem Refrigerasi Kompresi Uap Sistem refrigerasi kompresi uap juga menggunakan kondenser untuk mengkondensasi refrigeran sehingga fasanya berubah dari uap superheat menjadi campuran jenuh sampai cair jenuh. Kemudian refrigeran diekspansikan melalui alat 8.

Pressure (bar absolute) POLITEKNIK NEGERI BANDUNG POLBAN ekspansi untuk menurunkan tekanan dan temperatur, sehingga temperaturnya sesuai dengan temperatur yang diinginkan. Kemudian pada evaporator, refrigeran yang bertekanan dan temperatur rendah tersebut akan berubah fasa menjadi uap dengan mengambil kalor dari ruangan atau bahan yang didinginkan. Proses refrigerasi tersebut diatas dapat digambarkan dalam diagram Tekanan-Entalpi (P-h Diagram) sebagai berikut : Pc Kinerja atau performansi suatu mesin refrigerasi biasa dinyatakan dengan Coeffience of Performance (COP). Dari besaran pertama dan kedua dapat dihitung koefisien kinerja (coefficient of performance, COP) sistem refrigerasi yang merupakan perbandingan antara efek refrigerasi dengan kerja kompresi h h4 COP h h Sedangkan COPteoritis atau COP carnot adalah perbandingan temperature evaporasi absolute dibandingkan dengan selisih temperature kondensasi dan evaporasi. COP teoritis T T kondensasi evaporasi T evaporasi Pe 4 h = h4 h h Enthalpy (kj/kg) Gambar. Diagram Tekanan-entalpi siklus refrigerasi kompresi uap (Diagram Mollier) Siklus yang terjadi adalah sebagai berikut: : Proses kompresi (menaikkan tekanan) di kompressor : Proses kondensasi dengan pelepasan kalor pada tekanan konstan di kondenser. 4 : Proses ekpansi (penurunan tekanan) di alat ekspansi. 4 : Proses evaporasi dengan menyerap kalor di evaporator. Dari diagram tersebut dapat dihitung efek refrigerasi, kerja kompresor, dan panas yang dibuang oleh kondeser. Efek refrigerasi, atau efek pendinginan didefinisikan sebagai selisih entalpi refrigeran keluaran dan masukan evaporator: q e h h 4 Kerja kompresi, w k, didefinisikan sebagai selisih entalpi refrigeran keluaran dan masukan kompresor: w k h h Sementara itu, pembuangan panas oleh kondenser, q c, dapat dihitung dengan q c h h Parameter lain yang digunakan untuk menentukan kinerja dari mesin refrigerasi adalah effisiensi (η) yang didefinisiakan sebagai perbandingan COPaktual sistem refrigerasi dengan COPcarnot (COPteoritis) dari siklus sistem COP COP aktual teoritis Banyak cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja sistem refrigerasi, antara lain dengan menurunkan tekanan dan temperatur kerja kondenser. Penurunan temperatur kerja kondenser dapat dicapai dengan berbagai cara, antara lain dengan memberikan pendinginan kepada refrigeran pada sisi tekanan tinggi. Metode pendinginan yang dapat dilakukan antara lain adalah dengan menambah kapasitas kipas kondenser, memberikan pendinginan awal kepada refrigeran yang akan memasuki kondenser dan menggunakan liquid to gas heat exchanger. Penambahan kapasitas kipas kondenser dapat memberikan tingkat pendinginan yang tinggi pada kondenser, namun ini harus dibayar dengan energi tambahan yang harus diberikan kepada kipas. Upaya peningkatan kinerja dengan menggunakan pendingin awal (precooling), juga dapat dilakukan dengan menggunakan pendingin evaporatif pada kondenser maupun udara luar yang akan didinginkan. Pada pendingin evaporatif untuk kondenser, atau dikenal dengan evaporative condenser, air dikucurkan ke pipa telanjang kondenser untuk memberikan pendinginan awal refrigeran keluaran kompresor. Pendinginan dengan liquid to gas heat exchanger atau juga biasa disebut liquid to suction heat exchanger (), memanfaatkan temperatur 8.

