MELISA ANJANI PUSPITASARI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan

BAB III METODOLOGI Ruang Lingkup Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian

Teori Sumberdaya Bersama (Common- Pool Resource / Common Property Resource)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya yang kita miliki terkait dengan kepentingan masyarakat

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

VIII. ANALISIS HIRARKI PROSES (AHP)

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka. Taman Nasional

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK PENGUASAAN LAHAN DI LOKAPURNA TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional

VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK PENGUASAAN LAHAN DI LOKAPURNA TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK BAYU GAGAT PRASASTI

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

Transkripsi:

i ANALISIS RELASI SOSIAL ANTARA WARGA MASYARAKAT DENGAN PARA PEMANGKU KEPENTINGAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK TERKAIT AKSES SUMBERDAYA HUTAN LOKAPURNA MELISA ANJANI PUSPITASARI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

ii

iii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Relasi Sosial antara Warga Masyarakat dengan Para Pemangku Kepentingan Taman Nasional Gunung Halimun Salak terkait Akses Sumberdaya Hutan Lokapurna, adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbingan dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Melisa Anjani Puspitasari NIM I34090055

iv ABSTRAK MELISA ANJANI PUSPITASARI. Analisis Relasi Sosial antara Warga Masyarakat dengan Para Pemangku Kepentingan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Terkait Akses Sumberdaya Hutan Lokapurna. Dibimbing oleh RINA MARDIANA Penelitian ini bertujuan untuk, pertama, menelaah riwayat dan dinamika perubahan akses warga masyarakat terhadap kawasan hutan Lokapurna. Kedua, menganalisis pengaruh perubahan relasi sosial antara warga masyarakat dengan para pemangku kepentingan kawasan hutan Lokapurna, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Penelitian dilakukan dengan metode survei yang didukung dengan data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, kawasan hutan Lokapurna telah mengalami tiga kali perubahan status dan fungsi hutan. Dari common pool state property (hutan lindung) berubah menjadi common pool private property (hutan produksi Perhutani), dan sekarang kembali menjadi common pool state property (taman nasional). Kedua, relasi antara masyarakat dengan pemangku kepentingan lain berada pada tipe marginal. Kondisi ini mencerminkan bahwa di mata masyarakat baik potensi kerjasama maupun tingkat ancaman pemangku kepentingan tergolong sedang. Kata kunci: Relasi sosial, akses, pemangku kepentingan, common property resource ABSTRACT MELISA ANJANI PUSPITASARI. The Social Relations Analysis between Local Community and the Stakeholders of Mount Halimun Salak National Park with regards to Access over Lokapurna s Forest Resource. Supervised by RINA MARDIANA. The objectives of this research is, firstly, to analyze the history and dynamics of the access of local community over Lokapurna s forest area. Secondly, to analyze the effect of changing social relations between local community and the stakeholders of Lokapurna s forest of the Gunung Halimun Salak National Park. A survey method supported with qualitative data is applied. The results show that, first, up to present, the governance regime and property right of Lokapurna s forest has been changing three times. Initially, the Lokapurna s forest classified as protection forest of common pool state property, then changes to production forest of common pool private property, and lastly became conservation forest or national park of common pool state property. Second, the social relations between local community and their stakeholders are classified as marginal. The local community viewed the opportunity of cooperation and threat from their stakeholder as medium level. Keywords: social relations, access, stakeholders, and common property resource.

v ANALISIS RELASI SOSIAL ANTARA WARGA MASYARAKAT DENGAN PARA PEMANGKU KEPENTINGAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK TERKAIT AKSES SUMBERDAYA HUTAN LOKAPURNA MELISA ANJANI PUSPITASARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

vi

Judul Skripsi Nama NIM Analisis Relasi Sosial antara Warga Masyarakat dengan Para Pemangku Kepentingan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Terkait Akses Sumberdaya Hutan Lokapurna Melisa Anjani Puspitasari 134090055 Disetujui oleh Rina Mardiana 1 SP., M.Si. Pembimbing Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS. Ketua Departemen Tanggal Lulus: 0 1 A ij 2 13

vii Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Relasi Sosial antara Warga Masyarakat dengan Para Pemangku Kepentingan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Terkait Akses Sumberdaya Hutan Lokapurna : Melisa Anjani Puspitasari : I34090055 Disetujui oleh Rina Mardiana, SP., M.Si. Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus:

viii PRAKATA Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Relasi Sosial antara Warga Masyarakat dengan Para Pemangku Kepentingan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Terkait Akses Sumberdaya Hutan Lokapurna dengan baik. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan kelulusan di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas skripsi ini, diantaranya: 1. Rina Mardiana, SP., M.Si dan Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu dan bimbingan serta saran selama proses penulisan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. 2. Ibunda tercinta Eka Sulistiyani dan ayahanda MS. Supriadi, selaku orang tua tercinta atas doa terbaiknya serta Nindya Dwikartika, Olivia Damayanti dan Aditya Putra Ramadhan selaku adik-adikku tersayang yang telah memberikan dorongan semangat kepada penulis. 3. Bapak Abdul Malik dan Ibu Siti yang telah membantu dan memberikan masukan selama penulis berada di lapangan. 4. Sahabat terbaikku Arif Irawan dan Aniyati Wibawati yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini. 5. Sahabat terbaikku di Departemen SKPM 46 yaitu Tanti Ningsih, Marwah Rahayu M, Lorenza, Vici, Ema H, Nurcholilah J, Karina H, Santi Arisona, Lansa Sofia S, dan Siska Oktavia yang selalu menjadi sahabat selama penulis menimba ilmu di IPB. 6. Rekan UKF, Eco Agrifarma, Taekwondo IPB, Sanggar Juara untuk mengasah softskill organisasi dan manajemen serta pengalaman luar biasa kepada penulis. 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu doa, semangat dan bantuan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan memberikan inspirasi sebagai alternatif solusi konflik sosial terkait sumberdaya alam. Bogor, Juli 2013 Melisa Anjani Puspitasari

ix DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN vi vi vi PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Masalah Penelitian 2 Tujuan Penelitian 2 Kegunaan Penelitian 2 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka 3 Definisi Sumberdya Alam 3 Definisi Taman Nasional 3 Definisi Pemangku Kepentingan 4 Pemangku Kepentingan Taman Nasional 4 Definisi Hak atas Properti (Properti Right) dan Akses 5 Relasi antara Pemangku Kepentingan 6 Kerangka Pemikiran 7 Hipotesis Penelitian 7 Definisi Operasional 8 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian 11 Pendekatan dan Metode Pengambilan Sampel 11 Teknik Pengumpulan Data 11 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 12 GAMBARAN UMUM DESA GUNUNG SARI Kondisi Geografis, Ekologis, dan Demografis 13 Kondisi Sosial 14 AKSES SUMBERDAYA HUTAN DI KAWASAN LOKAPURNA, TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK Sejarah Kawasan TNGHS: Tinjauan Aspek Properti 17 Pemangku Kepentingan Kawasan Hutan Lokapurna TNGHS 18 Akses Masyarakat terhadap Kawasan Lokapurna TNGHS 19 Ikhtisar 20 RELASI ANTARA WARGA MASYARAKAT DENGAN PARA PEMANGKU KEPENTINGAN YANG LAIN Pandangan Masyarakat terhadap Pemangku Kepentingan Lain: Aspek 21 Ancaman terhadap Akses Masyarakat ke dalam Kawasan Hutan Pandangan Masyarakat terhadap Pemangku Kepentingan Lain: Aspek 22

10 Kerjasama Karakter Pemangku Kepentingan Lain di Mata Masyarakat 23 Ikhtisar 24 PENUTUP Simpulan 25 Saran 26 DAFTAR PUSTAKA 27 LAMPIRAN 31 RIWAYAT HIDUP 49

11 DAFTAR TABEL 1. Jumlah dan presentase penduduk Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan tahun 2012 13 2. Luas lahan menurut jenis pemanfaatannya di Desa Gunung Sari 14 3. Tingkat pendidikan Desa Gunung Sari 15 4. Kepentingan utama para pihak dalam pengelolaan kawasan Lokapurna, 18 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 5 Indeks akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan di kawasan 19 Lokapurna, Taman Nasional Gunung Halimun Salak 6. Pandangan masyarakat terhadap para pemangku kepentingan lain 21 dalam aspek ancaman 7. Pandangan masyarakat terhadap para pemangku kepentingan lain dalam aspek kerjasama 23 DAFTAR GAMBAR 1. Managing stakeholder: type and strategies 7 2. Kerangka pemikiran 8 3. Mata pencaharian penduduk di Desa Gunung Sari 14 4. Modifikasi matriks Savage et al (1991) untuk menganalisis kategori pemangku kepentingan di hutan Lokapurna TNGHS 24 DAFTAR LAMPIRAN 1. Kuesioner 31 2. Hasil pengolahan data 39 3. Peta wilayah penelitian 46 4. Responden hasil accidental sampling 47 5. Dokumentasi 48

