BENTUK DISTRIBUSI HUJAN JAM JAMAN KABUPATEN KAMPAR BERDASARKAN DATA SATELIT

dokumen-dokumen yang mirip
POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN PADA STASIUN HUJAN PASAR KAMPAR

KARAKTERISTIK HUJAN JAM-JAMAN BERDASARKAN DATA SATELIT TRMM JAXA KABUPATEN PELALAWAN

KAJIAN POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN DATA SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSION (TRMM)

REKAYASA HIDROLOGI. Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri. Pengertian

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI DAS TONDANO BAGIAN HULU

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara. Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM 1.

ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO. Maya Amalia 1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA CURAH HUJAN DALAM MEBUAT KURVA INTENSITY DURATION FREQUENCY (IDF) PADA DAS BEKASI. Elma Yulius 1)

INDEKS KEKERINGAN PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN TEORI RUN BERBASIS DATA SATELIT

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI KOTA MANADO DAN SEKITARNYA

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

ANALISIS METODE INTENSITAS HUJAN PADA STASIUN HUJAN PASAR KAMPAR KABUPATEN KAMPAR

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

I PENDAHULUAN II TINJAUAN PUSTAKA

HUJAN (PRECIPITATION)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERHITUNGAN METODE INTENSITAS CURAH HUJAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. IKLIM & METEOROLOGI. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi

PILIHAN TEKNOLOGI SALURAN SIMPANG BESI TUA PANGLIMA KAOM PADA SISTEM DRAINASE WILAYAH IV KOTA LHOKSEUMAWE

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS HUJAN DI WILAYAH LERENG GUNUNG MERAPI

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU

ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DI WILAYAH KABUPATEN GARUT SELATAN

ANALISA DRAINASE UNTUK PENANGGULANGAN BANJIR PADA RUAS JALAN GARUDA SAKTI DI KOTA PEKANBARU MENGGUNAKAN SOFTWARE HEC-RAS

2 BAB II TEORI DASAR

Analisis Hidrologi untuk Pendugaan Debit Banjir dengan Metode Nakayasu di Daerah Aliran Sungai Way Besai

TRANSFORMASI HUJAN HARIAN KE HUJAN JAM-JAMAN MENGGUNAKAN METODE MONONOBE DAN PENGALIHRAGAMAN HUJAN ALIRAN (Studi Kasus di DAS Tirtomoyo)

ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM) 3B42 V7 DI MAKASSAR

KALIBRASI PARAMETER TERHADAP DEBIT BANJIR DI SUB DAS SIAK BAGIAN HULU

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KECAMATAN PALAS LAMPUNG SELATAN (Studi Kasus Tanggal 27 September 2017)

IDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) REKAYASA HIDROLOGI

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Miranti Indri Hastuti *), Annisa Nazmi Azzahra

3 BAB III DATA DAN METODOLOGI

Rt Xt ...(2) ...(3) Untuk durasi 0 t 1jam

STUDI EVALUASI SISTEM DRAINASE JALAN AW.SYAHRANI KOTA SANGATTA KABUPATEN KUTAI TIMUR

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DAERAH MINAHASA SELATAN DAN TENGGARA

Analisis Hujan Lebat pada tanggal 7 Mei 2016 di Pekanbaru

BAB II LANDASAN TEORI

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI SUB DAS KEDUANG

ESTIMASI DEBIT ALIRAN BERDASARKAN DATA CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS : WILAYAH SUNGAI POLEANG RORAYA)

II. TINJAUAN PUSTAKA. memberikan sumbangan terbesar sehingga seringkali hujanlah yang dianggap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BATANG LUBUH KABUPATEN ROKAN HULU PROPINSI RIAU

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

ANALISA DEBIT BANJIR MENGGUNAKAN EPA Storm Water Management Model (SWMM) di Sub DAS Kampar Kiri (Studi Kasus: Desa Lipat Kain, Kampar Kiri) ABSTRACT

EVALUASI SALURAN DRAINASE KELURAHAN RAWALUMBU BEKASI PADA SUBSISTEM SUNGAI RETENSI RAWALUMBU. Bayu Tripratomo

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI SUB DAS ALANG

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

BAB IV ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

aintis Volume 13 Nomor 2, Oktober 2013,

PENENTUAN DISTRIBUSI TIPE AWAN DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MTSAT IR1

