Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kematian Bayi Asfiksi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan. indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan

ASFIKSIA FAKTOR DOMINAN PENYEBAB KEMATIAN NEONATAL

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

Studi Korelasi Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian Perdarahan Post Partum pada Persalinan Spontan

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR DAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KARAKTERISTIK IBU KAITANNYA DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH

Hubungan Usia Kehamilan dan Preeklampsia dengan Asfiksia Neonatorum Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu dan angka kematian perinatal. Menurut World Health. melahirkan dan nifas masih merupakan masalah besar yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH

BAB III METODE PENELITIAN

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Intra Uterine Fetal Death (IUFD)

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana starata-1 kedokteran umum

PERBEDAAN LUARAN JANIN PADA PERSALINAN PRETERM USIA KEHAMILAN MINGGU DENGAN DAN TANPA KETUBAN PECAH DINI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MATERNAL FACTOR THAT RELATED WITH LOW BIRTH WEIGHT BABIES AT THE REGIONAL GENERAL HOSPITAL PRINGSEWU YEAR Siti Indarti* ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid

HUBUNGAN ANTARA KEHAMILAN SEROTINUS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD INDRAMAYU PERIODE 01 SEPTEMBER-30 NOVEMBER TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. MDGS (Millenium Development Goals) 2000 s/d 2015 yang ditanda tangani oleh 189

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka

Analisis Faktor Risiko Kejadian Persalinan Prematur di RSUD Tugurejo Semarang

Perdarahan Post Partum Akibat Anemia pada Ibu Hamil di RSUD Tugurejo Semarang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu strategi dalam upaya peningkatan status kesehatan di Indonesia.

HUBUNGAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RSU DR. WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTO SANTI WANTI NIM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik retrospektif menggunakan data rekam medis.

HUBUNGAN KEHAMILAN POST TERM DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR SOEDIRMAN KEBUMEN

GAMBARAN FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA ASFIKSIA NEONATURUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG PERINATALOGI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Prevalensi Derajat Asfiksia Neonatorum pada Berat Badan Bayi Lahir Rendah. The Prevalence of Asphyxia Neonatorum Severity In Low Birth Weight Infants

BAB 1 PENDAHULUAN. saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan. dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN RISIKO ASFIKSIA NEONATORUM ANTARA BAYI KURANG BULAN DENGAN BAYI CUKUP BULAN PADA BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR)

PENGARUH UMUR KEHAMILAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas bayi karena rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

HUBUNGAN PENAMBAHAN BERAT BADAN IBU SELAMA HAMIL DENGAN KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT DR. NOESMIR BATURAJA TAHUN 2014

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah

Relationship between Gestational Age and Incident of Macrosomia

ABSTRAK. Audylia Hartono Pembimbing I : Rimonta F. Gunanegara, dr., Sp.OG. Pembimbing II : July Ivone, dr., MKK., MPd.Ked.

ABSTRAK. Nabila Mazaya Putri, 2017 : Rimonta F. Gunanegara, dr., SpOG., M.Pd.Ked.

KARAKTERISTIK RESPONDEN YANG MENGALAMI ATONIA UTERI DI RSUD SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan

HUBUNGAN KEPATUHAN HAND HYGIENE TENAGA KESEHATAN DAN KEJADIAN SEPSIS NEONATORUM DI HCU NEONATUS RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui derajat kesehatan disuatu negara seluruh dunia. AKB di

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

HUBUNGAN KEHAMILAN POST TERM DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL TAHUN 2013 NASKAH PUBLIKASI

Dinamika Kesehatan Vol.6 No. 1 Juli 2015 Maolinda et al.,persalinan Tindakan...