12

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kontribusi industri perkayuan terhadap pendapatan nasional mencapai 20 persen dalam beberapa dekade terakhir dan memberikan kesempatan kerja yang luas. Keadaan seperti itu menjadikan hutan sebagai salah satu sumberdaya yang sangat penting keberadaannya bagi manusia. Tidak hanya dari segi ekonomi yang dapat mendatangkan devisa bagi negara, tetapi juga berperan dalam menopang kehidupan masyarakat sehari-hari 1. Dalam skala kecil, hutan berperan penting sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat setempat yang memperoleh pendapatannya dari hasil hutan terutama dari hasil hutan non-kayu seperti rotan, damar, tanaman obat, dan sebagainya. Selain itu hutan seringkali dijadikan tempat berbagai kegiatan ritual dan kerohanian oleh masyarakat setempat (McCarthy 2002) 2. Melimpahnya sumberdaya hutan juga menyebabkan banyak pihak dengan aneka kepentingan untuk terlibat dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Penetapan kawasan konservasi merupakan salah satu cara agar dapat menjamin sumberdaya hutan tersebut tetap terjaga kelestariannya. Mengacu kepada UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan konservasi dibagi menjadi dua, yaitu Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA). Kawasan konservasi yang paling terkenal adalah taman nasional yang termasuk ke dalam KPA, dengan fungsinya yaitu sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa serta kawasan pemanfaatan secara lestari potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Ngadiono 2004). Perubahan status fungsi hutan seringkali juga menyebabkan terjadinya perubahan relasi diantara pemangku kepentingan yang terlibat di dalam suatu kawasan. Keadaan seperti ini juga terjadi di wilayah Lokapurna. Lokapurna merupakan suatu kawasan di Desa Gunung Sari yang masuk ke dalam wilayah perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) pada tahun 2003. Sejak perubahan status tersebut, selain menyebabkan akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan semakin terbatas, tetapi juga menyebabkan para pemangku kepentingan yang terlibat seperti masyarakat, pemerintah desa, organisasi lokal, dan Balai Taman Nasional membentuk suatu relasi baru untuk membicarakan perihal kebijakan yang berlaku terhadap sumberdaya hutan. Penelitian ini dipandang penting dilakukan karena sejak kawasan hutan Lokapurna menjadi bagian dari kawasan TNGHS, analisis relasi sosial antara komunitas lokal dengan para pemangku kepentingan belum pernah dilakukan oleh para peneliti di kawasan ini. Padahal analisis relasi sosial dikalangan pemangku kepentingan sangat dibutuhkan untuk melihat sejauh mana relasi yang terjadi diantara masyarakat dengan pemangku kepentingan lain bersifat mendukung atau sebaliknya, menegasikan fungsi konservasi taman nasional. 1 Menurut Kartodihardjo (1999) dalam Yasmi et al (2005) 2 Dirujuk dari Yasmi et al (2005)

2 Masalah Penelitian Mengingat alasan yang telah dikemukakan, masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana riwayat akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan di kawasan Lokapurna? Apakah mereka telah mengakses hutan Lokapurna jauh sebelum kawasan hutan tersebut berubah menjadi atau menjadi bagian dari kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak? 2. Dengan berubahnya status kawasan hutan produksi Lokapurna menjadi kawasan konservasi, maka sejauh mana warga masyarakat memandang pemangku kepentingan yang baru (diantaranya Balai TNGHS) sebagai pihak yang dapat diajak bekerjasama dalam melindungi, menjaga, dan memanfaatkan kawasan hutan? atau sebaliknya, warga memandang para pemangku kepentingan yang baru tersebut merupakan ancaman terhadap akses mereka ke kawasan hutan? Atas dasar dua masalah penelitian tersebut selanjutnya ditetapkan tujuan penelitian skripsi ini sebagai berikut. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Menelaah riwayat dan dinamika perubahan akses komunitas masyarakat terhadap kawasan hutan Lokapurna yang sekarang telah menjadi bagian kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. 2. Menganalisis pengaruh perubahan relasi sosial antara warga masyarakat dengan para pemangku kepentingan Taman Nasional Gunung Halimun Salak terhadap perlindungan dan pemanfaatan berkelanjutan kawasan hutan Lokapurna, sebagai akibat berubahnya struktur akses warga masyarakat Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi akademisi, diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi dan pengetahuan mengenai analisis relasi antara masyarakat dengan pemangku kepentingan terkait akses sumberdaya hutan di kawasan Lokapurna, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. 2. Bagi pemerintah, diharapkan dapat mengambil tindakan yang tepat dalam mengatasi permasalahan yang timbul terkait relasi yang terjadi antara masyarakat dengan pemangku kepentingan di kawasan Lokapurna, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. 3. Bagi masyarakat, diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi masyarakat untuk membangun relasi sosial yang sesuai untuk perlindungan dan pemanfaatan berkelanjutan kawasan hutan Lokapurna, Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

3 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Sumberdaya Alam Pengertian sumber daya alam menurut Bastian (2012) yaitu sesuatu yang ada di alam yang berguna dan mempunyai nilai dalam kondisi dimana kita menemukannya. Tidak dapat dikatakan sumberdaya alam (SDA) apabila sesuatu yang ditemukan tidak diketahui kegunaannya sehingga tidak mempunyai nilai, atau sesuatu yang berguna tetapi tidak tersedia dalam jumlah besar dibanding permintaannya sehingga ia dianggap tidak bernilai. Secara ringkasnya, sesuatu dikatakan SDA apabila memenuhi 3 syarat yaitu: sesuatu itu ada, dapat diambil, dan bermanfaat. Dengan demikian, pengertian SDA mempunyai sifat dinamis, dalam arti peluang sesuatu benda menjadi sumberdaya selalu terbuka. Pemahaman mengenai SDA akan semakin jelas jika dilihat menurut jenisnya. Berdasarkan wujud fisiknya, SDA dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu: sumberdaya lahan/tanah, sumberdaya hutan, sumberdaya air, dan sumberdaya mineral. Taman Nasional Taman nasional merupakan bagian dari wilayah hutan konservasi, dimana hutan konservasi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10/2010 diartikan sebagai kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Sementara Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006, memaparkan bahwa taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam baik daratan maupun perairan yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Fungsi taman nasional sendiri menurut Ngadiono (2004) adalah sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa serta kawasan pemanfaatan secara lestari potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Taman Nasional Gunung Halimun ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 288/Kpts/II/1992 dan SK nomor 282/KP/H-II/1992 tanggal 26 Februari 1992 dengan luas 40 000 ha. Kawasan ini sebelumnya merupakan hutan lindung dengan luas 39 941 ha yang ditetapkan pada masa pemerintah Belanda (1924-1939). Selanjutnya berdasarkan SK Menteri Pertahanan nomor 40/Kpts/Um/1997 tanggal 11 Januari 1997, kawasan ini diubah statusnya dan ditetapkan sebagai cagar alam. Kemudian pada tahun 2003, diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor 175/Kpts-II/2003 tentang penunjukan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dan kelompok Hutan Gunung Salak seluas 113 357 ha di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