KAJIAN DRAINASE TERHADAP BANJIR PADA KAWASAN JALAN SAPAN KOTA PALANGKARAYA. Novrianti Dosen Program Studi Teknik Sipil UM Palangkaraya ABSTRAK

Tahun Penelitian 2005

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 1 : 49-60, Maret 2015

ANALISA METODE KAGAN-RODDA TERHADAP ANALISA HUJAN RATA-RATA DALAM MENENTUKAN DEBIT BANJIR RANCANGAN DAN POLA SEBARAN STASIUN HUJAN DI SUB DAS AMPRONG

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)

JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

HIDROLOGI TERAPAN. Bambang Triatmodjo. Beta Offset

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HUJAN PADA STASIUN HUJAN DALAM DAS BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT

BAB 3 PRESIPITASI (HUJAN)

Kajian Teknis Sistem Penyaliran dan Penirisan Tambang Pit 4 PT. DEWA, Tbk Site Asam-asam Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan

ANALISIS INDEKS KEKERINGAN MENGGUNAKAN TEORI RUN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI PALAMBAYAN. ABSTRACT

Perencanaan Penanggulangan Banjir Akibat Luapan Sungai Petung, Kota Pasuruan, Jawa Timur

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Hidrologi

Kampus Bina Widya J. HR Soebrantas KM 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

PENENTUAN DEBIT ANDALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO DENGAN METODE TURC AND SOLOMON

PENGARUH PERUBAHAN AREAL KEDAP AIR TERHADAP AIR PERMUKAAN. Achmad Rusdiansyah ABSTRAK

PENELUSURAN BANJIR MENGGUNAKAN METODE LEVEL POOL ROUTING PADA WADUK KOTA LHOKSEUMAWE

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

KARAKTERISTIK HUJAN DAN AIR TANAH

PROPINSI ACEH, 22 SEPTEMBER Oleh : Stasiun Meteorologi Klas I Sultan Iskandar Muda Banda Aceh

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Peranan Curah Hujan dan Aliran Dasar Terhadap Kejadian Banjir Jakarta

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

KAPASITAS INFILTRASI TANAH TIMBUNAN DENGAN TUTUPAN PAVING BLOK (UJI MODEL LABORATORIUM) <satu spasi> Abd. Rakhim Nanda 1*, Nurnawaty 2** 1,2

ANALISIS DIMENSI DAN POLA ALIRAN DRAINASE JALAN HANG TUAH KOTA DURI KECAMATAN MANDAU KABUPATEN BENGKALIS

Transkripsi:

BENTUK DISTRIBUSI HUJAN JAM JAMAN KABUPATEN KAMPAR BERDASARKAN DATA SATELIT Thessalonika (1), Yohanna Lilis Handayani (2) Manyuk Fauzi (2) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau 2) Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km. 12,5 Simpang Baru Pekanbaru, Kode Pos 28293 Email: thessalonika@student.unri.ac.id Abstract Rainfall distribution is one of the parameters required for calculations of the design flood. The pattern of rainfall distribution is the mean of rainfall expressed in a graph that describe time function to variation in depth of rainfall. The pattern of rainfall distribution is obtained in two method, empirical method and averaging hourly rainfall data. The rainfall data used is obtained from TRMM JAXA in eight years (2009-2016) for Kampar Regency. In this research, the approach of distribution form between empirical methods with the hourly rainfall data average of TRMM to simplify the acquisition pattern of rainfall distribution. The empirical method used is Alternating Block Method (ABM), Modified Mononobe, and Tadashi Tanimoto. Based on TRMM rainfall data, that rainfall duration was dominated by one hours rainfall events. The analysis results for pattern of rainfall distribution approach of TRMM JAXA with empirical method shows that designed rainfall duration (3 to 8 hours) tends to approach Alternating Block Method (ABM) pattern. Keywords: Rainfall distribution, satellite rainfall data, Alternating Block Method, Modified Mononobe, Tadashi Tanimoto A. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang hanya memiliki dua musim, yakni musim kemarau dan musim hujan. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki durasi hujan yang lebih panjang dibandingkan beberapa negara lainnya. Durasi hujan yang cukup panjang dapat mengakibatkan dampak negatif pada beberapa daerah di Indonesia (Asfa, 2014). Selain itu, adanya efek pemanasan global yang dapat mempengaruhi kondisi cuaca/iklim menjadi berubah - ubah. Pola curah hujan menjadi tidak menentu dan memberi pengaruh pada lingkungan hidrologi diantaranya bangunan air. Pada perencanaan bangunan air dibutuhkan data debit rencana dikarenakan nilai debit rencana akan menentukan dimensi hidrolis dari suatu bangunan air yang direncanakan. Apabila data debit tidak tersedia, debit rencana dapat dihitung dengan mentransformasikan data curah hujan menjadi data aliran (Salem, 2016). Perencanaan bangunan air didasarkan pada debit banjir rencana yang diperoleh dari analisis hujan-aliran, yang dapat berupa banjir rencana dengan periode ulang tertentu. Dalam perhitungan banjir rancangan, diperlukan masukan data berupa hujan rencana yang didistribusikan kedalam hujan jam-jaman. Untuk dapat mengubah hujan rencana ke dalam besaran hujan jam jaman perlu didapatkan terlebih dahulu suatu pola distribusi hujan jam jaman. Dengan merata - ratakan pola distribusi hujan hasil pengamatan, kemudian didapatkan pola distribusi rerata yang selanjutnya dianggap mewakili kondisi hujan dan dipakai sebagai pola untuk mendistribusikan hujan rancangan menjadi besaran hujan jam jaman. Selain cara tersebut untuk mendapatkan kedalaman hujan jam- jaman dari hujan rencana dapat juga menggunakan model 1

