1 Pendidikan Guru Berasrama: Upaya mewujudkan perilaku Berkarakter Menuju Generasi Emas Indonesia Eko Purwanti, Deny Setiawan, Novi Setyasto Pendidilkan Guru SekolahDasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, UniversitasNegeri SemarangE-mail koresponden: purwanti17@mail.unnes.ac.id Abstrak Krisis bangsa adalah krisis sumber daya manusia, utamanya krisis karakter. Lembaga Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) memiliki tugas menyiapkan guru masa depan yang tidak hanya unggul secara akademik tetapi unggul dalam karakter. Dalam melaksanakan tugas lembaga & dalam mewujudkan lulusan yaitu calon guru Sekolah Dasar yang profesional yaitu memiliki kompetensi pedagogik, bidang studi, kepribadian, dan kompetensi sosial diperlukan strategi manajemen lembaga. Strategi tersebut antaralain melalui Pendidikan berasrama. PGSD berasrama dimaksudkan untuk menghasilkan valon guru profesional yang memiliki kompetensi utuh termasuk didalamnya unggul dalam karakter. Keberadaan asrama memiliki peran strategis, berfungsi tidak hanya sebagai lingkungan tempat tinggal dan lingkungan belajar tetapi juga merupalan lingkungan pergaulan sosial yang membantu membentuk keprobadian para penghuninya. Pola asrama diharapkan memberikan pengaruh positif bagi pengembangan karakter mahasiswa PGSD dengan menanamkan nilai-nilai luhur diantaranya adalah kepekaan dan kepedulian sosial terhadap lingkungan sekitar. Dengan demikian PGSD berasrama merupakan pembinaan akademik dan multi budaya dengan empat pilar pengembangan yaitu, mental spiritual, wawasan akademik, minat & bakat, serta pengembangan sosial budaya Kata kunci: Guru profesional; Karakter mulia; Pendidikan berasrama 1. Pendahuluan: Perguruan tinggi mengemban tanggung jawab dan kewajiban yang besar, khususnya dalam melahirkan sumber daya intelektual bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia bangsa ini. Di sisi lain, persyaratan dunia kerja saat ini tidak hanya pengetahuan dan keterampilan saja tetapi juga menyangkut karakter, sikap dan perilaku mahasiswa, serta mengenal sifat pekerjaan atau terlatih dengan etika kerja. Karena itulah pendidikan tinggi saat ini semestinya tidak hanya sekedar menyiapkan tenaga kerja yang terampil, tetapi juga memiliki karakter yang kuat. Pendidikan yang baik itu, menurut Ki Hajar Dewantara, mestinya mampu mengalahkan dasar-dasar jiwa mausia yang jahat, menutupi bahkan mengurangi tabiat-tabiat yang jahat tersebut. Pendidikan dikatakan optimal, jika tabiat luhur lebih menonjol dalam diri peseerta didik ketimbang tabiat-tabiat jahat. Manusia berkarakter
2 inilah yang menurut Ki Hajar Dewantara sebagai sosok beradab, sosok yang menjadi ancangan sejati pendidikan. Oleh karena itu menurut Ki Hajar Dewantara, keberhasilan pendidikan yang sejati adalah menghasilkan manusia yang beradab, bukan mereka yang cerdas secara kognitif dan psikomotorik tetapi miskin karakter atau budi pekerti luhur. (Fathurrohman.2013) Pendidikan dengan kelengkapan asrama atau pendidikan berasrama bukan sesuatu yang baru dalam konteks pendidikan di Indonesia. Bahkan dalam perkembangan akhir-akhir ini cukup banyak bermunculan sekolah yang melengkapi fasilitasnya dengan asrama, dikenal dengan sekolah berasrama (boarding school). Penerapan sistem pendidikan berasrama didasarkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih utuh, yang mencakup cipta, rasa, karsa, dan karya sehingga menghasilkan lulusan yang tidak hanya unggul dalam berpikir tetapi juga berkepribadian mulia. Pemikiran tersebut muncul sebagai konsekwensi dari kenyataan bahwa pada umumnya sekolah non asrama terkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan akademik sehingga banyak aspek lain dari pembelajar yang tidak tersentuh. Hal ini trjadi karena keterbatasan waktu yang ada dalam pengelolaan program pendidikan pada lembaga pendidikan non-asrama. Sebaliknya, pendidikan berasrama dapat menerapkan program pendidikan komprehensif-holistik mencakup keagamaan, pengembangan akademik, life skills (soft skills & hard skills), wawasan kebangsaan dan membangun wawasan global. 