BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. 1.1 Latar Belakang Organisasi Dharma Wanita Persatuan

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1974 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KESEJAHTERAAN SOSIAL. ADMINISTRASI. SOSIAL. Kesejahteraan. Ketentuan Pokok.

UU 13/1998, KESEJAHTERAAN LANJUT USIA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 13 TAHUN 1998 (13/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 4 Tahun T e n t a n g PENYANDANG CACAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 3 TAHUN 1994

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG PENJELASAN ATAS UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark. BAB III. ELABORASI TEMA

BAB I PENDAHULUAN. secara seimbang baik materiil maupun spiritual. menggunakan perannya untuk mewujudkan cita-cita pembangunan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 6 TAHUN 1974 (6/1974) Tanggal: 6 NOPEMBER 1974 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUPLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA WALIKOTA BLITAR,

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PP 73/1991, PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 73 TAHUN 1991 (73/1991)

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELATIHAN PENDAMPING SOSIAL DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN FASILITASIPROGRAM KELOMPOK USAHA BERSAMA DI BBPPKS REGIONAL II BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imas Suryatini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

WALIKOTA PALANGKA RAYA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pribadi dalam menciptakan budaya sekolah yang penuh makna. Undangundang

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1992 TENTANG TENAGA PENDIDIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kegiatan penting dalam pembangunan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan pencerminan kehendak untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mental spiritual yang membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 733 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN NON FORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pembagunan nasional adalah tangung jawab pemerintah dan masyarakat. Agar

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PP 43/1998, UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 10

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA

MATERI LATIHAN DASAR KEPEMIMPINAN OSIS ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH ( OSIS )

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang masih melaksanakan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

: KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 53 TAHUN 2000 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya (lahir dan batin), baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri,

LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN. a. Tempat (lingkungan fisik): keadaan iklim. Keadaan tanah dan keadaan alam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

DINAS SOSIAL KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan undang-undang

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori 1. Organisasi Dharma Wanita Persatuan 1.1 Latar Belakang Organisasi Dharma Wanita Persatuan Sebagaimana telah digariskan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, tujuan Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata material dan spriritual. Tujuan nasional hanya dapat dicapai melalui pembangunan yang direncanakan dengan baik, bersungguh-sungguh dan terus-menerus. Untuk dapat melaksanakan pembangunan itu secara berdaya guna dan berhasil diperlukan adanya pemerintahan yang stabil dan berkelangsungan, sehingga dengan demikian dapat terjamin penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan secara teratur dan berkelangsungan. Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan antara lain tergantung pada kesempurnaan aparatur pemerintah, dan kesempurnaan aparatur pemerintah itu pada pokoknya tergantung pada kesempurnaan Pegawai Republik Indonesia yang setia dan taat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk menjamin suksesnya pembangunan nasional maka sebagaimana ditetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan SAPTA KRIDA Kabinet Pembangunan II maka seluruh rakyat termasuk istri Pegawai 6

Republik Indonesia turut secara aktif dalam pembangunan negara. Sehubungan dengan ketentuan tersebut, maka dibentuklah organisasi DHARMA WANITA pada tanggal 5 Agustus 1974 (Kongres Wanita Indonesia, 1978: 278-279) yang kemudian pada masa reformasi berubah nama menjadi organisasi DHARMA WANITA PERSATUAN. 1.2 Asas dan Tujuan 1.2.1 Dharma Wanita Persatuan berasaskan Pancasila dan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 serta berpedoman pada Garis-Garis Besar Haluan Negara. 1.2.2 Tujuan Dharma Wanita Persatuan adalah masyarakat yang adil dan makmur yang berkeseimbangan antara material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Kongres Wanita Indonesia, 1978:279) 1.3 Panca Dharma Wanita Persatuan 1.3.1 Wanita sebagai seorang istri pendamping suami 1.3.2 Wanita sebagai ibu pendidik dan pembina generasi muda 1.3.3 Wanita sebagai pengatur ekonomi rumah tangga 1.3.4 Wanita sebagai pencari nafkah tambahan, dan 1.3.5 Wanita sebagai anggota masyarakat, terutama organisasi wanita, badan-badan sosial dan sebagainya yang menyumbangkan tenaga kepada masyarakat. (Liza Hadis, 2004: 428) 7

