KARAKTERISTIK KEKAR TIANG PADA INTRUSI MIKROGABRO DI DAERAH WATU GAJAH, KECAMATAN GEDANG SARI, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI D.I.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1.

PETROLOGI DAN SIFAT KETEKNIKAN BREKSI DAN BATUPASIR DI GEDANGSARI, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Desember 2013

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan bagian selatan dari

KARAKTERISTIK SESAR KALI PETIR DAN SEKITARNYA KECAMATAN PRAMBANAN, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode peninjauan U-Pb SHRIMP. Smyth dkk., (2005) menyatakan dari

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

ANALISIS KINEMATIKA KESTABILAN LERENG BATUPASIR FORMASI BUTAK

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak pada bagian utara gawir Pegunungan Selatan (lihat Gambar 1.1).

Ciri Litologi

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

GEOLOGI DAN STUDI BATIMETRI FORMASI KEBOBUTAK DAERAH GEDANGSARI DAN SEKITARNYA KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROPINSI DIY

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

GEOLOGI DAERAH KLABANG

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

BAB I PENDAHULUAN. Bayat merupakan salah satu daerah yang menarik sebagai obyek penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

ANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG JAWA BARAT

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sebelah utara dan Lempeng India-Australia di bagian selatan. Daerah ini sangat

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Judul Penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

Gambar 1.1. Lokasi Penelitian di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA

BAB I PENDAHULUAN. batuan dan kondisi pembentukannya (Ehlers dan Blatt, 1982). Pada studi petrologi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Disusun Oleh: Alva. Kurniawann

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya Pulau Jawa memiliki banyak gunung api karena

Transkripsi:

KARAKTERISTIK KEKAR TIANG PADA INTRUSI MIKROGABRO DI DAERAH WATU GAJAH, KECAMATAN GEDANG SARI, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI D.I. YOGYAKARTA Evi Kurniawati * Salahuddin Husein Nugroho Imam Setiawan Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta *corresponding author: evi.kurniawati1994@gmail.com ABSTRAK Daerah Watu Gajah, Kecamatan Gedang Sari, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta secara umum tersusun oleh sekuen batuan vulkaniklastik Formasi Kebo Butak. Adanya stuktur kekar tiang pada intrusi di daerah ini menarik untuk diteliti karena dapat memberikan informasi mengenai karakteristik kekar tiang serta intrusi. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis data lapangan dan analisis data sampel batuan dengan metode petrografi dan geokimia. Intrusi pada daerah penelitian berupa sill dan termasuk dalam intrusi dangkal. Terdapat baked dan chilled margin yang menunjukkan intrusi dangkal. Berdasarkan analisis data petrografi dan geokimia, jenis batuan beku termasuk dalam mikrogabro dengan komposisi mineral utama berupa plagioklas dan piroksen. Intrusi mikrogabro daerah Watu Gajah memiliki satu baris kolom kekar tiang. Sistem pendinginan magma tidak sempurna dan didominasi kekar tiang dengan kolom segi lima. Korelasi antara jumlah titik poligon dengan ukuran lebar kolom menunjukkan semakin banyak titik pada poligon, maka semakin lebar kolom kekar. Pembentukan kekar tiang pada intrusi mikrogabro di Watu Gajah dipengaruhi oleh laju pendinginan dan tekanan. Kata kunci : Watu Gajah, kekar tiang, intrusi dangkal, mikrogabro 1. Pendahuluan Daerah penelitian Kecamatan Gedang Sari Kabupaten Gunung Kidul terletak di kaki Pegunungan Selatan, secara geologi lokasi ini termasuk dalam Formasi Kebo Butak. Menurut Surono dkk. (1992) batuan yang ada di daerah ini secara umum berupa sekuen batuan vulkaniklastik. Namun di Desa Watu Gajah, Kecamatan Gedang Sari dijumpai singkapan intrusi batuan beku sisa aktivitas penambangan dengan struktur kekar tiang. Di Zona Pegunungan Selatan terdapat lokasi yang terkenal dengan kekar tiang antara lain di Pacitan dan Wonogiri. Pada kedua lokasi ini kekar tiang umumnya hadir pada batuan beku ekstrusif. Penelitian kekar tiang pada lava andesit Formasi Mandalika, Daerah Wonogiri telah dilakukan oleh Pratama dan Hakim (2013). Pratama dan Hakim (2013) menyebutkan bahwa kekar tiang pada lava andesit bagian dari Formasi Mandalika di Daerah Wonogiri dipengaruhi oleh paleotopografi. Sementara itu menurut Hetenyi dkk. (2012) pembentukan kekar tiang pada tubuh lava secara umum dipengaruhi oleh sifat kimia magma. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik kekar tiang serta karakteristik intrusi sebagai media kekar tiang di Daerah Watu Gajah, Kecamatan Gedang Sari, Kabupaten Gunung Kidul. 1.1. Geologi Regional Daerah penelitian secara administratif berada di Desa Watu Gajah dan Desa Sampang, Kecamatan Gedang Sari, Kabupaten Gunung Kidul, Prov. Daerah Istimewa Yogyakarta (Gambar 1). Daerah ini secara geologi berada dalam Regional Pegunungan Selatan Jawa Timur bagian barat (Bemmelen, 1949). Daerah penelitian secara rinci termasuk Subzona Baturagung (Bemmelen, 1949) atau disebut pula Igir Baturagung (Husein dan Srijono, 2007) dari Pegunungan Selatan. Subzona 1114

