STATUS HUBUNGAN KERJA PEKERJA RUMAHAN MENURUT UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN JURNAL Oleh NAMA : CHELSYA STEPANIE SIMANJUNTAK NIM : 120200393 PROGRAM/PK : DEPARTEMEN HAN (PERBURUHAN) DOSEN PEMBIMBING : 1. Suria Ningsih, SH, M.Hum 2. Dr. Agusmidah, SH, M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016
ABSTRACT Chelsya Stepanie A Simanjutak 1 Suria Ningsih 2 Agusmidah 3 The question of homeworkers is a very interesting phenomenon to be studied, it is motivated because the number of home workers who work without knowing their rights and obligations, even ignorance is used by employers to benefit a lot. This study aims to determine how the Home-Based Workers Employment Status According to the Labor Law. The method used in this study is Normative Empirical, that is by examining the materials of the library related problems studied then to completeness of the data conducted this study empirically by interviewing and collecting data through questionnaires conducted in two groups of unions homeworkers. Based on the results of the study showed that home workers has been around a long time in Indonesia and countries in the developing world, the job majority done by women especially housewives who work without knowing the status of their employment relationship with the employer, so that it can be seen that there are ambiguities employment relationship with the employer. 1 Students of the Faculty of Law, University of North Sumatra 2 Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 3 Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
1. LATAR BELAKANG Setiap manusia memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja, ketentuan bekerja diatur oleh Pemerintah dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Bekerja pada kenyataannya dilakukan oleh orang-orang yang memenuhi kriteria tertentu misalnya, cukup umur, pengalaman atau memiliki keahlian khusus dan setiap orang yang bekerja mereka menyandang predikat sebagai seorang pekerja, yang dimaksud dengan pekerja adalah setiap orang yang bekerja baik yang bekerja dengan cara dipekerjakan oleh orang lain atau dalam hal ini pemberi kerja untuk mendapatkan uang atau penghargaan dalam bentuk lainnya. Pada dasarnya pengklasifikasian pekerja sangat beragam yaitu pekerja rumah tangga, pekerja kantoran, pekerja pabrik, pekerja mandiri dan pekerja rumahan, setiap jenis pekerja tersebut memiliki bentuk pekerjaan yang berbeda dan yang sangat menarik dari pengklasifikasian pekerja tersebut yaitu pekerja rumahan. Fenomena pekerja rumahan bukanlah hal yang baru, pekerja rumahan telah ada sejak tahun 1928, adapun pengertian pekerja rumahan adalah pekerjaan yang dilakukan di rumah pekerja itu sendiri dengan bahan baku yang diantar oleh perantara atau pemberi kerja dengan upah yang dibayarkan secara satuan atau borongan. Ciri-ciri pekerja rumahan adalah sebagai berikut: 1. Kondisi kerja yang tidak menguntungkan
2. Upah rendah 3. Tidak ada kontrak kerja 4. Tidak ada jaminan sosial 5. Jam kerja panjang 6. Rentan atas resiko kecelakaan kerja Undang-undang Ketengakerjaan memberikan pengertian hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah, dan pekerja rumahan memenuhi ketiga unsur tersebut. 2. PEMBAHASAN 2.1 Pengaturan Pekerja Rumahan Menurut Konvensi ILO No. 177 Konvensi ILO telah mendefinisikan pekerja rumahan dalam rumusan Pasal 1 yang pada intinya menjelaskan bahwa pekerja rumahan harus memenuhi tiga kriteria, yaitu Konvensi No. 177 dalam Pasal 1 mendefinisikan pekerja rumahan dalam 3 unsur yaitu: 1. Pekerjaan yang ditetapkan, maksudnya pekerjaan yang akan dikerjakan oleh pekerja rumahan dikerjakan di dalam rumahnya atau di suatu tempat yang telah dipilih oleh pekerja rumahan diluar tempat pemberi kerja 2. Pengupahan, berarti usaha yang dilakukan oleh pekerja rumahan dihargai dengan upah tertentu yang dibayarkan dalam jangka waktu tertentu 3. Tingkat subordinasi, maksudnya pekerja rumahan menghasilkan suatu produk atau jasa sesuai dengan yang ditetapkan pemberi kerja tanpa
