BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

1. Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum dan pendanaannya.

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Undang-Undang No. 2 tahun 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH

GORR Dipastikan Tuntas 2019, Khusus Segmen I,II, Segmen III Tersendat Pembebasan Lahan

SKEMA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH. sumber gambar: flickr.com dan yahoo.com

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIKLAT MANAJEMEN PROYEK. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG HAK ATAS TANAH DAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Ed. 1, Cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

UU No. 2 thn ASAS DAN TUJUAN POKOK-POKOK PENGADAAN TANAH PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH

PERATURAN DESA GIRIPANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH DESA

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA BUPATI MADIUN,

dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBAGUNAN KEPENTINGAN UMUM

ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Administratum, Vol. II/No.3/Jul-Okt/2014. PEMBERIAN GANTI RUGI ATAS PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM 1 Oleh : Trifosa Tuna 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang

RATUMELA MARTEN SABONO N P M

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II. Pada tahap pelaksanaan dalam pengadaan tanah yang dilakukan oleh. Pemerintah Kota Binjai, terjadi pada Tahun 2005, sehingga mengacu kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan

BAB II. A. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Di Indonesia. 1. Pengertian Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum

BAB II TINJAUAN UMUM. kelangsungan hubungan dan perbuatan hukum, baik dari segi individu

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

DIREKTORAT PENGATURAN DAN PENGADAAN TANAH PEMERINTAH

EKSISTENSI BERLAKUNYA PENCABUTAN HAK ATAS TANAH SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGADAAN TANAH

PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

NOTA DINAS No. /ND/XIX.KDR.l.3/ 10/ Pengendali Teknis Pemeriksaan Manajemen Aset

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB II PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS

BAB I PENDAHULUAN. tidak bertambah akan tetapi justru makin berkurang. Dampaknya untuk

KAJIAN ATAS DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH BANJIR KANAL TIMUR TA 2008 DAN Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah Banjir Kanal Timur (BKT)

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI SITUBONDO, Menimbang :4.

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KAS DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGADAAN TANAH UNTUK PERLUASAN KAWASAN TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN INTERNASIONAL TANJUNG PRIOK

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 38 SERI E

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

TENTANG BUPATI PATI,

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

I. PENDAHULUAN. Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan atas

Transkripsi:

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Hak Atas Tanah 1. Pengertian Hak Atas Tanah Tanah adalah suatu bagian yang ada dibumi ini yang masyarakat dapat menggunakan dan memanfaatkannya sebaik mungkin dengan tidak melanggar peraturan yang berlaku di indonesia. Telah diatur dalam Pasal 4 ayat 1 undang-undang pokok agraria yang berbunyi sebagai berikut : Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. 2. Jenis-Jenis Hak Atas Tanah a. Hak Milik 1) Pengertian Hak Milik Menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA bahwa yang dimaksu dengan Hak Milik adalah Hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6. Hal ini sejalan dengan definisi yang diberikan Boedi Harsono yang mendefinisikan Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah

19 dan memberi kewenangan untuk menggunakannya bagi segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas sepanjang tidak ada larangan khusus untuk itu. 16 2) Hapusnya Hak Milik Hak milik dapat hapus karena beberapa alasan, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 27 UUPA yang berbunyi: a. tanahnya jatuh kepada negara; 1. Karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18/Untuk kepentingan umum, 2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya, 3. Karena diterlantarkan, 4. Karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2), b. Tanahnya musnah. b. Hak Guna Usaha 1) Pengertian Dan Dasar Hukum Hak Guna Usaha (HGU) Hak Guna Usaha atau HGU diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UUPA yang berbunyi: Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu sebagai mana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. 2) Hapusnya Hak Guna Usaha a. Jangka waktu berakhir b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi 16 Boedi Harsono, Op. Cit, Hal. 292