4 Pemangku Kepentingan (Stakeholders) Dalam skripsi ini pemangku kepentingan merupakan terjemahan dari stakeholders. Untuk selanjutnya akan terus digunakan istilah pemangku kepentingan. Freeman (1984) dalam Fontaine et al. (2006) menyatakan definisi pemangku kepentingan adalah kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi. Adapun definisi pemangku kepentingan yang lain menurut Gonsalves et al. (2005) dalam Iqbal (2007) yaitu, siapa yang memberi dampak dan/atau siapa yang terkena dampak kebijakan, program, dan aktivitas pembangunan. Mereka bisa laki-laki atau perempuan, komunitas, kelompok sosial ekonomi, atau lembaga dalam berbagai dimensi pada setiap tingkat golongan masyarakat. Setiap kelompok ini memiliki sumberdaya dan kebutuhan masing-masing yang harus terwakili dalam proses pengambilan keputusan dalam kegiatan pembangunan. Pemangku Kepentingan Taman Nasional Ada banyak pemangku kepentingan yang terlibat dalam kawasan taman nasional, baik itu atas nama kelompok ataupun individu. Di setiap kawasan taman nasional, jenis dan jumlah pemangku kepentingan yang terlibat tidak selalu sama. Berikut di bawah ini adalah para pemangku kepentingan yang sering terlibat dalam kawasan taman nasional, diantaranya: 1. Masyarakat Ostrom (1992) dalam Fuad dan Maskanah (2000) menyatakan, masyarakat adalah sekelompok orang yang terikat oleh suatu kepercayaan-kepercayaan, nilainilai, norma-norma, dan preferensi-preferensi yang mengatur tindakan kolektif, anggota kelompoknya relatif stabil, interaksi antar anggota kelompok diharapkan berlangsung terus-menerus, dan relasi-relasi yang terjadi bersifat langsung dan multiples. Dalam masalah akses pemanfaatan sumberdaya hutan, masyarakat lokal selalu ditempatkan sebagai pihak yang memicu terjadinya kerusakan hutan, yang berakibat pada timbulnya konflik. Sebagaimana hasil penelitian Diantoro (2011), masyarakat memasuki hutan karena kondisi ekonomi mereka yang terbatas, sehingga pada saat yang bersamaan mereka memerlukan lahan yang lebih luas sebagai sandaran hidup mereka, namun tidak selamanya posisi masyarakat berada pada pihak yang menyebabkan kerusakan hutan, hasil penelitian dari Tim Indoforest (2011) menunjukkan bahwa, masyarakat lokal bukanlah pihak yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan di wilayah Taman Nasional Lore Lindu, melainkan selama berabad-abad penduduk sekitar telah menjaga hutan secara lestari. Mereka berkonflik dengan pihak taman nasional hanya karena mereka merasa terusir dari wilayah yang telah mereka tempati selama ini. 2. Lembaga Adat Desa Lembaga adat desa seringkali berusaha untuk memperkuat dan menghidupkan legitimasi control maupun penguasaan tanah yang berbasis klaim adat, serta berusaha untuk menjaga keberlanjutan hukum adat yang selama ini mereka taati. Namun tidak jarang para tokoh adat berusaha mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri, dengan mengatasnamakan kepentingan lembaga

5 adat. Hal ini kemudian memicu terjadinya konflik horisontal, tetapi tidak sedikit pula peran lembaga adat yang menjalankan perannya sebagaimana mestinya, seperti yang ditunjukkan pada hasil penelitian Tim Indoforest (2011) di Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), dikatakan bahwa, lembaga adat mereka berupaya dengan keras agar pihak taman nasional dapat mengakui keberadaan adat mereka, dan membolehkan mereka untuk tetap tinggal di tanah leluhur mereka, serta dapat ikut serta dalam mengelola TNLL. 3. Pemerintah Pemerintah merupakan suatu badan yang memiliki suatu otoritas dalam pembuatan peraturan. Dalam kasus koflik di wilayah taman nasional ini pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting, karena tidak jarang konflik yang terjadi di wilayah taman nasional adalah akibat dari peraturan yang saling tumpang tindih antara pemerintah pusat dan pemeritah daerah. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Wulan et al (2004), dimana pemerintah daerah berusaha membuat suatu kebijakan untuk memperoleh pendapatan asli daerah, agar bisa mensejahterakan masyarakat yang ada di wilayahnya, sedangkan pemerintah pusat tetap mempertahankan kebijakannya tentang konservasi kehutanan agar hutan tetap terjaga kelestariannya dan fungsinya. 4. Swasta Pihak swasta merupakan suatu badan usaha yang bergerak di bidang industri, jasa, atau investasi. Pihak swasta terkadang berperan sebagai salah satu penyebab konflik di wilayah taman nasional. Kerap dijumpai pihak swasta berkolusi dengan pemerintah dalam memanfaatkan sumberdaya hutan, yang seharusnya tidak boleh diakses. Sikap semacam ini menimbulkan kecemburuan bagi masyarakat setempat. Sebagaimana ditunjukkan pada hasil penelitian Rahmawati et al (2008), yang melihat adanya perbedaan tindakan antara Balai TNGHS kepada masyarakat dan kepada perusahaan Teh Nirmala. Terhadap kebun perusahaan yang berada tepat di tengah-tengah TNGHS, Balai TNGHS tidak memberikan tindakan atau sanksi apapun, karena perusahaan telah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) untuk perkebunan. 5. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dalam pembahasan mengenai konflik yang terjadi di wilayah taman nasional ini, peran LSM lebih cenderung untuk mendukung kesejahteraan masyarakat sekitar. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian tim Indoforest (2011), di wilayah Taman Nasional Lore Lindu. LSM bersama masyarakat berusaha untuk memperjuangkan agar masyarakat Desa Katu, Provinsi Sulawesi Tengah, dapat mempertahankan lahan leluhur mereka, namun dalam kasus konflik sosial ini, peran LSM hanya sebagai pendamping, karena tugasnya hanyalah mendampingi pihak-pihak yang terlibat konflik, agar konflik tersebut dapat diredam. Hak atas Properti (Property Right) dan Akses Secara garis besar hak atas sesuatu terdiri atas dua jenis, yaitu (Schlager dan Ostrom dalam Meinzen-Dick dan Knox 2001):

6 a) Hak Menggunakan (right to use) Hak menggunakan meliputi hak akses, yaitu untuk masuk ke domain sumberdaya, misalnya hak untuk melewati sebidang tanah, pergi ke suatu hutan atau kanal dan hak pemanfaatan yaitu untuk menghilangkan sesuatu, misalnya untuk mengambil air, beberapa kayu bakar, pakan ternak atau ikan. b) Hak Mengendalikan (right to control) Hak mengendalikan meliputi hak pengelolaan, yaitu untuk memodifikasi atau mengubah sumberdaya, misalnya dengan menanam pohon atau semak, memperbesar suatu saluran irigasi, atau membatasi apa yang bisa dipanen. Hak ini terdiri atas dua macam, Hak eksklusive (exclusive right), yaitu hak pemanfaatan, nilai manfaat dari sesuatu dan biaya penegakan, secara ekslusif jatuh ke tangan pemilik termasuk keuntungan yang diperoleh dari transfer hak kepemilikan tersebut, dan Hak pengalihan (transfer right), yaitu hak untuk mengalihkan kepemilikan atau penguasaan kepada orang lain, baik karena warisan, penjualan atau hadiah. Istilah common-pool resources diperkenalkan secara spesifik oleh Ostrom sebagai sumberdaya alam yang mempunyai dua karakteristik, yaitu: (1) memiliki rivalness di dalam pemanfaatan, artinya setiap konsumsi atau pemanenan oleh seseorang atas sumberdaya akan mengurangi kemampuan atau jatah orang lain dalam memanfaatkan sumberdaya tersebut. Sebagai contoh adalah hutan, padang rumput, bahan tambang, dan lainnya, (2) besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk membatasi atau mencegah pihak lain mengakses sumberdaya tersebut 3. Mengingat besarnya biaya yang harus dicurahkan untuk mencegah pihak lain akses ke common-pool resource, maka common-pool resource cenderung menjadi sumberdaya alam yang diakses terbuka oleh banyak pihak (open access resource). Bila common-pool resource menjadi open access resource; maka sumberdaya tersebut berpeluang besar mengalami degradasi atau kehancuran. Menurut Nugroho (2006) property right adalah hak untuk mengelola, memperoleh manfaat, dan memindah-tangankan hak yang dikuasai atas suatu sumberdaya yang dimiliki oleh individu, komunitas, atau negara. Terdapat beragam aransemen kelembagaan terkait dengan hak kepemilikan, yaitu: (1) kepemilikan oleh pribadi (private property), (2) kepemilikan oleh negara (state property), (3) kepemilikan oleh komunitas adat (communal/customary property), dan (4) tanpa kepemilikan/ akses terbuka (open access property). Relasi antara Pemangku kepentingan Relasi antar pemangku kepentingan merupakan suatu bentuk hubungan yang terjalin diantara para pemangku kepentingan yang ada di suatu wilayah, hal ini sejalan dengan pendapat Meyers (2001) dalam Winara dan Mukhtar (2010) bahwa para pemangku kepentingan memiliki derajat kekuatan yang sangat berbeda-beda dalam mengendalikan keputusan, dan memiliki derajat potensi yang berbeda dalam mencapai tujuan tertentu. Hal ini berarti untuk mencapai tujuan 3 Dirujuk dari tulisan Maria S.W Sumardjo et al (2011)

