BAB I PENDAHULUAN. Batasan usia remaja menurut WHO (Word Health Organization) adalah mereka yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 3, Oktober 2012

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. muatan ilmu pengetahuan, tetapi secara negatif juga bermuatan materi pornografi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

EFEKTIFITAS MODEL PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DI KELURAHAN MARGOMULYO NGAWI

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat. Banyak hal yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu yaitu merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa tidak hanya dilihat dari aspek fisik

BAB I PENDAHULUAN. penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak. menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan tahap kehidupan seseorang mencapai proses

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja merupakan masa perubahan dari yang semula anak-anak menuju

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah Kota Gorontalo atau

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini.

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dimulai pada usia 9-14 tahun dan prosesnya rata-rata berakhir pada

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

Mempengaruhi Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. norma-norrma yang berlaku di masyarakat (Shochib, 2000, hlm.15).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (Word Health Organization) adalah mereka yang berusia 10-19 tahun, sementara PBB menyebut anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Batasan ini kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yaitu usia 10-24 tahun (Killbourne et.al, 2000). Pada masa peralihan tersebut, terjadi perubahan fisik yang cepat pada remaja termasuk perubahan dan perkembangan organ-organ seks yang sering tidak seimbang dengan perkembangan mental emosionalnya. Hal ini kerap membuat remaja bingung dan mengalami masalah-masalah dalam kehidupan seksnya, terlebih jika tidak ada bimbingan dan dukungan dari orang tuanya (Depkes RI, 2004). Menurut Fauziah dikutip Sungadi 2007, pergaulan bebas atau free sex menjadi trend pada kalangan remaja masa kini. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini, salah satu yang menjadi faktornya adalah masuknya budaya barat ke Indonesia, derasnya informasi-informasi termasuk free seks melalui beberapa media informasi, seperti TV dan Internet. Budaya barat membidik remaja tuntutan kebebasan remaja yang bergeser menjadi liar tak terkendali. Beberapa kebebasan yang ditiru oleh remaja terhadap budaya barat adalah : Pertama, free thinker atau bebas berfikir. Dimana remaja merasa punya hak untuk berfikir sebebas-bebasnya tanpa dibatasi oleh norma-norma agama. Terutama dalam upaya mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi atau cara untuk meraih keinginannya, sehingga untuk

mengeluarkannya dari masalah yang terjadi, sering kali remaja mengambil jalan pintas dengan melakukan hal-hal nekad, seperti memakai narkoba, meminumminuman keras, menjadi perilaku kriminilitas atau yang paling parah bunuh diri. Yang kedua, Permissif bebas berbuat. Mau melakukan apa saja, di mana saja menjadi prinsip remaja dalam berbuat. Mulai dari cara berbusana, berdandan, berbicara, bergaul atau berperilaku. Para remaja di kota-kota terutama kota terbesar, kini dinilai cenderung lebih premissif dalam urusan seks. Ketiga, Free sex atau pergaulan bebas. Saat ini, pergaulan bebas antar lawan jenis yang banyak dilakukan remaja sangat mudah terkontaminasi unsur cinta dan seks. Pergaulan bebas pun sangat membuka peluang bagi remaja untuk aktif melakukan aktifitas seks. Pemicunya bisa saja karena nonton vcd porno yang dijual bebas ataupun menonton tayangan erotis yang di TV. Kurangnya kontrol orang tua, sekolah atau masyarakat membuat mereka enjoy berpetualang menikmati kepuasan sesaat. Ketidaktahuan remaja mengenai seks tersebut dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan Synovate sebuah perusahaan yang bergerak dibidang jasa dan pemasaran atas nama DKT Indonesia, pada tahun 2004 terhadap 450 remaja dari Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan membuktikan remaja tersebut tidak mempunyai pengetahuan khusus serta komprehensif mengenai seks. Sebesar (35%) informasi di peroleh dari teman,(22%) dari film porno,(11%) dari buku, (8%) dari orang tua dan selebihnya dari pacar, televisi, sekolah, pengalaman maupun film di bioskop dan tentang perilaku seks remaja (15-24 tahun), 44% responden mengaku mereka sudah pernah punya pengalaman seks di usia 16-18 tahun. Sementara 16%

