BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Tanaman koro pedang telah lama dikenal di Indonesia, namun kompetisi antar jenis tanaman menyebabkan tanaman ini tersisih dan jarang ditanam dalam skala luas. Secara tradisional tanaman koro pedang digunakan untuk pupuk hijau, polong muda, digunakan untuk sayur (dimasak seperti irisan kacang buncis). Biji koro pedang tidak dapat dimakan secara langsung karena akan menimbulkan rasa pusing. Dari data Departemen Pertanian tahun 2013 di Indonesia, tanaman koro pedang sudah dibudidayakan di Lampung, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Prospek jangka panjang, kacang koro pedang putih memiliki potensi sebagai sumber pangan alternatif karena koro pedang mudah dibudidayakan dan ditumpangsarikan dengan ubi kayu, jagung, sengon, kopi, coklat. Salah satu jenis kacang koro pedang yang dapat dibudidayakan adalah kacang koro pedang putih. Di daerah Temanggung produktivitas koro pedang putih cukup tinggi. Setiap hektar lahan tanaman, mampu menghasilkan 7 ton biji koro pedang putih. Sedangkan untuk wilayah Jawa Tengah pada tahun 2012 mampu menghasilkan kacang koro pedang putih 300 Ton/ tahun (Anonim, 2012). Ketersediaan yang melimpah, kandungan protein yang tinggi menyebabkan koro pedang putih berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku suatu produk. Namun kacang koro pedang putih memiliki kelemahan, yaitu tingginya kadar HCN dan terdapat bau langu. Senyawa sianida dapat dikurangi dengan perlakuan perendaman, sebab senyawa sianida merupakan senyawa yang larut dalam air 1
(Harijono et al., 2011). Bau langu timbul akibat adanya enzim lipoksigenase yang mengoksidasi asam lemak pada kacang koro pedang putih. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat dilakukan dengan melakukan perendaman dengan larutan natrium bikarbonat. Menurut Sudiyono (2010), penambahan natrium bikarbonat pada air rendaman koro pedang dapat mengurangi bau langu. Menurut Handajani,S (1993), kandungan protein biji koro pedang dan biji kacang-kacangan lain berturut-turut adalah: koro pedang biji putih (27,4 %), koro pedang biji merah (32 %), kedelai (35 %), dan kacang tanah (23,1 %). Selain itu, biji koro pedang putih (Canavalia ensiformis) mengandung zat toksik, yaitu kholin, asam hidrozianine dan trogonelin. Pada biji koro ini juga mengandung tripsin dan cymotrypcine inhibitors. Koro pedang putih (Canavalia ensiformis) memiliki kandungan protein dan garam yang cukup tinggi, asam hidroianik dan saponine. Kandungan HCN yang tinggi dalam kacang koro pedang apabila dikonsumsi secara langsung tanpa ada perlakuan untuk menurunkan HCN sangat berbahaya karena sianida (HCN) akan menghambat respirasi sel dengan mekanisme penghambatan terhadap reaksi bolak-balik pada enzim-enzim yang mengandung besi dalam status ferri (Fe3+) didalam sel (Sasria, 2010). Semua proses oksidasi dalam tubuh sangat bergantung pada aktivitas enzimsitokrom oksidase, enzim sitokrom oksidase ini sangat peka terhadap inhibisi sianida. Jika didalam sel terjadi kompleks ikatan enzim sianida, maka proses oksidasi akan tertutup, sehingga sel akan kekurangan oksigen. Jika sianida bereaksi dengan hemoglobin (Hb) akan membentuk cyano-hb yang menyebabkan darah tidak 2
dapat membawa oksigen. Tambahan sianida dalam darah yang mengelilingi komponen jenuh di eritrosit diidentifikasikan sebagai methemoglobin. Keduanya menyebabkan histotoxic-anoxia dengan gejala klinis antara lain pernafasan cepat dan dalam. Pada orang-orang yang konsumsi iodiumnya rendah, sianida dapat mendorong timbulnya penyakit gondok (goiter) dan kekerdilan (cretinism). Sianida juga dapat menyebabkan penyakit neurologis dan dapat merusak asam amino esensial yang mengandung sulfur seperti metionin dan sistin. Budidaya ikan khususnya ikan air tawar merupakan salah satu usaha yang hingga saat ini masih banyak ditekuni oleh masyarakat. Usaha budidaya ikan selain hasilnya untuk dipasarkan dapat juga menjadi lahan usaha pemancingan dan rumah makan. Biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam usaha perikanan, sehingga biaya penyediaan pakan harus benar-benar diperhatikan. Pakan ternak dan ikan di Indonesia umumnya diproduksi oleh perusahaan besar (feed mill) dengan skala produksi yang besar pula. Hal ini menyebabkan ketergantungan para peternak dan pelaku bisnis sangat tinggi. Ketergantungan pada perusahaan besar yang secara terus menerus akan menimbulkan kerugian bagi para pelaku bisnis di bidang peternakan dan perikanan. Hal tersebut dapat dirasakan jika terjadi kenaikan harga bahan baku yang sebagian masih diimpor karena secara otomatis harga pakan akan naik. Pembuatan pakan ternak atau pakan ikan dalam skala kecil akan mengurangi ketergantungan para peternak terhadap harga pakan yang relatif mahal dan berfluktuatif karena pada usaha budidaya pembesaran ikan, biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan 3