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ABORTUS IMMINENS

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu dan Anak merupakan dua indikator yang peka terhadap kualitas fasilitas pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian maternal (maternal mortality) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yaitu disebabkan karena abruptio plasenta, preeklampsia, dan eklampsia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga ABSTRAK. Kata kunci: BBLR, kualitas, kuantitas, antenatal care. viii

PENGARUH PERAWATAN BAYI LEKAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDIRAN WONOGIRI SKRIPSI

LUARAN PARTUS LAMA DI BLU RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) 2015, terlihat

BAB I PENDAHULUAN. 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 359 per

BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN ASFIXIA NEONATORUM

BAB I PENDAHULUAN. awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney,

ANALISA FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMATIAN BAYI DENGAN ASFIKSIA DI KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi kesehatan dunia yaitu Worid Health Organization (WHO) telah membuat program-program untuk meningkatkan derajat kesehatan

HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSHARI SALEH BANJARMASIN TAHUN 2014

PERBANDINGAN VOLUME PROSTAT ANTARA PASIEN BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEMATIAN PERINATAL DI BLU RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KOMPLIKASI KEHAMILAN PADA PRIMIGRAVIDA

BAB 1 PENDAHULUAN. umur kehamilan minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELANGSUNGAN HIDUP BAYI YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA TAHUN 2012 ABSTRACT

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN PREMATUR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO SEMARANG TAHUN 2011

KARAKTERISTIK DAN LUARAN PREEKLAMPSI DI RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO

FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI TERJADINYA ASPHYXIA NEONATORUM DI RUMAH SAKIT UMUM ST ELISABETH MEDAN TAHUN Abstract

KELANGSUNGAN HIDUP BAYI PADA PERIODE NEONATAL BERDASARKAN KUNJUNGAN ANC DAN PERAWATAN POSTNATAL DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

ANALISIS BEBERAPA FAKTOR IBU YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR) (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Ciamis Tahun 2013)

Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum (Studi Di RSUD Tugurejo Semarang)

HUBUNGAN JENIS PERSALINAN DENGAN KEJADIAN SEPSIS NEONATORUM DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO

BAB IV METODE PENELITIAN. kandungan khususnya berhubungan dengan kedokteran ginekologi.

BAB I PENDAHULUAN. perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian

BAB V PEMBAHASAN. bersalin umur sebanyak 32 ibu bersalin (80%). Ibu yang hamil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya untuk memperbaiki kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak telah

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

BAB I PENDAHULUAN. lahir adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka tersebut merupakan indikator

HUBUNGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN KEMATIAN NEONATAL DI RSUD. DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 ABSTRAK

Prevalensi Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Lahir Prematur di Kamar Bayi Rumah Sakit Immanuel Periode Juli 2005-Juni 2006

KARAKTERISTIK BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM

Prevalensi Kejadian Asfiksia Neonatorum Ditinjau Dari Faktor Risiko Intrapartum Di PONEK RSUD Jombang

HUBUNGAN ANTARA STATUS ANEMIA IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HALMAHERA, SEMARANG

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN RETENSIO PLASENTA PADA IBU BERSALIN

Transkripsi:

Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kematian Bayi Asfiksi Agus Saptanto *, Hema Dewi Anggraheny *, Rofiqo Umania R * * Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. ABSTRAK Latar Belakang : Lebih dari 3 juta bayi meninggal setiap tahun. Sebagian besar penyebab kematian bayi adalah masalah pada asfiksia neonatorum. Penelitian ini bertujuan meneliti faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kematian bayi asfiksia di RSUD Tugurejo Semarang. Metode : Jenis penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data berdasarkan data rekam medis pasien asfiksia neontarum dari 1 Januari 2012 31 Desember 2012 di RSUD Tugurejo dengan pengambilan sampel secara simple random sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sample 141. Analisis data dilakukan menggunakan uji Chi-Square dan uji Fisher s Exact kemudian variabel yang memenuhi syarat dilanjutkan ke dalam uji regresi logistik. Hasil : Faktor yang berhubungan dengan terjadinya kematian pada asfiksia neonatorum antara lain riwayat kematian neonatus sebelumnya (p=0,008), sosial ekonomi ibu (p=0,008), rujukan (p=0,000), usia kelahiran (p=0,001), berat bayi lahir (p-value=0,000), derajat asfiksia (p=0,006), komplikasi (p=0,000), sepsis (p=0,000). Dan yang paling dominan berpengaruh terhadap kematian asfiksia neonatorum adalah faktor rujukan yang memiliki risiko kematian 7 kali lebih besar dibandingkan faktor lainnya. Simpulan : Faktor rujukan, faktor berar bayi lahir, faktor komplikasi dan faktor sepsis memiliki risiko kematian lebih besar pada asfiksia neonatorum. Kata kunci : kematian bayi, asfiksia neonatorum. The Risk Factors Influencing Infant Death Asphyxia ABSTRACT Background : More than 3 million babies die each year. Most of the causes of infant mortality is a problem in neonatal asphyxia. This study aims to examine the factors that affect the risk of infant mortality in hospitals Tugurejo asphyxia Semarang. Method : The observational analytic research with cross sectional approach. Retrieval of data based on data from medical records of patients asphyxia neonatorum from 1 January 2012-31 December 2012 at Tugurejo hospital with simple random sampling appropriate inclusion and exclusion criteria. Total sample 141. Data analysis was performed using Chi-square and Fisher's Exact test then the variables are eligible continued into logistic regression. Results : The factors that associated with mortality in asphyxia neonatorum include a history of neonatal death earlier (p = 0.008), socioeconomic mothers (p = 0.008), references (p = 0.000), age birth (p = 0.001), birth weight (p-value = 0.000), the degree of asphyxia (p = 0.006), complications (p = 0.000), sepsis (p = 0.000). The most dominant influence on neonatal asphyxia death is a factor that has a reference to mortality risk 7 times greater than other factors. Conclusion : The factors that have greater risk of death in neonatal asphyxia were referrals factor, baby birth weight, factors of complications and sepsis. Keywords : infant death, asphyxia Korespondensi: Agus Saptanto, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang, Jl. Wonodri No. 2A. Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, telepon/faks (024) 8415764. PENDAHULUAN Asfiksia neonatorum merupakan suatu kondisi gawat napas pada bayi baru lahir atau beberapa saat setelah lahir yang terjadi secara spontan dan teratur. Asfiksia terjadi karena kekurangan oksigen baik saat kehamilan, persalinan maupun saat lahir. Hal ini berhubungan dengan faktor usia ibu saat melahirkan terlalu muda < 20 tahun atau terlalu tua > 35 tahun, kelahiran anak pertama atau jumlah kelahiran > 4 anak, faktor persalinan dengan tindakan seperti menggunakan forcep, vakum ekstraksi atau seksio sesaria, faktor neonatus juga 1

berpengaruh terhadap terjadinya asfiksia neonatorum seperti Berat bayi lahir rendah, prematuritas. (Depkes RI, 2008; Muna dkk, 2003) Lebih dari 3 juta bayi meninggal setiap tahun pada bulan pertama kehidupan. Sebagian besar penyebab kematian bayi tersebut salah satunya adalah asfiksia. Asfiksia pada neonatus menyebabkan hipoksia jaringan, jika hipoksia ini berlangsung lama dapat berakibat hipoksia organ penting seperti otak dan jantung, sehingga bisa terjadi kerusakan otak dan jantung yang irreversible dan dapat menyebabkan kematian neonatus. (WHO,2012) Berdasarkan dari uraian tersebut faktor maternal, proses persalinan dan kondisi neonatus berpenngaruh terhadap terjadinya asfiksia, dan sebagian besar asfiksia dapat menyebabkan kematian neonatus. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor yang menyebabkan kejadian kematian pada bayi asfiksia. Tujuan dilakukan penelitian ini agar dapat menganalisis faktor maternal, proses persalinan, dan kondisi bayi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian kematian bayi asfiksia, dan dapat menganalisis faktor risiko dominan yang penyebab kematian pada bayi asfiksia. METODE Penelitian ini menggunakan penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional, dimana variabel bebas (faktor maternal, faktor proses persalinan, dan faktor kondisi bayi) maupun variabel terikat (kematian bayi asfiksia) diukur menurut statusnya pada satu periode yang bersamaan. Tempat penelitian di RSUD Tugurejo Semarang, Ruang lingkup penelitian Ilmu kesehatan Anak, khususnya sub bagian Neonatologi. Populasi penelitian adalah semua bayi asfiksia di RSUD Tugurejo pada tahun 2012. Sampel penelitian ini menggunakan total populasi yang ditemukan pada tahun 2012 serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah bayi asfiksia yang ditemukan 218 kasus dengan 48 bayi meninggal. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random yang dipilih berdasarkan karakteristik populasi yang sesuai dan besarnya di ukur dengan menggunakan rumus solven, dihasilkan jumlah sampel yang di ambil sebesar 141 sampel Data yang dikumpulkan adalah data variabel yang diambil dari cacatan medis perawatan neonatal di RSUD Tugurejo serta meliputi : identitas ibu dan bayi, status pembayaran, status rujukan, status kehamilan sekarang, riwayat penyakit ibu, riwayat persalinan, status kesehatan bayi baru lahir, berat bayi lahir, adanya infeksi dan komplikasi pada bayi baru lahir. Alur penelitiannya diawali persiapan dengan pembuatan proposal, 2

