TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. dan daerah, sarana penumbuhan rasa kebersamaan (gotong royong), sarana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

PENDAHULUAN. pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii

TINJAUAN PUSTAKA. A. Konsep Lahan. mempunyai kedalaman lebar yang ciri-cirinya mungkin secara langsung

I. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

II. LANDASAN TEORI. A. Alih Fungsi Lahan. kehutanan, perumahan, industri, pertambangan, dan transportasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia menempati bumi, lahan sudah menjadi salah satu unsur utama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Harga lahan secara nyata merupakan keseimbangan antara permintaan dan

TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, bahwa penduduk Indonesia dari

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS. yang lebih luas. Lahan sawah tidak hanya semata-mata dilihat sebagai

PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1-1

TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Sawah. memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian telah. masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KONVERSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI PROVINSI JAWA BARAT ELVIRA G.V. BUTAR-BUTAR

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

BAB 8 SUMBER DAYA LAHAN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

STRATEGI PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

Keputusan Rumah Tangga Petani dalam Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa Bumi Wangi Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung MT.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Pendahuluan ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

PENDAHULUAN Latar Belakang

Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia

ANALISIS HUKUM PELAKSANAAN ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN MENJADI TANAH PERUMAHAN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PARLINDUNGAN SIANIPAR ABSTRACT

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lahan permukiman, jalan, industri dan lainnya. 1. hukum pertanahan Indonesia, negara berperan sebagai satu-satunya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN. A. Realitas Problematik. Lahan pertanian merupakan barang publik karena selain memberikan

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Alih Fungsi Lahan. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember

Tugas Akhir PW Dosen Pembimbing : Ir. Heru Purwadio, MSP

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menghambat pembangunan ekonomi atau memiskinkan masyarakat (Rufendi,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian adalah suatu usaha untuk menghimpun pabrik-pabrik alami biologis

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SAWAH MENJADI PERMUKIMAN DI KECAMATAN PRINGSEWU TAHUN (Jurnal) Oleh YUYUT ARIYANTO

DAMPAK DAN STRATEGI PENGENDALIAN KONVERSI LAHAN UNTUK KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH

DAMPAK PENGEMBANGAN BANDARA SULTAN ISKANDAR MUDA TERAHADAP ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DAN NILAI LANT RENT

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekonomi Konversi Lahan

BAB VI OPTIMALISASI PENGENDALIAN PENTAAN RUANG DALAM RANGKA PERUBAHAN FUNGSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI KAWASAN PANTURA

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia kegiatan pertanian masih bertumpu pada lahan (Land Based

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Land Rent Land rent adalah penerimaan bersih yang diterima dari sumberdaya lahan. Menurut (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah hasil maksimal yang dapat diperoleh dari tingkat penggunaan lahan. Tujuan ini dapat dicapai dengan mengalokasikan lahan bagi penggunaan yang mempunyai nilai lebih atau surplus (rent) dari satuan lahan (marginal unit), dari berbagai keperluan yang bersaing diantara berbagai alternatif penggunaan lahan. Lahan yang mempunyai nilai land rent yang lebih tinggi relatif lebih mudah menekan dan mengkonversi penggunaan lahan dengan nilai land rent rendah. Berdasarkan definisinya nilai land rent adalah hasil bersih (ouput) dikurangi dengan biaya (input) dan pajak lahan. Konversi Lahan

Konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan. Konversi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Irawan (2005) mengemukakan bahwa konversi lahan lebih besar terjadi pada lahan sawah dibandingkan dengan lahan kering karena dipengaruhi oleh tiga faktor, pertama, pembangunan kegiatan non pertanian seperti komplek perumahan (real estate), pertokoan, perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah dilakukan pada tanah sawah yang lebih datar dibandingkan dengan lahan kering. Kedua, akibat pembangunan masa lalu yang terfokus pada upaya peningkatan produk padi maka infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerah persawahan daripada daerah tanah kering. Ketiga, daerah persawahan secara umum lebih mendekati daerah konsumen atau daerah perkotaan yang relatif padat penduduk dibandingkan daerah tanah kering yang sebagian besar terdapat di wilayah perbukitan dan pegunungan. Sebagai konsekuensi logis dari pertambahan penduduk dan pembangunan ekonomi, maka terjadi perubahan alokasi sumberdaya, khususnya sumberdaya lahan sulit dihindari. Akibat tidak diperhatikannya skala prioritas alokasi penggunaan sumberdaya lahan, maka terjadi pula konflik alokasi sumbedaya lahan untuk penyediaan sumber pangan dan pembangunan sarana dan prasarana pemukiman. Sumaryanto, dkk (2001)