distribusi hujan. Model distribusi hujan yang telah dikembangkan menggunakan beberapa metode, yakni distribusi hujan seragam, ABM (Alternating Block Methods), Triangular Hyetograph Method (THM), Tadashi Tanimoto dan metode Mononobe Modifikasi (Triatmodjo, 2010). Seiring dengan adanya perkembangan teknologi salah satunya penginderaan jarak jauh seperti satelit dan radar, penggunaan citra satelit untuk pengukuran curah hujan juga mulai dikembangkan. Teknologi ini memungkinkan pengamatan curah hujan pada wilayah yang cukup luas bahkan tempat yang tidak dapat dijangkau oleh peralatan konvensional. Pada wilayah tropis saat ini telah tersedia sebuah perangkat remote sensing yang melakukan pengukuran curah hujan menggunakan satelit TRMM (Tropical Rainfal Measurement Mission). Berdasarkan pengamatan satelit ini dapat menghasilkan data curah hujan dalam satuan kedalaman air (mm). Pada penelitian ini data satelit TRMM yang digunakan diperoleh dari JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency). Agustin (2010), melakukan penelitian pada sub DAS Keduang, Kabupaten Wonogiri dengan hasil sebagai berikut agihan hujan 2, 3, 5, 7 dan 8 jam serupa dengan pola Modified Mononobe, sedangan pola agihan hujan 4 dan 6 jam serupa dengan pola Triangular Hyetograph Method (THM). Penelitian serupa juga pernah dilakukan Asfa (2014), dalam penelitiannya dengan menggunakan data hujan harian berupa data lapangan dari salah satu stasiun hujan Pasar Kampar, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar. Hasil dari penelitian tersebut diperoleh bahwa distribusi hujan 3 jam sampai 7 jam mengikuti model distribusi hujan Alternating Block Method (ABM), sedangkan untuk distribusi hujan 8 jam mengikuti model distribusi hujan Tadashi Tanimoto. Kabupaten Kampar merupakan salah satu kabupaten yang terdapat pada Provinsi Riau dengan luas 10.928,20 km 2. Kampar merupakan salah satu daerah yang sering terkena banjir tiap tahunnya. Intensitas hujan yang tinggi berakibat pada beberapa desa di Kabupaten Kampar dilanda banjir. Banjir yang melanda di beberapa wilayah itu merupakan luapan dari sungai Kampar (Detikcom, 2014). Banjir yang merendam ribuan rumah tersebar dipuluhan desa di daerah Kampar dalam kurun waktu sekitar 40 tahun belakangan. Namun, Pemerintah belum menetapkan siaga darurat banjir (TribunPekanbaru, 2016). Pada penelitian ini akan menganalisa data curah hujan yang diperoleh berdasarkan data satelit TRMM Jaxa pada Kabupaten Kampar. Diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan pola distribusi hujan jamjaman selama beberapa tahun untuk kabupaten Kampar. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Hujan Hujan umumnya bisa terjadi dimana saja dengan adanya faktor massa udara yang lembab dan sarana meteorologis yang dapat mengangkat massa udara tersebut untuk berkondensasi. Hujan berasal dari uap air di atmosfer, sehingga bentuk dan jumlahnya dipengaruhi oleh faktor klimatologi seperti angin, temperatur dan tekanan atmosfer. Uap air tersebut akan naik ke atmosfer sehingga mendingin dan terjadi kondensasi menjadi butir butir air dan kristal kristal es yang akhirnya jatuh sebagai hujan (Triatmodjo, 2010). Hujan hanya akan terjadi apabila molekul molekul air hujan sudah mencapai ukuran lebih dari 1 mm. hal ini memerlukan waktu yang cukup untuk tumbuh dari ukuran sekitar 1-100 mikron ( Barry, 1971 dalam Sri Harto, 2000). 2. Pengukuran Hujan Selain pengukuran hujan dengan pengamatan lapangan pada stasiun hujan kini telah dikembangkan pula metode pengukuran curah hujan dengan data berbasis citra satelit. Pengunaan remote sensing ini mampu melakukan pengukuran presipitasi (curah hujan) dari jarak jauh. 2

