BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak. menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia mengalami perkembangan pesat diberbagai bidang di abad ke 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi yang terunggul dalam berbagai aspek kehidupan. Pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarwono, 2001)

BAB I PENDAHULUAN. norma-norrma yang berlaku di masyarakat (Shochib, 2000, hlm.15).

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan tahap kehidupan seseorang mencapai proses

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang pula perkembangan remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet yang dengan mudah mengakses informasi-informasi terbaru. Ada yang menjurus ke hal positif dan juga ke hal yang negatif, dampak negatif nya dapat berupa seks bebas. Di kalangan remaja, seks bebas telah banyak dilakukan oleh remaja. Saat usia remaja merupakan saat yang paling rentan karena tingkat emosi berada pada tingkat yang paling besar. Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan mudah masuknya pengaruh dari luar. Di usia remaja, akibat pengaruh hormonal, juga mengalami perubahan fisik secara cepat dan mendadak. Perubahan tersebut ditunjukkan dari perkembangan organ seksual menuju kesempurnaan fungsi serta tumbuhnya organ genitalia sekunder. Hal tersebutlah yang menjadikan remaja sangat dekat dengan permasalahan seputar seksual (Gunawan, 2011). IYRHS (Indonesian Youth Reproductive Health Survey) tahun 2002-2003 menemukan kurang dari satu persen perempuan dan lima persen laki-laki mengaku telah melakukan hubungan seks. Dimana perempuan cenderung kurang menerima seks pranikah daripada laki-laki, perempuan yang tidak berpendidikan empat kali lebih cenderung menerimanya daripada yang berpendidikan. Namun pada kondisi 1

tertentu, premarital seks dapat diterima bila yang melakukan saling mencintai atau berencana menikah (Widyastuti, 2009). Pada masa peralihan, remaja yang memiliki pengetahuan kurang tentang seks sehingga menyebabkan orang tua merasa tabu membicarakan masalah seksual dengan anaknya dan hubungan antara orang tua dengan anaknya mempunyai kesenjangan sehingga anak berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat khususnya teman. Kebanyakan remaja tidak menyadari bahwa pengalaman yang terlihat menyenangkan justru dapat menjerumuskan mereka. Salah satu masalah para remaja apabila pengetahuannya kurang tentang seks adalah kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi tidak aman dan juga penyakit kelamin. Pengetahuan tentang seks dapat memengaruhi sikap individu tersebut terhadap seksual pranikah. Sikap seks remaja dipengaruhi oleh banyak hal, selain dari faktor pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, pengalaman pribadi, lembaga pendidikan, lembaga agama dan emosi dari dalam individu. Sikap seks remaja bisa berwujud positif ataupun negatif, sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendukung seksual pranikah sedangkan sikap negatif kecenderungan tindakan adalah menghindari seksual pranikah remaja (Kusumastuti, 2010). Berdasarkan hasil survei YRBS (Youth Risk Behavior Survei) secara Nasional di Amerika Serikat tahun 2011 menemukan bahwa ada sekitar 47,4% pelajar yang pernah berperilaku seks, 33,7% pelajar berperilaku seks selama 3 bulan (aktif melakukan seks), dan 15,3% pelajar yang berperilaku seks dengan 4 orang atau lebih

selama kehidupan mereka. Ada juga pelajar yang perilaku seks nya aktif sekitar 60,2% dengan menggunakan kondom selama berhubungan seksual. Jones (2005), menyatakan bahwa dalam 20 tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah remaja perempuan yang berhubungan seks di berbagai Negara seperti di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, dan di Australia. Adapun jumlah remaja perempuan yang pernah berhubungan seks sekitar 17% sebelum mereka berusia 16 tahun dan pada saat berusia 19 tahun. Laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 mencatat ada 82,6% dengan jumlah 129 perempuan berusia 15-24 tahun yang pernah berhubungan seks dan mereka juga pernah mendengar tentang dampak negatif dari tindakan melakukan hubungan seksual tersebut yaitu tentang HIV/AIDS, dan perempuan yang belum menikah tetapi pernah melakukan hubungan seks tercatat ada 88,2% dengan jumlah 9.919. Ada 58% perempuan yang mengetahui bahwa membatasi seks hanya dengan satu pasangan dan 37% menggunakan kondom dan membatasi hubungan seks dengan satu pasangan. Dari uraian di atas terdapat tiga alasan yang melandasi perlunya perhatian untuk remaja-remaja tersebut. Pertama, proporsi penduduk berusia remaja cukup besar. Kurang lebih seperlima penduduk dunia berusia 10-19 tahun dan lebih dari seperempat penduduk dunia berusia 10-24 tahun. Kedua, masa remaja merupakan masa transisi yang dari masa anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini remaja mengalami perubahan yang besar baik secara fisik, mental maupun sosial. Pada masa