setelah itu melakukan studi penelitian awal, memberikan surat ijin penelitian kepada kepala RS tempat pelaksanaan, melakukan penelitian dengan pencatatan data rekam medis, mengolah data, menyimpulkan dan presentasi. Metode pengolahan data memallui editing, koding, entry dan calculating ke dalam computer untuk dianalisis yang pertama dengan menggunakan analisis univariat yang bertujuan untuk memperoleh besarnya proporsi berdasarkan variabel yang diteliti dengan analisis deskriptif menggunakan eksplore. Hasil dari analisis ini dilanjutkan ke analisis bivariate yang berfungsi untuk menghubungkan variabelmya dengan menggunakan uji Chi- Square. Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah 5% (α = 0,05). Inerpretasi hasil uji hipotesis bila nilai p value < 0,05 (H 0 ditolak, H a diterima) maka terdapat hubungan antar variabel. Variabel yang memenuhi syarat (p value < 0,05) pada analisis bivariate, maka dapat dilanjutkan ke dalam analisis multivariate dengan menggunakan uji regresi logistic dilakukan melalui beberapa tahapan untuk mendapatkan p value < 0,25 kemudian dilakukan uji kolinearitas dengan mengguankan uji spearman jika didapatkan r > 0,8 maka akan di eliminasi dan tidak dilanjutkan ke tahapan uji regresi logistic multivariate. Seluruh variabel yang terpilih di masukkan ke dalam uji regresi logistic multivariate, kemudian hasilnya di baca berdasarkan nilai Expected.B tertinggi hingga terendah. HASIL Selama proses penelitian banyak didapatkan data rekam medis yang tidak lengkap dan banyak didapatkan pasien yang gemelli, akan tetapi data yang didapatkan sesuai jumlah sampel yang seharusnya di butuhkan yaitu 141 sampel. Sehingga di peroleh hasil sebagai berikut : Tabel 1 Distribusi frekuensi sampel menurut usia ibu, Paritas, Penyakit Ibu, riwayat kematian neonatus sebelumnya, jampersal, partus tindakan, rujukan, usia kelahiran, BBL, derajat asfiksia, komplikasi, sepsis di RSUD Tugurejo Semarang periode 1 Januari 2012 31 Desember 2012. Faktor Risiko dan kategori Jumlah Persen (%) Usia Ibu Berisiko 74 52,5 Tidak berisiko 67 47,5 Total 141 100 Paritas Berisiko 100 70,9 Tidak berisiko 41 29,1 3

Penyakit pada ibu Ada 123 87,2 Tidak 18 12,8 Riwayat kematian neonatus Ada 28 19,9 Tidak 113 80,1 Jampersal Menggunakan 130 92,2 Tidak menggunakan 11 7,8 Partus tindakan Iya 76 53,9 Tidak 65 46,1 Rujukan Iya 65 46,1 Tidak 76 53,9 Usia kelahiran neonatus Berisiko 75 53,2 Tidak berisiko 66 46,8 BBL Berisiko 63 44,7 Tidak berisiko 78 55,3 Derajat asfiksia Berat 82 58,2 Tidak berat 59 41,8 Komplikasi Ada 77 54,6 Tidak ada 64 45,4 Sepsis Sepsis 81 57,4 Tidak sepsis 60 42,6 Sebagian besar ibu yang melahirkan berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dengan kelahiran anak pertama atau dengan jumlah kelahiran >3 anak. Mayoritas ibu yang melahirkan dengan memiliki penyakit hipertensi gestasional, infeksi dan anemis, tidak memiliki riwayat kematian neonatus sebelumnya dan menggunakan Jampersal. Sebagian 4