7 yang diinginkan oleh semua pemangku kepentingan maka mereka harus bekerjasama dengan menyumbangkan pengaruhnya masing-masing. Tingkat relasi yang terjadi antara masyarakat dengan para pemangku kepentingan yang lain dapat dilihat dengan metode analisis pemangku kepentingan yang diperkenalkan oleh Savage et al (1991). Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menentukan tinggi rendahnya tingkat kerjasama dan ancaman yang dirasakan oleh masyarakat terhadap para pemangku kepentingan lain. Hasil yang didapat nantinya dimasukkan ke dalam matriks yang ada di bawah ini. Selanjutnya berdasarkan potensi kerjasama dan potensi ancaman yang timbul, dapat diketahui sejauh mana relasi yang terwujud antara komunitas masyarakat dengan pemangku kepentingan lain. Dalam konteks ini adalah para pemangku kepentingan kawasan hutan Lokapurna, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Potential for cooperation High High Stakeholder type 4 Mixed blessing Strategy: collaborate Stakeholder type 3 Low Non-supportive Strategy:defend Potential for treat Stakeholder type 1 Supportive Strategy: involve Stakeholder type 2 Marginal Strategy: monitor Gambar 1. Managing stakeholder: type and strategies (Savage et al. 1991) 4 Kerangka Pemikiran Sejak Kawasan Lokapurna masuk ke dalam wilayah perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, banyak pemangku kepentingan yang terlibat, diantaranya adalah Balai Taman Nasional, masyarakat, pemerintah desa, dan organisasi lokal. Dalam skripsi ini relasi antara masyarakat dengan pemangku kepentingan lain dianalisis dengan menggunakan teori Savage et al (1991) dengan melihat seberapa besar potensi ancaman dan kerjasama yang diberikan oleh masing-masing pemangku kepentingan tersebut dari sudut pandang masyarakat. Relasi yang terbentuk diantara masyarakat dengan pemangku kepentingan ini dipengaruhi oleh akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan. Keterkaitan berbagai variabel tersebut secara rinci disajikan pada Gambar 2 di halaman selanjutnya. Hipotesis Penelitian Masyarakat memandang para pemangku kepentingan di kawasan hutan Lokapurna TNGHS sebagai ancaman terhadap akses mereka ke kawasan hutan dimaksud. Sebagai akibatnya, tidak tumbuh kerjasama yang kuat diantara warga masyarakat dan para pemangku kepentingan dalam membangun perlindungan dan pemanfaatan berkelanjutan kawasan hutan Lokapurna, TNGHS Low 4 Dirujuk dari tulisan Andrew L. Friedman dan Samantha Miles

8 Pemerintah Desa Masyarakat kawasanan Lokapurna Akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan Organisasi Lokal Relasi masyarakat dengan Pemangku Kepentingan Lain (Savage at al 1991): - Ancaman - Kerjasama BTNGHS Keterangan = Berhubungan dengan = Fokus penelitian Gambar 2 Kerangka pemikiran Definisi Operasional Untuk mengukur variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini, maka dikemukakan rumusan batasan serta operasionalisasi dari masingmasing variabel tersebut. Adapun variabel-variabel yang akan dioperasionalkan adalah : 1. Akses sumberdaya hutan oleh warga Lokapurna adalah kemampuan warga untuk mengambil manfaat dari sumberdaya hutan yang diukur secara ordinal melalui 4 jenis pertanyaan yang disusun secara berjenjang (skala jarak sosial Bogardus) 5, yakni: - Pertanyaan tentang berkemah - Pertanyaan tentang mengambil ranting, kayu, atau buah - Pertanyaan tentang mengambil tanaman, satwa, atau menebang pohon - Pertanyaan tentang mengkonversi hutan menjadi lahan pertanian atau lahan usaha. 5 Lebih lanjut mengenai skala jarak sosial Bogardus dapat dilihat di Singarimbun dan Effendi (1989: 113)

9 2. Relasi antara warga masyarakat dengan pemangku kepentingan lain diukur dengan cara: a. Ancaman, yaitu ukuran tindakan individu yang dirasa dapat merugikan orang atau kelompok lain. Indikator variabel ini adalah tindakan individu yang merugikan orang atau kelompok lain yang diukur secara ordinal melalui 5 jenis pertanyaan yang disusun secara berjenjang (skala jarak sosial metode Bogardus), yakni: - Pertanyaan tentang perbedaan pendapat - Pertanyaan tentang persaingan - Pertanyaan tentang kesepakatan yang relatif sering berubah - Pertanyaan tentang keadilan - Pertanyaan tentang kepercayaan. b. Kerjasama, yaitu ukuran tindakan seseorang dalam bekerja secara bersama dengan orang atau kelompok lain yang diukur secara ordinal melalui 4 jenis pertanyaan yang disusun secara berjenjang (skala jarak sosial metode Bogardus), yakni: - Pertanyaan tentang pandangan masyarakat mengenai kepentingan para pemangku kepentingan lain - Pertanyaaan tentang kenyamanan masyarakat dalam menyampaikan pendapatnya secara terbuka, karena didengarkan secara berhati-hati oleh para pemangku kepentingan lain - Pertanyaan tentang pelibatan masyarakat dalam perlindungan sumberdaya hutan - Pertanyaan tentang penghargaan kontribusi masyarakat.

10

11 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah Lokapurna, Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih secara purposive dengan alasan wilayah penelitian ini pada tahun 2003 berdasarkan SK Menhut no 175, masuk ke dalam kawasan perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Selama bergabung ke dalam kawasan TNGHS kajian mengenai relasi antara masyarakat dengan pemangku kepentingan lain belum ada, selain itu juga karekteristik yang terdapat di daerah ini sesuai dengan penelitian yang akan diteliti. Berdasarkan alasan tersebut, maka kawasan Lokapurna, Desa Gunung Sari dipilih sebagai lokasi penelitian. Penelitian lapangan dilaksakan pada minggu pertama bulan April sampai Mei 2013. Pendekatan dan Metode Pengambilan Sampel Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan metode survey dengan alat pengumpulan data berupa kuesioner yang diberikan kepada responden yang telah dipilih. Penelitian survey merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi (Singarimbun dan Efendi 1989). Sementara pendekatan kualitatif menggunakan metode studi kasus dan wawancara. Responden didefinisikan sebagai pihak yang memberikan keterangan tentang diri dan kondisi di sekitarnya. Untuk memilih responden digunakan salah satu teknik penarikan sampel, yaitu penarikan accidental sampling. Metode ini digunakan karena terdapat syarat-syarat tertentu untuk menjadi responden, dengan ukuran pernah berinteraksi dengan hutan. Accidental sampling sendiri merupakan suatu penarikan sampel dimana seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tersebut ditemui (Mustafa 2000). Alasan pengambilan sampel dengan metode ini, karena populasi penelitian yang bersifat homogen, terkait dengan interaksinya terhadap hutan (dalam hal ini populasi yang diteliti bekerja sebagai petani hutan dan pengusaha warung makanan). Jumlah responden yang diambil sebanyak 30 responden. Teknik Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer terutama diperoleh dari wawancara terstruktur dengan kuesioner kepada responden. Selain wawancara dengan kuesioner data primer juga diperoleh melalui wawancara mendalam kepada 5 informan. Juga dilakukan observasi untuk melihat keadaan kawasan Lokapurna di Desa Gunung Sari yang tergolong sebagai bagian dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber diantaranya Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, organisasi lokal (Fusyakah), pemerintah Desa Gunung Sari, dan literatur penelitian seperti tesis, laporan penelitian serta jurnal.

12 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Jawaban responden atas 4 jenis pertanyaan tentang akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan (sebagaimana diutarakan pada definisi operasional), diukur melalui skor ordinal sebagai berikut: - Tidak Pernah, diberi skor 1 - Jarang, diberi skor 2 - Sering, diberi skor 3 - Selalu, diberi skor 4 Nilai maksimum setiap responden diukur dengan indeks. Indeks maksimum untuk akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan adalah 16. Adapun indeks minimum adalah 1. Jawaban responden atas 4 jenis pertanyaan tentang kerjasama antara masyarakat dengan pemangku kepentingan lain (sebagaimana diutarakan pada definisi operasional), diukur melalui skor ordinal sebagai berikut: - Tidak Pernah, diberi skor 1 - Jarang, diberi skor 2 - Sering, diberi skor 3 - Selalu, diberi skor 4 Nilai maksimum indeks untuk kerjasama antara masyarakat dengan pemangku kepentingan lain adalah 16. Adapun indeks minimum adalah 1. Jawaban responden atas 5 jenis pertanyaan tentang ancaman pemangku kepentingan terhadap akses masyarakat di dalam hutan Lokapurna (sebagaimana diutarakan pada definisi operasional), diukur melalui skor sebagai berikut: - Tidak Pernah, diberi skor 1 - Jarang, diberi skor 2 - Sering, diberi skor 3 - Selalu, diberi skor 4 Nilai maksimum indeks untuk kelompok pertanyaan ini adalah 20. Adapun indeks minimumnya adalah 1. Data yang telah diperoleh disajikan dalam bentuk tabel frekuensi, tabulasi silang dan grafik. Tabel frekuensi digunakan untuk mengolah dan menganalisis data dengan satu variabel, sedangkan tabulasi silang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data dengan dua variabel. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excell 2007. Analisis relasi antara masyarakat dengan pemangku kepentingan dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yang dikembangkan oleh Savage et al (1991) untuk mengetahui seberapa besar relasi yang terjalin diantara masyarakat dengan pemangku kepentingan di lokasi penelitian. Urutan dalam pengujiannya yaitu: 1. Mengidentifikasi pemangku kepentingan yang terlibat 2. Menentukan kategori potensi ancaman dan kerjasama yang terjadi 3. Memasukkan hasil yang telah dikelompokkan dengan kategori tinggi ataupun rendah pada tingkat ancaman dan kerjasama ke dalam matriks managing stakeholders: type and strategies (Savage et al 1991) (Gambar 1).