1.4 Struktur Organisasi Organisasi Dharma Wanita Persatuan menganut asas teritorial yang dibagi dalam 3 tingkat yaitu: 1.4.1 Tingkat Pusat, yang dipimpin oleh Presidium Dharma Wanita dan Pengurus Harian Dharma Wanita Pusat yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Negara Republik Indonesia. 1.4.2 Tingkat Daerah, yang dipimpin oleh Pengurus Daerah Dharma Wanita yang wilayah kerjanya meliputi wilayah propinsi. 1.4.3 Tingkat Cabang, yang dipimpin oleh Pengurus Cabang Dharma Wanita yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Kabupaten/ Kotamadya (Kongres Wanita Indonesia,1978: 280). 1.5 Kegiatan Utama Organisasi Dharma Wanita Persatuan 1.5.1 Membimbing dan membina organisasi istri pegawai dalam rangka pemupukan pengembangan rasa persatuan dan kesatuan serta rasa senasib dan seperjuangan. 1.5.2 Membimbing dan membina organisasi istri pegawai dalam rangka peningkatan partisipasinya guna mensukseskan pembangunan Nasional sesuai dengan kodrat dan kedudukan wanita Indonesia sebagai istri dan ibu rumah tangga. 1.5.3 Menyelenggarakan pendidikan terhadap istri pegawai untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab bernegara sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah (Kongres Wanita Indonesia, 1978: 280). 8

Organisasi Dharma Wanita membimbing dan membina melalui tiga program utamanya yaitu bidang ekonomi, bidang pendidikan dan bidang sosial budaya. Pendidikan non formal menjadi jalur pendidikan yang diterapkan oleh organisasi Dharma Wanita Persatuan. 2. Pendidikan Non Formal 1.1 Pengertian Pendidikan Non Formal Pendidikan Non Formal ialah setiap kegiatan teroganisasi dan sistematis di luar sistem persekolahan yang dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mancapai tujuan belajarnya (Pengertian Tiga Jenis Pendidikan _ Pendidikan Luar Sekolah.htm) Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 26 ayat 1 dijelaskan bahwa Pendidikan Non Formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap Pendidikan Formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Lebih lanjut dalam ayat 2 dijelaskan Pendidikan Non Formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik (warga belajar) dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional. Pada ayat 3, disana disebutkan bahwa Pendidikan Non Formal meliputi pendidikan kecakapan hidup (life skills), 9

pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. 1.2 Sifat Pendidikan Non Formal (Soeleman Joesoef 2008: 84-85) adalah : 1.2.1 Pendidikan Non Formal lebih fleksibel, artinya tidak ada tuntutan syarat yang keras bagi anak didik, waktu penyelenggaraan disesuaikan dengan kesempatan yang ada, dapat beberapa tahun, bulan atau beberapa hari saja. Pengajarnya tidak memerlukan syarat khusus, hanya dalam pelajaran yang diberikan ia lebih dari anak didiknya serta metode dapat disesuaikan dengan besarnya kelas. 1.2.2 Pendidikan Non Formal lebih efektif dan efisien untuk bidangbidang pelajaran tertentu. Bersifat efektif karena program pendidikan non formal bisa spesifik sesuai dengan kebutuhan dan tidak memerlukan syarat-syarat ketat. Tempat penyelenggaraannya pun bisa dilakukan dimana saja. 1.2.3 Pendidikan Non Formal bersifat singkat, dapat digunakan untuk melatih tenaga kerja yang dibutuhkan, terutama untuk memperoleh tenaga yang memiliki kecakapan. 1.2.4 Pendidikan Non Formal sangat instrumental, artinya pendidikan yang bersangkutan bersifat luwes dan mudah serta dapat 10

menghasilkan tenaga kerja terampil dalam waktu yang relatif singkat. 1.3 Syarat-syarat Pendidikan Non Formal Dalam pelaksanaan pendidikan non formal harus memenuhi syaratsyarat dalam pelaksanaan sebagai berikut : 1.3.1 Pendidikan non formal harus jelas tujuannya. Tujuan yang ditetapkan merupakan sesuatu yang dirasa manfaatnya oleh peserta didik. 1.3.2 Ditinjau dari segi masyarakat, program pendidikan non formal harus menarik baik hasil yang akan dicapai maupun cara-cara melaksanakannya. 1.3.3 Adanya integrasi pendidikan non formal dengan programprogram pembangunan dalam masyarakat. 2.4 Sasaran Pendidikan Non Formal Secara umum sasaran pendidikan non formal yaitu masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti atau penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Sasaran Pendidikan Non Formal dapat juga ditinjau dari beberapa segi, yakni segi pelayanan, sasaran khusus, pranata sistem pengajaran dan pelembagaan program. Ditilik dari segi pelayanan, sasaran Pendidikan Non Formal adalah melayani anak usia sekolah (0-6 tahun), anak usia sekolah dasar (7-12 tahun), anak usia pendidikan menengah (13-18 tahun), 11