besar ibu melahirkan dengan tindakan akan tetapi bukan merupakan pasien rujukan. Pada sampel bayi asfiksia didapatkan sebagian besar bayi dengan usia kelahiran kurang dari 38 minggu atau lebih dari 40 minggu dengan berat lahir 2500 gram hingga 4000 gram dan derajat asfiksia berat sehingga bayi asfiksia tersebut terdapat komplikasi seperti HIE, gagal fungsi hati, ARDS, dan terjadi sepsis. Tabel 2. Hubungan Usia Ibu, partus tindakan, penyakit ibu, riwayat kematian neonatus sebelumnya, penggunaan jampersal dengan kematian bayi asfiksia di RSUD Tugurejo Semarang periode 1 Januari 2012 31 Desember 2012 Status Bayi Total No Faktor Maternal Mati Hidup p N % N % N % Usia Ibu 1 Risiko 29 39,2 45 60,8 74 100 Tidak Risiko 19 28,4 48 71,6 67 100 0,239 Paritas 2 Risiko 35 35,0 65 65,0 100 100 Tidak Risiko 13 31,7 28 68,3 41 100 0,858 Penyakit Ibu 3 Ada 38 30,9 85 69,1 123 100 Tidak ada 10 55,6 8 44,4 18 100 0,072 Total 48 34,0 93 66,0 141 100 Riwayat kematian naonatus 4 Ada 16 57,1 12 42,9 28 100 Tidak ada 32 28,3 81 71,7 113 100 0,008* Jampersal 5 Menggunakan 40 30,8 90 69,2 130 100 Tidak Menggunakan 8 72,7 3 27,3 11 100 0,008* Berdasarkan tabel 2 di atas sebagian besar sampel memiliki usia ibu yang berisiko, paritas yang berisiko, adanya penyakit ibu, dan menggunakan jampersal, akan tetapi sedikit sampel yang memiliki riwayat kematian neonatus sebelumnya. Dari hasil analisis uji Chi- 5

Square, didapatkan faktor usia ibu, faktor paritas, faktor penyakit ibu memiliki p value > 0,05 hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia ibu, paritas, dan penyakit ibu dengan kejadian kematian pada asfiksia neonatorum, sedangkan faktor penggunaan jampersal dan faktor riwayat kematian neonatus sebelumnya memiliki p value < 0,05 hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara faktor penggunaan jampersal dan faktor riwayat kematian neonatus sebelumnya dengan kejadian kematian pada asfiksia neonatorum. Tabel 3 Hubungan partus tindakan, rujukan dengan kematian bayi asfiksia di RSUD Tugurejo Semarang periode 1 Januari 2012 31 Desember 2012 Status Bayi Total No Faktor Persalinan Mati Hidup p N % N % N % Partus Tindakan 1 Iya 22 28,9 54 71,1 76 100 Tidak 26 40,0 39 60,0 65 100 0,229 Rujukan 2 Ya 34 52,3 31 47,7 65 100 Tidak 14 18,4 62 81,6 76 100 0,000* Berdasarkan data diatas, sabagian besar sampel mengalami partus tindakan dan mayoritas sampel bukan merupakan pasien rujukan. Dari pasien yang mengalami partus tindakan sebagian besar bayinya hidup, sedangkan pasien yang merupakan pasien rujukan sebagian besar bayinya mati. Dari hasil penelitian diatas kemudian di analisis menggunakan uji Chi-Square, didapatkan faktor partus tindakan memiliki p value > 0,05 hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara partus tindakan dengan kejadian kematian asfiksia neonatorum, sedangkan faktor rujukan memiliki p value < 0,05 hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara rujukan dengan kejadian kematian asfiksia neonatorum. 6