refrigeran keluaran evaporator yang rendah untuk menambah derajat subcool yang lebih besar, sehingga memberikan efek refrigerasi yang lebih besar pula. Heat exchanger digunakan antara liquid line dan suction line (gambar.). Dengan adanya komponen ini keadaan refrigeran pada liquid line menjadi subcool dan keadaan refrigeran pada suction line menjadi super heat, dengan bertambahnya subcool dan superheat maka kapasitas pendinginan akan naik sehingga performansi sistem akan meningkat. kondenser Namun, cara ini juga akan memberikan derajat superheat yang tinggi kepada refrigeran yang keluar dari evaporator sehingga temperatur refrigeran akan naik, dan masalah inilah yang akan dikaji pada penelitian ini. Penelitian tentang liquid-suction heat exchanger () untuk meningkatkan kinerja mesin refrigerasi telah dimulai oleh beberapa peneliti. Hasil kajian ini menunjukkan (gambar.5) bahwa performansi (COP) sistem refrigerasi dipengaruhi oleh efektifitas Heat Exchanger. Pada beberapa jenis refrigeran COP mengalami kenaikan namun ada juga yang mengalami penurunan. Alat ekspansi ' 4' evaporator ' kompresor Gambar. Sistem refrigerasi dengan liquid suction heat exchanger. Meningkatnya kapasitas pendinginan dengan subcooling dan superheating dapat dijelaskan dengan diagram tekanan entalpi pada Gambar.4. Akibat adanya pertukaran kalor pada, temperatur refrigeran keluaran evaporator akan naik dari kondisi ke. Pada keluaran kondenser, temperatur refrigeran cair akan turun dari kondisi ke. Kenaikan temperatur refrigeran keluaran evaporator dan penurunan temperatur refrigeran pada keluaran kondenser akibat penambahan akan meningkatkan efek refrigerasi mesin menjadi q e, h' h4' Gambar 5. Grafik Hubungan antara Efektifitas Heat Exchanger terhadap Perubahan COP Kajian tersebut juga menyatakan bahwa salah satu faktor penting yang menentukan keuntungan penggunaan adalah properti dari refrigeran khususnya Panas jenis fluida. Gambar 6. menunjukkan pengaruh Kapasitas panas refrigeran pada kondisi Uap jenuh terhadap perubahan kinerja (COP) dari sistem refrigerasi. Tekanan, bar ' Tc ' Gambar 4. 4' 4 Entalpi, kj/kg Te ' Siklus refrigerasi dengan pada diagram tekanan-entalpi. Gambar 6. Grafik Hubungan antara Kapasitas panas jenis Uap Refrigeran terhadap Perubahan COP S.A. Klein (000) menyatakan bahwa penggunaan pada beberapa jenis refrigeran ada yang menguntungkan namun ada juga yang merugikan. Gambar.7 menunjukkan pengaruh efektifitas terhadap Relative Capacity Index pada 8.

beberapa jenis refrigeran pada temperatur evaporasi -0 o C dan temperatur kondensasi 40 o C yang akan mempengaruhi kapasitas pendinginan dari refrigeran. Gambar 7. Relative Capacity Index Sebagai fungsi dari Efektifitas Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk :. Mengaplikasikan Heat Exchanger pada sistem refrigerasi Cold storage dengan refrigeran R 404 A. Mengkaji pengaruh aplikasi Heat Exchanger tersebut terhadap parameter dan kinerja dari sistem refrigerasi Cold storage pada berbagai. Membandingkan kinerja sistem refrigerasi Cold storage tanpa menggunakan Heat Exchanger dan sistem yang menggunakan Heat Exchanger dapat dilengkapi dengan liquid-suction heat exchanger atau. pada sistem ini akan menaikkan temperatur refrigeran uap keluaran evaporator dan menurunkan temperatur refrigeran cair keluaran kondenser. Penukar Kalor Liquid to Suction Heat Exchanger Heat Exchanger (penukar kalor) adalah alat yang dibuat memindah panas secara efisien dari suatu medium ke medium yang lain, apakah medium tersebut dipisahkan oleh bidang solid sehingga tidak pernah bercampur, atau medium tersebut berada pada kondisi kontak langsung. Penukar kalor telah digunakan secara luas dalam pemanasan ruangan, refrigerasi, tata udara, power plant, proses penyulingan minyak dan sebagainya. Pada sistem refrigerasi kompresi uap, penukar kalor diantaranya digunakan sebagai Liquid to Suction Heat Exchanger yang berfungsi mempertukarkan kalor refrigeran