BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak terjadi dan sulit untuk dilakukan upaya pencegahan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. islam adalah realisasi dari tujuan utama ibadah dan perinciannya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan aturan terhadap suatu perkawinan.

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

BAB IV ANALISIS UNDANG-UNDANG NO. 7 TAHUN 1989 TERHADAP PENENTUAN PATOKAN ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA

PELAKSANAAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU POLIGAMI BERDASARKAN PASAL 279 KUHP DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI KLAS I B BUKITTINGGI Oleh : Nofil

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. poligami dalam bentuknya yang beragam telah ada dalam tahap-tahap awal dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam poligami diatur dalam Al-Qur an surah An-Nissa ayat 3

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

Nomor Putusan : 089/Pdt.G/2010/PA.GM Para pihak : Pemohon Vs Termohon Tahun : 2010 Tanggal diputus : 26 Mei 2010

RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

PERTIMBANGAN HAKIM TENTANG PERKARA IZIN POLIGAMI BAGI PNS TANPA IZIN ATASAN DI PENGADILAN AGAMA GORONTALO DALAM PERSPEKTIF YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

II. TINJAUAN PUSTAKA. UU Perkawinan dalam Pasal 1 berbunyi Perkawinan adalah ikatan lahir batin

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB IV. Analisis Terhadap Dalil Hukum Hakim dalam Penetapan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Nganjuk Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak:

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV ANALISIS DATA. penelitian kepustakaan seperti buku-buku, dokumen-dokumen, jurnal, dan lainlain

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA. Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

PEDOMAN PRAKTIS BERPERKARA

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB IV ANALISIS PENETAPAN PA SIDOARJO NOMOR. 94/PDT.P/2008/PA.SDA TENTANG PERUBAHAN NAMA SUAMI DALAM PERKAWINAN

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

PROSEDUR BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati ABSTRAK

BAB III POLIGAMI DAN PASAL 279 TENTANG KEJAHATAN ASAL- USUL PERNIKAHAN KITAB INDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

PEMBATALAN PERKAWINAN DAN PENCEGAHANNYA Oleh: Faisal 1

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB III PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KELAS IA CIMAHI NOMOR 4543/PDT.G/2016/PA.CMI TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI HUKUM TENTANG KEJAHATAN TERHDAP ASAL-USUL PERNIKHAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO: PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK

BAB IV WALI NIKAH PEREMPUAN HASIL PERNIKAHAN SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Undang-undang perkawinan di Indonesia, adalah segala

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

P U T U S A N Nomor : 022/Pdt.G/2012/PA.Dgl BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

BAB I PENDAHULUAN. Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. dalammenjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum,

P E N E T A P A N Nomor : 277/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pemalsuan di Indonesia menjadi salah satu bentuk kejahatan yang paling banyak terjadi dan sulit untuk dilakukan upaya pencegahan. Kejahatan Pemalsuan tersebut sangat beragam,seperti sumpah palsu, pemalsuan uang, pemalsuan merek dan materai, dan pemalsuan surat. 1 Selain itu dalam Perkawinan bisa terjadi pemalsuan identitas sebagai syarat untuk melangsungkan perkawinan. Identitas merupakan salah satu tanda bukti sama (atas diri) atau tanda pengenal diri. 2 Identtitas yang seharusnya menjadi salah satu tanda pengenal jati diri maupun status yang benar dari seseorang dipalsukan. Kejahatan pemalsuan Identitas mengandung sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya. Perbuatan pemalsuan Identitas merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap dua norma dasar. 1. Kebenaran (kepercayaan) yang pelanggaranya dapat tergolong dalam kelompok kejahatan penipuan. 2. Ketertiban masyarakat, yang pelanggaranya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap negara. 1 http://id.shvoong.com/law-and-politics/criminal-law/2241942-keberagaman pemalsuan/, diunduh pada tanggal 30 Juni 2015. 2 Kamus Ilmiah Populer,Khazana Media Ilmu, Surabaya, hal. 159 1