Pengukuran curah hujan dengan teknologi ini memungkinkan perolehan data dari daerah daerah yang sebelumnya sangat sulit atau hampir mustahil dengan cara pengamatan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa teknologi ini dapat memperoleh data presipitasi dimana saja dan kapan saja. Saat ini salah satu teknologi satelit yang mulai digunakan adalah TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) dikembangkan oleh NASA (National Aerospace Exploration Agency) dan JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency). TRMM merupakan satelit dengan saluran microwave, visibel dan inframerah yang memonitoring fenomena atmosfer seperti mengamati volume awan yang menghasilkan hujan didaerah subtropis dan tropis namun tidak dapat memonitoring keadaan secara global (Kummerow et all., 1998 dalam Harsita, 2012). Syaifullah (2014) menyatakan JAXA mengembangkan data TRMM dengan format dan kualitas yang lebih baik. JAXA menggunakan sistem pengolahan data near real time dan menyebarkannya melalui situs internet. Algoritmanya dikembangkan berdasarkan Global Satellit Mapping of Precipitation (GSMaP) sehingga dikenal dengan GSMaP near real time (GSMaP_NRT). Proyek ini telah diterapkan sejak bulan oktober 2008. Pada penelitian ini akan digunakan data TRMM level 3 karena data hujan yang dihasilkan telah memiliki nilai nilai hujan. 3. Pola Distribusi Hujan Distribusi hujan adalah berbeda beda sesuai dengan jangka waktu yang ditinjau. Umumnya hujan pada suatu wilayah tertentu memiliki pola distribusi hujan untuk hujan jam-jaman. Pola kejadian hujan memiliki beragam bentuk sesuai dengan perhitungan yang diperoleh. Bentuk pola kejadian hujan biasanya berbentuk histogram. Beberapa bentuk dari pola kejadian hujan yakni bentuk lonceng, lonceng terbalik, anak tangga menurun, anak tangga menaik, garis lurus, dan tidak beraturan. Bentuk distribusi yang beragam diakibatkan karena berbedanya nilai persentase perjam suatu distribusi hujan. Dalam penelitian ini dilakukan pendekatan dengan model pola distribusi hujan secara empiris yaitu Alternating Block Method (ABM), Modified Mononobe, dan Tadashi Tanimoto. Menurut Bambang Triatmodjo (2010) secara ringkas, masing masing model dijelaskan sebagai berikut : 1) Alternating Block Method (ABM) Alternating Block Method (ABM) adalah cara sederhana untuk membuat hyetograph rencana dari kurva IDF ( Chow et al., 1988). Hyetograph rencana yang dihasilkan oleh metode ini adalah hujan yang terjadi dalam n rangkaian interval waktu yang berurutan dengan durasi selama waktu. Untuk periode ulang tertentu, intensitas hujan diperoleh dari kurva IDF pada setiap durasi waktu,,,. Kedalaman hujan diperoleh dari perkalian antara intensitas hujan dan durasi waktu tersebut. Perbedaan antara nilai kedalaman hujan yang berurutan merupakan pertambahan hujan dalam interval waktu. Pertambahan hujan tersebut (blok-blok), diurutkan kembali ke dalam rangkaian waktu dengan intensitas hujan maksimum berada pada tengah tengah durasi hujan Td dan blok blok sisanya disusun dalam urutan menurun secara bolak balik pada kanan dan kiri dari blok tengah. Gambar 1 Hyetograph dengan Alternating Block Method (ABM) (Sumber : Bambang Triatmodjo, 2010) 3