panas di sisi cair keluaran kondenser dengan uap refrigeran dingin di sisi isap kompresor dengan tujuan untuk menambah derajat subcool refrigeran cair. Pada sistem ini digunakan jenis penukar kalor pipa ganda dimana fluida dengan temperatur yang lebih rendah mengalir di dalam tabung pipa yang lebih kecil, sedangkan fluida pentransfer panas mengalir didalam ruang antara kedua tabung pipa dengan arah aliran berlawanan (counter flow). Fluida in Fluida out ri ro hb q ha Fluida out Penambahan Kapasitas Pendinginan melalui Subcooling dan Superheating Upaya untuk meningkatkan kinerja suatu mesin refrigerasi, khususnya kapasitas pendinginan, telah banyak dilakukan, antara lain dengan subcooling dan superheating. Subcooling atau pendinginan lanjut adalah proses pendinginan refrigeran cair yang keluar dari kondenser, sementara superheating atau pemanasan lanjut adalah pemanasan refrigeran uap yang keluar dari evaporator. Dalam mesin-mesin refrigerasi komersial, derajat subcooling dan superheating umumnya telah ditetapkan dengan harga sekitar 0 C sampai 8 0 C. Namun, harga ini seringkali tidak dapat dicapai, khususnya pada mesin-mesin yang yang telah berusia tua atau telah mengalami pengotoran pada evaporator dan kondensernya. Akibatnya, subcooling dan superheating yang diharapkan tidak dapat dicapai. Untuk menjamin ketercapaian derajat subcooling dan superheating, mesin refrigerasi Fluida in Gambar 8. Sistem Penukar Kalor Pipa Ganda Pengaruh Aplikasi Heat Exchanger terhadap properti Refrigeran R404A Telah disampaikan bahwa dengan penerapan Heat Exchanger akan menaikkan derajat superheat pada sisi isap kompresor, sehingga temperatur refrigeran pada sisi isap (suction) akan mengalami kenaikan. Dari grafik Gambar 9 terlihat bahwa kenaikan temperatur (derajat superheat) pada sisi suction (isap), mengakibatkan naiknya volume jenis dari refrigeran. Karena volume flow rate dari refrigeran masuk kompresor tetap, pada rpm yang sama, kenaikan volume jenis dari refrigeran ini akan mengakibatkan mass flow rate dari aliran refrigeran turun, sehingga kapasitas pendinginan dari sistem refrigerasi juga akan turun. 8.4

Gambar 8. Grafik Volume Spesifik Uap Refrigeran 404A terhadap Temperatur McLinden, melalui simulasi yang dilakukannya menyatakan bahwa penggunaan dapat meningkatkan kinerja mesin akibat kenaikan kalor jenis gas refrigeran. Dari grafik Gambar 0 terlihat bahwa kapasitas panas uap (Cp) refrigeran akan mengalami kenaikan dengan naiknya temperatur. Namun kenaikan Cp ini akan mengakibatkan kenaikan koefisien adiabatik (k = Cp/Cv) yang digunakan untuk mendekati proses kompresi politropik dari kompresor yang dirumuskan dengan : np v P Wk ( n ) P ( n) / n dengan : n = koefisien politropik temperatur refrigeran masukan evaporator, ditambah dengan pengukuran tekanan isap dan buang.. Pengujian dengan - Pengujian dengan menggunakan dilakukan dengan mengubah arah aliran refrigeran keluar kondenser tidak langsung masuk TXV, tapi terlebih dulu masuk sisi fluida panas dan keluaran ini baru masuk TXV. Sedangkan uap refrigeran keluar Evaporator tidak langsung masuk sisi isap kompresor tapi terlebih dahulu masuk sisi dingin baru ke sisi isap kompresor. - Sebagaimana pengujian tanpa, Pengujian sistem dengan dilakukan dengan melakukan pengukuran parameter sebagai berikut : temperatur isap, temperatur buang kompresor, temperatur kondensasi, temperatur refrigeran cair/liquid line, dan temperatur refrigeran masukan evaporator, ditambah dengan pengukuran tekanan isap dan buang.. Dari hasil pengukuran dianalisis kinerja mesin refrigerasi yang meliputi efek refrigerasi, COP, kapasitas evaporator, kapasitas kompresor dapat dihitung. Setelah data arus, tegangan, dan/atau daya listrik diperoleh, konsumsi daya dapat diketahui. Di samping itu, dari pengujian ini dapat diperoleh pula nilai efektivitas dari penukar kalor. HV Condenser FD SG 4 Receiver HV HV HV4 TXV Gambar 0. Grafik Kapasitas Panas (Cp) terhadap Temperatur Uap R404A Oil Separator 8 7 HV6 HV7 HV8 CV Compressor Accumulator 6 A 5 HV5. METODOLOGI Evaporator B Prosedur pengujian yang akan di lakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :. Pengujian tanpa menggunakan - Pengujian mesin refrigerasi dilakukan di laboratorium Perpindahan Kalor. - Pengujian dilakukan dengan melakukan pengukuran parameter sebagai berikut : temperatur isap, temperatur buang kompresor, temperatur kondensasi, temperatur refrigeran cair/liquid line, dan Gambar. Sistem Refrigerasi Kompresi Uap dengan Refrigeran R404A menggunakan 8.5

. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengujian pada sistem refrigerasi tanpa menggunakan dan sistem dengan menggunakan diperoleh hasil sebagai berikut: Tekanan buang (discharge) kompresor mengalami kenaikan sebelum dan setelah menggunakan, yakni pada kisaran.76 bar sebelum menggunakan HX dan pada kisaran.5 bar setelah menggunakan, kenaikan ini biasanya dipengaruhi oleh temperatur udara lingkungan. Dalam hal ini, refrigeran pada sisi tekanan tinggi harus mencapai tekanan tertentu untuk dapat berkondensasi di kondenser. Perbandingan tekanan buang kompresor dapat dilihat pada Gambar. Pd Rasio kompresi yang dihitung berdasarkan perbandingan tekanan buang absolut dan tekanan isap absolut mengalami kenaikan dari rata-rata 8.0 menjadi. (Gambar 4). Rasio Kompresi Non HX Rasio Kompresi dg Gambar 4. Perbandingan rasio kompresi sebelum dan setelah modifikasi. Arus kerja mesin tidak sedikit mengalami penurunan setelah modifikasi. Jika sebelum modifikasi rata-rata arus kerja adalah.45 A, setelah modifikasi arus kerja menjadi. A. Arus kerja sebelum dan setelah modifikasi ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar. Perbandingan tekanan buang Kompresor sebelum dan setelah menggunakan Tekanan isap (suction) kompresor mengalami sedikit penurunan. Sebelum menggunakan, rata-rata tekanan isap adalah 0.6 bar dan setelah menggunakan rata-ratanya menjadi 0. bar. Hal ini juga akan menyebabkan turunnya temperatur evaporasi di evaporator. Gambar menunjukkan perbandingan tekanan isap sebelum dan setelah aplikasi. Ps Non HX Ps dg Gambar. Perbandingan tekanan isap kompresor sebelum dan setelah menggunakan. Dengan turunnya tekanan isap, temperatur evaporasi juga mengalami penurunan. Sebelum modifikasi, temperatur evaporasi berkisar pada - 5 0 C dan turun menjadi -40 0 C setelah modifikasi. Gambar 5. Arus Kompreso r Non HX Arus Kompreso r dg Perbandingan arus kerja AC sebelum dan setelah modifikasi. Besaran-besaran spesifik seperti efek refrigerasi, kerja kompresor, dan pembuangan panas kondenser ditunjukkan pada Gambar 6 dan Gambar 7. Secara umum kinerja sistem spesifik tidak banyak mengalami perubahan, yaitu COP sistem sebelum aplikasi sebesar.8 dan setelah menggunakan menjadi.0. Namun yang paling penting adalah kemampuan sistem dalam mencapai temperatur setting di kabin. Dengan setting temperatur kabin - 0 C, sistem sebelum menggunakan selama pengujian (sekitar jam) belum pernah mencapai temperatur setting, sehingga kompresor terus menerus bekerja. Sedangkan setelah aplikasi, temperatur setting dicapai pada sekitar menit ke 70, dan setelah itu sistem mengalami Off dan On beberapa kali, sehingga kompresor tidak harus menyala terus menerus, dan ini tentu menghemat energi pemakaian listrik. Hal ini juga disebabkan oleh turunnya temperatur evaporasi serta naiknya derajat sucool 8.6