Tabel 4 Hubungan usia bayi, BBL, derajat asfiksia, komplikasi, dan sepsis dengan kematian bayi asfiksia di RSUD Tugurejo Semarang periode 1 Januari 2012 31 Desember 2012 Status Bayi Total No Faktor Bayi Mati Hidup p N % N % N % Usia bayi 1 Risiko 35 46,7 40 53,3 75 100 Tidak risiko 13 19,7 53 80,3 66 100 0,001* BBL 2 Risiko 33 52,4 30 47,6 63 100 Tidak risiko 15 19,2 63 80,8 78 100 0,000* Derajat Asfiksia 3 Berat 36 43,9 46 56,1 82 100 Tidak berat 12 20,3 47 79,7 59 100 0,006* Komplikasi 4 Ada 40 51,9 37 48,1 77 100 Tidak 8 12,5 56 87,5 64 100 0,000* Sepsis 5 Ya 39 48,1 42 51,9 81 100 Tidak 9 15,0 51 85,0 60 100 0,000* Berdasarkan tabel diatas, sabagian besar sampel memiliki usia bayi yang berisiko, derajat asfiksia yang berat, komplikasi, dan sepsis, sedangkan hanya sedikit pasien yang memiliki BBL yang berisiko. Dari pasien yang mengalami usia bayi yang berisiko, derajat asfiksia yang berat dan juga sepsis sebagian besar bayinya hidup, sedangkan pasien yang memiliki BBL berisiko dan pasien yang memiliki komplikasi sebagian besar bayinya mati. Dari hasil penelitian diatas kemudian di analisis menggunakan uji Chi-Square, didapatkan faktor semua faktor (usia bayi, BBL, derajat asfiksia, komplikasi, sepsis) memiliki p value < 0,05 hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia bayi, BBL, derajat asfiksia, komplikasi dan sepsis dengan kejadian kematian asfiksia neonatorum. 7

Tabel 5 analisis dominan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian kematian asfiksia neonatorum Variabel p value Exp(B) 95% C.I. rujukan 0,000 7,728 2,890-20,660 BBL 0,001 5,760 2,136-15,537 Komplikasi 0,002 4,990 1,773-14,042 Sepsis 0,010 4,135 1,401-12,203 Berdasarkan tabel 5 diatas diperoleh hasil bahwa semua variabel memiliki P value < 0,05. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa variabel rujukan, BBL, Komplikasi, Sepsis berpengaruh secara signifikan dengan kejadian kematian asfiksia neonatorum. Hal ini dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling dominan berpengaruh dengan kejadian kematian asfiksia neonatorum adalah variabel rujukan dimana nilai B Expectednya paling besar (7,728), urutan kedua adalah Berat Bayi Lahir (5,760), kemudian urutan ketiga adalah komplikasi (4,990), dan urutan terakhir adalah sepsis (4,135). PEMBAHASAN Faktor risiko yang mempengaruhi kematian bayi asfiksia dengan melihat dari faktor maternal, persalinan, dan bayi.. Dari hasil analisis uji Chi-Square, didapatkan faktor usia ibu, faktor paritas, faktor penyakit ibu memiliki p value > 0,05 hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia ibu, paritas, dan penyakit ibu dengan kejadian kematian pada asfiksia neonatorum, sedangkan faktor penggunaan jampersal dan faktor riwayat kematian neonatus sebelumnya memiliki p value < 0,05 hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara faktor penggunaan jampersal dan faktor riwayat kematian neonatus sebelumnya dengan kejadian kematian pada asfiksia neonatorum. Pada penelitian sebelumnya mengenai hubungan usia ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum hasilnya menunjukkan adanya hubungan, akan tetapi usia ibu ini tidak berhubungan langsung dengan terjadinya kematian pada asfiksia neonatorum. Hal ini karena usia ibu lebih berpengaruh terhadap proses reproduksi yang jika usia kehamilan tidak pada usia yang optimal (20-30 tahun) maka dapat menimbulkan bahaya pada kehamilan dan persalinan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya asfiksia neonatorum. Begitu pula pada paritas berhubungan dengan alat reproduksi ibu yang semakin menurun dan pada ibu hamil yang menderita penyakit seperti hipertensi gestasional, anemia, infeksi, akan berdampak pada janin dalam dikandungannya. Kedua faktor tersebut mengakibatkan kurangnya suplai darah 8