20 c. Dilepaskan oleh pemegang hak nya sebelum jangka waktunya berakhir d. Dicabut untuk Kepentingan Umum e. Diterlantarkan f. Tanahnya Musnah g. Ketentuan Dalam Pasal 30 ayat (2) c. Hak Guna Bangunan 1) Pengertian Dan Dasar Hukum Hak Guna Bangunan Menurut Pasal 35 ayat (1) UUPA bahwa yang dimaksud dengan Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. 2) Hapusnya Hak Guna Bangunan a. Jangka waktu telah berakhir b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir d. Dicabut untuk kepentingan umum e. Diterlantarkan f. Tanahnya Musnah g. Ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2) d. Hak Pakai Menurut ketentuan Pasal 41 ayat (1) UUPA, bahwa yang dimaksud dengan hak pakai adalah: Hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang

21 B. Tinjauan Umum Tentang Fungsi Sosial Secara etimologis, Fungsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diartikan sebagai kegunaan suatu hal. Sedangkan pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan berkenaan dengan masyarakat, suka memperhatikan kepentingan umum. Kemudian kedua komponen kata tersebut disimpulkan melalui pandangan kamus antropologi, yang mengartikan gabungan kata tersebut yaitu fungsi sosial yang diartikan sebagai kegunaan suatu hal bagi hidup suatu masyarakat. 17 Menurut Leon Duguit, Fungsi Sosial adalah tidak ada hak subyektif (subjectief recht), yang ada hanya fungsi sosial. Pada pemakaian sesuatu hak atas tanah, yang menjadi perhatian hanya kepentingan masyarakat. 18 Menurut Graham Philpott dalam Land Programme mengemukakan beberapa prinsip antara lain sebagai berikut : 1. tanah sebagai tempat hidup dan tempat kehidupan dan sebagai tempat identitas memiliki fungsi sosial. 2. pemilikan tanah tidak pernah mutlak karena fungsi sosial atas tanah sangat penting. 19 Didalam ketentuan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, tanah merupakan faktor utama keberhasilan dan kelancaran dalam keberhasilan pembangunan nasional. Karena begitu pentingnya arti tanah dalam 17 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. 18 A.P. Parlindungan, 1998, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, CV. Mandar Maju Bandung, hal.65. 19 Adrian Sutedi, 2007, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 83.

22 penunjang pembangunan nasional diberbagai segi maka pemerintah dalam Undang-Undasng dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 menyebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Melalui hak menguasai dari Negara inilah maka Negara selaku badan penguasa akan dapat senantiasa mengendalikan atau mengarahkan pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang ada, yaitu dalam lingkup penguasaan secara yuridis yang beraspek publik. 20 Sedangkan jika mengacu pada Pasal 6 UUPA bahwa yang dimaksud dengan Fungsi Sosial adalah Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial Ini berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan mempergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. 21 20 Muhammad Bakri, 2007, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria), Citra Media, Yogyakarta, hal 5. 21 Boedi Harsono, Op.Cit, hal. 296.

23 C. Tinjauan Umum Tentang Pengadaan Tanah 1. Pengertian Pengadaan Tanah Menurut pasal 1 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2012 bahwa yang dimaksud dengan Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. 2. Objek Pengadaan Tanah Adapun Objek Pengadaan Tanah menurut pasal 1 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2012 meliputi tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai. 3. Asas-asas Pengadaan Tanah Pelaksanaan Pengadaan Tanah harus dilaksanakan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud didalam Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2012 yang meliputi asas: a. Kemanusiaan Yang dimaksud dengan asas kemanusiaan adalah pengadaan tanah harus memberikan perlindungan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. b. Keadilan Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah memberikan jaminan penggantian yang layak kepada pihak yang berhak dalam proses

