1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Dengan demikian, bank merupakan bagian dari lembaga keuangan yang memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkan dana yang dihimpunnya kepada masyarakat yang kekurangan dana (Abdullah, 2005:17). Bank juga melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai perusahaan-perusahaan, dan lain-lain. Masyarakat yang kelebihan dana dapat menyimpan dananya di bank dalam bentuk giro, deposito dan tabungan, dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu sesuai kebutuhan dan disebut sebagai dana pihak ketiga. Sementara masyarakat yang kekurangan dan membutuhkan dana dapat mengajukan kredit atau pinjaman pada bank. Penyaluran kredit merupakan kegiatan yang mendominasi usaha bank dalam fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Selain untuk mensejahterakan
2 masyarakat, kredit yang dilaksanakan oleh bank juga bertujuan untuk memperoleh laba, yang berasal dari selisih bunga tabungan yang diberikan pada nasabah penabung dengan bunga yang diperoleh dari nasabah debitor dan merupakan sumber utama pendapatan bank. Sumber pendapatan bank berasal dari selisih bunga kredit dan simpanan sehingga resiko kredit menjadi perhatian utama bank. Resiko kredit adalah eksposur yang timbul sebagai kegagalan pihak lawan (counter party) dalam memenuhi kewajibannya, baik pinjaman pokok maupun bunganya tidak dapat dibayar atau dilunasi. Dalam usaha memperoleh keuntungan, para pengelola bank selalu dihadapkan pada dua pilihan yaitu memenuhi kebutuhan debitur melalui penyaluran kredit dengan konsekuensi resiko yang cukup tinggi atau menyimpan dananya melalui investasi dengan resiko kecil tetapi menimbulkan konsekuensi melemahnya sektor riil. Penyaluran kredit tergolong aktiva produktif dengan penerimaan tinggi, tetapi konsekuensinmya penyaluran kredit juga mengandung resiko yang cukup tinggi terhadap perolehan laba bank. Lukman Dendawijaya (2005:49) mengemukakan bahwa dana-dana yang dihimpun dari masyarakat dapat mencapai 80%-90% dari seluruh dana yang dikelola bank dan kegiatan perkreditan mencapai 70%-80% dari kegiatan usaha bank. Menurut Dahlan Siamat (2005:349) salah satu alasan terkonsentrasinya usaha bank dalam penyaluran kredit adalah sifat usaha bank sebagai lembaga intermediasi antara unit surplus dengan unit defisit dan sumber utama dana bank berasal dari masyarakat sehingga secara moral mereka harus menyalurkan
3 kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Sebagaimana umumnya Negara berkembang, sumber pembiayaan dunia usaha di Indonesia masih didominasi oleh penyaluran kredit perbankan yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut Suyatno (2005:50), pinjaman yang diberikan (kredit) adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dan lain pihak dalam hal, pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan. Bank dalam menyalurkan kreditnya dipengaruhi baik oleh faktor eksternal bank seperti peraturan moneter yang berlaku, persaingan, situasi social politik, karakteristik usaha nasabah, suku bunga dan sebagainya, maupun dipengaruhi faktor internal bank seperti kemampuan bank dalam menghimpun dana, financial position (capital adequacy ratio, aktiva tertimbang menurut resiko, batas maksimum pemberian kredit), kualitas aktiva produktifnya dan faktor produksi yang tersedia di bank (Teguh Pudjo Muljono, 1996:210). Menurut Warjiyo (2005:435) :perilaku penawaran atau penyaluran kredit perbankan dipengaruhi oleh suku bunga, persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan faktor lain seperti karakteristik internal bank yang meliputi sumber dana pihak ketiga, permodalan yang dapat diukur dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio) dan jumlah kredit bermasalah (non performing loan). Muliaman Hadad (2004:22) menambahkan selain faktor-faktor tersebut, faktor profitabilitas atau