menyatakan bahwa terjadinya konversi lahan sawah sangat dipengaruhi oleh permintaan terhadap lahan menurut sektor perekonomian, yaitu penggunaan untuk non pertanian dan pertanian. Konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian menunjukkan jumlah yang lebih besar dibanding ke penggunaan pertanian lainnya, seperti untuk perumahan (real estate), zona industri, sarana dan prasarana serta penggunaan lainnya. Data luas konversi lahan sawah menurut periode, sampai saat ini diyakini belum ada yang akurat, dan bervariasi antara satu sumber data dan sumber lainnya. Hal ini diungkapkan juga olehnya bahwa faktor utama yang menyebabkan terjadinya kondisi demikian adalah: (1) Belum adanya koordinasi antara instansi dalam pendataan masalah sawah, (2) Masing-masing instansi cenderung mengungkapkan data lahan yang sesuai dengan kepentingannya sendiri, misalnya Dinas Pengairan, PU cenderung menerbitkan data luas sawah irigasi teknis yang lebih besar dari fakta di lapangan agar anggaran pemeliharaan irigasi menjadi lebih besar lagi, (3) Setiap instansi menggunakan pendekatan dan metode yang berbeda dalam memonitor perkembangan luas lahan. Konversi lahan sawah biasanya dilakukan secara langsung oleh petani pemilik lahan sawah ataupun tidak langsung oleh pihak lain. Sebelumnya diawali dengan transaksi jual beli lahan sawah. Proses konversi lahan sawah pada umumnya berlangsung cepat jika akar penyebabnya terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan sektor ekonomi lain yang menghasilkan surplus ekonomi (land rent) jauh lebih tinggi, seperti untuk pembangunan kawasan industri, kawasan perumahan (real estate), dan sebagainya. Untuk pemenuhan kebutuhan mendasar (prasarana umum yang diprogramkan

pemerintah, atau untuk lahan tempat tinggal pemilik lahan yang bersangkutan). Proses konversi lahan sawah cenderung berlangsung lambat jika motivasi untuk mengubah fungsi terkait dengan degradasi fungsi lahan sawah, misalnya akibat kerusakan jaringan irigasi sehingga lahan tidak dapat difungsikan lagi sebagai lahan sawah (Gunanto, 2007). Hubungan Real Estate dan Konversi Lahan Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan non-pertanian cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan konversi lahan pertanian sulit dihindari. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi konversi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga terkonversi secara progresif. Menurut Irawan (2005), hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan (real estate) atau industri di suatu lokasi konversi lahan, maka aksesibilitas di lokasi itu menjadi semakin kondusif untuk pengembangan perumahan (real estate) dan industri, yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah, sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan.

