TRANSFUSI DARAH (Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 Tanggal 19 April 1980) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1980 TENTANG TRANSFUSI DARAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1981 TENTANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1977 TENTANG

PENOLAKAN, PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN, DAN PENGOBATAN PENYAKIT HEWAN Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1977 tanggal 16 Maret 1977

UNDANG-UNDANG. Nomor: 7 TAHUN Tentang: WAJIB LAPOR KETENAGA KERJAAN DI PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1977

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1986 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENGGUNAAN TANAH SERTA RUANG UDARA DI SEKITAR BANDAR UDARA

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495]

BAB XX KETENTUAN PIDANA

Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1975 Tentang : Izin Pemakaian Zat Radioaktip Dan Atau Sumber Radiasi Lainnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor: 07 TAHUN Tentang WAJIB LAPOR KETENAGA KERJAAN DI PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1980 TENTANG TINDAK PIDANA SUAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1973

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1981 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) INDONESIA FARMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah

Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975 Tentang : Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

KETENTUAN PENANAMAN PAPAVER, KOKA, DAN GANJA (Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1980 Tanggal 9 Januari 1980) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA KEDIRI NOMOR 31 TAHUN 2009 TE N TAN G

UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.13 TAHUN 1992 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

BUPATI GRESIK PERATURAN BUPATI GRESIK NOMOR 10 TAHUN 2014

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2009 T E N T A N G

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1975 TENTANG KESELAMATAN KERJA TERHADAP RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1983 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PELABUHAN II PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG TONASE DAN PORTAL

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA)

NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN VETERAN KEPADA VETERAN REPUBLIK INDONESIA. Pasal 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 9 SERI E

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pencarian dan Pertolongan adalah segala usaha dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1975 TENTANG IZIN PEMAKAIAN ZAT RADIOAKTIF DAN ATAU SUMBER RADIASI LAINNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1951 TENTANG MENGATUR TENAGA DOKTER PARTIKULIR DALAM KEADAAN GENTING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 20 TAHUN 1981 (20/1981) TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) INDONESIA FARMA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1980 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1965 TENTANG APOTIK

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH

USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENDERITA CACAT (Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1980 Tanggal 29 Oktober 1980) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010

PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1960 TENTANG KEGIATAN-KEGIATAN POLITIK SELAMA DALAM KEADAAN BAHAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1981 TENTANG PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN NEGARA GARAM MENJADI PERUSAHAAN UMUM (PERUM)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1984 TENTANG POS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang : Benda Cagar Budaya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 1 TAHUN 1991 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1981 TENTANG PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN NEGARA GARAM MENJADI PERUSAHAAN UMUM (PERUM)

NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG PENGAIRAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1978 TENTANG PERUSAHAAN UMUM POS DAN GIRO. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1980 TENTANG KETENTUAN PENANAMAN PAPAVER, KOKA, DAN GANJA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

b. bahwa untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1977 TENTANG ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1960 TENTANG PENGHENTIAN SEMENTARA SEGALA KEGIATAN-KEGIATAN POLITIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2003 T E N T ANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DI KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1985 TENT ANG KEWENANGAN PENYIDIK TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU LINTAS KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI JAWA TENGAH

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang : Pengangkutan Zat Radioaktip

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR

NOMOR 15 TAHUN 1985 TENTANG KETENAGALISTRIKAN

Pasal 1. Maksud dan tujuan undang-undang ini ialah untuk menetapkan ketentuan-ketentuan dasar mengenai Tenaga Kesehatan. BAB II Ketentuan umum.

UU 4/1990, SERAH-SIMPAN KARYA CETAK DAN KARYA REKAM. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:4 TAHUN 1990 (4/1990) Tanggal:9 AGUSTUS 1990 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1974 TENTANG PERUSAHAAN UMUM ANGKASA PURA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1977 TENTANG ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