ke plasenta sehingga dapat terjadi hipoksia pada bayi baru lahir, begitu pula dengan adanya infeksi pada ibu hamil, infeksi ini dapat ditularkan ke janin yang dikandungnya melalui transplasenta. Riwayat kematian neonatus sebelumnya berhubungan langsung dengan kejadian kematian pada asfiksia neonatorum, hal ini berhubungan langsung dengan penyebab kematian bayi sebelumnya yang tidak di evaluasi lebih lanjut. Hal ini sama dengan penggunaan jampersal yang berhubungan langsung dengan kematian pada asfiksia neonatorum dikaitkan dengan pelayanan kesehatan yang didapatkan ibu. Selain itu jampersal identik dengan status sosial dan ekonomi yang rendah mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu akan kesehatan janinnya, selain itu tingkat ekonomi yang rendah mengakibatkan rendahnya kondisi gizi bayi yang dilahirkan, dan dapat memperburuk kondisi bayi asfiksia sehingga dapat berujung kematian.(sri, 2012; Wantania dkk, 2011; Raharni dkk, 2011; Dezfauza, 2008; Dharmasetiawani, 2008) Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara faktor partus tindakan dengan kejadian kematian asfiksia neonatorum, sedangkan terdapat hubungan bermakna pada faktor rujukan dengan kejadian kematian asfiksia neonatorum. Pada penelitian sebelumnya mengenai asfiksia neonatorum dengan partus tindakan hasilnya menunjukkan adanya hubungan, akan tetapi pada penelitian ini partus tindakan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian kematian pada asfiksia nronatorum. Hal ini dikarenakan partus tindakan tidak secara langsung memberikan dampak pada kejadian kematian. Pada ibu yang melahirkan dengan tindakan seperti dengan vacum ekstraksi, forcep, dan seksio sesaria, berisiko terjadi perdarahan, trauma, dan infeksi pada bayi baru lahir, sehingga meningkatkan risiko terjadinya asfiksia neonatorum, jika penanganan tidak dilakukan secara efektif maka dapat memperburuk keadaan bayi baru lahir sehingga dapat menimbulkan kematian. Pada penelitian ini faktor rujukan berhubungan dengan kejadian kematian pada asfiksia neonatorum. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ratih prastiti, 2003. Rujukan berhubungan dengan penanganan segera pada ibu hamil yang berisiko tinggi, jika terjadi keterlambatan dalam penanganan maka dapat meningkatkan risiko kematian baik pada ibu yang melahirkan maupun pada bayi yang dilahirkan.(prastiti, 2003; Kusumawati, 2006). 9

Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat hubungan faktor usia bayi, BBL, derajat asfiksia, komplikasi, dan sepsis terhadap kematian asfiksia neonatorum. Hal ini mendukung teori bahwa bayi kurang bulan berhubungan dengan immaturitas organ pada bayi tersebut, pada bayi kurang bulan dapat terjadi gagal nafas (RDS) hal ini disebabkan oleh kurang matangnya mekanisme pengaturan nafas dan adanya defisiensi surfaktan, jika hal ini terjadi terus-menerus akan menimbulkan hipoksia jaringan yang lebih berat dan menimbulkan komplikasi yang lebih banyak seperti HIE, NEC, sepsis. Pada bayi dengan berat lahir rendah dapat terjadi hipotermi, hal ini karena produksi panas yang kurang akibat sirkulasi yang belum sempurna, respirasi masih lemah, asupan makanan yang kurang. Selain itu juga karena kehilangan panas yang tinggi akibat dari permukaan tubuh yang relative lebih luas dan lemak subkutan yang kurang terutama lemak coklat. Bayi dengan berat lahir rendah rentan terhadap infeksi terutama infeksi nosokomial, hal ini disebabkan oleh kadar immunoglobulin serum yang rendah. ditambah lagi derajat asfiksia yang berat maka semakin berat terjadinya hipoksia jaringan dan terjadi komplikasi sehingga banyak organ yang mengalami kerusakan (terjadi kegagalan multiorgan), organ pada bayi baru lahir masih belum berfungsi secara optimal, dan dapat memperburuk kondisi bayi meskipun telah dilakukan resusitasi dan dapat meningkatkan kematian pada bayi asfiksia. Pada penelitian ini sepsis berhubungan dengan kejadian kematian asfiksia neonatorum, hal ini mendukung teori bahwa terjadinya sepsis pada bayi baru lahir meningkatkan risiko kematian. Hal ini dikarenakan apabila bakteri sudah masuk kedalam sistem aliran darah (bacterimia) maka bakteri tersebut terbawa aliran darah dan masuk kedalam setiap organ tubuh, dan dapat mengganggu fungsi fisiologis organ tubuh, jika bakteri tersebut masuk dan mengganggu kerja organ vital seperti jantung, otak dan paru maka dapat menyebabkan kematian.(suradi dkk, 2000; Soleh,2006;2009; Depkes RI, 2008). Tabel 5 menyimpulkan bahwa variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian kematian asfiksia neonatorum adalah variabel rujukan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa sebelum bayi lahir diidentifikasi akan membutuhkan resusitasi maka diperlukan tenaga terampil tambahan dan persiapan alat resusitasi, apabila terlambat merujuk dan terlambat dalam penanganan resusitasi maka dapat menyebabkan kematian. Selain itu bayi dengan berat lahir rendah memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan harus mendapat perlakuan khusus juga, jika hipotermi berlangsung terus menerus dan pasukan 10