Di wilayah pinggiran kota yang sedang tumbuh, persaingan dalam penggunaan lahan menjadi sangat keras karena banyak alternatif keperluan penggunaan, antara lain untuk bangunan perumahan (real estate), infrastruktur seperti jalan, pabrik, kawasan, pertokoan dan komersial lainya. Jelasnya disekeliling pusat kota terdapat wilayah dengan bermacam-macam tata guna lahan, terutama untuk perumahan penduduk. Perkembangan dan perluasan kota-kota sering menggunakan daerah-daerah pertanian yang subur dan luas, khususnya kota-kota yang terletak dilahan datar. Pada wilayah ini akan terjadi persaingan kegiatan yang sangat tinggi untuk mendapatkan lokasilokasi yang diinginkan dengan menawarkan pada tingkat land rent yang beragam. Pertumbuhan penduduk, maupun industri telah menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan terhadap daerah perindustrian dan perumahan (real estate). Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan fungsi penggunaan lahan, khususnya konversi lahan. Pola konversi lahan sawah dapat dipilah menjadi dua: (1) sistematis, (2) sporadis. Konversi lahan sawah untuk pembangunan kawasan industri, perkotaan, kawasan perumahan (real estate), jalan raya, komplek perkantoran, dan sebagainya mengakibatkan terbentuknya pola konversi yang sistematis. Sisi lain, konversi lahan sawah yang dilakukan sendiri oleh pemilik lahan sawah umumnya bersifat sporadis. Luas lahan sawah yang terkonversi kecil-kecil dan terpencar. Proses konversi lahan sawah bersifat progresif, artinya, lahan sawah di sekitar lokasi yang telah terkonversi, dalam waktu yang relatif pendek cenderung beralihfungsi atau pindah daya guna pula dengan luas yang cenderung meningkat (Winarsono, 2002: 7).

Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Konversi Lahan Menurut Lestari (2005), proses terjadinya konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan oleh beberapa faktor. Ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya konversi lahan sawah yaitu: 1. Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi. 2. Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. 3. Faktor Kebijakan, yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Secara empiris menurut Winoto (2005) ditambahkan, lahan pertanian yang paling rentan terhadap konversi lahan adalah sawah. Hal ini disebabkan oleh : (1) kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih inggi; (2) daerah pesawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan; (3) akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah pesawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering; dan (4) pembangunan sarana dan prasarana perumahan (real estate), kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi datar ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan.

Konversi secara langsung terjadi akibat keputusan para pemilik lahan untuk mengkonversi sawah mereka ke penggunaan lainnya seperti untuk industri, perumahan (real estate), sarana dan prasarana atau pertanian lahan kering. konversi kategori ini didorong oleh motif ekonomi, dimana penggunaan lahan setelah dikonversikan memiliki nilai jual atau sewa (land rent) yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan lahan untuk sawah (Iqbal, dkk, 2007). Ilham dkk (2003) menyatakan bahwa harga lahan, aktivitas ekonomi suatu wilayah, pengembangan pemukiman, dan daya saing produk pertanian merupakan faktorfaktor ekonomi yang menentukan konversi lahan sawah. Tekanan ekonomi pada saat krisis ekonomi menyebabkan banyak petani menjual asetnya berupa sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dampaknya secara umum meningkatkan konversi lahan sawah dan makin meningkatkan penguasaan lahan pada pihak-pihak pemilik modal. Dampak Konversi Lahan Konversi lahan sawah mempunyai dampak positif dan negatif. Konversi lahan sawah menjadi lahan perumahan (real estate) dan industri, misalnya merupakan masalah nasional yang memberikan berbagai dampak, terutama terhadap ketahanan pangan, berkurangnya kesempatan kerja di bidang pertanian (tenaga kerja yang berlatar belakang pertanian mempunyai kesempatan kecil memasuki lapagan kerja di bidang industri), dan terhadap lingkungan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko, dkk (2006) terkonsentrasinya pembangunan perumahan (real estate) dan

industri di Pulau Jawa, di satu sisi menambah terbukanya lapangan kerja di sektor nonpertanian seperti jasa konstruksi, dan industri, akan tetapi juga menimbulkan dampak negatif yang kurang menguntungkan. Dampak negatif tersebut antara lain : 1. Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi, yang mengganggu tercapainya swasembada pangan serta mengakibatkan bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian ke nonpertanian. Apabila tenaga kerja tidak terserap seluruhnya akan meningkatkan angka pengangguran. 2. Investasi pemerintah dalam pengadaan sarana dan prasarana pengairan menjadi tidak optimal pemanfaatannya. 3. Kegagalan investor dalam melaksanakan pembangunan perumahan maupun industri, sebagai dampak krisis ekonomi, atau karena kesalahan perhitungan mengakibatkan tidak termanfaatkannya tanah yang telah diperoleh, sehingga meningkatkan luas lahan tidur yang pada gilirannya juga menimbulkan konflik sosial seperti penjarahan lahan. Teori Lokasi Pertambahan jumlah penduduk dikawasan pinggiran secara akumulatif ikut menambah luas kawasan kota karena realokasi kawasan. Semakin berkembangnya kawasan perkotaan tersebut diduga sangat erat hubungannya dengan proses konversi lahan sawah karena selain merupakan pasar potensial bagi kawasan industri juga merupakan pasar potensial bagi pembangunan perumahan (real estate) maupun