24 pengadaan tanah sehingga mendapatkan kesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang lebih baik. c. Kemanfaatan Yang dimaksud dengan asas kemanfaatan adalah hasil pengadaan tanah mampu memberikan manfaat secara luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. d. Kepastian Yang dimaksud dengan asas kepastian adalah memberikan kepastian hukum tersedianya tanah dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan dan memberikan jaminan kepada pihak yang berhak untuk mendapatkan ganti kerugian yang layak. e. Keterbukaan Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan dilaksanakan dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pengadaan tanah. f. Kesepakatan Yang dimaksud dengan asas kesepakatan adalah bahwa proses pengadaan tanah dilakukan dengan musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan kesepakatan bersama. g. Keikutsertaan Yang dimaksud dengan asas keikutsertaan adalah dukungan dalam penyelenggaraan pengadaan tanah melalui partisipasi masyarakat, baik

25 secara langsung maupun tidak langsunh, sejak perencanaan sampai dengan kegiatan pembangunan. h. Kesejahteraan Yang dimaksud dengan asas kesejahteraan adalah bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan dapat memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan pihak yang berhak dan masyarakat secara luas. i. Keberlanjutan Yang dimaksud dengan asas keberlanjutan adalah kegiatan pembangunan dapat berlangsung secara terus menerus, berkesinambungan, untuk mencapai tujuan yang diharapkan. j. Keselarasan Yang dimaksud dengan asas keselarasan adalah bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan dapat seimbang dan sejalan dengan kepentingan masyarakat dan negara. D. Tinjauan Tentang Kepentingan Umum Kepentingan umum secara etimologis terdiri dari dua kata yaitu kepentingan dan umum. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata kepentingan berasal dari kata dasar penting yang berarti amat perlu, amat utama, sangat berharga, dan kata kepentingan mengandung arti keperluan, sesuatu yang penting. Sedangkan kata umum mempunyai arti keseluruhan, sekaliannya, untuk siapa saja, khalayak manusia, masyarakat luas. Walaupun secara etimologis pengertian tersebut diatas tersebut dapat

26 dipahami menurut ilmu bahasa tersebut tetapi belum dapat dijadikan sebagai pengertian yuridis dari kepentingan umum. Menurut Mertokusumo kepentingan umum menyangkut kepentingan bangsa dan negara, pelayanan umum dalam masyarakat luas, rakyat banyak dan atau pembangunan. Tidak jauh berbeda dengan pendapat Mertokusumo, John Salindeho mendefenisikan kepentingan umum sebagai kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat atas dasar asas-asas pembangunan nasional dengan mengindahkan ketahanan nasional serta wawasan nusantara. 22 Menurut Maria S.W. Soemardjono, konsep kepentingan umum selain harus memenuhi peruntukannya juga harus dapat dirasakan kemanfaatannya (socially profitable atau for public use, atau actual use by the public). Dan agar unsur kemanfaatan ini dapat dipenuhi, artinya dapat dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan dan/atau secara langsung, untuk penentuan suatu kegiatan seyogianya melalui penelitian terpadu. 23 Menurut Oloan Sitorus dan Dayat Limbong kepentingan umum Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepentingan umum dapat saja dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan yang luas. Namun demikian rumusan tersebut terlalu umum dan tidak ada batasannya. 24 22 John Salindeho, 1988, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, Hal. 40. 23 Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 69. 24 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, 2004, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, Hal. 6.

27 Pasal 18 UUPA menyatakan bahwa: Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undangundang. Dalam penjelasan Pasal 18 UUPA menjelaskan kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak menurut cara yang diatur undang-undang. Dimana kemudian Pasal 18 UUPA tersebut yang melatarbelakangi lahirnya UU 20/1961. Setelah berlakunya UU 2/2012, pengertian kepentingan umum tersebut lebih tegas sebagaimana ditegaskan lebih lanjut pada Pasal 1 angka (6) UU No.2/2012 jo. Perpres No.71/2012, yaitu kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, negara dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Lingkup kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum tertuang dalam pasal 10 UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang berbunyi: a. pertahanan dan keamanan nasional; b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api; c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya; d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal; e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi; f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik; g. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah; h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah; i. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah; j. fasilitas keselamatan umum;