TRANSFUSI DARAH (Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 Tanggal 19 April 1980) Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa usaha transfusi darah adalah merupakan bagian dari tugas Pemerintah di bidang pelayanan kesehatan rakyat dan merupakan suatu bentuk pertolongan yang sangat berharga kepada umat manusia; b. bahwa berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran, satu-satunya sumber darah yang paling aman untuk keperluan transfusi darah adalah darah manusia; c. bahwa pada waktu ini banyak diselenggarakan usaha transfusi darah dengan pola yang bermacam-macam, yang dapat membahayakan kesehatan baik terhadap para penyumbang maupun pemakai darah; d. bahwa oleh karena itu perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Transfusi Darah; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2068); 3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2576); 4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Farmasi (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2580); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TRANSFUSI DARAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : a. Transfusi Darah adalah tindakan medis memberikan darah kepada seorang penderita, yang darahnya telah tersedia dalam botol atau kantong plastik;

b. Usaha transfusi darah adalah segala tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk memungkinkan penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan yang mencakup masalah-masalah pengadaan, pengolahan, dan penyampaian darah kepada orang sakit; c. Darah adalah darah manusia atau bagian-bagiannya yang diambil dan diolah secara khusus untuk tujuan pengobatan dan pemulihan kesehatan; d. Penyumbang darah adalah semua orang yang memberikan darah untuk maksud dan tujuan transfusi darah; e. Menteri adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia. BAB II PENGADAAN DARAH Pasal 2 Pengadaan darah dilakukan secara sukarela tanpa pemberian penggantian berupa apapun. BAB III PERBUATAN YANG DILARANG Pasal 3 Dilarang memperjual belikan darah dengan dalih apapun. Pasal 4 Dilarang mengirim dan menerima darah dalam semua bentuk ke dan dari luar negeri. Pasal 5 Larangan tersebut dalam Pasal 4 tidak berlaku untuk : 1. Keperluan penelitian ilmiah dan atau dalam rangka kerjasama antara Perhimpunan Palang Merah Indonesia dengan Perhimpunan Palang Merah lain atau badan-badan lain yang tidak bersifat komersial dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri. 2. Keperluan lain berdasarkan kebijaksanaan Menteri. BAB IV PENGELOLAAN DAN BIAYA Pasal 6 (1) Pengelolaan dan pelaksanaan usaha transfusi darah ditugaskan kepada Palang Merah Indonesia, atau Instansi lain yang ditetapkan oleh Menteri.

(2) Penyelenggaraan usaha transfusi darah harus disesuaikan dengan kebutuhannya dalam menunjang pelayanan kesehatan. Pasal 7 (1) Cara pengolahan darah harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Dalam pengolahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk plasma pheresis dan pembuatan fraksi-fraksi plasma. Pasal 8 (1) Pengolahan darah harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang menurut ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Tanggungjawab pengolahan darah yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus di bawah pengawasan dokter. Pasal 9 (1) Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) menjadi tanggungjawab Palang Merah Indonesia. (2) Pemerintah dapat memberikan subsidi, yang pelaksanaannya diatur oleh Menteri. Pasal 10 Biaya pengolahan dan pemberian darah kepada si penderita ditetapkan dengan keputusan Menteri atas usul Palang Merah Indonesia dengan memperhitungkan biaya-biaya untuk pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan pengangkutan tanpa memperhitungkan laba. BAB V BIMBINGAN DAN PENGAWASAN Pasal 11 Bimbingan dan pengawasan penyelenggaraan usaha transfusi darah ditetapkan oleh Menteri. Pasal 12 Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pengurus Besar Palang Merah Indonesia bertanggungjawab kepada Menteri. BAB VI TANDA PENGHARGAAN