lainnya mengaku pengalaman seks itu sudah mereka dapat antara usia 13-15 tahun (BKKBN, 2004) dikutip Apulina 2008. Hasil beberapa survay (dikutip dari Ahmad 2007), seperti pada tahun 2002 dilakukan penelitian oleh BKKBN di enam kota di Jawa Barat tahun menyebutkan 39,65% (artinya 4 dari 10) remaja pernah berhubungan seks sebelum nikah. Bahkan menurut survei yang pernah dimuat di detik.com tahun 2007 sebanyak 22,6 % remaja Indonesia penganut seks bebas. Menurut Saparie (2005) yang menunjukan data dari WHO lebih dari 500 juta remaja usia 10-14 tahun hidup di negara berkembang dan pernah melakukan hubungan seks pertama kali di bawah usia 15 tahun. Kurang lebih 60 % kehamilan yang terjadi pada remaja di negara berkembang adalah kehamilan yang tidak diinginkan dan 15 juta remaja pernah melahirkan. Survey yang dilakukan Wilopo (2004) di dua belas kota menunjukan bahwa responden yang telah melakukan hubungan seks (di luar nikah) disebabkan karena ketidak tahuan mereka tentang seks. Akibat buruk dari hubungan seksual pra-nikah dengan segala akibatnya, antara lain terjadi kehamilan remaja putri di luar nikah, infeksi organ reproduksi, perdarahan, pengguguran kandungan yang tidak aman, resiko tertuar penyakit seksual dan meningkatkan angka remaja putus sekolah (Djaja, 2002). Medan sebagai Ibukota propinsi Sumatera Uara termasuk kota nomor tiga terbesar di Indonesia, bahkan sudah menjasi kota metropolitan. Sangat tinggi berpotensi budaya free sex sama seperti kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan lainnya ( Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2005 )

Hasil monitoring sebuah Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) bekerjasama dengan Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak di Medan, diperkirakan 1500 remaja di Medan terlibat bisnis pelacuran, baik karena kemauan sendiri maupun paksaan. Dari jumlah tersebut yang tergolong profesional 45%, kemudian untuk kesenangan tidak dalam kerangka profesionalitas sebanyak 20% dan yang ikut-ikutan sebanyak 35%. (Ikhwan,2007 dalam Apulina 2008). Dari penelusuran Tim Pusat Kajian dan Perlidungan Anak (PKPA) terhadap anak sekolah di Medan, di satu sekolah sudah terdapat rata-rata 10-15 anak per kelas yang sudah membisniskan diri dan selanjutnya membantu temannya membisniskan keperawanannya. Ada beberapa faktor pemicu yang menyebabkan remaja melakukan hubungan seks di luar nikah, yaitu karena dia sudah terlanjur tidak perawan lagi, desakan ekonomi, untuk bayar uang sekolah, pengaruh narkoba, dan akibat menonton VCD porno. Menurut penelitian yang dilakukan Helga (2008) di SMU Methodist 1 Medan terhadap 100 orang siswa, diketahui bahwa 5 orang siswa (5%) menyatakan pernah melakukan hubungan seks di luar nikah, dan Wahyuni (2007) di SMK negeri 8 Medan yang meneliti dengan responden sebanyak 102 orang siswa, diketahui 8 orang siswa (8%) telah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Untuk mengurangi tingginya angka perilaku seks di luar nikah pada remaja perlu adanya pendidikan seks. Namun pelaksanaannya, terkendala karena pengaruh budaya masyarakat Indonesia yang masih menganggap seks itu adalah hal alamiah yang akan diketahui dengan sendirinya setelah remaja menikah sehingga dianggap tabu untuk dibicarakan secara terbuka (Mu tadin, 2002, dikutip Apulina, 2008).