13 GAMBARAN UMUM DESA GUNUNG SARI Kondisi Geografis, Ekologis, dan Demografis Desa Gunung Sari adalah salah satu desa yang terletak di sekitar kawasan hutan Lokapurna, TNGHS. Secara administratif desa ini merupakan bagian dari Kecamatan Pamijahan. Desa ini mempunyai luas wilayah sebesar 683 240 ha yang terdiri dari 3 dusun (dusun I adalah RW 01, RW 02, RW 03, dan RW 04; dusun II adalah RW 05, RW 06, RW 07; dusun III adalah RW 08, RW 09), 9 RW dan 43 RT. Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan secara umum berupa sawah dan daratan yang berada pada ketinggian antara 600 m s/d 800 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 22 o s/d 28 o celcius. Secara demografi, jumlah penduduk Desa Gunung Sari sebanyak 12 368 jiwa yang terdiri dari 6 432 jiwa laki-laki dan 5 936 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 3 563 KK sedangkan jumlah keluarga miskin (GAKIN) 936 KK dengan presentase 29,67 persen dari jumlah yang ada di Desa Gunung Sari. Untuk lebih jelasnya, jumlah penduduk Desa Gunung Sari dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1 Jumlah dan presentase penduduk Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan tahun 2012 Jenis Kelamin Jumlah Penduduk (Jiwa) Persen (%) Pria 6.432 52,01 Wanita 5.936 47,99 Total 12.368 100 Sumber: Profil Desa Gunung Sari (2012) Pada umumnya lahan yang terdapat di Desa Gunung Sari digunakan secara produktif dan hanya sedikit saja yang tidak dipergunakan. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan Desa Gunung Sari memiliki sumberdaya alam yang memadai dan siap untuk diolah. Sebagian besar lahan di Desa Gunung Sari dimanfaatkan untuk kawasan persawahan dan sisanya dimanfaatkan untuk perumahan, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya mengenai luas tanah dan pemanfaatannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

14 Tabel 2 Luas lahan menurut jenis pemanfaatannya di Desa Gunung Sari Pemanfaatan Lahan Luas (ha) Persen (%) Rumah dan Pekarangan 44,030 15 Sawah 349,230 45 Fasilitas Umum 17,95 10 Fasilitas Sosial 0,50 5 Lain-lain 165,12 25 Total 576,83 100 Sumber: Profil Desa Gunung Sari (2012) Pada Tabel 2 terlihat bahwa lahan seluas 44,030 ha (15 persen) dimanfaatkan untuk kawasan perumahan dan pekarangan. Lahan seluas 349,230 ha (45 persen) dimanfaatkan untuk kawasan persawahan. Seluas 17,95 ha (10 persen) dimanfaatkan untuk fasilitas umum, 0,50 ha (5 persen) dimanfaatkan untuk fasilitas sosial, dan sisanya seluas 165,12 ha (25 persen) dimanfaatkan untuk hal-hal lain. Kondisi Sosial Mata pencaharian penduduk Desa gunung sari sebagian besar adalah petani dan buruh tani, sedangkan sisanya yaitu pedagang, PNS, TNI, karyawan swasta, dan wirausaha. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 50 42.8 40 30 20 10 0 3.38 9.05 0.55 0.02 4.69 9.05 presentase Gambar 3 Mata pencaharian penduduk di Desa Gunung Sari

15 Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa di Desa Gunung Sari terdapat beragam jenis pekerjaan yang dilakukan oleh penduduknya. Penduduk yang bekerja sebagai petani ada 42,8 persen, buruh tani sebanyak 3,38 persen, pedagang sebanyak 9,05 persen, PNS sebanyak 0,55 persen, TNI/Polri sebanyak 0,02 persen, karyawan swasta sebanyak 4,69 persen, dan wirausaha lainnya sebanyak 9,05 persen. Dari penjelasan di atas dapat dilihat masyarakat yang bekerja sebagai petani dan buruh tani sangat mendominasi (46,18 persen). Hal ini dikarenakan lokasi lahan yang sangat mendukung untuk pertanian. Pendidikan merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan sehingga pendidikan adalah sebuah investasi (modal) di masa yang akan datang. Adapun jumlah sarana dan prasarana pendidikan di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan terdiri dari jenjang TK/sederajat sampai dengan SLTA/sederajat. Tabel 3 Tingkat pendidikan Desa Gunung Sari Pendidikan Jumlah Penduduk (Jiwa) % Tidak/Belum Tamat SD 625 18,99 SD 1245 37,83 SLTP 612 18,60 SLTA 532 16,17 Diploma 3 86 2,61 Sarjana 176 5,35 Pasca Sarjana 15 0,46 Total 3291 100 Sumber: Profil Desa Gunung Sari (2012) Berdasarkan tabel di atas hampir sebagian besar masyarakat Desa Gunung Sari menempuh pendidikan SD, dengan yang tamat SD sebanyak 37,83 persen, meskipun begitu ada 18,99 persen masyarakat Desa Gunung Sari yang tidak/belum tamat SD, selanjutnya masyarakat yang telah lulus SLTP ada sekitar 18,60 persen, SLTA sebanyak 16,17 persen, D-3 sebanyak 2,61 persen, sarjana sebanyak 5,35 persen, selanjutnya yang lulusan pasca sarjana sebanyak 0,46 persen.

16

17 SEJARAH, PEMANGKU KEPENTINGAN, DAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KAWASAN HUTAN LOKAPURNA TNGHS Sejarah Kawasan TNGHS dan Hutan Lokapurna: Tinjauan Aspek Property Lokapurna merupakan salah satu kawasan yang berada di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Pada tahun 1967 kawasan Lokapurna merupakan kawasan hutan lindung yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam. Hak pemanfaatan sumberdaya alam secara eksklusif dimiliki oleh pemerintah. Dalam konteks hak properti, kawasan hutan di Desa Gunung Sari pada dekade 1960 tergolong sebagai common pool state property right. Pada tahun 1987 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 268 tentang perubahan fungsi hutan lindung menjadi hutan produksi di bawah penguasaan dan pengelolaan Perum Perhutani. Di sini kawasan hutan di Desa Gunung Sari beralih dikuasai oleh Perum Perhutani, dimana manfaat dan biaya ditanggung sendiri oleh pemilik. Dalam konteks hak properti, kawasan hutan Lokapurna di Desa Gunung Sari pada akhir dekade 1980, berubah menjadi common pool private property right. Sifat properti tersebut memungkinkan Perum Perhutani memberikan izin kepada para petani untuk melakukan tumpang sari selama lima tahun. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 175 tahun 2003 tentang peluasan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS); merubah lagi status dan fungsi kawasan hutan Lokapurna. Kawasan hutan Lokapurna seluas 25.677 ha yang semula merupakan common pool private property right berubah lagi dan menjadi kawasan TNGHS atau common pool state property right. Kawasan hutan yang semula berada di bawah kuasa Perum Perhutani, berubah menjadi di bawah kuasa Balai TNGHS. Namun demikian selama enam tahun selanjutnya kawasan hutan Lokapurna secara defacto masih berada di bawah kuasa Perum Perhutani. Balai TNGHS baru benar-benar mengelola kawasan hutan Lokapurna pada tahun 2009. Meski terjadi tiga kali perubahan status dan fungsi kawasan hutan di Lokapurna, namun dari segi konsepsi Ostrom, kawasan hutan yang dimaksud masih merupakan common pool resource yang senantiasa akan berhadapan dengan ancaman menjadi open access resource. Untuk mencegah terjadinya akses terbuka, TNGHS dikelola menurut zonasi. Berdasarkan Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Periode 2007-2026, zonasi kawasan TNGHS terdiri atas: (1) Zona Inti dan Zona Rimba, (2) Zona Rehabilitasi, (3) Zona Pemanfaatan, (4) Zona Khusus, (5) Zona Religi, Budaya, dan Sosial, serta Zona Tradisional, dan (6) Zona Lainnya. Namun demikian, zonasi TNGHS khususnya untuk wilayah Lokapurna, belum jelas benar di mata masyarakat. Warga masyarakat belum sepenuhnya mengetahui apakah seluruh kawasan hutan Lokapurna tergolong dalam zona