oksigen yang tidak adekuat menyebabkan hipoksia jaringan, jika hipoksia ini berlangsung di dalam otak maka terganggu seluruh fungsi organ dalam tubuh. Dan dapat mengakibatkan gangguan fungsi multi organ dan apabila ditambah dengan kondisi bayi yang terkena sepsis baik akibat sepsis transplasental maupun sepsis akibat proses kelahiran akan memperburuk kondisi bayi meskipun dilakukan resusitasi dan berujung pada kematian. (Depkes RI, 2008). SIMPULAN Faktor yang berhubungan dengan kejadian kematian asfiksia neonatorum adalah rujukan, berat bayi lahir, komplikasi, dan sepsis. Risiko terjadinya kematian asfiksia neonatorum pada ibu yang melahirkan bayi asfiksia yang merupakan pasien rujukan memiliki risiko 7 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi asfiksia yang bukan merupakan pasien rujukan. Risiko terjadinya kematian asfiksia neonatorum pada ibu yang melahirkan bayi asfiksia dengan berat bayi lahir rendah (BBLR), berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR), dan berat bayi lahir ekstrim rendah (BBLER) sebesar 5 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi asfiksia dengan berat lahir normal. Risiko terjadinya kematian asfiksia neonatorum pada ibu yang melahirkan bayi asfiksia dengan adanya komplikasi sebesar 4 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi asfiksia tanpa adanya komplikasi. Risiko terjadinya kematian asfiksia neonatorum pada ibu melahirkan bayi asfiksia dengan adanya sepsis sebesar 4 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu melahirkan bayi asfiksia tanpa adanya sepsis. SARAN Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tindakan untuk pencegahan terjadinya asfiksia neonatorum, penanganan tingkat pertama pada asfiksia neonatorum, dan kesesuaian antara SOP tatalaksana asfiksia neonatorum sehingga dapat menurunkan kejadian kematian neonates. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pencegahan dan penatalaksanaan asfiksia neonatorum. Depkes RI.Jakarta Dezfauza, Eva. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir yang dirawat di RSU dr. Pringadi Medan tahun 2007.Universitas Sumatra Utara 11

Dharmasetiawani,N. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Bab VII.Asfiksia dan resusitasi bayi baru lahir. Hal 103-124. IDAI.Jakarta. Kusumawati, yuli. 2006. Faktor faktor risiko yang berpengaruh terhadap persalinan dengan tindakan studi kasus di RS dr. Moerwadi Surakarta. Tesis Universitas Diponegoro.Semarang Muna VM, Idham Amir. 2003. Gangguan fungsi multi organ pada bayi asfiksi berat. Sari Pediatri. Prastiti, ratih. 2003. Faktor faktor risiko yang berpengaruh terhadap kematian perinatal di kabupaten Magelang. Tesis Universitas Diponegoro.Semarang Raharni, dkk. 2011.Profil kematian neonatal berdasarkan sosio demografi dan kondisi ibu saat hamil di indonesia. Bulletin penelitian system kesehatan Sholeh, M.K. 2006. Gawat darurat neonatus pada persalinan preterm. Sari pediatri Sholeh.M.K, 2009. Infeksi neonatal akibat ketuban keruh. Sari pediatri Sri, Gilang R. 2012. Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian asfiksia neonatorum. Universitas Muhammadiyah Semarang.Semarang. Suradi.R, B.piprim,Y. 2000. Metode kanguru sebagai pengganti incubator untuk bayi berat lahir rendah. Sari pediatri Wantania.J, Rocky.W, Yulia.A. 2011. Faktor risiko kehamilan dan persalinan yang berhubungan dengan kematian neonatal dini di RSU Prof RD Kandou Manado. Universitas Sam Ratulangi.Manado World Health Organitation. Children:mortality reducing. 2012. [cited : 2013 May 13th] Available from : http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs178/en. 12