pembangunan sarana dan prasarana lainnya. Akibatnya, lahan disekitar pinggiran perkotaan tersebut akan terjadi proses realokasi, jika lahannya lahan sawah akan terkonversi secara alamiah atau (Prayudho, 2009). Model klasik dari alokasi lahan adalah model Ricardo (Ricardian Rent). Menurut model ini, alokasi lahan akan mengarah pada penggunaan yang menghasilkan surplus ekonomi (land rent) yang lebih tinggi, yang tergantung pada derajat kualitas lahan yang ditentukan oleh kesuburannya serta kelangkaan lahan. Menurut von Thunen nilai land rent bukan hanya ditentukan oleh kesuburannya tetapi merupakan fungsi dari lokasinya. Pendekatan von Thunen mengibaratkan pusat perekonomian adalah suatu kota yang dikelilingi oleh lahan yang kualitasnya homogen. Tataguna lahan yang dihasilkan dapat dipresentasikan sebagi cincin-cincin lingkaran yang bentuknya konsentris yang mengelilingi kota. Pendekatan von Thunen mencoba untuk menerangkan berbagai jenis pertanian dalam arti luas yang berkembang disekeliling daerah perkotaan yang merupakan pasar komoditi pertanian (Prayudho, 2009). Hubungan antara nilai land rent dan alokasi sumber daya lahan diantara berbagai kompetisi penggunaan kegiatan sektor yang komersial dan strategis mempunyai land rent yang tinggi, sehingga sektornya berada pada kawasan strategis, sebaliknya sektor yang kurang mempunyai nilai komersial maka nilai rentnya semakin kecil. Land rent diartikan sebagai locational rent. Lahan termasuk didalamnya lahan sawah, dalam kegiatan produksi merupakan salah satu faktor produksi tetap. Barlow mengemukakan bahwa nilai rent sumber daya lahan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Sewa kontrak (contract rent) 2. Sewa lahan (land rent) 3. Nilai rent ekonomi dari lahan (Economic rent) Economic rent sama dengan surplus ekonomi merupakan kelebihan nilai produksi total diatas biaya total. Suatu lahan sekurang-kurangnya memiliki empat jenis rent, yaitu: 1. Ricardian rent, menyangkut fungsi kualitas dan kelangkaan lahan; 2. Locational rent, menyangkut fungsi eksesibilitas lahan; 3. Ecological rent, menyangkut fungsi ekologi lahan; 4. Sosiological rent, menyangkut fungsi sosial dari lahan. Umumnya land rent yang merupakan cermin dari mekanisme pasar hanya mencakup ricardian rent dan locational rent, sedangkan ecological rent dan sosiological rent tidak sepenuhnya terjangkau mekanisme pasar. Secara fisik, lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh kemungkinan penurunan nilai dan harga serta tidak dipengaruhi oleh faktor waktu, secara fisik pula lahan merupakan aset yang mempunyai keterbatasan dan tidak dapat bertambah besar. Lahan secara fisik tidak dapat dipindahkan, walaupun fungsi dan penggunaan lahan (land function and use) dapat berubah tetapi lahannya sendiri bersifat stationer (tetap). Atas dasar sifat ini, ketentuan penetapan harga lahan akan sangat bersifat spesifik yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran atau persediaan (demand and supply) lahan pada suatu wilayah tertentu. Secara ekonomi, konversi lahan sawah memang sangat menguntungkan. Hal itu tercermin dari nilai land rent lahan untuk pertanian yang sangat