Pasal 13 (1) Palang Merah Indonesia dapat memberikan tanda penghargaan kepada penyumbang darah. (2) Tanda penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan. BAB VII KETENTUAN PIDANA Pasal 14 (1) Barangsiapa melanggar ketentuan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 8 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah). (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi setiap pelanggaran terhadap ketentuan peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini akan diatur lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 16 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 April 1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEHARTO Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 19 April 1980 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, SUDHARMONO, SH PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1980 TENTANG TRANSFUSI DARAH A. UMUM Transfusi darah telah diselenggarakan oleh Palang Merah lndonesia sejak tahun 1950 dalam rangka membantu rumah sakit-rumah sakit militer dan sipil setelah diserahkan oleh Tentara Belanda dan Pemerintah Sipilnya Sebelumnya usaha Transfusi Darah diselenggarakan oleh NERKAI (Nederlandse Rode Kruis Afdeling Indonesia = Palang Merah Belanda Bagian Indonesia), yang dimulai pada tahun 1945. Sebagai usaha rutin pekerjaan tersebut diteruskan oleh Palang Merah. Indonesia dan pada permulaan tidak menemui hambatan. Kemudian timbul persoalan tentang halal tidaknya darah itu untuk dipindahkan menurut hukum Agama Islam, Persoalan tersebut telah terjawab oleh suatu fatwa dari Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syarat Departemen Kesehatan Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa pemindahan darah menurut Hukum Islam hukumnya boleh. Setelah Reglement op den Dienst der Volksezondheid yang berasal dari Pemerintah Kolonial Belanda diganti dengan Undang-undang tentang Pokok-pokok Kesehatan dan undangundang lainnya tentang kesehatan di keluarkan, namun ketentuan khusus mengenai usaha transfusi darah tersebut diatur secara tersendiri dengan suatu Peraturan Pemerintah. Pada hakekatnya usaha transfusi darah merupakan bagian penting dari tugas Pemerintah di bidang pelayanan kesehatan rakyat dan juga merupakan suatu bentuk pertolongan sesama umat manusia. Disamping aspek pelayanan kesehatan rakyat, terkait pula aspek-aspek sosial, organisasi, interdependensi Nasional dan Internasional yang luas, baik dalam rangka

kerjasama antara Pemerintah maupun antar Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah Nasional. Pemakain darah sebagai salah satu obat yang belum ada gantinya akhir-akhir ini semakin meningkat, sedangkan sumber darah itu masih tetap manusia sendiri, hal mana menimbulkan kepincangan antara pengadaan darah dan kebutuhan darah yang dapat menyebabkan timbulnya jual-beli darah yang tidak sesuai dengan filsafah Bangsa dan tidak sesuai pula dengan resolusi yang diambil oleh Kongres Internasional yang Merah yang ke XXII di Teheran pada tahun 1973 maupun World Health Assembly ke XXVIII tahun 1974. Berhubung dengan itu, maka perlu dengan tegas diatur dalam Peraturan Pemerintah ini soal pengadaan dan penyumbangan darah, pengolahan dan pemindahan darahnya sendiri dalam arti yang luas dan mengingat faktor-faktor kesukarelaan donor, larangan untuk memperdagangkan darah dan pengawasan tentang pelaksanaannya. B. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Dalam rangka mencapai manfaat yang sebesar-besarnya dari transfusi darah dan untuk menjaga derajat kesehatan penyumbang maupun pemakai darah itu, maka penyumbangan darah harus didasarkan pada kesukarelaan, tanpa mengharapkan penggantian uang maupun benda. Pasal 3 Darah sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Pemurah kepada setiap insan tidaklah sepantasnya dijadikan obyek jual-beli untuk mencari keuntungan, biarpun dengan dalih untuk menyambung hidup. Pasal 4 Pengiriman darah ke dan dari luar negeri haruslah dibatasi dalam angka penelitian ilmiah, kerjasama dan saling menolong dalam keadaan tertentu baik antar Pemerintah maupun antar Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah Nasional. Akhir-akhir ini telah disinyalir oleh Liga Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah Sedunia maupun oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) akan adanya perdagangan darah internasional, terutama pembelian darah dari negara-negara berkembang oleh

