BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Makna umum pendidikan adalah sebagai usaha manusia menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran di kelas maupun dalam melakukan percobaan di. menunjang kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Studi komparasi pengajaran kimia metode gi (group investigation) dengan stad ( student teams achievement divisions)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas salah satunya dalam bidang dasar dan pengukuran listrik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di sekolah saat ini menuntut para guru harus selalu. kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. SMA Negeri 12 Bandar Lampung terletak di jalan H. Endro Suratmin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. Majunya suatu Negara ditentukan oleh kualitas pendidikannya. sistematis untuk merangsang pertumbuhan, perkembangan, meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. zaman. Perkembangan zaman tersebut secara tidak langsung menuntut suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat penting bagi

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SUHU DAN KALOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI. Oleh: ARI SUSANTI NIM: K

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya dan dapat membangun pengetahuannya sendiri (student centered. digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran masih kurang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. hasil belajar siswa disekolah. Kurikulum yang digunakan saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LATIHAN INKUIRI DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA MATA PELAJARAN FISIKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.I

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai salah satu sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

Khairun Nisa Marwan dan Rita Juliani Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar dalam memajukan suatu negara. Majunya suatu negara tercermin dari pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi pada semua guru yang memiliki tanggung jawab untuk. atas diantaranya adalah siswa harus memiliki kemampuan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu media atau sumber belajar yang dapat dijadikan sebagai penunjang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan untuk membentuk manusia yang berkualitas, dan berguna untuk kemajuan hidup bangsa.

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK USAHA DAN ENERGI KELAS VIII MTS N-3 MEDAN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai nilai dalam masyarakat dan kebudayaan (Purwanto, 2011). Pendidikan merupakan suatu upaya yang dilakukan agar siswa memperoleh pengetahuan, mengembangkan intelektual serta emosional secara optimal, sehingga siswa dapat mengimplementasikan dalam kehidupan. Fungsi pendidikan adalah menyiapkan siswa agar dapat terjun ke masa yang akan datang. Strategi pelaksanaan pendidikan dilakukan dalam bentuk kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan. Pengajaran adalah bentuk kegiatan dimana terjalin hubungan interaksi dalam proses belajar dan mengajar antara tenaga kependidikan dan siswa untuk mengembangkan perilaku sesuai dengan tujuan pendidikan. Tantangan yang dihadapi dunia pendidikan pada saat ini dan kedepan adalah pendidikan hendaknya mampu menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang utuh, yaitu kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang terintegrasi. Untuk mencapai pendidikan yang demikian maka dalam proses pembelajaran diperlukan kurikulum sebagai pedoman. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai sisi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Majid, 2014 : 1). Kurikulum memiliki dua sisi yang sama penting, yaitu kurikulum sebagai dokumen dan kurikulum sebagai implementasi. Sebagai sebuah dokumen, kurikulum berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan kurikulum sebagai implementasi merupakan realisasi dari dokumen dalam bentuk kegiatan pembelajaran di kelas. Keduanya merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, ada kurikulum berarti ada pembelajaran, dan sebaliknya ada pembelajaran ada kurikulum (Mardyawati, 2014 : 2). Implementasi kurikulum memerlukan seseorang yang berperan sebagai pelaksananya. Guru merupakan faktor penting dalam implementasi kurikulum

2 karena ia merupakan pelaksana kurikulum. Karena itu guru dituntut memiliki kemampuan untuk mengimplementasikannya karena tanpa itu kurikulum tidak akan bermakna sebagai alat pendidikan. Dan sebaliknya pembelajaran tidak akan efektif tanpa kurikulum sebagai pedoman. Dengan demikian guru menempati posisi kunci dalam implementasi kurikulum. Dalam sains atau Ilmu Pengetahuan Alam kita mempelajari fakta, konsep, hukum, dan teori yang ditemukan atau dikemukakan oleh para ahli. Untuk memudahkan belajar sains, sains dibagi menjadi beberapa kelompokdiantaranya biologi, kimia, ilmu bumi dan fisika. Tujuan utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam adalah agar siswa memahami konsep konsep IPA secara sederhana dan mampu mengunakan metode sederhana dan mampu menggunakan metode ilmiah, bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah masalah yang dihadapi dengan lebih menyadari kebesaran, dan kekuasaan pencipta alam. Berdasarkan tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran IPA memiliki orientasi untuk mewujudkan karakter sikap ilmiah kepada peserta didik dan konsep atas keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Demikian juga halnya dengan tujuan pembelajaran fisika, untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut sebagaimana tersusun dalam kurikulum maka guru dituntut untuk mampu mengkorelasikan penciptaan alam semesta sebagai bagian keagungan Tuhan Yang Maha Esa dengan konten materi pembelajaran Fisika. Upaya membelajarkan materi yang holistik seperti itu dapat dilakukan dengan berbagai cara dan strategi. Salah satu cara yang paling sering dilakukan adalah dengan pembelajaran secara langsung yang bertitik tumpu pada ceramah. Peneliti juga telah melakukan observasi langsung di SMA Negeri 9 Medan, diperoleh keterangan bahwa prestasi belajar fisika di kelas X kurang memuaskan. Peneliti juga memperoleh keterangan dengan menggunakan angket yang disebarkan kepada 40 responden di kelas X MIA SMAN 9 Medan. Diperoleh data sebagai berikut: 67,5% siswa menyatakan pelajaran fisika biasa saja, 17,5 % siswa menyatakan pelajaran fisika mudah dan menyenangkan, 15 % siswa menyatakan pelajaran fisika sulit dan kurang menarik dan 0% yang menyatakan bahwa pelajaran fisika membosankan.indikator penyebab siswa tidak