Baturagung ditandai dengan relief kasar dikontrol oleh litologi dan struktur. Litologi peyusun Subzona Baturagung merupakan batuan sedimen vulkaniklastik dengan umur Eosen-Miosen Tengah (Surono dkk., 1992). Pada zona ini dijumpai pola kelurusan yang beragam, antara lain pola kelurusan timur laut-barat daya yang mencerminkan sesar dengan arah yang sama. Sesar ini merupakan sesar tertua di Pegunungan Selatan yang memotong batuan berumur Eosen-Miosen Tengah. Pola kelurusan lain yang dijumpai yakni pola barat timur yang juga dapat mencerminkan sesar dengan arah barat-timur dan diduga sebagai sesar termuda berhubungan dengan pengangkatan Pegunungan Selatan (Prasetyadi dkk., 2011) Zona Pegunungan Selatan tersusun atas batuan sedimen klastika dan karbonat yang bercampur dengan batuan hasil vulkanisme Tersier (Surono, 2009). Berdasarkan penelitian Surono (2009) Stratigrafi Pegunungan Selatan terbagi menjadi 3 periode yakni Periode Pra vulkanisme, Periode Vulkanisme dan Periode Pasca Vulkanisme. Formasi Kebo-Butak terendapkan pada umur Eosen Tengah-Oligosen Awal pada awal Periode Vulkanisme. Surono (2008) memisahkan Formasi Kebo dengan Formasi Butak. Formasi Kebo dan Formasi Butak terendapkan dalam lingkungan laut dan termasuk dalam endapan turbidit. Formasi Kebo didominasi oleh batupasir dan batupasir kerikilan termasuk dalam fasies distal-proximal. Formasi Butak yang didominasi oleh breksi gunung api termasuk dalam fasies proximal hingga transisi. Pada Formasi Kebo-Butak banyak dijumpai batuan terobosan (Surono dkk., 2006). Hal ini terkait dengan periode magmatisme yang terjadi di Pegunungan Selatan.Menurut Surono dkk. (2006) pada Oligosen Akhir hingga Miosen Awal bersamaan dengan terendapkannya Formasi Kebo-Butak, di Pegunungan Selatan terjadi peningkatan kegiatan magmatisme ditandai dengan beberapa letusan besar yang menghasilkan intrusi dangkal. 2. Metode Penelitian Pengambilan data dilakukan dengan metode pemetaan. Lokasi penelitian dibatasi oleh koordinat UTM Zona 48 S; 453600-454400 dan 9136300-9136700. Luas daerah pemetaan kurang lebih 0,32 km 2 dengan panjang 800 m dan lebar 400 m. Skala pemetaan yang digunakan pada penelitian cukup besar yakni 1 : 5.000. Pada tahap pemetaan geologi diambil data lapangan serta sampel batuan. Analisis yang digunakan pada penelitian ini meliputi analisis data lapangan dan analisis data sampel batuan. Data lapangan yang diambil meliputi data geologi dan data kekar tiang. Analisis data lapangan dilakukan dengan membuat peta geologi untuk memperoleh bentuk intrusi. Pada analisis data lapangan dilakukan pula analisis ukuran ukuran dan bentuk kolom kekar tiang. Sampel batuan yang diambil pada tahap pemetaan selanjutnya dibuat sayatan tipis untuk pengamatan petrografi. Beberapa sampel batuan dianalisis dengan metode geokimia ICP-MS untuk mendapatkan data senyawa oksida utama batuan. Penggunaan data geokimia terbatas untuk klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan senyawa total alkali silika. 3. Data Terdapat 45 titik pengamatan pada lokasi penelitian. Lokasi pengamatan serta pengambilan sampel dapat teramati pada peta lintasan (Gambar 2). Berdasarkan pemetaan pada lokasi penelitian diketahui bahwa pada daerah penelitian terdapat dua tipe batuan yakni batuan sedimen dan batuan beku. Batuan Sedimen yang menyusun lokasi penelitian dari tua ke muda secara berurutan yakni: Satuan perselingan batupasir kasar dengan tuff, Satuan perselingan batupasir halus dengan batulanau, dan Satuan perselingan tuff dengan batupasir halus. Satuan batun beku yang ada pada lokasi penelitian yakni Satuan mikrogabro dan 1115