2) Modified Mononobe Dalam perencanaan, curah hujan rancangan yang ditetapkan berdasarkan analisis perlu diubah menjadi lengkung intensitas curah hujan. Lengkung tersebut diperoleh berdasarkan data curah hujan dalam rentang waktu yang pendek seperti, menit atau jam. Lengkung intensitas curah hujan dengan durasi pendek ini kemudian akan ditentukan berdasarkan data hujan harian menggunakan Modified Mononobe dengan persamaan sebagai berikut : Dengan : = intensitas curah hujan untuk lama hujan t (mm/jam) = curah hujan maksimum selama 24 jam (mm) = waktu konsentrasi hujan (jam) = durasi hujan ( jam) 3) Tadashi Tanimoto Tadashi Tanimoto mengembangkan distribusi hujan jam jaman yang dapat digunakan di Pulau Jawa. C. METODE PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan pada Kabupaten Kampar Provinsi Riau dengan durasi selama delapan tahun yakni tahun 2009 2016. Cakupan daerah penelitian didasarkan pada batas administrasi daerah Kabupaten Kampar. Gambar 2 Peta wilayah Kabupaten Kampar, Riau 2. Data Curah Hujan Data curah hujan yang digunakan berupa data satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) yang diperoleh dari JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency). Pada tahap ini dilakukan pengunduhan data mengunakan FileZilla. Penggunaan perangkat lunak filezilla ini membantu untuk terhubung dengan TRMM Jaxa. Pengunduhan data disesuaikan dengan waktu perekaman data yang akan digunakan yaitu dari tahun 2009 sampai tahun 2016. Kemudian dilakukan pengolahan data dengan aplikasi GraDS (Grid Analysis and Display System). GraDS dapat digunakan dengan bantuan aplikasi command prompt. Data curah hujan TRMM diolah dengan merunning data tiap hari dari tahun 2009 sampai 2016. Untuk merunning data menggunakan software command prompt digunakan listing program dengan format Ch_riau.gs dan Chwil_riau.gs. 3. Mendistribusikan Data Hujan Pendistribusian data hujan dilakukan dengan mengolah data hujan jam jaman TRMM selama delapan tahun untuk Kabupaten Kampar. Langkah langkah pengolahan data hujan jam jaman TRMM adalah sebagai berikut : a. Memindahkan data hujan jam jaman yang telah dirunning dalam bentuk Notepad kedalam tabel secara berurutan berdasarkan tanggal kejadian hujan. b. Memilih dan mengelompokkan data hujan berdasarkan durasi hujan yang terjadi. Pengelompokkan hujan jam jaman dalam satu hari dengan durasi hujan jam ke 1, 2, 3,, dan seterusnya. c. Menjumlahkan nilai curah hujan perdurasinya. Penjumlahan dilakukan dengan menambahkan setiap nilai hujan yang terjadi selama durasi hujan terjadi. d. Mencari persentase hujan perjamnya terhadap jumlah nilai curah hujan. 4