melihat persediaan peralatan, bahan baku atau alat-alat dan yang digunakan untuk tercapainya proses produksi. Adapun persoalan yang sering dihadapi oleh pekerja rumahan antara lain: 1. Tak ada perjanjian tertulis/kontrak 2. Tak ada posisi tawar 3. Upah dibawah UMK 4. Jam kerja yang seringkali panjang 5. Tidak ada jaminan pekerjaan atau pendapatan yang tak tentu 6. Tidak ada jaminan sosial 7. Tidak ada perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja 8. Tidak ada perlindungan maternal (kehamilan, melahirkan dan menyusui) 9. Tidak ada mekanisme untuk penyelesaian perselisihan 10. Hambatan untuk membentuk atau menjalankan aktivitas serikat pekerja 11. Keterlibatan pekerja anak 12. Ikut menanggung sebagian biaya produksi dan resiko yang umumnya merupakan tanggung jawab pemberi kerja 2.2 Perkembangan Pekerja Rumahan di Era Globalisasi Dewasa ini pekerja rumahan menjadi pusat perhatian masyarakat dan menjadi fenomena yang berkembang pesat di Indonesia, padahal pekerja rumahan telah ada di Indonesia sejak lama, hal ini dapat dibuktikan dari pernyataan Koordinator Program Trade Union Rights Center (TURC), I Gede Pandu, mengatakan pekerja rumahan sudah sejak lama dikenal dalam masyarakat Indonesia, ia menyebutkan bahwa bentuk pekerjaan yang
dilakukan oleh pekerja rumahan adalah melaksanakan pekerjaan bukan di pabrik atau perusahaan tapi di rumah si pekerja rumahan itu sendiri atau di tempat lain yang bukan milik pemberi kerja. Keberadaan pekerja rumahan tidak hanya terdapat di Indonesia, akan tetapi permasalahan pekerja rumahan juga terdapat di negara-negara lain, terutama negara berkembang seperti: Chili, Thailand, Filipina dan India. 2.3 Status Hubungan Kerja Bagi Pekerja Rumahan Menurut Undangundang Ketenagakerjaan Pentingnya status hubungan kerja adalah agar pekerja atau buruh mendapat pengakuan dan dipenuhi hak-haknya sebagai pekerja. Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketengakerjaan Pasal 1 angka 4 memberikan pengertian pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun. Pengertian ini agak umum namun maknanya lebih luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun. Penegasan imbalan dalam bentuk apapun ini perlu karena upah selama ini diidentikkan dengan uang, padahal ada pula pekerja atau buruh yang menerima imbalan dalam bentuk barang. Semakin maraknya pekerja rumahan di Indonesia yang mempekerjakan masyarakat dengan pendidikan rendah dan dengan upah yang rendah mengakibatkan munculnya organisasi kemasyarakatan atau disingkat ormas,
adapun beberapa ormas yang bergerak di bidang pekerja rumahan adalah sebagai berikut: 1. BITRA Indonesia di Sumatera Utara 2. MWPRI di Malang, Jawa Timur 3. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pengaturan pekerja rumahan menurut Konvensi ILO No. 177 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pekerja rumahan adalah setiap orang yang bekerja melakukan proses produksi barang dan jasa dengan upah per-satuan dan sama sekali tidak tergantung pada lamanya jam kerja, ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 1 Konvensi ILO No. 177, selain itu Konvensi ILO No. 177 juga menetapkan 3 unsur kriteria pekerja rumahan yaitu pertama bekerja di rumah atau di tempat lain, kedua mendapatkan upah dan ketiga menghasilkan produk atau jasa sesuai permintaan pemberi kerja. Perkembangan pekerja rumahan sesungguhnya telah ada di Indonesia sejak lama, dengan ciri khasnya dikerjakan oleh kaum wanita, dengan gaji rendah, tidak adanya perjanjian kerja dan dikerjakan diluar tempat pemberi kerja. Status hubungan kerja bagi pekerja rumahan dengan pemberi kerja tidak tertulis secara jelas dalam suatu perjanjian kerja sehingga pekerja rumahan hanya berhubungan dengan perantara dari pemberi kerja.
3.2 Saran 1. Diperlukan adanya peningkatan pemahaman masyarakat tentang pekerja rumahan sebagai bagian dari pekerja/buruh. 2. Perlu adanya upaya Pemerintah dalam membentuk suatu aturan yang secara khusus mengatur tentang pekerja rumahan. 3. Diperlukan adanya kerjasama dari perusahaan dalam memberi perlindungan yang sama bagi pekerja rumahan dengan pekerja di sektor formal. REFERENSI Agusmidah, Hak Ekonomi Perempuan: Pekerja Rumahan Dalam Jangkauan Undang-undang Ketenagakerjaan. Konvensi ILO No. 177 Tahun 1996 tentang Kerja Rumahan. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2)