2. Pendidikan Berasrama dalam Penyiapan Guru Profesional Pendidikan berasrama merupakan program pendidikan yang komprehensif-holistik mencakup pendidikan keagamaan, pengembangan akademik, life skills (soft skills hard skills), memupuk wawasan kebangsaan, dan membangun wawasan global, yang digunakan sebagai bagian integral dalam sistem penyelenggaraan pendidikan untuk menghasilkan calon guru profesional yang memiliki kompetensi utuh, unggul dan berkarakter. Tujuan pendidikan berasrama antara lain adalah untuk menumbuhkembangkan peserta didik menjadi: 1) pribadi yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2) pribadi yang berprestasi, memiliki kecakapan hidup, sehat jasmani dan rohani;3) pribadi yang unggul dan berkarakter (jujur, cerdas, tangguh, bermoralluhur, mandiri, dan disiplin).4) pribadi yang mampu berkomunikasi dengan baik, peka dan peduli pada sesama, serta mampu beradaptasi dengan lingkungan yang majemuk;5) pribadi yang memiliki rasa cinta tanah air dan wawasan kebangsaandan wawasan global; dan 6) Memiliki sikap dan jiwa pendidik (guru) yang mau dan mampu berperan sebagai orang tua kedua di sekolah.
3 Penyiapkan calon guru yang profesional, unggul dan berkarakter seperti yang diharapkan dalam tujuan pendidikan berasrama, perlu memperhatikan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh kementrian Riset,Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (2016) yaitu sebagai berikut: 1) Keteladanan: Secara psikologis manusia memerlukan keteladanan untuk mengembangkan sikap dan perilaku terpuji. Keteladanan adalah pendidikan dengan cara memberikan contoh nyata bagi para peserta. Pengelola asrama harus senantiasa memberikan teladan yang baik bagi para penghuninya dalam kehidupan kesehariannya.2) Latihan dan pembiasaan: Upaya menyiapkan calon guru yang berkarakter, peserta di asrama perlu melakukan latihan untuk membiasakan bertindak taat terhadap norma-norma yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip ini diterapkan dalam bentuk keteraturan hidup yang diatur dalam jadwal kegiatan harian yang dimulai dari bangun pagi sampai istirahat malam. Kegiatan harian meliputi ibadah/doa baikpribadi maupun bersama, makan bersama, belajar bersama, memeliharaasrama dan aktivitas lain yang diprogramkan dalam keseluruhan proses selama peserta menjalani pendidikan profesi guru. Latihan dan pembiasaan ini pada akhirnya akan menjadi budaya yang terpatri dalam diri peserta.3) Ibrah (Mengambil Hikmah/Lesson Learnt): Pengertian ibrah atau Lesson Learnt adalah mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang dialami manusia untuk mengetahui intisari suatu kejadian yang disaksikan,diperhatikan, dipertimbangkan, diukur dan diputuskan secara rasional sehingga kesimpulannya dapat mempengaruhi hati untuk tunduk kepada-nya. Prinsip ini dapat dilakukan melalui kisahkisah, fenomena alam, atau peristiwa yang terjadi baik di masa lalu maupun sekarang melalui proses refleksi kritis dan mendalam.4) Pendidikan melalui Nasihat: nasihat adalah pemberian peringatan atas kebaikan dan kebenaran dengan cara tertentu yang dapat menyentuh hati untuk mengamalkannya. Nasihat ini mengandung tiga unsur: (a) uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh peserta, seperti sopan-santun, ibadah berjamaah, dan kerajinan dalam beramal baik; (b) motivasi dalam melakukan kebaikan; dan (c) peringatan tentang bahaya akibat melanggar larangan. Prinsip ini juga memberikan amanah kepada para peserta untuk memiliki sikap saling mengingatkan hal-hal kebaikan di antara sesama penghuni asrama. 5) Kedisiplinan: Prinsip ini dimaksudkan untuk menjadikan peserta memiliki sikap ketaatan terhadap aturan, pedoman, atau tata tertib yang telah ditentukan. Kedisiplinan akan mendorong peserta untuk bisa menghormati satu sama lain, menjamin kenyamanan para peserta, sehingga kehidupan di asrama berlangsung secara harmonis. Penerapan prinsip ini memerlukan ketegasan dan kebijaksanaan. Ketegasan mengharuskan pengurus asrama memberikan sanksi bagi peserta yang melanggar.