Dalam hal ini kejahatan pemalsuan Identitas yang dimaksudkan penulis adalah tentang kejahatan tindak pidana pemalsuan Identitas perkawinan berdasarkan pasal 279 KUHP dikaitkan dengan Undang-undang perkawinan. Mengingat peranan yang penting yang memiliki hidup bersama sangat penting demi tegak dan kesejahteraan masyarakat, maka negara membutuhkan tata tertib dan kaidah yang mengatur hidup bersama,dari pengertian ini lah perkawinan merupakan Hidup bersama dari seorang laki-laki dan perempuan yang memenuhi syarat syarat yang termasuk dalam peraturan tersebut. 3 Sedangkan dalam pasal 26 KUH perdata menyatakan bahwa Undang- Undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata 4. Dan Seperti diketahui untuk melangsungkan perkawinan harus memenuhi syaratsyarat yang telah ditentukan oleh ketentuan agama maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan memenuhi ketentuan tersebut, maka perkawinan yang dilangsungkan itu menjadi sah hukumnya, baik secara agama, maupun secara hukum positif. Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa bagi orang Islam yang perkawinannya dilakukan berdasarkan hukum agama dan kepercayaan adalah sah hukumnya.ketentuan di atas yang dimaksud dengan hukum agamanya dan kepercayaan itu termasuk pelaksanaan ketentuan perundang-undangan menurut agama dan kepercayaannya itu asal tidak bertentangan dengan undang-undang. Sah atau tidaknya suatu perkawinan semata-mata ditentukan oleh ketentuan agama dan kepercayaan mereka yang hendak melaksanakan perkawinan. Setiap 3 Soedarno Soimin, Hukum Orang dan Hukum Waris, ( Jakarta: Sinar Grafika, 1992), hal.3 4 Ali Afandi, HukumWaris, Hukum Keluarga,Hukum Pembuktian ( Jakarta: Bina Aksar,1983) hal.98 2

perkawinan yang dilakukan bertentangan dengan ketentuan agama dengan sendirinya menurut hukum perkawinan belum sah dan tidak mempunyai akibat hukum sebagai ikatan perkawinan. Sedangkan dalam undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sudah menegaskan sahnya suatu perkawinan apabila dilakukan berdasarkan agamanya masing-masing. 5 Dan perkawinan harus dicatatkan pencatatan sipil bagi beragama kristen. Sedangkan untuk agama islam dicatatkan Kantor Urusan Agama (KUA) begitu juga dengan Agama lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku Dalam hukum perkawinan Islam diisyaratkan hikmah daridiciptakannya manusia sebagai khalifah untuk membangun alam semesta dan menumbuhkan kebaikan didalamnya. Sebagaimana telah menjadi perilaku manusiauntuk cenderung mengadakan hubungan dengan manusia lain, perkawinandiisyaratkan di dalamnya terdapat kekuatan yang mampu menundukanpandangan, menjaga kemaluan dan menjauhkan manusia dari perbuatan tercela. Dalam ajaran Islam beristeri lebih dari satu itu diperbolehkan berdasarkan Al-Qur an surat An-Nisa ayat 3 yang artinya Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap(hakhak) perempuan yatim (Bilamana kamu mengawininya), maka kawinlah wanitawanita (lain) yang kamu senangi dua,tiga, atau empat.kemudian jika kamu takut tidak berlaku Adil maka (Kawinlah) sesorang saja,atau budak-budak yang kamu miliki.yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. 6, tetapi dengan syarat harus bisa berlaku adil denganmenyebutkan adanya izin dari isteri. Oleh karena itu hukum yang digunakan diindonesia ini adalah hukum positif dan bukan hanya hukum Islam saja, maka jika seseorang hendak berpoligami selain 5 Ibid 6 Terjemahan Alquran Surah An-Nisa ayat 3 3

harus bisa berlaku adil juga harus memilik iizin dari isteri dan kemudian permohonan poligami itu diajukan ke PengadilanAgama untuk segera diproses agar permohonan tersebut disetujui atau ditolak. Menjadi hal yang diakui bersama bahwa Rumahtangga yang ideal itu adalah cukup dengan seorang isteri. Hal tersebut sesuai dengan undang-undang nomor 1 atahun 1974 tentang Perkawinan yang menganut asas Monogami. 7 Namun pada kenyataan yang terjadi, banyak suami yang merasa tidak cukup dengan hanya memiliki satu orang isteri saja, apakah dengan landasan untuk mengikuti hawa nafsunya atau dengan niat beribadah untuk menolong kaum wanita (janda) dari a ib kesendirian atau disebabkan oleh faktor-faktor lain yang sipat membuat seseorang itu melakukan poligami. Syarat perkawinan terdiri dari syarat yang ditentukan secara syar i (syariat Islam) dan syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Syarat syar i diantaranya ditentukan dalam kitab Alquran seperti yang menentukan larangan dilakukannya perkawinan karena adanya hubungan darah, hubungan semenda, hubungan susuan, dan larangan poliandri. Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam memberikan aturan tambahan mengenai syarat sah perkawinan, yaitu berkaitan dengan persetujuan calon mempelai, batasan, usia minimal, dan tidak adanya halangan pernikahan antara kedua calon mempelai. Ketiganya dipandang memiliki pengaruh terhadap tercapainya tujuan pernikahan.selain itu dalam surat an-nisa dinyatakan bahwa seorang pria muslim diperbolehkan beristeri lebih dari seorang asal memenuhi syarat-syarat tertentu. Kemudian hal itu diperkuat lagi dalam Pasal 3 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974 tentang Perkawinan menyatakan 7 Ibid 4

bahwa pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Hal perkawinan lebih dari satu orang juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam yang diatur dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 59. Berdasarkan hal tersebut, pada dasarnya perkawinan lebih dari satu orang diperbolehkan karena telah diatur dalam undang-undang. Dengan alasan bahwa isteri tersebut tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, isteri mendapat cacat badan dan tidak dapat melahirkan. 8 Dalam perspektif kemasyarakatan, prinsip poligami masih bersifat kontroversial walaupun dari segi legalitas masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Sesungguhnya pengetahuan secara Islam perkawinan Poligami itu halal dan memiliki dalil yang kuat baik dari Al-Qur an maupun Hadits. Perkawinan poligami dipandang sebagai bahan pergunjingan dan hujatan akibatnya banyak laki-laki yang melakukan poligami secara sembunyi-sembunyi dalam arti tidak disebarluaskan, padahal perkawinan poligami adalah diperbolehkan, akan tetapi pelakunya dianggap seakan-akan seperti penjahat. Sebaliknya orang yang melakukan perzinahan dianggap melakukan hal yang wajar-wajar saja. Jika berpedoman pada Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, makan suami yang akan melakukan perkawinannya yang kedua, wajib memiliki surat izin yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama. Adapun pihak pengadilan hanya akan mengeluarkan izin tersebut jika seluruh syarat-syarat yangditetapkan oleh Undnag-Undang Perkawinan telah terpenuhi. Termasuk diantaranya wajib memberikan izin untuk menikah lagi dari isteri pertamanya, jika tidak maka hal, 49 8 Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 1976), 5

perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Dalam prakteknya, permasalahan yang muncul di Kantor Urusan Agama (KUA) adalah masalah mengenai ketidak akuratan data Identitas calon mempelai. Dengan adanya pemalsuan Identitas akan menyebabkan timbulnya kerugian bagi masing-masing pihak baik dari pihak keluarga calon pengantin maupun bagi lembaga pemerintahan itu sendiri. Maka akan ada kesan dengan adanya pemalsuan data Identitas ini terjadi karena tidak berfungsinya pengawasan baik dari pihak keluarga atau pejabat berwenang sehingga perkawinan itu bisa terlaksana.seharusnya keaktifan semua pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) senantiasa dilakukan dalam upaya penyelidikan kebenaran mengenai data-data calon mempelai dan wali baik mengenai kebenaran nama, usia, jenis kelamin dan status sehingga apa yang nantinya dituliskan dalam sebuah Akta Nikah maupun berkas-berkas perkawinan adalah benar adanya dan dapat dipertanggung jawabkan. Secara struktural Kantor Urusan Agama (KUA) hanya sebagai unit terkecil dari Departemen Kementerian Agama. Walaupun demikian dalam kinerjanya Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan lembaga yang berinteraksi langsung dengan masyarakat, sehingga dalam melaksanakan tugas-tuganya Kantor Urusan Agama (KUA) harus berusaha semaksimal mungkin dan berupaya untuk terus mengembangkan dan menerapkan sistem pertanggungjawaban yang tepat dan akurat, sehingga tugas-tugas yang dibebankan kepada Kantor Urusan Agama (KUA) itu dapat berjalan secara baik dan benar. Hal di atas dimaksudkan agar dalam pelaksanaannya Administrasi pernikahan khususnya mengenai pencatatan harus dilaksanakan seteliti dansecermat mungkin, sehingga penyimpangan-penyimpangan dalam Administrasi Perkawinan seperti pemalsuan Identitas baik mengenai status 6

maupun data dari calon mempelai tidak terjadi.banyak laki-laki beristeri di Indonesia yang status perkawinannya dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) masih menyatakan dirinya sebagai bujang. Kartu Tanda Penduduk inilah yang menjadi senjata ampuh mereka untuk menikah lagitanpa sepengetahuan isterinya. Perilaku mereka tersebut dapat dikatakan melanggar hukum dengan pemalsuan Identitas. Hal itu bisa dilihat dari data Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), modus pelaku poligami cukup beragam, namun hampir seluruhnya tidak mengindahkan peraturan yang ada Hal ini menandakan bahwa maraknya pemalsuan Identitas perkawinan di Indonesia ini dengan munculnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang berusaha untuk berpoligami tapi tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan Undang-Undang, bahkan ada yang berusaha melaksanakan perkawinan poligaminya walaupun tanpa izin dari Pengadilan Mahkamah Syariah. 9 Pada dasarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sangat tegas menyatakan bahwa bagi mereka yang ingin melakukan poligami harus memenuhi syarat-syarat untuk berpoligami sesuai aturan hukum yang berlaku. 10 Namun, mereka tetap masih bisa melangsungkan perkawinan dengan syarat harus meminta izin dahulu ke Pengadilan Agama. Selain mengatur tentang syarat-syarat untuk berpoligami Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga mengatur tentang pencatatan perkawinan, yang mana pencatat perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat dan melindungi martabat perkawinan, khususnya bagi perempuan dalam kehidupan 9 http://hukumonline.com/berita/baca/hol15941/menguak-sisi-gelap-poligami, diakses pada tanggal 30 Juni 2015 pukul 20.34 Wib 10 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 7

rumah tangga. Serta pencatatan tersebut bertujuan untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan dalam administrasi perkawinan, seperti pemalsuan Identitas data baik mengenai status maupun data Identitas diri calon mempelai. Penyimpangan tersebut dilakukan karena kurangnya pengetahuan calon mempelai mengenai hukum terlebih Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau mereka menginginkan jalan pintas saja, sehingga pria yang ingin melangsungkan perkawinan poligaminya mereka bukan meminta izin ke Pengadilan Agama tapi mereka melakukan pemalsuan status mereka, baik yang dilakukan oleh mereka sendiri maupun oleh pihak-pihak yang terkait. Apabila kita lihat dari hal tersebut di atas, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana yang memang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Akan tetapi, hanya mengatur sanksi bagi Pegawai Pencatat Nikah yang melanggar ketentuan pasal 6, 7, 8, 9, 10 ayat (1), 11, 13, 44 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974 tentang Perkawinan, sedangkan para pihak yang lain selain Pegawai Pencatat Nikah tidak terdapat sanksi pidananya. Salah satu kasus yang menjadi bahan penelitian penulis tertarik yaitu tentang Putusan Nomor : 165/Pid.B/2014/PN.BJ. tentang pemalsuan Identitas surat keterangan Nikah (N1), surat keterangan Identitas (N2), Surat izin Mempelai (N3) dan surat keterangan Orangtua (N4) yang dilakukan tersangka untuk melegalkan perkawinannya dengan seorang perempuan yang bernama Melati. Sebelumnya terdakwa yang bernama Suheri telah mempunyai Istri yang Syah baik secara agama maupun secara Negara. Beberapa bulan mereka menjalani 8

Hubungan keluarga yang harmonis, tetapi setelah menjalani beberapa tahun terjadi pertengkaran yang disebabkan oleh beberapa faktor. Sehingga terdakwa Suheri pergi meninggalkan rumah dan pergi ke Medan. Perkawinan suheri dengan Melati yang merupakan penghalang baginya sesuai dengan pasal 279 KUHP tersebut dilakukan di rumah pak Ustad dan disaksikan oleh pihak keluarga Melati. Kemudian perkawinan tersebut didaftarkan di kantor urusan Agama (KUA) Medan Sunggal sehingga pendaftaran tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Sebelumnya terdakwa Suheri berhasil memalsukan surat Nikah N1, N2, N4 yang dikeluarkan oleh Lurah Serampung kecamatan Penyalai. Seharus nya surat Nikah N1, N2,N3 dan N4 tersebut dikeluarkan oleh lurah Jati Utomo atau Binjai Utara sesuai dengan domisil terdakwa, hal tersebut bagi terdakwa tidak mungkin bisa dikeluarkan oleh lurah Binjai Utara berhubung terdakwa masih ada ikatan perkawinan dengan istri pertamanya yang bernama Ira Mariana Apabila melihat perkawinan Terdakwa Suheri dengan Melati yang dilakukan dirumah pak ustad dan disaksikan oleh pihak keluarga dan di daftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA) jelas bertentangan dengan norma hukum sesuai dengan Pasal 279 KUHP menyatakan bahwa barangsiapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinanperkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu, atau barangsiapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun. 9

Setiap orang yang melakukan perkawinan poligami tanpa melalui prosedur yang telah ditetapkan oleh undang-undang dapat dituntut menurut Pasal 279 KUHP. Meskipun demikian perkawinan poligami tidak sesuai Pasal 279 dengan aturan undang-undang atau disebut juga poligami liar yang terjadi di tengahtengah kehidupan masyarakat yang tidak tersentuh oleh hukum namun ada juga tindak pidana perkawinan itu dituntut berdasarkan Pasal 279 KUHP tersebut. Ketika perkawinan menjadi tindak pidana, maka ada beberapa orang yang menjadi pelaku perbuatan tersebut, yaitu suami (laki-laki) dan istri (perempuan). Berdasarkan Pasal 279 KUHP hukuman itu dijatuhkan kepada kedua pelaku tersebut, namun pada pelaksanaannya banyak kasus tindak pidana perkawinan (poligami liar) yang pidananya hanya dijatuhkan kepada pelaku laki-laki saja (suami), sedangkan perempuan (istri kedua) tidak semua perempuan yang melakukan tindak pidana didakwa melakukan perbuatan yang sama. Berdasarkan uraian di atas, penulis menganggap bahwa permasalahan tersebut cukup menarik untuk dikaji dan diteliti, Maka hal inilah yang menjadi dasar penulis untuk membuat skripsi yang berjudul KAJIAN HUKUM TINDAK PIDANA PEMALSUAN IDENTITAS PERKAWINAN BERDASARKAN PASAL 279 KUHP DI KAITKAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN ( Studi Kasus Putusan Nomor : 165/Pid.B/2014/PN.BJ). 10

1.2. Identifikasi Masalah Dari uraian latar belakang diatas, maka masalah dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Faktor penyebab terjadinya Pemalsuan Identitas Perkawinan berdasarkan pasal 279 KUHP dikaitkan Undang-undang Perkawinan dalam studi kasus Putusan Nomor 165/Pid.B/PN.BJ. 2. Upaya pencegahan tindak Pidana pemalsuan Identitas perkawinan berdasarkan pasal 279 KUHP dikaitkan Undang-undang Perkawinan dalam studi kasus Putusan Nomor 165/Pid.B/PN.BJ. 1.3. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah merupakan tahapan yang sangat menentukan dalam penelitian Kualitatif walaupun sipatnya luas dapat ditarik kesimpulan yang penting. Untuk membatasi Ruang Lingkup permasalahan agar kegiatan penelitian terarah dan tidak meluas maka penulis membatasi permasalahan dengan Mencari dan menganalisis penyebab dan upaya pencegahan dalam Kajian Hukum Tindak Pidana Pemalsuan Identitas Perkawinan Berdasarkan Pasal 279 KUHP dikaitkan Undang-undang Perkawinan. 11

1.4. Perumusan Masalah Permasalahan merupakan Jantung dari pokok bahasan yang harus dipecahkan dengan mencari solusi dengan menganalisis secara mendalam. Adapun yang menjadi permasalahan Penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya Tindak Pidana Pemalsuan Identitas Perkawinan berdasarkan pasal 279 KUHP berdasarkan Putusan Nomor 165/pid.B/PN/BJ. 2. Bagaimana upaya pencegahan Tindak Pidana Pemalsuan Identitas Perkawinan berdasarkan pasal 279 KUHP berdasarkan Putusan Nomor 165/pid.B/2013/PN.BJ. 1.5. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.5.1. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya Tindak Pidana Pemalsuan Identitas Perkawinan berdasarkan pasal 279 KUHP dikaitkan Undang-undang Perkawinan berdasarkan Putusan Nomor 165/pid.B/2013/PN.BJ. 2. Untuk mengetahui Bagaimana upaya Bentuk pencegahan Tindak Pidana Pemalsuan Identitas Perkawinan berdasarkan pasal 279 KUHP berdasarkan Putusan Nomor 165/pid.B/2013/PN.BJ. 12

1.5.2. Manfaat Penelitian Adapun yang diharapkan penulis dari Penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Peneliti Sebagai studi perbandingan antara pengetahuan teoritis yang diperoleh diperkuliahan dengan kondisi fakta yang terjadi dilapangan, khususnya tentang judul yang diajukan oleh penulis. 2. Bagi Universitas Medan Area Sebagai bahan literatur perpustakaan dibidang penelitian terhadap Kajian Hukum Tindak Pidana Pemalsuan Identitas Perkawinan Berdasarkan Pasal 279 KUHP Di Kaitkan Undang-Undang Perkawinan. 3. Bagi Pihak Lain a. Sebagai bahan masukan atau sumbangan pemikiran untuk menambah wawasan khazanah ilmu pengetahuan khususnya masalah Tindak Pidana Pemalsuan Identitas Perkawinan Berdasarkan Pasal 279 KUHP Di Kaitkan Undang-Undang Perkawinan. b. Untuk dapat dijadikan sebagai Referensi sumber Informasi bagi pihakpihak yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. 13