28 k. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah; l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik; m. cagar alam dan cagar budaya; n. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa; o. penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa; p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah; q. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan r. pasar umum dan lapangan parkir umum. Lingkup kegiatan kepentingan umum yang terdapat dalam UU 2/2012 tersebut di atas cakupannya sangat luas dikarenakan semakin banyaknya kebutuhan pembangunan yang akan dilaksanakan pemerintah kedepannya, sebagai konsekuensinya adalah makin banyak juga tanah yang dibutuhkan untuk melaksanakan pembangunan tersebut. Sehingga sebagai pemilik tanah yang tanahnya menjadi objek lokasi pembangunan terkadang diperhadapkan kepada dilema yaitu apakah harus mengutamakan kepentingan individu disatu sisi sebagai pemilik tanah yang sah yang dilindungi hukum dan di sisi lain harus berkorban demi kepentingan umum. Alasan untuk digunakan bagi kepentingan umum itu acapkali adalah alasan pembenar yang dirasakan warga masyarakat sehingga menyerahkan tanahnya untuk digunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Oleh karena itu, kepentingan umum dapat dikatakan sebagai kepentingan umum bila peruntukan dan manfaatnya dirasakan benar-benar oleh masyarakat secara keseluruhan atau secara langsung, termasuk oleh pemilik tanah sebelumnya, dimana kemudian kegiatan pembangunannya

29 dilakukan dan dimiliki oleh pemerintah dan tidak digunakan untuk tujuan mencari keuntungan semata atau tidak bersifat komersil. E. Tinjauan Umum mengenai Ganti Rugi 1. Pengertian Ganti Rugi Menurut pasal 1 angka 10 UU No. 2 Tahun 2012 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Ganti Kerugian tersebut adalah Penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. 2. Pengertian Penilaian Ganti Rugi Adapun yang melakukan penilaian terhadap ganti kerugian tersebut dilakukan oleh penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 11 yang berbunyi; Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut Penilai, adalah orang perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan profesional yang telah mendapat izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai/harga objek pengadaan tanah. Selanjutnya dalam Pasal 32 ayat (1) dijelaskan bahwa Penilai yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) wajib bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah dilaksanakan. Adapun Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai menurut Pasal 33 UU No. 2 Tahun 2012 tersebut, dilakukan bidang per bidang tanah meliputi: a. tanah; b. ruang atas tanah dan bawah tanah; c. bangunan; d. tanaman; e. benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau

30 f. kerugian lain yang dapat dinilai. Menurut A.P. Parlindungan, dalam pemberian uang ganti rugi tersebut diperbedakan antara tanah yang sudah bersertifikat dengan tanah yang belum bersertifikat dan antara tanah adat dengan tanah garapan. 25 Schenk memberikan petunjuk 26 antara lain : 1. Kerugian yang langsung dan sebagai akibat dari pencabutan hak tersebut. 2. Juga kerugian bisa terjadi karena berkurangnya nilai dari yang dicabut hak tersebut karena berkurangnya dari yang tinggal karena tidak semua dicabut haknya. 3. Akibat pencabutan hak, maka orang yang dicabut haknya tersebut telah hilang penghasilannya, sehingga perlu untuk menggantikannya ataupun memindahkan perusahaan ataupun biaya-biaya untuk pindah ataupun biaya untuk membina kembali. 4. Akibat pencabutan hak tersebut, dia harus membayar lebih besar pajak yang harus dibayarnya karena pencabutan hak tersebut. Soetomo berpendapat dalam hal ganti kerugian yang harus dijamin ialah: nilai hak milik itu sepanjang hal ini sesuai dengan pengorbanan daripada orang yang memperolehnya. Jadi kalau nilai itu kita bayarkan kembali sudahlah cukup dan apabila dengan berpindahnya benda itu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Yang harus dicegah adalah pemberian ganti kerugian yang melampaui batas oleh karena adanya hubungan khusus yang tertentu dari pemilik terhadap benda yang akan dicabut haknya. Nilai-nilai dari ganti kerugian adalah obyektif dari benda-benda itu. 27 Penetapan ganti rugi yang diberikan harus memperhatikan status hak atas tanah yang bersangkutan. Jika statusnya Hak Milik, maka harus 25 A.P. Parlindungan, 1993, Pencabutan Dan Pembebasan Hak Atas Tanah Suatu Studi Perbandingan, Cetakan ke- 1, Bandung, Penerbit Mandar Maju, hal 31. 26 Ibid. 27 Soetomo, 1984, Pembebasan, Pencabutan, Permohonan Hak Atas Tanah, Usaha Nasional, Surabaya, hal. 56-57.