4 Kebijaksanaan berarti bahwa pengurus asrama harus berbuat adil dan arif dalam memberikan sanksi yang bersifat edukatif. Peserta harus memahami dan menerima segala bentuk konsekuensi dari ketidakdisiplinan yang dilakukannya, dan menyadari untuk tidak mengulanginya.6) Kemandirian: Kemandirian merupakan kesanggupan dan kemampuan peserta untuk belajar dan berlatih mengurus segala kepentingannya sendiri, sehingga tidak menyandarkan kehidupannya kepada bantuan atau belas kasihan orang lain. Dengan prinsip kemandirian ini, peserta mampu memahami dan memiliki kekuatan serta ketabahan dalam menghadapi tantangan hidup.7) Persaudaraan dan Persatuan: Kehidupan peserta di asrama senantiasa diliputi oleh suasana keakraban, persaudaraan, dan gotong royong karena segala suka dan duka dirasakan bersama. Suasana kehidupan asrama yang demikian, menjadikan peserta yang berasal dari latar belakang asal daerah, suku, bahasa, adat istiadat, budaya, dan agama yang berbeda akan terjalin keakraban, persaudaraan, dan persatuan di antara mereka. Prinsip ini sangat diperlukan terutama untuk mendukung pelaksanaan tugas setelah mereka lulus dan mengabdi menjadi guru di berbagai pelosok tanah air. 3. Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga perguruan tinggi yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di perguruan tinggi, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan perguruan tinggi, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan perguruan tinggi. Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum, dan implementasi pembelajaran dan penilaian di perguruan tinggi, tujuan pendidikan sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di perguruan tinggi selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
5 Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfgurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). (Wibowo.2013) Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut. Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata perkuliahan. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata perkuliahan perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan seharihari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan perguruan tinggi juga merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan EkstraKurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di perguruan tinggi. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik. Pendidikan karakter di perguruan tinggi juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan perguruan tinggi. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di perguruan tinggi secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga
6 kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen perguruan tinggi merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di perguruan tinggi. 4. Penutup. UU no 14 tahun 2005 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Lembaga Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) berasrama merupakan pembinaan akademik dan multi budaya dengan empat pilar pengembangan yaitu, mental spiritual, wawasan akademik, minat & bakat, dan sosial budaya. Dengan demikian diharapkan mampu menjawab kecemasan-kecemasan yang ditimbulkan oleh keberagaman latar belakang budaya, agama, status sosial ekonomi, asal daerah dan pengaruh negatif globalisasi. Dalam kehidupan berasrama, mahasiswa PGSD diberi pembinaan dan pembiasaan untuk saling peduli, memiliki kemandirian, kedisiplinan, saling menolong dalam kebaikan, dan tidak membedabedakan status sosial dan ekonomi dalam pergaulan sehari-hari di asrama. Keberadaan dan kehadiran pendidik, sebagai key actor in the lerning process, yang profesional serta memiliki karakter kuat dan cerdas merupakan suatu kebutuhan. Character building di kalangan pendidik sejak beberapa dekade terakhir ini telah menjadi perhatian yang serius berbagai bangsa di dunia, tak terkecuali Indonesia. Karena melalui pendidik yang memiliki karakter kuat dan cerdas ini akan tercipta sumberdaya manusia yang merupakan pencerminan bangsa yang berkarakter kuat dan cerdas serta bermoral luhur. Hanya dengan sumberdaya manusia yang demikianlah tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara dapat berlangsung dengan wajar dan natural, karena baik pemimpin maupun yang dipimpin memiliki komitmen maupun moral yang baik untuk bersama sama membangun tatanan kebidupan yang harmonis dan sejahtera. Daftar Pustaka Fathurrohman,dkk.2013. Pengembangan Pendidikan Karakter.Bandung: PT. Refika Aditama. Kementrian Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi. 2016. Panduan Asrama Pendidikan Profesi Guru.Jakarta: Direktorat Pembelajaran.
7 Wibawa Prasetya Ramadhan.2017. Integrasi Pendidikan Produktif dan Berkarakter dalam Pembelajaran Berwawasan Lingkungan dan Budaya Bagi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Prosiding Seminar Nasional Pendidikan: Membangun Generasi Berpendidikan dan Relegius menuju Indonesia Berkemajuan. Wibowo Agus. 2013. Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sulistyowati. 2012. Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter.