BAB I PENDAHULUAN. di bidang ekonomi ini membutuhkan adanya sarana dan prasarana yang baik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

B A B 1 P E N D A H U L U A N. bernama Pelabuhan Panjang yang merupakan salah satu Pelabuhan Laut kelas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2006), hampir 83% pergerakan barang di Indonesia terjadi di pulau Jawa, 10% di

PENGARUH KENDARAAN ANGKUTAN BARANG MUATAN LEBIH (OVER LOAD) PADA PERKERASAN DAN UMUR JALAN

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia serta perubahan zaman dengan dilihat dari arus globalisasi di

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATASAN ANGKUTAN BARANG PADA RUAS JALAN PROVINSI RUAS JALAN SAKETI-MALINGPING-SIMPANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROPINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan negara. Hal ini tercermin semakin meningkatnya kebutuhan

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : 11 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN. dengan pulau yang lain. Kondisi dan keadaan seperti itulah yang mengakibatkan jasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN ANGKUTAN BARANG PADA JEMBATAN TIMBANG

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG KELAS JALAN DAN PENGAMANAN PERLENGKAPAN JALAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA

BAB I PENDAHULUAN. utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

4. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN. oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun melewati jurang,

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala

Dinas Perhubungan Kabupaten Buleleng mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan otonomi daerah di bidang perhubungan.

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat, sehingga mempengaruhi aktifitas sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya. dapat dipastikan proses perdagangan akan terhambat.

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

BAB I PENDAHULUAN. transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem

SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 08 TAHUN?? 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 5 TAHUN 1981 (5/1981)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

Foto 5. public adress Foto 7. public adress

I. PENDAHULUAN. Menurut C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil (1995:104):

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 T E N T A N G PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO

BAB VII LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstuktur dan berjenjang yang terdiri atas

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

BAB 1. Latar Belakang Permasalahan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR : 5 TAHUN 2007 T E N T A N G PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

: PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 6 TAHUN 1981 TENTANG PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DIATAS AIR

EFISIENSI PEMELIHARAAN JALAN AKIBAT MUATAN BERLEBIH DENGAN SISTEM TRANSPORTASI BARANG MULTIMODA/INTERMODA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG TERTIB PEMANFAATAN JALAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINCIAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang : Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT,

BUTIR-BUTIR PENGARAHAN DIRJEN PERHUBUNGAN DARAT RAPAT KOORDINASI TEKNIS (RAKORNIS) PERHUBUNGAN DARAT YOGYAKARTA, 6 8 NOVEMBER 2012

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN,

L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2006 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. sektor terutama sektor transportasi. Luasnya wilayah jasa pelayanan angkutan darat

DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 123

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1991 TENTANG TERMINAL KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang banyak melakukan kegiatankegiatan dalam pembangunan khususnya kegiatan di bidang ekonomi. Pergerakan di bidang ekonomi ini membutuhkan adanya sarana dan prasarana yang baik untuk menunjang perkembangan, khususnya sarana dan prasarana transportasi. Ini dikarenakan pergerakan ekonomi tersebut tidak hanya berkutat pada satu wilayah tertentu saja tetapi juga menjangkau, melibatkan dan berhubungan dengan wilayah lainnya. Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan dan udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia. 1 1 Abdulkadir Muhammad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 7.

2 Namun, seperti yang kita ketahui bersama bahwa kondisi jalan yang ada di Indonesia sebagian besar sudah mengalami kerusakan. Baik karena faktor alam maupun faktor manusia. Faktor alam seperti cuaca dan kondisi tanah yang tidak mendukung. Sedangkan untuk faktor manusia antara lain kesalahan desain geometrik jalan, kecurangan pada saat pembuatan jalan seperti Korupai, Koluai dan Nepotisme, sampai dengan perilaku pengguna jalan dan aparat yang bertanggung jawab untuk masalah tersebut. Dan karena kerusakan pada jalan tersebut pastinya dapat memicu terjadinya kecelakaan. Peran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah. 2 Dalam aktifitas angkutan barang, terdapat peraturan yang mengatur mengenai beban muatan dengan mempertimbangkan kemampuan layanan jalan dan disesuaikan dengan kelas jalan yang ada. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengawasan Angkutan Barang Pemerintah Provinsi Lampung, dalam aturan itu ditetapkan setiap kendaraan yang melebihi toleransi sebesar 5-15% dari Jenis Berat Diizinkan dikenakan denda. 2 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

3 Selama ini, pungutan daerah yang berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan tertanggal 1 Januari 2010 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diganti menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Diberlakukannya Undang-Undang ini memberikan peluang bagi daerah untuk mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya. Tetapi, permasalahan yang dihadapi oleh daerah pada umumnya dalam kaitan penggalian sumber retribusi daerah dari uang denda kelebihan tonase adalah belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan. Banyaknya kendaraan berat yang membawa muatan melebihi izin saat melewati suatu jalan tertentu sudah menjadi suatu hal yang lazim akhir-akhir ini. Surat Edaran Gubernur Lampung tentang Pembatasan Ukuran Bak Truk Angkutan Barang dan Pertambangan belum efektif diberlakukan. Bahkan hampir setiap hari truk angkutan batubara dengan kapasitas 40 ton berlalu-lalang dijalan raya wilayah Provinsi Lampung. Padahal Surat Edaran Gubernur mengamanatkan kapasitas angkut bak truk tidak boleh lebih dari 10 ton. Berkenaan dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 10 Tahun 2009 tentang Jembatan Timbang dan Terminal, tidak efektif jika kelebihan muatan (tonase) hanya dikenai denda. Bukan hanya jalan dan gorong-gorong yang rusak akibat muatan truk berlebih. Tapi jembatan pun dapat mudah rusak. Setiap tahun,