anak usia perguruan tinggi (19-24 tahun). Ditinjau dari segi sasaran khusus, Pendidikan Non Formal mendidik anak terlantar, anak yatim piatu, korban narkoba, perempuan penghibur, anak cacat mental maupun cacat tubuh. Dari segi pranata, penyelenggaraan kegiatan pembelajaran dilakukan di lingkungan keluarga, pendidikan perluasan wawasan desa dan pendidikan keterampilan. Di segi layanan masyarakat, sasaran Pendidikan Non Formal antara lain membantu masyarakat melalui program PKK, KB, perawatan bayi, peningkatan gizi keluarga, pengetahuan rumah tangga dan penjagaan lingkungan sehat. Dilihat dari segi pengajaran, sasaran Pendidikan Non Formal sebagai penyelenggara dan pelaksana program kelompok, organisasi dan lembaga pendidikan, program kesenian tradisional ataupun kesenian modern lainnya yaitu menjadi fasilitator bahkan turut serta dalam program keagamaan, seperti mengisi pengajaran di majelis taklim, di pondok pesantren, dan bahkan di beberapa tempat kursus. Sedangkan sasaran Pendidikan Non Formal ditinjau dari segi pelembagaan, yakni kemitraan atau bermitra dengan berbagai pihak penyelenggara program pemberdayaan masyarakat berkoordinasi dengan desa atau pelaksana program pembangunan (www.infodiknas.com) 2.5 Fungsi Pendidikan Non Formal UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa fungsi Pendidikan Non Formal 12

(PNF) adalah sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal, dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta penmgembangan sikap dan kepribadian profesional (http://yudidankawan04.blogspot.com). 2.6 Program dan Satuan Pendidikan Non Formal Program Pendidikan Non Formal meliputi: Pendidikan kecakapan hidup, Pendidikan Anak Usia Dini, kepemudaan, pemberdayaan perempuan, keterampilan dan keaksaraan. Satuan Pendidikan Non Formal meliputi: Kelompok bermain, lembaga kursus, sanggar, lembaga pelatihan, kelompok belajar ataupun pusat belajar masyarakat (www.infodiknas.com). 13

3. Sejahtera Berbicara tentang hidup sejahtera, tidak terlepas dari pembahasan mengenai kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan hidup manusia pada dasarnya terdiri dua aspek, yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. S.C.Kohs dalam Sumarnonugroho (1984:6) secara terperinci mengelompokkan kebutuhan manusia sebagai berikut: 1. Identitas Personal 2. Pernyataan diri 3. Kontak-kontak sosial 4. Keyakinan (kepercayaan, iman) 5. Kebebasan untuk memilih 6. Keterlibatan dalam hal perihal keadilan 7. Pendidikan 8. Kesehatan fisik 9. Jaminan ekonomi 10. Kebutuhan untuk mencintai dan dicintai 11. Pengakuan sosial dan pujian 12. Kesehatan mental dan pikiran yang tenteram damai. 14

Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan kunci bagi manusia mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan bermula dari kata sejahtera yang memiliki arti aman sentosa, makmur, atau selamat, artinya terlepas dari segala macam gangguan dan kesukaraan (Fadhil Nurdin,1990: 27). Sejahtera berarti juga semakin terbukanya kesempatan dan kemampuan (capability) untuk mendapatkan hak-hak dasarnya sebagai seorang manusia, misalnya terpenuhinya kebutuhan pangan, mendapatkan pendidikan dasar yang memadai, bebas dari buta huruf, selalu dalam keadaan sehat, terhindar dari kematian (avoiding escapable morbidity), atau berupa kondisi semisal menjadi bahagia, dihormati, bebas dari rasa takut, bebas dari ancaman penghilangan secara paksa, bebas mengemukakan pendapat, maupun bias berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. (http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis). Undang-Undang RI No.6 Tahun 1974 Bab I dan II menerangkan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tatanan kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhankebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila (Suparlan,1990:64). Uraian tersebut menunjukkan sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa mencapai kesejahteraannya hanya dengan usahanya sendiri. Oleh karena itu kesejahteraan merupakan usaha untuk membantu individu-individu atau 15

kelompok untuk mencapai tingkat hidup serta kesehatan yang memuaskan. Tujuan dari penyejahteraan ini adalah menjamin kebutuhan ekonomi manusia, standar kesehatan dan kondisi kehidupan yang layak, peningkatan derajat harga diri, kebebasan berpikir, malakukan kegiatan tanpa gangguan sesuai hak azasi manusia 4. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan judul penelitian ini ialah penelitian yang dilakukan oleh Isrobi, mahasiswa Pendidikan Sejarah 2002 dengan judul penelitian Pelaksanaan Pendidikan Luar Sekolah Oleh Dharma Wanita Istri Guru Dan Karyawan Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Tahun 2003/2004. Penelitian Isrobi menekankan pada penyelengaraan pendidikan luar sekolah yang dilakukan oleh Dharma Wanita guna memenuhi kebutuhan sumber daya manusia, tulisan tersebut mendukung penelitian ini bahwa organisasi Dharma Wanita Persatuan benar-benar memiliki program pendidikan dan berperan dalam memberikan kontribusi pada anggotanya guna mendukung pembangunan nasional. 16