pada sisi refrigeran cair akibat diaplikasikannya. Temp. Kabin Non HX Temp. Cabin dg Gambar 6. Pencapaian Temperatur Kabin sebelum dan setelah aplikasi. Gambar 7. P-h diagram sistem refrigerasi sebelum dan setelah aplikasi. Konsumsi daya pada mesin sebelum dan setelah modifikasi mengalami perubahan yang berarti, dimana Konsumsi daya sebelum modifikasi berada pada kisaran 6.4 Watt dan setelah modifikasi berada pada kisaran 95.8 Watt. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 7. Dan yang lebih penting adalah dengan adanya kesempatan waktu kompresor Off saat setting temperatur kabin tercapai, akan mengurangi konsumsi energi listrik. Gambar 8. Perbandingan Konsumsi Daya Listrik Kompresor sebelum dan setelah menggunakan Hasil perbandingan kinerja mesin sebelum dan setelah dimodifikasi diberikan pada Tabel berikut. Tabel Perbandingan kinerja mesin sebelum dan setelah modifikasi. No 4 Besaran Tanpa Dengan Tekanan isap kompresor (bar) 0.6 0. Tekanan buang kompresor (bar).76.5 Temperatur evaporasi ( 0 C) -5-40 Temperatur kondensasi ( 0 C) 5 5 5 Arus kerja (A).45. 6 Temperatur Evaporator ( 0 C) -.85 -.7 7 Rasio kompresi 8.. 8 9 Daya Non HX Daya dg Koefisien kinerja (COP).8.0 Konsumsi daya listrik (Watt) 0.78 74.87 8.7

4. KESIMPULAN Dari penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan:. Tekanan discharge mengalami kenaikan dari.76 bar sebelum menggunakan HX dan menjadi.5 bar setelah menggunakan.. Tekanan suction mengalami penurunan dari rata-rata 0.6 bar sebelum menggunakan HX menjadi 0. bar setelah menggunakan.. Temperatur Evaporasi juga mengalami penurunan dari rata-rata -5 C sebelum menggunakan HX menjadi -40 C setelah menggunakan. 4. Dari sisi COP, mesin tidak mengalami perubahan berarti dari rata-rata.8 sebelum menggunakan HX menjadi.0 setelah menggunakan, namun dari sisi pencapaian temperatur kabin evaporator terlihat setelah penggunaan mesin mampu mencapai temperatur setting dari kabin (- 0 C), sedangkan sebelum menggunakan kabin evaporator tidak mencapai temperatur settingnya 5. Konsumsi Daya Listrik mengalami penurunan dari rata-rata 0.78 Watt sebelum menggunakan HX menjadi 74.78 Watt setelah menggunakan. Dalam penelitian ini, peningkatan kinerja mesin ditunjukkan oleh turunnya temperatur evaporasi dan tercapainya temperatur kabin serta turunnya konsumsi daya listrik. Untuk menjamin kesahihan lebih lanjut dari hasil penelitian, pengujian perlu dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama dan menggunakan alat ukur energi (KWh-meter) untuk memperoleh gambaran Daftar Pustaka. ASHRAE, 005. ASHRAE Handbook of Fundamental, American Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers, Atlanta.. ASHRAE, 006. ASHRAE Handbook of Refrigeration, American Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers, Atlanta.. Cengel, Y.A. 00. Heat Transfer: A Practical Approach, /e, McGraw-Hill Education, New York. 4. Domanski, P. A., and Didion, D. A., 99. "Thermodynamic Evaluation of R Alternative Refrigerants and Refrigerant Mixtures", ASHRAE Transactions, Vol. 99, No., pp. 66-648. 5. Domanski, P. A., Didion, D. A., and Doyle, J. P., 994. "Evaluation of Suction-Line/Liquid- Line Heat Exchange in the Refrigeration Cycle", Rev. Int. Froid, Vol. 7, No. 7, pp. 487-49 6. Domanski, P.A., 995. Theoretical Evaluation of the Vapor Compression Cycle With a Liquid-Line/Suction-Line Heat Exchanger, Economizer, and Ejector U.S. Department of Commerce 7. Kim, M.H., Domanski, P.A., and Didion, D.A., 997. Performance of R- Alternative Refrigerants in a System with Cross-flow and Counter-flow Heat Exchangers U.S. Department of Energy. 8. Klein, S. A. and Reindl, D. T. 000. "The Relationship of Optimum Heat Exchanger Allocation and Minimum Entropy Generation Rate for Refrigeration Cycles", ASME International Journal of Refrigeration, Vol., Part 8, pp. 588-596. 9. Klein, S. A., D. T. Reindl, K. Brownell, 000. Refrigeration system performance using liquidsuction heat exchangers, International Journal of Refrigeration, vol. 0. McLinden, M.O., 990. Optimum Refrigerants for Non-Ideal Cycles: An Analysis Employing Corresponding States, Proceedings ASHRAE Purdue CFC and IIR Purdue Refrigeration Conferences, W. Lafayette, IN July 7-0.. Wang, S.K., 000. Handbook of Air Conditioning and Refrigeration, McGraw-Hill Education, New York.. YanaMotta, S.F., and Domanski, P.A., 000. Performance of R and its alternatives working at high outdoor temperature. 8 th International Congress of Refrigeration, Purdue University. 8.8