4 pemerintah pusat dan daerah mengucurkan dana ratusan miliar rupiah untuk perbaikan dan pembangunan infrastruktur jalan di Lampung. Di Lampung Selatan, pengguna jalan dan seluruh warga masyarakat yang berada di sepanjang jalan lintas timur Kecamatan Sragi dan Ketapang, Lampung Selatan, juga mengeluhkan kondisi jalan yang rusak parah. Akses jalan nasional yang menghubungkan Sumatera Selatan-Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, itu rusak cukup parah. Untuk wilayah Kabupaten Lampung Selatan saja, kerusakan terjadi di sekitar Desa Ketapang, Desa Legundi, Desa Ruguk, dan sebagian Desa Berundung-seluruhnya masuk Kecamatan Ketapang. Sementara itu, di Kecamatan Sragi, kerusakan cukup parah terjadi di Desa Bandar Agung. Lampung memiliki jalan lintas Jawa-Sumatera dengan rata-rata konstruksi jalan dibuat dengan muatan sumbu terberat (MST) 8,12 ton. Namun, fakta di lapangan kendaraan bermuatan mencapai 20 ton bebas lalu lalang di Lampung. Akibatnya, jalan darat rusak lebih cepat dibandingkan usia efektifnya. Seharusnya jembatan timbang difungsikan. Dengan begitu, kendaraan yang overload harus mengurangi muatannya atau dikenakan sanksi. Tapi, yang ada sekarang jembatan timbang justru menjadi ladang pungli baru. Kendaraan dengan muatan berlebih tetap bisa bebas lalu lalang karena sudah memberikan sejumlah uang. Guna mencegah kian parahnya kerusakan jalan, sejumlah daerah mengoptimalkan jembatan timbang sebagai alat kontrol tonase kendaraan. Kelebihan tonase

5 kendaraan merupakan pemicu rusaknya fisik jalan raya, di samping faktor labilitas medan. 3 1.2 Pembatasan Masalah Penulis membatasi permasalahan hanya pada pemberlakuan Undang-Undang dan Peraturan Daerah yang berlaku di jembatan timbang mengenai kedudukan dan kontribusi uang denda kelebihan tonase terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Lampung Selatan. 1.3 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1.3.1 Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan hukum tentang Kedudukan dan Kontribusi Uang Denda Kelebihan Tonase pada Jembatan Timbang di Kabupaten terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Selatan di Provinsi Lampung? 2. Bagaimana pelaksanaan dan pengawasan pemungutan Uang Denda Kelebihan Tonase pada Jembatan Timbang di Kabupaten Lampung Selatan? 1.3.2 Ruang Lingkup Penelitian Lokasi penelitian yang dilakukan adalah Dinas Provinsi Lampung dan Jembatan Timbang Way Urang, Kalianda, Lampung Selatan. 3 http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/03/11/04492054/galakkan.jembatan.timbang oleh Harian Kompas Kompas TV, pada hari Rabu tanggal 17 Desember 2014.

6 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui kedudukan undang-undang yang berlaku dalam bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan mengetahui kontribusi uang denda pada pendapatan asli daerah Kabupaten Lampung Selatan di Provinsi Lampung. 2. Mengetahui keadaan yang terjadi di lapangan bahwa undang-undang yang berlaku berjalan sesuai dengan fungsinya atau tidak dan sejauh mana pengaruh dari pengoperasian jembatan timbang terhadap kondisi jalan akibat adanya perbedaan peraturan mengenai kelebihan muatan yang telah ditetapkan dengan pelaksanaan di lapangan. 3. Mengetahui faktor penghambat pada Pemerintah Provinsi Lampung, Perusahan Angkutan atau dari Supir Truknya itu sendiri dalam pemungutan uang denda kelebihan tonase tersebut di Jembatan Timbang Kabupaten Lampung Selatan. 1.4.2 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Mendapat gambaran secara kuantitatif akibat adanya kelebihan muatan baik secara riil di lapangan, maupun secara teoritis atas pemberlakuan Undang-Undang dan Peraturan Daerah yang berlaku di jembatan timbang mengenai kedudukan dan kontribusi uang denda kelebihan tonase dan toleransi kelebihan muatan terhadap kondisi jalan khususnya terhadap umur layanan jalan.

7 2. Manfaat Praktis Mengetahui kegunaan dari adanya Peraturan dan Undang-Undang yang diberlakukan oleh pemerintah terhadap kedudukan dan kontribusi uang denda kelebihan tonase dan toleransi kelebihan muatan terhadap kondisi jalan khususnya terhadap umur layanan jalan.