3 menyukai dan menganggap pelajaran fisika biasa saja salah satunya adalah karena mata pelajaran fisika sulit, kurang dimengerti dan tidak menarik. Aktivitas siswa pada pengajaran fisika masih rendah, salah satu penyebabnya adalah praktik di laboratorium yang tidak sering dilakukan (85 % siswa menyatakan tidak pernah melakukan praktikum di laboratorium). Sementara berdasarkan hasil observasi peneliti, 40% siswa menginginkan cara belajar fisika dengan banyak praktik dan demonstrasi. Aktivitas merupakan asas-asas penting di dalam interaksi belajarmengajar yang akan mendukung peningkatan hasil belajar siswa, sehingga siswa memiliki potensi untuk berkembang sendiri. Pendidik akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan siswa. Hasil wawancara dengan guru fisika di sekolah tersebut, Ibu Dewi Kumala Sari juga mengatakan bahwa nilai hasil belajar siswa kebanyakan masih kurang memuaskan yaitu di bawah 75. Di samping itu, model pembelajaran yang sering digunakan IbuIbu Dewi Kumala Sari adalah model pembelajaran konvensional dengan menerapkan metode ceramah, dan pemberian tugas. Metode pembelajaran konvensional bersifat berpusat pada guru (teacher centered) yang menyebabkan terjadinya komunikasi satu arah sehingga siswa lebih banyak menunggu pengetahuan dari guru daripada menemukan dan mengembangkan sendiri pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan. Pada siswa sekolah menengah atas yang memiliki karakteristik sebagai remaja yang ingin mencoba sesuatu dan sangat dekat dengan teman sebayanya, metode ceramah terkadang terasa membosankan. Rasa bosan ini berdampak pada rendahnya interaksi siswa dengan guru dan hasil pembelajaran yang kurang memuaskan baik dari cara pandang guru maupun siswa. Sebagai calon guru, peneliti merasakan hal ini dan ingin melakukan penelitian dengan pembelajaran yang menggunakan metode berbeda lalu membandingkannya dengan pengajaran menggunakan metode langsung. Metode pembelajaran yang dipilih diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran sebagaimana yang dimaksud. Pemilihan metode yang akan diterapkan didasarkan pada karakteristik siswa yang lebih dekat dengan teman sebaya dan suka melakukan uji coba terhadap sesuatu. Metode tersebut menggabungkan cara belajar kooperatif yang

4 mengelompokkan beberapa siswa dan metode investigasi. Model tersebut adalah group investigation (GI). Model pembelajaran GI merupakan salah satu model pembelajaran yang penerapannya mengarah pada sistem kerja ilmiah. Slavin (2005:215) mengatakan bahwa kesuksesan implementasi dari group investigation sebelumnya menuntut pelatihan dalam kemampuan komunikasi dan sosial. Kemampuan ini merupakan landasan kerja atau pembentukan tim. Guru dan siswa melaksanakan sejumlah kegiatan akademik dan nonakademik yang dapat membangun norma-norma perilaku kooperatif yang sesuai di dalam kelas. Model pembelajaran GI termasuk salah satu model pembelajaran kooperatif dimana dalam proses pembelajaran siswa terlibat secara aktif dari awal proses pembelajaran hingga akhir pembelajaran, termasuk menyimpulkan hasil penyelidikan yang berkaitan dengan masalah yang dipelajari dan diinvestigasi. Penelitian pengaruh model pembelajaran group investigation (GI) ini sudah pernah diteliti oleh peneliti-peneliti, antara lain yaitu: Muslimin (2014), Purwanto (2014) dan Fathurahman, Apit (2015). Dari ketiga peneliti tersebut menunjukkan adanya pengaruh yang positif akibat penerapan model pembelajaran group investigation (GI), dimana hasil penelitian Muslimin (2014) menunjukkan bahwa nilai rata-rata pretes, postes di kelas eksperimen mengalami peningkatan dari 7,96 menjadi 11,5 setelah diberi perlakuan model pembelajaran group investigation (GI). Hasil penelitian Purwanto (2014) menunjukkan bahwa nilai rata-rata pretes, postes di kelas eksperimen mengalami peningkatan dari 35,46 menjadi 63,89 setelah diberi perlakuan model pembelajaran group investigation (GI). Adapun kelemahan dalam penelitian ini adalah siswa kurang berpartisipasi dalam proses belajar dan mengerjakan tugas dan penggunaan waktu pembelajaran yang kurang maksimal. Untuk memperbaiki kelemahan tersebut, maka peneliti tertarik akan menerapkan model pembelajaran group investigation (GI) dengan pemberian media pembelajaran di kelas menggunakan flip chart sehingga alokasi waktu pembelajaran menjadi maksimal. Penggunaan media berupa flip chart pada penelitian ini adalah untuk melihat apakah siswa di kelas tersebut dapat