e. Menjumlahkan persentase hujan perjamnya sebanyak kejadian hujan dalam satu tahun. f. Merata ratakan jumlah persentase hujan jam jaman dalam satu tahun. Jumlah persentase hujan dibagi dengan jumlah kejadian hujan perdurasi dalam setahun. g. Membuat grafik histogram berdasarkan rata rata persentase hujan perdurasi pada satu tahun. h. Melakukan pendekatan bentuk pola distribusi hujan jam jaman dengan bentuk pola distribusi empiris. Sehingga diperoleh bentuk distribusi empiris yang dianggap mewakili pola distribusi tiap tahunnya. i. Menjumlahkan persentase rata rata hujan pertahun yang telah diperoleh perjamnya selama depan delapan tahun. Persentase rata rata hujan pertahun yang telah diperoleh sebelumnya ditambahkan secara keseluruhan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2016. j. Setelah memperoleh jumlah persentase rata rata hujan pertahun selama delapan tahun, kemudian dirata ratakan berdasarkan jumlah tahun terjadinya hujan. k. Membuat grafik histogram berdasarkan rata rata persentase hujan perdurasi selama delapan (8) tahun. l. Melakukan pendekatan bentuk pola distribusi hujan jam jaman dengan bentuk pola distribusi empiris. D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Distribusi Hujan Jam - Jaman Data hujan jam - jaman TRMM yang telah diperoleh kemudian dikelompokkan sesuai dengan durasi terjadinya hujan. Sebagai contoh hujan dengan durasi tiga jam dikelompokkan kemudian dijumlahkan dan dirata ratakan selama delapan tahun. Persentase rata rata hujan durasi tiga jam selama delapan tahun dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Persentase rata - rata hujan durasi tiga jam Tahun Persentase hujan jam ke- (%) 1 2 3 Bentuk Pola Distribusi 2009 30,441 35,915 33,644 Lonceng 2010 37,429 33,671 28,900 Anak Tangga Menurun 2011 36,221 34,014 29,764 Anak Tangga Menurun 2012 31,321 33,492 35,188 Anak Tangga Menaik 2013 36,497 37,229 26,275 Lonceng 2014 34,791 34,509 30,700 Anak Tangga Menurun 2015 35,443 34,953 29,604 Anak Tangga Menurun 2016 32,359 38,276 29,364 Lonceng Total 274,502 282,060 243,438 - Rata rata 8 tahun 34,31 35,26 30,43 Lonceng Sumber: (Hasil Perhitungan) 2. Hubungan Durasi Hujan dan Kejadian Hujan Jumlah kejadian hujan dan persentase kejadian hujan yang terjadi selama delapan tahun untuk tiap durasi hujan digambarkan dengan menggunakan grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa semakin lama durasi hujan yang terjadi maka semakin sedikit jumlah kejadian hujan. 5

Durasi hujan yang paling banyak terjadi selama delapan tahun yakni dari tahun 2009 sampai 2016 adalah durasi hujan 1 jam yaitu sebanyak 996 kejadian. Menurut Pitaloka (2017) lamanya hujan terpusat di Indonesia sendiri biasanya tidak lebih dari tujuh (7) jam. Hal ini didasarkan pada laporan akhir departemen pekerjaan umum. Jadi, pada umumnya durasi optimum hujan rencana yang digunakan tidak lebih dari tujuh (7) jam. Gambar 3 Grafik persentase kejadian hujan berdasarkan durasi 3. Bentuk Distribusi Hujan Tiap Tahun Bentuk pola distribusi hujan yang terjadi berbeda beda untuk tiap tahunnya. Berdasarkan bentuk pola yang telah diperoleh kemudian dilakukan pendekatan bentuk distribusi hujan dengan pola metode empiris. Pada Tabel 2 berikut menunjukkan distribusi hujan yang dianggap mewakili pola distribusi hujan durasi tiga jam dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2016 dan hujan rata rata selama delapan tahun dan pendekatan bentuk pola metode empiris. Dengan hasil pola rata rata tahunan yang dominan adalah pola Modified Mononobe dan pola rata - rata selama 8 tahun adalah Alternating Block Method (ABM). Tabel 2 Bentuk Distribusi Hujan Durasi 3 Jam Tahun Bentuk Distribusi Hujan Rata - Rata Bentuk Distribusi Hujan Empiris 2009 Lonceng ABM 2010 Anak Tangga Menurun Modified Mononobe 2011 Anak Tangga Menurun Modified Mononobe 2012 Anak Tangga Menaik - 2013 Lonceng ABM 2014 Anak Tangga Menurun Modified Mononobe 2015 Anak Tangga Menurun Modified Mononobe 2016 Lonceng ABM Rata Rata Lonceng selama 8 tahun Sumber: (Hasil Perhitungan) ABM 6