Satuan basalt tidak terpetakan. Struktur utama yang ada pada lokasi penelitian merupakan sesar geser sinistral diperkirakan yang memanjang sepanjang Sungai Sampang. Berdasarkan peta geologi (Gambar 3) dan sayatan geologi (Gambar 4) intrusi yang ada pada daerah penelitian berupa sill dan dike. Sill merupakan intrusi utama yang menyisip diantara lapisan batuan milik Satuan Satuan perselingan batupasir kasar dengan tuff dengan Satuan perselingan batupasir halus dengan batulanau. Ketebalan sill mencapai 55 m. Dike ditemukan dengan ukuran yang lebih kecil pada beberapa tempat di sepanjang Sungai Sampang. Kekar tiang teramati dengan jelas pada stasiun pengamatan 8,16.2,17,dan 18. Kekar tiang hanya dijumpai pada sill. Kekar tiang memiliki kedudukkan N 295 o E/76, N 101 o E/74, N 8 o E/76, N 28 o E/76, dan N 250 o E/76. Intrusi sill pada lokasi penelitian memiliki satu baris kolom kekar tiang. Pada Gambar 5.a dapat diamati barisan kolom kekar tiang terpotong oleh struktur sesar minor berupa sesar naik. Struktur ini teramati pada stasiun pengamatan 17 dengan kedudukan N 145/26 dan gores garis 85 o N (Gambar 5.b). Pengamatan ukuran dan bentuk kolom dilakukan pada 4 stasiun pengamatan. Bentuk kolom kekar tiang pada intrusi mikrogabro di Daerah Watu Gajah didominasi oleh bentuk kolom segilima (Gambar 5.c). Ukuran kolom kekar tiang pada stasiun pengamatan 16 berkisar antara 80-150 cm dengan rata-rata lebar kolom mencapai 110 cm. Tabel pengukuran bentuk dan lebar kolom kekar terangkum dalam Tabel 1. Di bagian tepi tubuh intrusi terdapat kekar yang lebih kecil dengan bidang retakan yang lebih halus namun memiliki frekuensi yang lebih banyak (Gambar 5.d). Selain kekar tiang pada lokasi pengamatan dijumpai urat kuarsa dan zeolit. Pengamatan petrografi dilakukan pada 15 sampel batuan. Pemilihan sampel batuan menitikberatkan sampel batuan beku dan beberapa sampel batuan sedimen yang mendukung pengamatan mengenai batuan terobosan. Batuan sedimen yang diambil sampel merupakan baked margin atau batuan sedimen yang berbatasan langsung dengan intrusi. Sampel batuan sedimen yang diamati sayatan petroggrafinya berupa tuff dan batupasir halus. Sedangkan batuan beku yang diamati berupa basalt dan mikrogabro. Tuff memiliki komposisi utama berupa gelas vulkanik mencapai 66 %, klorit 13%, kuarsa dan mineral opak. Tubuh intrusi diklasifikasikan sebagai mikrogabro (Gambar 7 dan 8) berdasarkan klasifikasi modal Streckeisen (1974) dan klasifikasi total alkali silika Cox-Bell- Plank (1979). Komposisi utama mikrogabro berupa plagioklas dengan prosentase sekitar 60-- 75 %, klinopiroksen 12-18 %, mineral opak 5-15 %, dan klorit. Bagian tepi intrusi diklasifikasikan sebagai basalt dengan komposisi plagioklas berkisar 75 %, piroksen 5-8 %, klorit 2-4 %, mineral opak, kuarsa, dan kalsit. Batupasir halus tersusun atas plagioklas 45 %, gelas vulkanik 20%, piroksen 9 %, dan kuarsa. Perbandingan komposisi mineral/penyusun masing masing batuan dapat diamati pada Tabel 2. 4. Hasil dan Pembahasan Satuan basalt tidak terpetakan yang terdiri dari basalt berada pada tepi intrusi dengan ketebalan rata-rata kurang dari 1 m. Sebaran basalt yang tidak terlalu besar dan hanya di tepi dari tubuh intrusi mengindikasikan basalt sebagai chilled margin. Blatt dkk. (2006), menjelaskan chilled margin terbentuk ketika tubuh intrusi mengalami pendinginan, kontak antara intrusi dengan batuan yang diterobos akan mengalami pendinginan yang lebih cepat, sehingga ukuran kristal akan lebih halus di bagian tepi intrusi. Basalt terbentuk akibat pendinginan tubuh magma yang lebih cepat di bagian tepi intrusi. Karakteristik basalt yang hampir sama dengan mikrogabro hanya berbeda pada ukuran mineral penyusun juga menjadi indikasi basalt sebagai chilled margin. 1116