ini pula beberapa pola perilaku seseorang mulai dibentuk, termasuk identitas diri, kematangan seksual dan keberanian untuk melakukan perilaku berisiko. Banyak remaja mengalami maturity gap yaitu perbedaan kematangan secara fisik dan mental. Perbedaan kematangan ini dapat mendorong remaja untuk melakukan hal-hal yang berisiko. Ketiga, beberapa penelitian melaporkan bahwa banyak remaja yang aktif secara seksual, mempunyai pasangan lebih dari satu dan tidak konsisten dalam pemakaian kondom pada saat melakukan hubungan seks. Hal ini tentu dapat menimbulkan beberapa konsekuensi seperti kehamilan yang tidak dikehendaki (KTD), aborsi, terinfeksi penyakit menular seksual dan HIV/AIDS. Hubungan seks pranikah bagi masyarakat Indonesia masih dipandang sebagai tindakan yang tidak dapat diterima baik secara sosial maupun budaya. Meskipun saat ini kaum muda cenderung lebih toleran terhadap hal ini (Widyastuti, 2009). Menurut data BkkbN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) tahun 2010, diketahui bahwa ada sekitar 51% remaja telah melakukan hubungan seks seperti di daerah Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Namun, ada juga di kota-kota lain juga terdapat data remaja yang sudah pernah melakukan seks sekitar 54% di Surabaya, 47% di Bandung, dan 52% di Medan. Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, maka diketahui bahwa di Kabupaten Langkat ada 45% remaja sudah pernah melakukan perilaku yang menyimpang kepada lawan jenisnya seperti melakukan rabaan/rangsangan kepada pasangannya sampai berhubungan seksual. Ada 9 puskesmas dari 33 puskesmas yang ada di Kabupaten Langkat, terdapat kasus kehamilan remaja yang berjumlah

181 remaja (14%) yang hamil berusia 15 19 tahun dari 1326 seluruh kehamilan yang ada di Kabupaten Langkat. Data tersebut belum dapat dipastikan bahwa semua kehamilan remaja disebabkan oleh perilaku seks pranikah, tetapi dapat dipersepsikan sebagian kehamilan itu disebabkan oleh perilaku seks pranikah dari keterangan beberapa bidan koordinator di Puskesmas. Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Pangkalan Brandan, memperkirakan bahwa jumlah kasus remaja yang hamil di usia dini ada sekitar puluhan pasangan yang belum menikah. Hal tersebut diketahui pada saat mereka ingin mendaftar menikah dan terlihat dari postur tubuh remaja yang mendaftar itu seperti wanita hamil tetapi ditutupi dengan korset agar tidak terlihat hamilnya. Keterangan itu akhirnya dinyatakan oleh remaja itu sendiri bahwa ia telah hamil di luar nikah yang diakibatkan oleh perilaku seks nya pada saat dia masih duduk di bangku SMA dan akhirnya dia berhenti sendiri dari sekolahnya tanpa diketahui oleh pihak sekolah bahwa ia hamil. Berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan di SMA Negeri I Pangkalan Brandan maka didapatlah bahwa dari hasil wawancara dengan 10 orang remaja puteri yang berusia 15-16 tahun terdapat 40% yang mempunyai perilaku seks tidak baik terhadap pasangannya seperti berpegangan tangan sampai berciuman. Sedangkan dari hasil wawancara dengan 10 remaja putera yang berusia 15-16 tahun terdapat 60% yang mempunyai perilaku seks tidak baik terhadap pasangannya seperti berciuman sampai meraba-raba bagian tubuh pasangannya.