31 menjadi pertimbangan dan perkiraan yang akurat terhadap harga ganti ruginya. Artinya, harus lebih besar dari hak-hak atas tanah lainnya seperti HGB dan HGU. Ganti rugi tidak saja hanya kepada tanahnya, tetapi juga harus bangunan, pagar, tanam-tanaman, dan lain-lainnya. 28 3. Bentuk Ganti Kerugian Adapun bentuk ataupun jenis daripada ganti kerugian menurut Pasal 74 ayat (1) dapat berupa : (1) Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk: a. uang; b. tanah pengganti; c. permukiman kembali; d. kepemilikan saham; atau e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Bentuk ganti kerugian diberikan sesuai dengan nilai Ganti Kerugian yang nominalnya sama dengan nilai yang ditetapkan oleh Penilai yang sudah disepakati dalam musyawarah penetapan ganti kerugian. F. Tinjauan Tentang Musyawarah Secara etimologis, bahwa yang dimaksud dengan musyawarah berarti berunding dan berembuk, sedangkan menurut istilah musyawarah adalah perundingan bersama anatara dua orang atau lebih untuk mendapatkan keputusan yang terbaik. 28 Adrian Sutedi, Op.cit, hal. 64

32 Sedangkan menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pasal 34 ayat (3), Musyawarah diartikan sebagai penyampaian nilai ganti kerugian oleh pihak pertanahan dalam hal ini panitia pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian tim penilai kepada masyarakat. G. Tinjauan Tentang Penyelesaian Sengketa 1. Pengertian Sengketa Pengertian sengketa disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran, perbantahan, pertikaian, perselisihan pendapat dan perkara di pengadilan. 29 A. Mukti Arto memberikan pengertian sengketa, yaitu suatu sengketa itu timbul biasanya karena adanya permasalahan dalam masyarakat dan ada dua hal yang menimbulkan masalah yaitu adanya perbedaan antara das sollen dan das sein dan adanya perbedaan antara apa yang diinginkan dengan apa yang terjadi, keduanya merupakan masalah dan bila masalah itu disebabkan oleh pihak lain, maka masalah tersebut menimbulkan sengketa. Sengketa ini bila berada dalam ruang lingkup tatanan hukum, maka ia akan menjadi sengketa hukum dan sengketa hukum ini ada yang dibawa ke pengadilan dan ada yang tidak dibawa ke pengadilan. 30 29 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op.cit, hal. 1037. 30 Urip Santoso, 2016, Penyelesaian Sengketa Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Surabaya, Jurnal Ilmiah, Vol. XXI, No.3, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Hal. 192-193.

33 Eddy Pranjoto memberikan pengertian sengketa yaitu suatu sengketa akan terjadi manakala ada dua kepentingan yang saling berbenturan yang tidak dapat disatukan, hanya saja tidak semua sengketa itu harus diselesaikan melalui pengadilan. 31 Sengketa adalah perselisihan yang terjadi di antara para pihak yang berbeda kepentingan, yang penyelesaiannya dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan. Dalam Bahasa Ingrris terdapat istilah conflict dan dispute. Conflict diartikan konflik, sedangkan dispute diartikan sengketa. Sarjita menyatakan bahwa konflik merupakan situasi atau kondisi adanya pertentangan atau ketidaksesuaian antara para pihak yang akan dan sedang mengadakan hubungan atau kerjasama. Pada umumnya konflik akan terjadi dimana saja sepanjang terjadi interaksi atau hubungan antara sesama manusia, baik antara individu dengan individu atau kelompok dengan kelompok dalam melakukan sesuatu. Rachmadi Usman menyatakan bahwa baik kata conflict atau dispute, keduanya mengandung pengertian tentang adanya perbedaan kepentingan di antara kedua belah pihak atau lebih. Conflict diartikan konflik, sedangkan dispute diartikan sengketa. Suatu konflik tidak akan berkembang menjadi sengketa, apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan yang tidak puas atau keprihatinannya, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pihak-piha yang dianggap 31 Ibid