Batupasir halus pada sampel petrografi memiliki tektur yang lebih keras daripada batuan disekitar. Hal ini mengindikasikan batupasir halus merupakan baked margin dari tubuh intrusi di bagian atas. Sampel tuff merupakan baked margin bagian bawah dari tubuh intrusi. Berdasarkan data petrografi kedua batuan telah terubah dan mengalami silisifikasi oleh adanya intrusi ditandai dengan kehadiran mineral kuarsa. Hubungan vertikal batuan tersebut teramati pada gambar 9. Kemiringan kolom kekar pada lokasi penelitian menunjukkan kisaran nilai 74-76 o. Kolom relatif tegak lurus terhadap bidang perlapisan yang memiliki nilai dip sekitar 16 o. Hal ini sekali lagi menunjukkan intrusi berupa sill. Kolom kekar didominasi oleh kolom berbentuk segi lima. Menurut Toramaru dan Matsumoto (2004) kolom kekar tiang yang didominasi bentuk segi lima terbentuk apabila laju pendinginan tinggi. Nilai rerata kolom kekar kurang dari 6 mengindikasikan belum matangnya sistem pendinginan magma (Hetenyi dkk., 2012). Kolom segilima terbentuk oleh perpotongan kekar berbentuk Y tidak sempurna dan perpotongan X yang menunjukkan energi pembentukan cukup besar akibat proses pendinginan yang cepat (Gambar 5.c). Berdasarkan analisis korelasi lebar kolom terhadap bentuk kolom kekar (Gambar 10) diketahui bahwa semakin banyak titik poligon maka semakin besar kolom kekar tiang yang dihasilkan. Hal ini berkaitan sudut perpotongan kekar yang membentuk bidang poligon. Semakin besar sudut yang berpotongan maka nilai lebar kolom akan semakin besar. Kekar tiang daerah Watu Gajah menunjukkan pola yang semakin lebar kearah bawah dari tubuh intrusi. Pada tubuh intrusi komposisi kimia kurang berpengaruh terhadap pembentukan kolom kekar. Pembentukan kolom kekar tiang dipengaruhi posisi atau tempat pembentukan yang mengontrol laju pendinginan dan tekanan yang diterima tubuh magma. Semakin ke arah bawah atau semakin dalam dari permukaan, tekanan yang diterima intrusi semakin besar dan laju pendinginan dari intrusi semakin lambat, sehingga kolom yang dihasilkan semakin lebar. Terbentuknya kekar tiang pada intrusi di daerah Watu Gajah dimulai ketika magma menerobos diantara Satuan perselingan batupasir kasar dengan tuff dan Satuan perselingan batupasir halus dengan batulanau. Pendinginan magma terjadi pada bagian tepi magma melalui batuan yang diterobos. Pendinginan ini berlangsung secara konduktif. Akibat pendinginan terbentuk bidang isotermal yang sejajar dengan tepi pendinginan (perlapisan batuan). Saat tegangan total yang terakumulasi melampui daya regang batuan kekar tiang terbentuk. Pembentukan kekar tiang pada Daerah Watu Gajah menghasilkan satu set kolom kekar tiang yang dapat dilihat kemenerusannya dari atas hingga bagian bawah. Pembentukan kekar tiang di mulai dari salah satu tepi bidang pendinginan. Di bagian tepi tubuh intrusi atau dekat dengan chilled margin akan terebentuk kekar dengan ukuran yang lebih kecil dan frekuensi yang lebih banyak. Hal ini disebabkan karena tegangan maksimum akibat pendinginan magma terakumulasi di bagian chilled margin. Skema pembentukan kekar tiang dapat teramati pada gambar 11. Berdasarkan dokumentasi lapangan (Gambar 5.a) kolom kekar tiang yang terbentuk terpotong oleh adanya sturktur minor berupa sesar naik. Berdasarkan analisis gaya (Gambar 12.b) menujukkan kedudukan gaya pembentuk sesar berada pada arah utara-timur laur dengan selatan-barat daya. Hal ini sesuai dengan adanya kekar ekstensi dengan kedudukan N 10 o E N 30 o E yang searah dengan gaya utama pembentuk sesar (Gambar 12.c). Bidang retakan relatif tegak lurus dengan kolom kekar diasumsikan akibat adanya gaya ekstensi pada arah vertical (Gambar 12.d). Konfigurasi gaya ini merupakan gaya yang umum membentuk lipatan. Berdasarkan data regional di Igir Baturagung bagian timur terdapat beberapa lipatan, sehingga sesar ini diperkirakan terbentuk dari tektonisme yang sama yang membentuk lipatan kaki Igir Baturagung. 1117

5. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan: Kekar tiang terbentuk pada tubuh intrusi sill. Jenis batuan beku termasuk dalam mikrogabro dengan komposisi mineral utama berupa plagioklas dan piroksen. Terdapat baked margin dan chilled margin yang menunjukkan intrusi dangkal. Intrusi mikrogabro di Watu Gajah memiliki satu baris kolom kekar tiang yang terpotong oleh struktur sesar minor. Sistem pendinginan magma tidak sempurna dan didominasi kolom segi lima. Korelasi antara jumlah titik poligon dengan ukuran lebar kolom menunjukkan semakin banyak titik pada poligon, maka semakin lebar kolom kekar. Pembentukan kekar tiang pada intrusi mikrogabro di Watu Gajah dipengaruhi oleh posisi tempat pembentukan yang mengontrol laju pendinginan dan tekanan. Acknowledgement Penelitian ini didanai oleh program Beasiswa 2000 dari Alumni Teknik Geologi UGM Angkatan 2000. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Friska Putri Ayunda, Nusa Fadhila Febriana Kusumaningtyas, Reinaldy Suhendra, dan Alloysius Andrianto Saputro atas kritik dan sarannya. Daftar Pusataka Barker, A. 2014. A Key for Identification of Rock Forming Minerals in Thin Section. London: Taylor and Francis Group Best, M.G., 2003. Igneous and Metamorphic Petrology. Blackwell Publishing Company, Victoria-Berlin, 2 nd ed., 760 hal. Blatt, H., Tracy, R.J., Owens, B.E. Petrology Igneous, Sedimentary and Metamorphic.2006. New York : W.H. Freeman and Company. 530 hal. Hetenyi, G., Taisne B., Garel, F., Medrad, E., Bosshard, S., dan Mattson, Hannes B. 2012. Scales of Columnar Jointing in Igneous Rock : Field Measurement and Controlling Factors. Bull Volcano 74:457-482 Hal. 457-482 Husein, S., dan Srijono. 2007. Tinjauan Geomorfologi Pegunungan Selatan DIY/Jawa Tengah: telaah peran faktor endogenik dan eksogenik dalam proses pembentukan pegunungan. Prosiding Seminar Potensi Geologi Pegunungan Selatan dalam Pengembangan Wilayah. Yogyakarta : Pusat Survey Geologi,10 hal. Le Maitre, R. W. (ed.)., 2002., A Classification and Glossary of Terms. Recommendations of the International Union of Geological Sciences Subcommission on the Systematics of Igneous Rocks, 2nd ed., Cambridge: Cambridge University Kerr, P. F. 1959. Optical Mineralogy.New York : McGraw Hill book Company Long, P.E., dan Wood, B.J. 1986. Structures, Textures and Cooling Histories of Columbia River Basalt Flows. Geology Society Am Bull 97. Hal. 1144 1155 Price, N.J. dan Cosgrove, J.W. 1990. Analysis of Geological Structure. Cambridge : Cambridge University Press Slotznick, S. 2014.Columnar Basalt: Morphology and Processes. Iceland Field Guide : California Institute and Tecnology Hal. 19-24 1118