5 semakin mudah ikut berpartisipasi memahami materi fisika sehingga hasil belajarnya meningkat. Dengan mempelajari keunggulan dan kelemahan model GI maka peneliti akan melakukan penelitian dengan membandingkan model pembelajaran ini dengan model pembelajaran konvesional. Penelitian dilakukan pada materi suhu dan kalor di semester genap kelas X. Dengan demikian penelitian ini berjudul: Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Suhu dan KalorDi Kelas X Semester II SMA Negeri 9 Medan T.P. 2016/2017. 1.2.Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis mengidentifikasi masalah yang ada di sekolah tersebut yaitu : 1. Model konvensional yang pada umumnya dalah ceramah masih terasa membosankan 2. Kurangnya aktivitas siswa dalam pembelajaran 3. Hasil belajar siswa yang masih rendah 4. Metode dan model pembelajaran yang digunakan belum bervariasi 5. Pelaksanaan praktikum yang jarangdilakukan 1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana hasil belajar siswa dengan model pembelajaran konvensional pada materi pokok Suhu dan Kalordi Kelas X Semester II SMA Negeri 9 Medan T.P. 2016/2017? 2. Bagaimana hasil belajar siswa dengan model pembelajaran Group Investigation (GI) pada materi pokok Suhu dan Kalor di Kelas XSemester II SMA Negeri 9 Medan T.P. 2016/2017?

6 3. Apakah ada pengaruh penggunaan model pembelajaran Group Investigation (GI) terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok Suhu dan Kalor di Kelas X Semester II SMA Negeri 9 Medan T.P. 2016/2017? 1.4.Batasan Masalah Untuk memperjelas ruang lingkup masalah yang akan diteliti, maka perlu dilakukan pembatasan masalah dalam penelitian, yaitu : 1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Group Investigation (GI)terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok Suhu dan Kalor di Kelas X Semester II SMA Negeri 9 Medan T.P. 2016/2017. 2. Subjek penelitian adalah siswa kelas X Semester II SMA Negeri 9 Medan T.P 2016/2017. 3. Materi yang disajikan dalam penelitian ini adalah Suhu Kalor. 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan dari rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada materi pokoksuhu dan Kalor di Kelas X Semester II SMA Negeri 9 Medan T.P. 2016/2017. 2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Group Investigation (GI) pada materi pokok Suhu dan Kalor di Kelas X Semester II SMA Negeri 9 Medan T.P. 2016/2017. 3. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran Group Investigation (GI) terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok Suhu dan Kalor di Kelas X Semester II SMA Negeri 9 Medan T.P. 2016/2017.

7 1.6.Manfaat Penelitian Berdasarkan dari tujuan yang dikemukakan diatas, maka manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Sebagai informasi hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation (GI) terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok Suhu dan Kalor di Kelas X Semester II SMA Negeri 9 Medan T.P. 2016/2017. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru bidang studi untuk mempertimbangkan penggunaan model pembelajaran Group Investigation (GI) dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran fisika. 3. Menjadi bahan perbandingan dan referensi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian lebih lanjut. 1.7.Defenisi Operasional 1. Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas (Suprijono,2009:45). 2. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran (Majid, 2014:214). 3. Model pembelajaran Group Investigation adalah salah satu bentuk pembelajaran kooperatif. Group Investigation sesuai untuk proyekproyek studi yang terintegrasi yang berhubungan dengan hal-hal semacam penguasaan, analisis, dan mensistesiskan informasi sehubungan dengan upaya menyelesaikan masalah yang bersifat multi-aspek (Slavin, 2005:215). 4. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar ( Dimyati, 2009:3).