Tabel 3 Perbandingan Bentuk Distribusi Empiris Tahunan dan Rata Rata Delapan Tahun Durasi Hujan Bentuk Distribusi Empiris yang Paling Sering Terjadi (Tahunan) Bentuk Distribusi Empiris Rata Rata Selama Delapan Tahun 2 Modified Mononobe - 3 Modified Mononobe ABM 4 ABM ABM 5 ABM ABM 6 ABM ABM 7 ABM ABM 8 ABM ABM Sumber : (Hasil Perhitungan) Berdasarkan Tabel 3 diperoleh bahwa pola distribusi empiris yang dominan pertahun untuk durasi hujan dua (2) dan tiga (3) jam adalah pola Modified Mononobe, sedangkan pola distribusi empiris yang dominan pertahun untuk durasi hujan empat (4) sampai delapan (8) jam adalah pola Alternating Block Method (ABM). Sedangkan pada Tabel 3 diketahui bahwa pola distribusi empiris yang mendekati bentuk distribusi hujan jam jaman hasil rata rata selama delapan tahun untuk durasi tiga (3) sampai delapan (8) jam adalah sama yaitu pola Alternating Block Method (ABM). Perbedaan pola distribusi metode empiris berdasarkan tabel diatas hanya terjadi pada durasi dua (2) jam dan tiga (3) jam. Perbedaan pola distribusi hujan antara pola distribusi hujan rata rata tahunan dan pola distribusi hujan rata rata delapan tahun dikarenakan adanya rentang durasi data yang berbeda. Pola distribusi hujan untuk durasi empat (4) sampai delapan (8) jam memiliki bentuk pola yang sama untuk pola distribusi hujan pertahun dan pola distribusi hujan rata rata selama delapan tahun yaitu bentuk Alternating Block Method (ABM). Menurut Sri Harto (2000) pola distribusi hujan yang dapat digunakan sebagai parameter perhitungan banjir rencana adalah pola hujan yang diperoleh selama tahun penelitian yakni rata rata selama delapan tahun. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan bentuknya pola distribusi hujan metode empiris yang mendekati pola hujan TRMM durasi tiga (3) hingga delapan (8) jam adalah Alternating Block Method (ABM). E. KESIMPULAN Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan yaitu : 1. Kejadian hujan jam jaman berdasarkan data TRMM yang paling sering terjadi adalah durasi hujan satu (1) jam yaitu sebanyak 996 kejadian. 2. Durasi hujan rencana yang dapat digunakan adalah 3 sampai 7 jam, sehingga durasi untuk hujan rencana yang paling sering terjadi adalah durasi hujan 3 jam yaitu sebanyak 401 kejadian. 3. Berdasarkan pendekatan bentuk pola distribusi hujan jam jaman pertahun dengan pola distribusi cara empiris diperoleh hujan dengan durasi 2 dan 3 jam mengikuti bentuk pola Modified Mononobe, sedangkan durasi hujan 4, 5, 6, 7, dan 8 mengikuti bentuk pola Alternating Block Method (ABM). 4. Berdasarkan pendekatan bentuk pola distribusi hujan jam jaman untuk hasil rata rata selama delapan tahun terhadap bentuk pola hujan empiris diperoleh bahwa hujan durasi tiga (3) sampai delapan (8) jam mengikuti bentuk pola Aternating Block Method (ABM). 7

F. DAFTAR PUSTAKA Agustin, W. (2010). Pola Distribusi Hujan Jam-Jaman di Sub DAS Keduang (Distribution Pattern of Hourly Rainfall in Keduang Sub Watershed). Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret. Asfa, A. F., Handayani, Y. L., & Hendri, A. (2014). Pola Distribusi Hujan Jam-Jaman Pada Stasiun Hujan Pasar Kampar (Vol. 1). Pekanbaru. Dr. Ir Harinaldi, M. (2005). Prinsip - Prinsip Statistik Untuk Teknik Dan Sains. Jakarta: Erlangga. Khotimah, G. K., Handayani, Y.L., & Fauzy, M. (2017). Karakteristik Hujan Jam-Jaman Berdasarkan Data Satelit TRMM JAXA Kabupaten Pelalawan. Pekanbaru. Harsita, K., & Jatmiko, R. H. (2012). Estimasi Curah Hujan Data Satelit Geostationer Dan Orbit Polar Dibandingkan Dengan Data Stasiun Hujan. Yogyakarta. Harto, S. (2000). Hidrologi. Yogyakarta: Nafiri Offset. Nurhidayah, R. (2010). Pola Distribusi Hujan Jam-Jaman Di Sub DAS Alang. Surakarta. Pitaloka, M. G., & Lasminto, U. (2017). Perencanaan Sistem Drainase Kebon Agung. ITS TEKNIK, 6(1), 1 6. Saragi, S., Handayani, Y. L., & Hendry, A. (2014). Pola Distribusi Hujan Jam- Jaman. Pekanbaru. Sosrodarsono, I. S., & Takeda, K. (2003). Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT. Pradya Paramita. Sugiyono. (2008). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suripin. (2004). Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Andi. Syaifullah, M. D. (2014). Validasi Data TRMM Terhadap Data Curah Hujan Aktual Di Tiga DAS Di Indonesia. Jurnal Meteorologi Dan Geofisika, 15(2), 109 118. Triatmodjo, B. (2010). Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset. 8