perusahaan-perusahaan yang berpusat di negara kaya, yang jelas merupakan bentuk eksploitasi kemanusiaan yang sangat merugikan kesehatan masyarakat di negara berkembang dan akan mempersukar pengadaan darah untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Pasal 5 Pengiriman darah ke dan dari luar negeri haruslah dibatasi dalam angka penelitian ilmiah, kerjasama dan saling menolong dalam keadaan tertentu baik antar Pemerintah maupun antar Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah Nasional. Akhir-akhir ini telah disinyalir oleh Liga Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah Sedunia maupun oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) akan adanya perdagangan darah internasional, terutama pembelian darah dari negara-negara berkembang oleh perusahaan-perusahaan yang berpusat di negara kaya, yang jelas merupakan bentuk eksploitasi kemanusiaan yang sangat merugikan kesehatan masyarakat di negara berkembang dan akan mempersukar pengadaan darah untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Pasal 6 Mengingat pengalaman dan luasnya jaringan usaha transfusi darah yang telah dicapai oleh Palang Merah Indonesia hingga sekarang, maka usaha transfusi darah dipercayakan kepada Palang Merah Indonesia, kecuali apabila pada beberapa tempat ternyata Palang Merah Indonesia belum mampu,maka Menteri dapat menunjuk Rumah Sakit setempat atau pihak-pihak lainnya. Karena merupakan suatu bagian penting dari usaha pelayanan kesehatan masyarakat maka jelas bahwa cara pengolahan darah harus ditetapkan dan diatur dengan suatu Peraturan Menteri. Plasma pheresis dan pembuatan fraksi-fraksi plasma merupakan sumber manipulasi dan perdagangan darah manusia yang disinyalir dan disorot oleh Liga Perhimpunan Palang Merah dan Organisasi Kesehatan se Dunia yang telah diperingatkan kepada semua negara anggotanya. Pasal 7 Mengingat pengalaman dan luasnya jaringan usaha transfusi darah yang telah dicapai oleh Palang Merah Indonesia hingga sekarang, maka usaha transfusi darah dipercayakan kepada Palang Merah Indonesia, kecuali apabila pada beberapa tempat ternyata Palang Merah Indonesia belum mampu,maka Menteri dapat menunjuk Rumah Sakit setempat atau pihak-pihak lainnya. Karena merupakan suatu bagian penting dari usaha pelayanan kesehatan masyarakat maka jelas bahwa cara pengolahan darah harus ditetapkan dan diatur dengan suatu Peraturan Menteri. Plasma pheresis dan pembuatan fraksi-fraksi plasma merupakan sumber manipulasi dan perdagangan darah manusia yang disinyalir dan disorot oleh Liga Perhimpunan Palang Merah dan Organisasi Kesehatan se Dunia yang telah diperingatkan kepada semua negara anggotanya. Pasal 8

Ketentuan ini diadakan berdasarkan pertimbangan bahwa kesalahan dalam pemberian darah merupakan kesalahan yang tidak dapat diperbaiki dan pengambilan darah dari donor harus pula menjamin keselamatan donor tersebut dan oleh karenanya harus dlaksanakan oleh petugas berwenang. Pasal 9 Ayat (1) Karena usaha transfusi darah diselenggarakan berdasarkan prinsip tidak mencari keuntungan, sedangkan diperlukan biaya yang besar untuk peralatan dan perlengkapan yang khusus, usaha pembuatan dan pemisahan bagian-bagian darah serta fraksi-fraksi plasma tertentu, dan tenaga, maka Pemerintah dapat memberikan subsidi, baik berupa uang maupun peralatan lainnya. Ayat (2) Pasal 10 Pasal 11 Mengingat semakin luasnya ruang lingkup masalah transfusi darah sesuai dengan kemajuan teknologi di bidang kedokteran sendiri, maka penyelenggaraan usaha transfusi darah di Indonesia perlu mendapat bimbingan pengarahan dan pengawasan dari Menteri Kesehatan. Dengan juga memperhatikan Resolusi World Health Assembly 1975 untuk mencegah terjadinya komersialisasi terselubung dari produk yang berasal dalam manusia, serta eksploitasi donor darah yang berkelebihan dan untuk mencapai tingkat penyelematan pemakai dalam yang setinggi mungkin. Pasal 12 Pasal 13 Sudah menjadi kebijaksanaan Paling Merah di seluruh dunia untuk memberikan sekedar pengakuan dan atau penghargaan dengan tujuan untuk menyatakan rasa terima kasih menjaga hubungan baik serta sebagai perangsang secara mental kesediaan untuk menyumbang darah, jadi tidak dalam bentuk materi atau uang. Pemberian. penghargaan tersebut bisa dalam bentuk medali, peniti dan piagam penghargaan, yang tatacaranya diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri. Pasal 14

Pasal 15 Pasal 16 LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1980 YANG TELAH DICETAK ULANG