4 tingkat keuntungan yang tercermin dalam rasio return on assets juga berpengaruh terhadap keputusan bank untuk menyalurkan kredit. Dalam beberapa tahun terakhir ini, bank Indonesia telah memperketat pemantauan terhadap perbankan di Indonesia. Namun, secara umum kinerja perbankan nasional belum mengalami perbaikan yang berarti. Hal ini ditunjukkan oleh penerimaan bunga dari kegiatan pemberian kredit masih rendah akibat tersendatnya pemberian kredit baru. Adapun beberapa hal yang menyebabkan pihak bank enggan untuk menyalurkan kreditnya antara lain, sektor usaha yang bangkrut dan pihak bank yang sangat konservatif dalam menyalurkan kredit. Dengan kata lain, pihak bank lebih menekankan kemungkinan return yang dapat diperoleh melalui jaminan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar rasio kecukupan modal bank (capital Adequacy Ratio/CAR) tidak kurang dari ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu sebesar minimal 8%. Tabel 1.1 Kinerja Perbankan Indonesia 1.Indikator Kinerja Perbankan Indikator Utama Des-2002 Des-2003 Mar-04 Jun-04 Des-2004 Jan-05 Mar-05 Total Aset (Trilyun Rp.) 1112.2 1196.2 1150 1185.7 1272.3 1258.4 1280.6 DPK (Trilyun Rp.) 835.8 888.6 875.1 912.8 963.1 950.1 959.3 Kredit (Trilyun Rp.) 371.06 440.51 449.38 491.39 559.47 555.6 582.51 Aktiva Produktif (Trilyun Rp.) 1055.15 1084.95 1085.23 1129.06 1182.9 1178.75 1193.38 LDR (%) 38.2 43.2 43.7 46.4 50 49.5 51.22 ROA (%) 1.9 2.5 2.7 2.7 3.5 3.4 3.4 Rasio NPL (%) 7.5 6.78 6.25 6.19 4.5 4.67 4.37 CAR (%) 22.5 19.4 23.5 20.9 19.4 22.3 21.75 Kredit/AP (%) 35.17 40.60 41.41 43.52 47.30 47.13 48.81 Sumber : Statistik Perbankan Indonesia,http://www.bi.go.id/web/id/Riset+Survey+Dan+Publikasi/Publikasi/Statistik+Perbankan+Indonesia/SPIMARET05.htm
5 Menurut Statistik Perbankan Indonesia kinerja perbankan sudah mengalami perbaikan. Hal ini dapat kita lihat dari tabel di atas yang menunjukkan Angka Dana Pihak Ketiga terus mengalami peningkatan. Hal ini berarti meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Namun demikian, membaiknya kinerja perbankan tersebut belum dapat memberikan dukungan secara penuh untuk mempercepat pertumbuhan sektor riil. Tabel 1.1 di atas menunjukkan pertumbuhan kredit pada sektor riil yang diindikasikan oleh besaran angka Loan to Deposit Ratio (LDR) yang bergerak naik namun dengan laju yang sangat lambat. Sampai dengan bulan bulan Januari 2005, LDR masih berada pada kisaran 49,5 persen, yang bahkan mengalami penurunan dibanding tahun lalu sebesar 50 persen. Angka ini masih lebih rendah relatif kondisi sebelum krisis yang mencapai 70-80 persen. Dari grafik terlihat bahwa meskipun penyaluran total kredit mengalami pertumbuhan, namun kredit usaha kecil mengalami stagnasi. Jika dihitung, sejak Januari 2003 hingga Maret 2005, rata-rata pangsa kredit yang tersalur bagi usaha kecil hanya sebesar 16,44 persen dari total kredit perbankan nasional. Hal tersebut bisa disebabkan oleh berbagai macam hal. Salah satunya ialah rendahnya akses usaha kecil terhadap sumber-sumber pembiayaan baik dari bank maupun lembaga jasa keuangan non-bank. Rendahnya akses ini sendiri antara lain disebabkan oleh tingginya biaya transaksi dan resiko pembiayaan yang dengan sendirinya menciptakan barrier bagi sektor usaha kecil terhadap perbankan. Sebab lainnya ialah terbatasnya pusat pelayanan perbankan kepada UMKM (UKM Center) yang