34 sebagai penyebab kerugian atau pihak lain. Dengan demikian, sengketa merupakan kelanjutan dari konflik, atau sebuah konflik akan berubah menjadi sengketa apabila tidak dapat diselesaikan. Dalam sengketa, pihak yang dirugikan oleh pihak lain sudah melakukan upaya untuk menyelesaikan masalahnya dengan jalan musyawarah, gugatan ke pengadilan, atau diselesaikan di luar pengadilan. Berdasarkan sifat sengketa, sengketa dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu: Pertama, Sengketa tata usaha negara. Sengketa timbul disebabkan oleh diterbitkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh badan/pejabat tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara diselesaikan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Kedua, Sengketa perdata. Sengketa timbul disebabkan oleh wanprestasi (ingkar janji) atau perbuatan melanggar hukum. Sengketa perdata diselesaikan melalu gugatan ke Pengadilan Negeri atau diselesaikan di luar pengadilan. 2. Penyelesaian Sengketa Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara oleh para pihak yang bersengketa, yaitu: Pertama, Penyelesaian sengketa di pengadilan dan sengketa di luar pengadilan. a. Penyelesaian Sengketa Di Pengadilan (Litigasi) Penyelesaian sengketa di pengadilan, yaitu salah satu pihak yang bersengketa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara apabila sifat sengketanya adalah sengketa tata usaha negara, atau mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri apabila

35 sifat sengketanya adalah sengketa perdata. Penyelesaian sengketa melalui gugatan ke pengadilan dikenal dengan sebutan litigasi. b. Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan (Non Litigasi) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu para pihak yang bersengketa bersepakat menyelesaikan sengketanya dengan jalan musyawarah untuk mencapai kesepakatan (mufakat). Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam bentuk negosiasi, konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. Negosiasi, konsiliasi, mediasi, dan arbitrase merupakan alternatif penyelesaian sengketa atau Alternative Dispute Resolusition, yaitu para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan sengketanya di luar pengadilan dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga. 3. Cara Penyelesaian Sengketa Dalam Pengadaan Tanah Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 a. Gugatan Ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada tahapan persiapan terdapat kegiatan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dalam bentuk surat keputusan yang diterbitkan oleh gubernur. Pada kegiatan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dapat ditolak oleh pihak yang berhak dalam bentuk keberatan. Pasal 23 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 menetapkan cara penyelesaian terhadap penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, yaitu: Pertama, Dalam hal setelah penetapan

36 lokasi pembangunan untuk kepentingan umum masih terdapat keberatan, pihak yang berhak terhadap penetapan lokasi lokasi dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya penetapan lokasi. Kedua, Pengadilan Tata Usaha Negara memutus diterima atau ditolaknya gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya gugatan. Ketiga, Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Keempat, Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Kelima, Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi dasar diteruskan atau tidaknya pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Sengketa yang diselesaikan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan sengketa yang bersifat tata usaha negara sebagai akibat diterbitkan Keputusan Tata Usaha Negara (selanjutnya disingkat KTUN). Keputusan Gubernur tentang penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum merupakan KTUN sehingga penyelesaiannya melalui gugatan ke Pengadilan Tata

37 Usaha Negara oleh pihak yang merasa dirugikan atas diterbitkan Keputusan Gubernur. Pengertian KTUN disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. b. Keberatan ke Pengadilan Negeri. Pada tahapan pelaksanaan kegiatan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum diadakan kegiatan musyawarah penetapan ganti kerugian. Musyawarah untuk menetapkan ganti kerugian dilakukan oleh Lembaga Pertanahan (BPN RI) dengan pihak yang berhak. Dalam musyawarah terdapat kegiatan saling mendengar, saling memberi, dan saling menerima pendapat, serta keinginan untuk mencapai kesepakatan mengenai sengketa ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Dalam musyawarah ini, Lembaga Pertanahan Nasional (BPN RI) dan pihak yang berhak dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum kedudukannya sejar atau sederajat, atau tidak ada yang berkedudukan lebih tinggi daripada pihak yang lain. Para pihak yang bersengketa mempunyai hak atau kebebasan untuk

38 menyampaikan pendapatnya, tidak boleh ada penekanan atau pemaksaan kehendak oleh satu pihak terhadap pihak yang lain. Hasil musyawarah antara Lembaga Pertanahan Nasional RI dan pihak yang berhak adalah mencapai kesepakatan (mufakat) atau tidak mencapai kesepakatan (mufakat). Musyawarah penetapan ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum diatur dalam Pasal 37 Undang- Undang No. 2 Tahun 2012, yaitu: Pertama, Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai Pertanahan disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34. Kedua, Hasil kesepakatan dalam musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak yang dimuat dalam berita acara kesepakatan. Kalau dalam musyawarah antara Lembaga Pertanahan (BPN RI) dan pihak yang berhak mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian mencapai kesepakatan, maka kesepakatan tersebut dimuat dalam berita acara kesepakatan. Apabila dalam musyawarah antara Lembaga Pertanahan (BPN RI) dan pihak yang berhak mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian tidak

39 mencapai kesepakatan, maka Pasal 38 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 mengatur penyelesaian sengketanya, yaitu: Pertama, Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1). Kedua, Pengadilan Negeri memutus bentuk dan/ atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Ketiga, Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Keempat, Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Kelima, Putusan Pengadilan Negeri/ Mahkamah Agung Republik Indonesia memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang mengajukan keberatan. Pihak yang berhak yang tidak mensepakati bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian yang ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan (BPN RI) sebagai PPT dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat. Undang-Undang No. 2 Tahun 2012

40 menetapkan bahwa hak yang dimiliki oleh pihak yang berhak yang tidak mensepakati bentuk dan/ atau besarnya ganti kerugian yang ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan (BPN RI) sebagai PPT adalah mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri bukan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri setempat. Pengadilan Negeri memutus keberatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian yang diajukan oleh pihak yang berhak. Atas putusan yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri tersebut, pihak yang berhak dapat menerima atau menolak putusan tersebut. Kalau pihak yang berhak menolak putusan Pengadilan Negeri, maka pihak yang berhak dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI. Mahkamah Agung RI memutus kasasi yang diajukan oleh pihak yang berhak. Putusan Mahkamah Agung RI merupakan putusan yang terakhir (final), sehingga tidak ada upaya Peninjauan Kembali (PK). Putusan Pengadilan Negeri atau Mahkamah Agung RI yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran ganti kerugian oleh instansi yang memerlukan tanah kepada pihak yang berhak. Penyelesaian sengketa mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum di Pengadilan Negeri merupakan sengketa keperdataan. Sengketa keperdataan dapat disebabkan oleh wanprestasi (ingkar janji) atau perbuatan melanggar hukum.

41 Penyelesaian sengketa mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum di Pengadilan Negeri disebabkan oleh perbuatan melanggar hukum bukan wanprestasi (ingkar janji) sebab antara Lembaga Pertanahan (BPN RI) sebagai PPT dan pihak yang berhak belum ada hubungan hukum. Oleh karena itu, sengketa mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum disebabkan oleh perbuatan melanggar hukum oleh Lembaga Pertanahan (BPN RI) sebagai PPT.