Spry, A.H. 1962. The Origin of Columnar Jointing, Particularly in Basalt Flows. Journal Geology Society Australia Vol : 8. Hal. 191 216 Surono, B. Toha, dan Ign. Sudarno. 1992. Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro. Bandung :Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Surono. 2008. Stratigrafi dan Sedimentasi Formasi Kebo dan Formasi Butak di Pegunungan Selatan Jawa Bagian Selatan. Jurnal Geologi Indonesia Vol. 3 No. 4 Hal. 183-193 Surono. 2009. Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Jurnal sumber daya Geologi Vol 19 No. 3. Hal. 31-43 Surono. Hartono, U. dan Permanadewi, S. 2006. Posisi Stratigrafi dan Petrogenesis Intrusi Pendul Perbukitan Jiwo, Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Jurnal Sumber Daya Geologi Vol. 15 No. 5 Hal. 232-311 Toramaru, A. dan Matsumoto, T. 2004. Columnar Joint Morphology and Cooling Rate :A Strach Water Mixture Experiment. Journal of Geophysical Research, Vol.109 B02205 doi:10.1029/2003jb002686. Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia, vol. I.A. Nijhoff, The Hague: Govt. Printing Office.732 hal Winter, John D. 2001. An Introduction to Igneous and Metamhorphic Petrology. New Jersey: Prentice-Hall Inc, 697 hal. Gambar 1. Peta indeks daerah penelitian. Lokasi penelitian berada di Desa Watu Gajah, Desa sampang Kecamatan Gedang sari, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi D.I. Yogyakarta 1119