ikan sampai siap panen yaitu sekitar 60-70% dari total keseluruhan biaya (Anonim, 2013). Pelet ikan atau pakan ikan merupakan produk dari industri perikanan yang bahannya dapat diperoleh dari hasil pertanian. Pada umumnya pelet ikan mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral sesuai dengan kebutuhan ikan dari masing-masing komponen bahan tersebut. Menurut Afrianto dan Liviawati (2005), kebutuhan protein pelet dapat diperoleh dari bahan tumbuhan ( nabati) maupun hewan (hewani). Protein dari bahan tumbuhan misalnya kacang kedelai, jagung, kacang tanah, dan dedak halus. Sementara, protein dari hewan misalnya tepung ikan, tepung tulang dan lain-lain. Kebutuhan karbohidrat dan lemak dapat juga diperoleh dari bahan kacang kedelai, tepung ikan, jagung, dan dedak halus. Kebutuhan vitamin dan mineral dapat diperoleh dari minyak ikan, dan hasil fermentasi berbagai produk pertanian. Bahan baku pakan yang mengandung protein kurang dari 20% disebut protein basal atau suplemen energi, sedangkan bahan baku pakan yang mempunyai kandungan protein lebih dari 20% disebut sebagai protein suplemen. Salah satu bahan baku protein suplemen yaitu kacang kedelai yang merupakan sumber protein nabati. Dengan adanya kandungan protein yang cukup tinggi yang dimiliki oleh kacang koro pedang, hal ini berpotensi untuk dijadikan sebagai salah satu bahan untuk membuat pakan ikan sekaligus untuk meningkatkan nilai gizi pakan ikan tersebut. Kebutuhan protein setiap jenis ikan adalah berbeda misalnya untuk udang laut sekitar 18-20%, ikan lele 28-32%, dan untuk ikan laut pada umumnya sekitar 38-42%. Sumber protein yang digunakan untuk jenis ikan herbivora yaitu 4
yang berasal dari protein nabati yang diperoleh dari jenis kacang-kacangan (canavalia) dan untuk jenis ikan karnivora biasanya sumber protein yang digunakan yaitu dari tepung ikan (protein hewani). Menurut Watanabe (1988), kualitas protein salah satu faktor yang sangat penting untuk mengoptimalkan penggunaan protein dalam pakan buatan. Kualitas protein sangat tergantung dari kemudahannya dicerna dan nilai biologisnya. Kedua faktor tersebut sangat ditentukan oleh jumlah dan jenis asam amino yang menyusunnya. Semakin lengkap kandungan asam aminonya, kualitas protein semakin baik. Menurut Afrianto dan liviawati (2005) salah satu syarat bahan yang dapat dijadikan pakan ikan yaitu mudah diperoleh. Pengeluaran terbesar dalam budidaya ikan secara intensif adalah biaya pengadaan pakan. Apabila bahan baku pembuatan pakan sulit diperoleh, biaya pengadaan pakan juga akan meningkat. Bahan baku pakan yang mudah diperoleh dengan harga yang murah satu satunya yatu kacang koro pedang yang merupakan komoditas lokal yang ketersediannya melimpah dan murah. Dengan adanya potensi kacang koro pedang yang melimpah, murah, mengandung komponen protein yang tinggi dan asam amino yang lengkap. Oleh karena itu, penelitian ini sangat perlu untuk dilakukan mengingatkan hasil penelitian ini berguna untuk meningkatkan potensi kacang koro pedang sebagai salah satu bahan pembuatan pelet pakan ikan. 5
B. Pokok Penelitian 1. Bagaimana pengkajian aspek teknis suatu industri pakan ikan bentuk pelet yang menggunakan tepung kacang koro pedang putih? 2. Bagaimana pengkajian aspek finansial usaha industri pembuatan pelet pakan dengan campuran tepung kacang koro pedang putih? C. Batasan Penelitian 1. Objek yang diteliti tepung kacang koro pedang putih. 2. Kandungan kimia yang akan diteliti meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak, karbohidrat, dan kadar abu pada kacang koro pedang setelah menjadi tepung. 3. Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan produk yang berupa pelet pakan ikan dengan campuran tepung kacang koro pedang putih. 4. Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui mutu pelet pakan ikan hanya secara fisik, yaitu dengan menguji water stability dan kekerasan pelet. 5. Pada penelitian ini pasokan bahan baku pelet selalu tersedia 6. Studi kelayakan dari aspek teknis dalam penelitian ini mencakup ketersediaan bahan baku, proses produksi, penentuan kapasitas, dan penentuan jumlah mesin peralatan. 7. Studi kelayakan dari aspek finansial dalam penelitian ini sebatas untuk mengetahui analisa titik impas dan Payback Period dalam usaha pembuatan pelet pakan ikan. 6
D. Tujuan Penelitian 1. Mengevaluasi potensi tepung kacang koro putih sebagai substitusi bahan baku dalam pembuatan pakan ikan. 2. Mengevaluasi kelayakan usaha pembuatan pakan ikan yang menggunakan bahan tepung kacang koro pedang putih ditinjau dari aspek teknis dan finansial. E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi dari aspek teknis dan finansial mengenai usaha pengolahan pelet pakan ikan. 7