rendah dibandingkan kegiatan lain. Menurut Nasoetion dan Winoto (2005), lahan pertanian dibanding kawasan industri atau perumahan (real estate) perbandingannya bisa mencapai 1:500. Proyeksi Alih Fungsi Lahan dengan Analisis trend Trend adalah salah satu peralatan statistik yang dapat digunakan untuk memperkiraan keadaan dimasa yang akan datang berdasarkan pada data masa lalu. Trend juga merupakan gerakan dan data deret berkala selama beberapa tahun dan cenderung menuju pada suatu arah, dimana arah tersebut bisa naik, turun maupun mendatar. Perhitungan trend linear menggunakan analisis regresi linier sederhana, yang dapat dinyatakan dalam bentuk : Y = a + b (x). Proyeksi ini menjelaskan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Trend linear dilihat melalui garis lurus pada grafik trend yang dibentuk berdasarkan data proyeksi. Penyimpangan trend menunjukkan besarnya kesalahan nilai proyeksi dengan data yang aktual (Ibrahim, 2009). Analisis trend memperlihatkan kecendrungan ketersediaan lahan untuk usaha tani padi dan kecenderungan konversi lahan sawah serta kemungkinan pencetakan sawah baru di masa yang akan datang. Hasil proyeksi ini dapat memperkirakan kebutuhan pangan masyarakat serta kebutuhan lain yang berbasis pada penggunaan lahan. Melalui proyeksi ini dapat diperkirakan apa yang akan terjadi di masa akan datang apabila tidak ada intervensi terhadap kecenderungan yang ada saat ini.

Kerangka Pemikiran Dalam beberapa hal konversi lahan pertanian ke penggunaan lainnya bersifat dilematis. Sebagai akibatnya terjadi persaingan yang ketat dalam pemanfaatan lahan yang berakibat pada meningkatnya nilai lahan (land rent) maka penggunaan lahan untuk pertanian akan selalu dikalahkan oleh peruntukan lain seperti perumahan (real estate) dan industri lain yang lebih menguntungkan (Nasoetion dan Winoto, 2005). Pada awalnya fungsi utama lahan sawah ialah untuk bercocok tanam padi. Kini dengan gencarnya industrialisasi, lahan-lahan produktif pertanian berubah menjadi pabrik-pabrik, jaian tol, perumahan (real estate), perkantoran, dan lain sebagainya. Namun seiring dengan pertumbuhan penduduk, ekonomi, maupun industri telah menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan terhadap daerah perumahan (real estate) dan perindustrian. Konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Ada dua faktor penting yang menyebabkan terjadinya konversi lahan sawah yaitu: 1. Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi. 2. Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosialekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.

Proyeksi luas lahan sawah dan produksi padi akan dianalisis trendnya melalui regresi linier sederhana. Sedangkan nilai rent yang dihasilkan dari industri real estate dan produksi padi akan dianalisis dengan menggunakan paired sample t tess. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, lebih jelasnya dapat dilihat dalam skema kerangka pemikiran pada gambar 1. Lahan Sawah Proyeksi Tetap Lahan Sawah Produksi Konversi Real Estate Faktor-Faktor Penyebab: Internal Eksternal Rent Rent Komparasi Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Keterangan: = Hubungan

Hipotesis Penelitian 1. Konversi lahan sawah berpengaruh terhadap jumlah produksi padi di Kota Medan. 2. Proyeksi luas lahan sawah dan produksi padi sepuluh tahun kedepan di Kota Medan cenderung menurun. 3. Ada perbedaan nilai land rent usaha tani padi sawah dengan industri real estate di Kota Medan. METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian Daerah penelitian ditentukan secara Purposive (sengaja) yaitu di Kota Medan. Kota Medan merupakan pusat perkotaan, sehingga banyak lahan sawah di konversi menjadi industri perumahan (real estate), pusat bisnis, pertokoan dan lain-lain. Dengan bertambahnya luas konversi lahan sawah, produksi padi juga semakin berkurang. Daerah yang menjadi daerah sampel penelitian adalah Kecamatan Medan Amplas, Medan Sunggal, Medan Helvetia dan Medan Marelan di Kota Medan. Daerah sampel penelitian dipilih dengan alasan bahwa kecamatan-kecamatan ini dapat mewakili