Gambar 2. Peta lintasan daerah penelitian Gambar 3. Peta geologi daerah penelitian 1120

Gambar 4. Sayatan geologi daerah penelitian Gambar 5. Dokumentasi lapangan a) Singkapan intrusi mikrogabro pada stasiun pengamatan 17. Terdapat satu baris kolom kekar yang terpotong oleh sesar minor. b) Cermin sesar dengan gores garis (tanda merah). c) Kekar tiang dengan kolom berbentuk segi lima. Kekar terbentuk dari perpotongan Y yang tidak sempurna (sudutt tidak sama rata 120 o ) d) Kehadiran kekar dengan ukuran yang lebih kecil diantara kekar utama pada bagian tepi tubuh intrusi (chilled margin) 1121

Gambar 6. Dokumentasi sayatan tipis a) dan b) Sayatan tipis tuff. c) dan d) Sayatan tipis mikrogabro e) dan f) Sayatan tipis basalt. g) dan h)sayatan tipis batupasir halus 1122

Gambar 7. Pengelompokan batuan beku Daerah Watu Gajah berdasarkan klasifikasi batuan gabroik (Streckeisen, 1974 dalam Le Maitre, 2002) Gambar 8. Pengelompokan batuan beku Daerah Watu Gajah berdasarkan klasifikasi TAS plutonik (Cox-Bell-Plank, 1979 dalam Winter, 2001) 1123

Gambar 9. Hubungan vertikal batuan berdasarkan analisis data petrografi. Intrusi utama berupa sill tersusun atas Satuan mikrogabro. Di bagian tepi tubuh intrusi terdapat basalt terbentuk sebagai chilled margin. Diabagian atas dan bawah tubuh intrusi terdapat baked margin ditandai dengan tekturnya yang lebih keras dan silisifikasi. Tuff merupakan baked margin di bagian bawah sedangkan batupasir halus merupakan baked margin di bagian atas Gambar 10. Korelasi lebar kolom kekar tiang dengan poligon pada kekar tiang. 1124

Gambar 11. Skema pembentukan kekar tiang pada lokasi penelitian di Daerah Watu Gajah. A) Intrusi sill mikrogabro memotong lapisan batuan. B) Terbentuk bidang isothermal sejajar bidang perlapisan akibat pendinginan magma, C) Kekar terbentuk tegak lurus bidang pendinginan magma. Di bagian tepi dari tubuh intrusi terbentuk kekar yang lebih kecil dengan frekuensi yang lebih banyak akibat pendinginan yang lebih intensif di bagian tepi. Gambar 12. Analisis sesar naik pada daerah Watu Gajah. A) dokumentasi lapangan, B) analisis struktur, C) Struktur pada intrusi, D) model pembentukan bidang retakan 1125

Tabel 1. Data kolom kekar tiang yang teramati pada daerah Watu Gajah, Kecamatan Gedang Sari, Kabupaten Gunung Kidul. Pengambilan data dilakukan pada 4 titik pengamatan. Data kekar tiang meliputi bentuk kolom (poligon) dan lebar kolom kekar tiang. STA 16 STA 17 STA 18 poligon Lebar kolom Lebar kolom Lebar Polygon poligon (cm) (cm) (cm) 4 118 5 131 3 87 5 123 5 162 4 89 4 84 5 134 5 92 5 127 4 134 4 82 4 102 4 91 5 102 5 111 5 153 5 115 4 81 5 122 6 124 4 131 4 115 STA 8 5 84 5 121-80 4 132-100 5 154-104 kolom Tabel 2. Perbandingan komposisi mineral pada masing masing sayatan tipis. Terdapat 15 tipis dan terdeskripsi menjadi 16 sayatan tipis. 1126