6 menjangkau seluruh pelosok tanah air, serta terbatasnya penyediaan jaminan kredit dan agunan yang dipersyaratkan. Tingginya akselerasi pertumbuhan dana masyarakat di bank (DPK/Dana Pihak Ketiga) yang tidak dibarengi oleh pertumbuhan kredit seperti yang terjadi pada perbankan di Indonesia ternyata menyebabkan perbankan mengalami penguatan likuiditas, yang terindikasi dari semakin banyaknya dana bank yang disimpan dalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI). 1.2. Identifikasi Dan Rumusan Masalah 1.2.1. Identifikasi Bank adalah badan yang usaha utamanya menciptakan kredit. Dari pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa usaha bank selalu berkaitan dengan masalah keuangan, yaitu: menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Dengan demikian bank sebagai suatu badan berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary) dari dua pihak, yaitu pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dan pihak yang kekurangan dana (defisit unit). Tetapi pada kenyataannya bank lebih memilih menanamkan dana pada instrumen SBI daripada meyalurkan kredit. Hal ini dikarenakan di satu sisi, sebagai lembaga penyimpan dana masyarakat, bank harus membayar beban bunga yang menjadi hak para deposan. Di sisi lain, jika fungsi intermediasi tidak dapat berjalan, maka hal tersebut akan menggangu profitabilitasnya, atau bahkan mungkin permodalannya. Kondisi ini akhirnya memaksa perbankan untuk
7 menanamkan dananya pada instrumen SBI. Pendapatan dari instrument tersebut kemudian akan digunakan untuk membayar beban bunga kepada deposannya. Manfaat lain yang diperoleh dari menanamkan dana pada SBI ialah bahwa instrumen tersebut dipandang sebagi instrumen yang paling aman (zero risk) sehingga tidak mempengaruhi besaran CAR sebagai indikator utama kesehatan bank tersebut. Sedangkan penyaluran kredit apalagi bila kredit tersebut disalurkan ke sektor atau perusahaan yang memiliki high risk profile dan berpotensi menjadi kredit macet (non-performing loan) akan berpengaruh secara langsung dengan CAR bank tersebut, dimana angkanya akan mengalami penurunan. Hal ini sesungguhnya tidak lazim dilakukan oleh pihak bank jika dilihat dari usaha pokok bank yaitu menyalurkan kredit kepada masyarakat. Tantangan intern bank yang harus segera dibenahi oleh perbankan Indonesia saat ini adalah perbaikan kinerja perbankan dengan kinerja yang baik, maka bank tersebut akan memiliki daya saing yang tinggi. Tetapi terlepas dari itu bank tersebut juga harus melaksanakan fungsinya yaitu sebagai lembaga intermediasi. Menurut Nawa Thalo (2005) ekonomi kita adalah bank-based economy, sebuah perekonomian yang masih bergantung pada keberadaan perbankan sebagai sumber pembiayaan. Disinilah bank tersebut harus melaksanakan fungsinya yaitu menyalurkan kredit kepada masyarakat yang nantinya akan menjadi pemicu pertumbuhan sektor riil.
8 1.2.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan pada bagian sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalahnya sebagai berikut: Apakah Faktor Internal Bank (dana pihak ketiga, capital adequacy ratio, return on asset dan non performing loan) berpengaruh terhadap volume kredit pada bank yang go public di Indonesia? 1.3. Maksud Dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Faktor Internal Bank (dana pihak ketiga, permodalan, jumlah kredit bermasalah dan profitabilitas) terhadap volume penyaluran kredit pada bank yang Go public di Indonesia. 1.3.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui apakah Faktor Internal Bank (dana pihak ketiga, capital adequacy ratio, return on asset dan non performing loan) berpengaruh terhadap volume kredit pada bank yang go public di Indonesia.
9 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi setiap pihak yang terkait dengan penelitian ini, diantaranya: a. Secara Praktis Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi dalam menentukan kebijakan pengelolaan dana pihak ketiga, capital adequacy ratio, non performing loan, return on asset dan volume kredit bank. b. Secara Akademis Diharapkan melalui hasil penelitian ini dapat memperkaya keilmuan akuntansi terutama dalam bidang yang terkait dengan faktor internal bank. c. Untuk Penelitian Lebih Lanjut.