18 tertentu, seberapa luas, dan dimana saja batasnya. Hal ini menyebabkan masyarakat Lokapurna kebingungan dalam mengakses sumberdaya hutan. Meski demikian masyarakat kini sudah tidak dapat secara bebas memanfaatkan sumberdaya hutan, padahal sebelumnya masyarakat sudah terbiasa untuk mengambil ranting dan bercocok tanam di dalam hutan. Sementara itu keberadaan air terjun dan pemandian air panas yang menjadi objek wisata mendorong wisatawan domestik mengunjungi lokasi tersebut. Kondisi ini membuka peluang bagi masyarakat untuk membuka usaha berupa warung di lokasi-lokasi yang berdekatan dengan objek wisata. Kawasan hutan Lokapurna 6 berdasarkan SK Menhut No 175 tahun 2003 termasuk ke dalam wilayah perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Wilayah yang termasuk ke dalam lokasi ini meliputi RW 8 dan RW 9 dengan jumlah penduduk 114 KK. Kawasan Lokapurna ini memiliki potensi ekowisata yang sangat tinggi, selain keadaan hutannya yang masih asri, kawasan ini juga memiliki beberapa curug dan pemandian air panas yang dijadikan sebagai tempat wisata alam. Curug-curug tersebut diantaranya Curug Cigamea, Curug Seribu, Curug Pangeran, dan Curug Ngumpet. Sedangkan untuk pemandian air panasnya, merupakan sumber mata air yang berasal dari aliran air panas Kawah Ratu. Pemangku Kepentingan Kawasan Hutan Lokapurna TNGHS Pemangku kepentingan yang ada di dalam suatu wilayah akan berbeda dengan pemangku kepentingan yang ada di wilayah lain. Begitu juga dengan pemangku kepentingan yang ada di wilayah Lokapurna. Hasil identifikasi para pemangku kepentingan di lokasi penelitian terdiri dari empat kategori, yaitu: - Masyarakat Desa Gunung Sari yang bermukim di sekitar kawasan hutan Lokapurna - Pemerintah Desa Gunung Sari - Fusyakah, organisasi lokal di tingkat kawasan Lokapurna, diketuai oleh H. Daden - Balai TNGHS, yang dipimpin oleh seorang kepala balai. Kepentingan para pihak di atas dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kepentingan utama para pihak dalam pengelolaan kawasan Lokapurna, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Pemangku Kepentingan Kepentingan Utama Balai TNGHS Bertanggungjawab sebagai penguasa dan pengelola kawasan TNGHS Masyarakat Desa Gunung Sari Meningkatkan kesejahteraan rumahtangga Pemerintah Desa Gunung Sari Organisasi Lokal Fusyakah Pembangunan masyarakat desa Pemberdayaan masyarakat 6 Masyarakat setempat lebih sering menggunakan nama Lokapurna dibanding Desa Gunung Sari, untuk menyebutkan lokasi RW 08 dan RW 09.

19 Akses Masyarakat terhadap Kawasan Lokapurna TNGHS Hasil pengukuran akses masyarakat terhadap kawasan hutan Lokapurna TNGHS dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5 Indeks akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan di kawasan Lokapurna, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Akses Masyarakat terhadap Hutan Indeks Akses 7 Berkemah 1 Mengambil ranting/ kayu/ buah 3 Mengambil tanaman/ satwa/ menebang pohon 7 Mengkonversi hutan menjadi lahan pertanian/ lahan usaha 12 Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa akses masyarakat Lokapurna dalam wujud konversi hutan menjadi lahan pertanian dan lahan usaha tergolong paling tinggi, sebagaimana ditunjukkan oleh nilai indeks sebesar 12. Namun untuk akses lain seperti berkemah; mengambil ranting, kayu, dan buah; serta mengambil tanaman, satwa, dan menebang pohon cenderung rendah, dengan indeks masingmasing sebesar 1, 3, dan 7. Adapun alasan mengapa akses masyarakat dalam wujud konversi hutan menjadi lahan pertanian dan lahan usaha paling tinggi dibandingkan yang lain adalah, karena konversi hutan menjadi lahan pertanian dan lahan usaha sudah dilakukan oleh masyarakat sejak sebelum kawasan Lokapurna menjadi bagian dari kawasan TNGHS. Pola akses ini masih terus dilanjutkan hingga sekarang walau kawasan Lokapurna telah berubah status menjadi TNGHS. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ibu S, bahwa: Dulu sebelum wilayah ini bergabung dengan taman nasional masyarakat di sini sering mengambil ranting-ranting kering di hutan untuk dijadikan kayu bakar selain itu kami juga sering ke dalam hutan untuk bercocok tanam, kemudian sejak adanya wisata alam berupa curug, banyak dari kami yang kemudian membuka warung, baik di rumahnya ataupun di sekitar lokasi wisata tersebut untuk menambah penghasilan, termasuk juga saya. Namun sejak adanya pemberian kompor gas gratis oleh pemerintah dan berubahnya kawasan Lokapurna menjadi kawasan taman nasional, kami tidak lagi mengambil ranting-ranting di hutan, karena kegiatan itu sudah tidak diperbolehkan lagi. Untuk bercocok tanam kami memang masih mempunyai lahan di dalam hutan dan masih sering untuk mengolahnya, tetapi sudah tidak sesering dulu, kebanyakan dari kami lebih memilih untuk menjalankan usaha warung kami, dan bercocok tanam hanya untuk sekedar tambahan saja. 7 Indeks berkisar antara 1-16. indeks 16 menunjukkan nilai tertinggi dalam hal berkemah, mengambil ranting, kayu, buah, tanaman, satwa, menebang pohon, dan mengkonversi hutan menjadi lahan pertanian dan lahan usaha.

20 Ikhtisar Pemangku kepentingan yang ada di wilayah Lokapurna, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) terdiri dari empat kategori, yaitu Balai TNGHS, masyarakat Desa Gunung Sari, pemerintah Desa Gunung Sari, dan organisasi lokal Fusyakah. Para pemangku kepentingan tersebut mempunyai kepentingan yang saling berbeda dalam mengakses sumberdaya hutan. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, akses yang dilakukan oleh masyarakat ada empat yaitu berkemah; mengambil ranting kayu, dan buah; mengambil tanaman, satwa, dan menebang pohon; serta mengkonversi hutan menjadi lahan pertanian dan lahan usaha. Diantara keempat akses tersebut nilai indeks yang paling besar adalah akses masyarakat dalam wujud konversi hutan menjadi lahan pertanian dan lahan usaha, dengan indeks sebesar 12.

21 RELASI ANTARA WARGA MASYARAKAT DENGAN PARA PEMANGKU KEPENTINGAN LAIN Analisis mengenai relasi antara masyarakat dengan pemangku kepentingan lain mengkaji, seberapa besar hubungan yang terjalin diantara masyarakat dengan pemangku kepentingan lain yang ada di wilayah Lokapurna TNGHS. Untuk menganalisis tingkat relasi tersebut, dapat dilihat dengan menggunakan dua indikator, yaitu ancaman dan kerjasama masing-masing pemangku kepentingan lain dari sudut pandang masyarakat. Pandangan Masyarakat terhadap Pemangku Kepentingan Lain: Aspek Ancaman terhadap Akses Masyarakat ke dalam Kawasan Hutan Hasil pengolahan data mengenai pandangan masyarakat terhadap pemangku kepentingan lain dalam aspek ancaman terhadap akses masyarakat ke kawasan hutan, dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6 Pandangan masyarakat terhadap para pemangku kepentingan lain dalam aspek ancaman Pandangan Masyarakat terhadap Para Pemangku Kepentingan Lain 8 Pemangku kepentingan selalu berbeda pendapat dengan warga Pemangku kepentingan kerap bersaing dengan warga dalam akses sumberdaya hutan Kesepakatan yang terjalin antara pemangku kepentingan dengan warga sering berubah Pemangku kepentingan sering bertindak kurang adil kepada warga Warga cenderung tidak percaya lagi kepada pemangku kepentingan Rata-rata pandangan warga terhadap setiap pemangku kepentingan Rata-rata pandangan warga terhadap seluruh pemangku kepentingan Pemerintah Desa Organisasi Lokal BTNGHS 3 3 4 4 5 7 11 11 6 14 13 8 19 19 12 10 10 7 9 Berdasarkan Tabel 6 di atas, dapat dilihat bahwa indeks ancaman yang dirasakan oleh masyarakat terhadap pemerintah desa adalah 10, organisasi lokal 10, dan BTNGHS 7. Nilai indeks ini menunjukkan bahwa di mata warga masyarakat pemerintah desa dan organisasi Fusyakah lebih mengancam akses 8 Indeks berkisar antara 1-20, nilai 20 menunjukkan indeks terendah dalam hal sering berubahnya kesepakatan, adanya ketidak adilan, dan kesepakatan sering berubah