Hal tersebut dihubungkan dengan kedua orang tua yang tahu bahwa remaja itu melakukan perilaku seks seperti berpacaran, berpegangan tangan, dan berciuman singkat (pipi, kening, bibir) sehingga orang tua dianggap sebagai agen sosialisasi. Adapun pengaruh kuat yaitu kelompok bermainnya seperti teman sebaya di sekolahnya juga mendukung perilaku seks yang dilakukan sesama teman di sekolahnya. Dan terkadang mereka berpacaran pada saat jam istirahat ataupun pada jam pulang sekolah. Pada saat ditanya tentang kehamilan di usia muda yang diakibatkan oleh perilaku seks, mereka tidak setuju jika itu terjadi di usia mereka sekarang. Berdasarkan laporan dari guru bimbingan konseling di sekolah tersebut bahwa belum ada siswa-siswi mereka yang dikeluarkan dari sekolah karena sudah hamil. Jika dilihat dari pengaruh media massa, maka lebih dominan mereka mendapatkan informasi-informasi seputaran seks melalui media internet karena sangat mudah untuk memperoleh informasinya dibandingkan media cetak ataupun media audio visual. Padahal masing-masing remaja tersebut mempunyai cukup informasi tentang dampak negatif dari perilaku seks tersebut yang nantinya sampai berhubungan seksual karena dari pihak pendidikan sudah memberikan informasiinformasi tentang pendidikan seks kepada siswa-siswinya. Dari media internet itu mereka sangat mudah untuk bisa melihat film-film porno, sehingga menimbulkan keinginan untuk melakukannya kepada pasangannya. Jadi, remaja-remaja tersebut sudah mendapatkan informasi-informasi tentang pendidikan seks ataupun dampak negatif dari perilaku seks tersebut baik dari keluarga, kelompok bermain, dan dari

media massa, tetapi mereka tetap saja melakukan seks terhadap lawan jenisnya baik di sekolah ataupun di luar sekolah, baik itu di rumah ataupun di luar rumah. Berdasarkan dari data-data dan uraian di atas, maka sangat jelaslah pengaruh agen sosialisasi pada perilaku remaja di SMA Negeri I Pangkalan Brandan tersebut yang mana agen sosialisasi itu merupakan pihak-pihak yang melakukan sosialisasi terhadap keluarga maupun teman sebayanya yang dapat memengaruhi perilaku remaja itu sendiri, baik perilaku yang mengarah ke positif ataupun bisa mengarah ke perilaku yang negatif, dimana yang termasuk agen sosialisasi ini adalah keluarga, kelompok bermain/peer group, dan media massa. Dalam hal ini bimbingan orang tua ataupun keluarga lainnya sangatlah penting karena merekalah pelindung dan pengayom. Pada saat sekarang banyak kasus kenakalan remaja yang diakibatkan oleh kelalaian orang tua. Jadi, dalam hal ini orang tua juga sangat berperan dalam membimbing anak agar tidak salah langkah dalam bergaul. Media massa juga sangat berpengaruh dalam hal ini, dimana media massa sangat mudah didapatkan, sehingga membuat remaja mudah untuk mengakses dan memperoleh informasi-informasi yang negatif bagi diri mereka. Teman pergaulan yang salah juga dapat menjerumuskan mereka untuk berperilaku yang menyimpang. Salah dalam memilih teman pergaulan maka akan cepat merubah perilaku remaja tersebut. Dalam hal ini lingkungan juga berpengaruh pada kehidupan remaja-remaja tersebut. Lingkungan yang tidak baik akan membawa pada hal-hal yang negatif, seperti budaya-budaya Barat yang menghalalkan segala cara, contohnya saja dalam berperilaku pacaran yang dengan mudahnya mereka melakukan hubungan seks di luar nikah. Pada akhirnya, pihak

sekolah juga sebaiknya bisa memberikan informasi-informasi tentang seputar pendidikan seks agar para remaja mengetahui dampak negatif jika mereka melakukan hubungan seks. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti perilaku seks remaja dengan memilih judul Pengaruh Agen Sosialisasi terhadap Perilaku Seks Siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat Tahun 2013. 1.2 Permasalahan Masih tingginya angka kejadian remaja yang perilaku seks nya sudah menjurus ke hal yang bersifat negatif, maka perlu dilakukan penelitian Pengaruh Agen Sosialisasi Terhadap Perilaku Seks Siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat Tahun 2013. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh agen sosialisasi terhadap perilaku seks siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat Tahun 2013. 1.4 Hipotesis Ada pengaruh agen sosialisasi terhadap perilaku seks siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat Tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian 1. Dapat meningkatkan pengetahuan dan memberikan informasi kepada remaja untuk dapat menjaga sikap, tingkah laku, dan kepribadiannya agar terhindar dari hal-hal yang menyimpang khususnya dalam berperilaku terhadap pasangannya. 2. Dapat meningkatkan kualitas agen sosialisasi dalam hal yang positif yaitu membantu dan mengarahkan remaja-remaja untuk dapat bersikap lebih baik dan tidak melakukan hubungan seks pranikah serta dapat melakukan kegiatan yang lebih positif demi masa depan para remaja.