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di kecamatan Medan Belawan, kelurahan bahagia ditemukan sekitar 26% dari 14.482 penduduk merupakan pasangan suami istrinya yang masih remaja (14-18 tahun). Sebagian dari mereka memutuskan untuk menikah karena telah hamil di luar nikah, selain itu juga untuk meringankan beban orang tua yang tidak mampu lagi menyekolahkan mereka lagi. SMU Hang Tuah Belawan adalah salah satu sekolah terbesar yang berada di Kota Pelabuhan Belawan, yang jika dilihat dari sisi geografisnya letak sekolah itu sangat berdekatan dengan daerah lokasi para PSK di Belawan....Letak lokasi di Belawan yang di beri nama Tembok Berlin tepatnya di belakang SMA Hang Tuah atau di depan SMP Hang Tuah diantaranya ada jalan menuju tembok... (Sungadi, 2007), selain itu kondisi kota belawan yang rawan dengan media yang bisa menginformasikan info tentang sex yang salah, baik dari DVD ataupun VCD dan juga majalah porno maupun media HP yang semakin canggih sekarang ini sangat berpotensi mengarahkan siswa SMU tersebut kearah pengetahuan seks yang salah. Dari observasi dan wawancara peneliti di SMU Hang Tuah belawan pada bulan Februari 2009 kepada Kepala Sekolah, Guru BP, Wakil kepala sekolah 1 dan 2, serta Satpam, didapat bahwa di sekolah mereka kasus kehamilan diluar nikah selalu terjadi setiap tahun dengan persentase yang berbeda setiap tahunnya. Menurut WKS 1, kasus kehamilan diluar nikah yang terjadi di sekolah mereka selalu terjadi setiap tahun, namun beliau tidak bisa mengatakan berapa persentase kejadiannya, dikarenakan kasus tersebut baru bisa diketahui ketika salah satu siswi mereka yang harus keluar karena hamil di luar nikah ataupun telah keluar dari sekolah, itupun kebanyakan berasal dari teman siswinya yang lain, namun selalu ada. Pihak sekolah

langsung menindak tegas kejadian kehamilan di luar nikah yang terjadi pada siswi mereka, karena itu dianggap kejadian yang dapat mencemari nama baik sekolah tanpa peduli efeknya kepada mantan siswi mereka nantinya setelah dikeluarkan. Namun, sebegitu kerasnya peraturan yang dibuat sekolah untuk mengatasi hal itu, tetap tidak dapat mengurangi frekuensi kejadian kehamilan diluar nikah yang kerap terjadi setiap tahun. Adapun peran guru dalam upaya untuk mencegah angka kehamilan di luar nikah para siswa, adalah dengan hanya sebatas mengingatkan untuk tidak berpacarpacaran dahulu apabila masih sekolah. Dan menurut guru BP, yang biasa dipanggil Madam disekolah tersebut, mengatakan kalau beliau sangat sepakat seandainya ada penelitian yang akan menggambarkan pengetahuan ataupun sikap siswanya seputaran seks, agar nantinya dapat diputuskan rantai kejadian kehamilan di luar nikah. Sementara itu, hasil observasi komparasi yang dilakukan peneliti di sekolah lain di Belawan, SMU negeri 20 yang terletak di jalan Besar Bagan Deli dengan melakukan wawancara kepada penjaga sekolah (Bang Is), diketahui bahwa kelakuan menyimpang para siswa tidak terletak kepada perilaku seks tetapi lebih mengarah ke kasus bolos sekolah, rokok dan narkoba. Sedangkan hasil observsi di sekolah lain yaitu di SMK Pelayaran yang terletak di jalan Hanafiah no.80, didapat bahwa siswa jarang sekali terlibat kenakalan atau kasus-kasus yang mengarah kepada kenakalan remaja.

Beranjak dari pemaparan diatas, peneliti menganggap perlu untuk mengetahui bagaimana sebenarnya perilaku siswa di SMU HANG TUAH Belawan tentang hubungan seks pra-nikah. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana Gambaran Perilaku Siswa Tentang Hubungan Seks Pra-Nikah di SMU Hang Tuah Kecamatan Medan Belawan Tahun 2009. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan siswa tentang hubungan seks pra-nikah. 1.3.2. Tujuan Khusus Berdasarkan tujuan umum di atas, maka tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan siswa tentang hubungan seks pra-nikah. 2. Untuk mengetahui gambaran sikap siswa tentang hubungan seks pra-nikah. 3. Untuk mengetahui gambaran tindakan siswa tentang hubungan seks pra-nikah 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi pihak sekolah agar dapat mengenalkan pendidikan seks pada siswa dan siswinya.

2. Sebagai masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik dari kalangan akademis dan peneliti. 3. Sebagai masukan bagi pelaksana pelayanan kesehatan sekolah agar dapat memberikan dan mengenalkan pendidikan seks remaja kepada anak didik. 4. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di FKM-USU.