22 mereka terhadap sumberdaya hutan, dibanding BTNGHS. Bila dikaji lebih dalam dari tabel tersebut terlihat bahwa di mata warga, kalangan pemerintah desa dan organisasi Fusyakah dinilai lebih sering merubah kesepakatan, sering bertindak kurang adil, dan tidak dapat dipercaya; dibanding BTNGHS. Oleh warga seluruh pemangku kepentingan dipandang memberi ancaman yang cukup serius terhadap akses mereka ke sumberdaya hutan. Hal ini ditunjukkan dengan indeks ancaman sebesar 9 (dari maksimum indeks 20). Dapat dikatakan di mata masyarakat ancaman pemangku kepentingan tergolong pada kategori sedang sebagaimana yang diutarakan juga oleh Ibu S, sebagai berikut: kami tidak pernah menganggap keberadaan mereka (pemangku kepentingan lain) sebagai hubungan yang negatif, yah meskipun sudah tidak bebas seperti dulu waktu tempat ini dipegang oleh perhutani, asalkan keberadaan kami di sini tidak diganggu, dan kami masih diperbolehkan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup kami di sini. Pandangan Ibu S tersebut menunjukkan bahwa walau saat ini kawasan hutan Lokapurna telah beralih menjadi kawasan TNGHS, namun sumberdaya hutan tersebut masih dapat di akses oleh warga. Pandangan Masyarakat terhadap Pemangku Kepentingan Lain: Aspek Kerjasama Hasil pengolahan data mengenai kerjasama yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan lain dari sudut pandang masyarakat dapat dilihat pada Tabel 7. Pada Tabel 7 tersebut dapat dilihat bahwa kerjasama yang dirasakan oleh masyarakat terhadap pemerintah desa, organisasi lokal, dan BTNGHS berturutturut ditunjukkan dengan indeks sebesar 6, 6, dan 5 (dari maksimum 16). Hal ini menunjukkan bahwa di mata masyarakat kemauan atau potensi kerjasama pemerintah desa dan organisasi Fusyakah relatif tidak berbeda dibanding BTNGHS. Bila dikaji lebih jauh dari tabel tersebut terlihat bahwa di mata masyarakat, kalangan pemerintah desa dan organisasi Fusyakah dinilai relatif lebih tinggi dalam mendengarkan pendapat masyarakat. Sehingga masyarakat merasa lebih nyaman dalam mengeluarkan pendapatnya kepada pemerintah desa dan organisasi Fusyakah dibanding terhadap BTNGHS. Pandangan masyarakat terhadap kerjasama seluruh pemangku kepentingan ditunjukkan dengan nilai indeks sebesar 6. Ini menunjukkan bahwa kemauan kerjasama pemangku kepentingan di mata masyarakat berada pada kategori sedang. Nilai indeks ini juga menunjukkan, bahwa masyarakat masih menaruh harapan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk melakukan kerjasama, terutama kepada pemerintah desa dan organisasi Fusyakah. Keadaan ini sejalan dengan pernyataan dari bapak M, bahwa: kami berharap agar suatu saat kami ikut dilibatkan dalam pengelolaan sumberdaya hutan, paling tidak biarkan kami untuk mengelola wisata alam yang ada di sini. Kami merupakan orang lokal di sini, maka kami juga mempunyai hak untuk ikut mengelola wisata tersebut.

23 Tabel 7 Pandangan masyarakat terhadap para pemangku kepentingan lain dalam aspek kerjasama Pandangan Masyarakat terhadap Para Pemerintah Organisasi Pemangku Kepentingan Lain 9 Desa Lokal BTNGHS Adanya pelibatan masyarakat dalam perlindungan SDH 4 4 4 Kontribusi masyarakat dihargai dan dihormati 5 5 5 Masyarakat merasa nyaman menyampaikan pendapatnya secara terbuka, karena didengarkan secara 6 6 5 berhati-hati oleh para pemangku kepentingan lain Masyarakat mengakui adanya kepentingan para pemangku lain 8 7 7 Rata-rata pandangan masyarakat terhadap setiap pemangku tertentu 6 6 5 Rata-rata pandangan masyarakat terhadap seluruh para pemangku 6 Karakter Pemangku Kepentingan Lain di Mata Masyarakat Karakter para pemangku kepentingan lain di kawasan hutan Lokapurna TNGHS selanjutnya dideskripsikan dengan menggunakan matriks managing stakeholders: type and strategies (Savage et al 1991). Dalam skripsi ini matriks Savage dimodifikasi dengan memasukkan nilai indeks kerjasama dan indeks ancaman. Tingkat kerjasama ditunjukkan dengan indeks maksimum sebesar 16 dan minimum 1. Tingkat ancaman ditunjukkan dengan indeks maksimum 20 dan minimum 1. Lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 4. Dari analisa potensi kerjasama yang telah dilakukan diketahui relasi antara masyarakat dengan seluruh pemangku kepentingan berada pada indeks sebesar 9. Sementara dari hasil analisis tingkat ancaman diketahui relasi antara masyarakat dengan seluruh pemangku kepentingan berada pada indeks sebesar 6. Merujuk kepada kerangka tipologi pemangku kepentingan pada Gambar 4 tampak bahwa para pemangku kepentingan berada pada tipe stakeholders yang marginal. Pemangku kepentingan yang bersifat marjinal ini oleh Savage dikategorikan sebagai pemangku kepentingan yang memberi dukungan yang rendah terhadap masyarakat. Dalam konteks hutan Lokapurna dapat dikatakan dukungan pemerintah desa, organisasi Fusyakah, dan BTNGHS tergolong rendah. 9 Catatan: indeks berkisar antara 1-16. indeks 16 menunjukkan nilai tertinggi dalam hal masyarakat mengakui adanya kepentingan para aktor, masyarakat merasa nyaman menyampaikan pendapatnya secara terbuka, kerna didengarkan secara berhati-hati oleh para aktor, adanya pelibatan masyarakat dalam perlindungan SDH, dan kontribusi masyarakat dihargai dan dihormati.

24 Indeks Kerjasama 16 1 Indeks Ancaman 20 1 Stakeholder type 4 Mixed blessing Strategy: collaborate Stakeholder type 3 Non-supportive Strategy:defend Stakeholder type 1 Supportive Strategy: involve Stakeholder type 2 Marginal Strategy: monitor Gambar 4 Modifikasi matriks Savage et al (1991) untuk menganalisis kategori pemangku kepentingan di hutan Lokapurna TNGHS Merujuk Savage, relasi antara warga masyarakat dengan pemangku kepentingan yang tergolong tipe 2 (marginal), dapat ditingkatkan atau dikembangkan bila masing-masing pemangku termasuk warga Lokapurna aktif melakukan pemantauan terhadap kerjasama yang dibangun dan pemantauan terhadap ancaman kerusakan taman nasional. Ikhtisar Berdasarkan hasil analisis relasi sosial pemangku kepentingan dengan menggunakan modifikasi matriks Savage et al (1991), diketahui bahwa relasi antara masyarakat dengan pemangku kepentingan lain berada pada tipe marginal, dimana hal ini berarti dukungan yang diberikan oleh pemangku kepentingan lain kepada masyarakat adalah rendah. Strategi yang dapat diterapkan pada tipe ini adalah monitoring. Melalui strategi pemantauan diharapkan relasi antara warga Lokapurna dengan pemangku kepentingan dapat ditingkatkan atau dikembangkan.

25 PENUTUP Simpulan Kawasan hutan Lokapurna telah mengalami tiga kali perubahan status dan fungsi hutan. Pertama, merupakan kawasan hutan lindung yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam (1967). Dalam konteks properti kawasan hutan Lokapurna tergolong sebagai common pool state property right. Kedua, merupakan kawasan hutan produksi di bawah penguasaan dan pengelolaan Perum Perhutani (1987). Dalam konteks hak properti, kawasan hutan Lokapurna di Desa Gunung Sari pada akhir dekade 1980, berubah menjadi common pool private property right. Ketiga, kawasan Lokapurna menjadi kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) (2003). Dalam konteks properti kawasan Lokapurna berubah menjadi common pool state property right. Meski terjadi tiga kali perubahan status dan fungsi kawasan hutan di Lokapurna, namun dari segi konsepsi Ostrom, kawasan hutan yang dimaksud masih merupakan common pool resource yang senantiasa akan berhadapan dengan ancaman menjadi open access resource. Pemangku kepentingan yang ada di wilayah Lokapurna, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) terdiri dari empat kategori, yaitu Balai TNGHS, masyarakat Desa Gunung Sari, pemerintah Desa Gunung Sari, dan organisasi lokal Fusyakah. Para pemangku kepentingan tersebut mempunyai kepentingan yang saling berbeda dalam mengakses sumberdaya hutan. Terdapat 4 macam akses yang dilakukan oleh masyarakat yaitu berkemah; mengambil ranting kayu, dan buah; mengambil tanaman, satwa, dan menebang pohon; serta mengkonversi hutan menjadi lahan pertanian dan lahan usaha. Diantara keempat macam akses tersebut konversi hutan menjadi lahan pertanian dan lahan usaha merupakan kegiatan yang lazim dilakukan oleh masyarakat (ditunjukkan dengan indeks sebesar 12 dari maksimum 16). Dari analisis relasi sosial pemangku kepentingan dengan menggunakan modifikasi matriks Savage et al (1991) diketahui bahwa relasi antara masyarakat dengan pemangku kepentingan lain berada pada tipe marginal. Kondisi ini merupakan cerminan dari potensi kerjasama pemangku kepentingan yang di mata masyarakat tergolong sedang (indeks 6 dari maksimum 16); dan tingkat ancaman pemangku kepentingan yang di mata masyarakat tergolong sedang (indeks 9 dari maksimum 20). Tipe pemangku kepentingan yang tergolong marjinal menunjukkan bahwa dukungan yang diberikan oleh pemangku kepentingan lain kepada masyarakat adalah rendah. Strategi yang dapat diterapkan pada tipe ini adalah monitoring. Melalui strategi pemantauan diharapkan relasi antara warga Lokapurna dengan pemangku kepentingan dapat ditingkatkan atau dikembangkan.

26 Saran Beberapa saran yang dapat diberikan, didasarkan atas hasil penelitian sebagai bahan pertimbangan, antara lain: 1. Sebaiknya segera ditentukan batas-batas untuk zona khusus agar masyarakat dapat mengetahui batasan-batasan sejauh mana mereka boleh mengelola hutan di lokasi penelitian. 2. Sebaiknya perlu ada dukungan dari para pemangku kepentingan terhadap masyarakat, dengan cara mengikut sertakan masyarakat dalam programprogram yang dibuat oleh para pemangku kepentingan terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan. 3. Perlu adanya pelatihan-pelatihan untuk membekali masyarakat dalam mengelola sumberdaya hutan, karena selama ini masyarakat hanya menggunakan pengetahuan yang terbatas dalam mengalola sumberdaya hutan. 4. Bagi para akademisi, perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai relasi di kawasan Lokapurna, pada aspek hubungan antar pemangku kepentingan.

27 DAFTAR PUSTAKA Bastian A. 2012. Balanced scorecard sebagai indikator pengelolaan sumber daya alam. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akutansi. 1(2): 51-56. [Internet]. [Diunduh 29 Agustus 2013]. Tersedia pada: http://journal.wima.ac.id/index.php/jima/article/.../211 Diantoro DT. 2011. Perambahan kawasan hutan pada konservasi taman nasional (studi kasus Taman Nasional Tesso Nilo, Riau). Jurnal Mimbar Hukum. 23(3): 431-645. [Internet]. [Diunduh 25 Oktober 2012]. Tersedia pada: http://eman.staf.narotama.ac.id/fils2012/02/perambahan-kawasan-hutanpada-konservasi-taman-nasional.pdf Dishut. [2010]. Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 2010 tentang tata cara perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan. [Internet]. [Diunduh 26 Januari 2013]. Tersedia pada: http://dishut.jabarprov.go.id/data/menu/pp_10_tahun_2010%20ttg%20tata %20cara%20perubahan%20peruntukan%20dan%20fungsi%20kawasan%20 hutan.pdf Fontaine C, Haarman A, Schmid S. 2006. Teori stakeholder. [Internet]. [Diunduh 26 Januari 2013]. Tersedia pada: http://www.edalys.fr/documents/stakeholders%20theory.pdf Friedman AL, Miles S. 2006.Stakeholders theory and practice. New York: Oxford University Press. Fuad FH, Maskanah S. 2000. Inovasi penyelesaian sengketa pengelolaan sumberdaya hutan. Bogor: Pustaka LATIN. Hurhaeni A. 2009. Implikasi penunjukan areal konservasi terhadap pengelolaan hutan dan luas lahan: studi kasus Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Desa Cirompang, Kec. Sobang, Kab. Lebak, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor [ID]: Sekolah Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Iqbal. 2007. Analisis peran pemangku kepentingan dan implementasinya dalam pembangunan pertanian. [Internet]. [Diunduh 25 Oktober 2012]. Tersedia pada: http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3263071.pdf Indoforest. 2011. Keadaan hutan Indonesia. [Internet]. [Diunduh 18 November 2012]. Tersedia pada: http://pdf.wri.org/indoforest_chap5_id.pdf Kompasiana. 2012. Ranferda rtrw Propinsi Jambi harus memuat resolusi konflik. [Internet]. [Diunduh 20 Januari 2013]. Tersedia pada: http://regional.kompasiana.com/2012/10/18/ranferda-rtrw-propinsi-jambiharus-memuat-resolusi-konflik-502079.html

28 Meinzen-Dick R dan Knox A. 2001. Collective action, property rights, and devolution of natural resource management: a conceptual framework. Plenary Session Papers. Hal 41-73. Menhut. 2011. Peraturan Menteri Kehutanan nomor: P.56/Menhut/-II/2006. Pedoman zonasi taman nasional Menteri Kehutanan. [Internet]. [Diunduh 26 Januari 2013]. Tersedia pada: http://ekowisata.org/wp-content/uploads/2011/11/p_56_20061.pdf Mustafa H. 2000. Teknik sampling. [Internet]. [Diunduh 1 Maret 2013]. Tersedia pada: http://home.unpar.ac.id/~hasan/sampling Ngadiono. 2004. Tiga puluh lima tahun pengelolaan hutan Indonesia refleksi dan prospek. Bogor: Yayasan Adi Sanggoro. Presiden RI. 1990. Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. [Internet]. [Diunduh 19 Juli 2013]. Tersedia pada: http://bk.menlh.go.id/files/uu-590.pdf Rahmawati R, Subair, Idris, Gentini, Ekowati D, Setiawan U. 2008. Pengetahuan lokal masyarakat adat kasepuhan: adaptasi, konflik dan dinamika sosioekologis. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. 2(2): 151-190. [Internet]. [Diunduh 11 November 2012]. Tersedia pada: http://jurnalsodality.ipb.ac.id/jurnalpdf/ edisi5-2.pdf Sardi I. 2010. Konflik sosial dalam pemanfaatan sumberdaya hutan. [Thesis]. Bogor [ID]: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sardi I. 2012. Tinjauan sosiologi lingkungan dalam pengelolaan hutan adat di Desa Baru Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Propinsi Jambi. [Internet]. [Diunduh 21 Juli 2013]. Tersedia pada: onlinejournal.unja.ac.id/index.php/jseb/article/view/288/204 Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode penelitian survai. Jakarta : LP3ES Soerjo LT. 2012. Mengakhiri konflik dengan menanam pohon. [Internet]. [Diunduh 20 Januari 2013]. Tersedia pada: http://jelajahbumimanusia.blogspot.com/2012/10/mengahiri-konflik-denganmenanam-pohon.html Suharjito D. 2010. Kapasitas dan akses masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan. [Internet]. [Diunduh 19 Juli 2013]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/31088/kapasitas%20 dan%20akses%20masyarakat%20dalam%20pengelolaan%20sumberdaya %20Hutan.pdf Wahid. 2009. Teori akses Peluso. [Internet]. [Diunduh 19 Maret 2013]. Tersedia pada: http://tulisanwahid.blogspot.com/2009/10/teori-akses-peluso.html

29 Winara A dan Mukhtar AS. 2010. Potensi kolaborasi dalam pengelolaan Taman Nasional Teluk Cederawasih di Papua. [Internet]. [Diunduh 19 Juli 2013]. Tersedia pada: http://fordamof.org/files/02.potensi_kolaborasi_tn_papua_ok_.pdf Wulan YC, Yasmi Y, Purba C, dan Wollenberg E. 2004. Analisa konflik sektor kehutanan di Indonesia 1997-2003. [Internet]. [Dinduh 8 Januari 2013]. Tersedia pada: http://www.cifor.org/publications/pdf_files/books/bwulan0401i0.pdf Yasmi. 2005. Kompleksitas pengelolaan sumberdaya hutan di era otonomi daerah: studi kasus di Kabupaten Ssintang, Kalimantan Barat. [Internet]. [Diunduh 19 Juli 2013]. Tersedia pada: http://www.cifor.org/publications/pdf_files/books/byasmi0601.pdf

30

31 LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner No. Kode Sampel: Nama responden : Tanggal wawancara : KUESIONER UNTUK MASYARAKAT Analisis Konflik Sosial Berdasarkan Akses dan Hubungan Antar Stakeholders Terhadap Sumberdaya Hutan (Studi Kasus: Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Assalamualaikum. Wr. Wb. Saya adalah mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 2009. Saya sedang melakukan penelitan Analisis Konflik Sosial Berdasarkan Akses dan Hubungan antar Stakeholders Terhadap Sumberdaya Hutan (Studi Kasus: Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyususn skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1). Saya berharap Bapak/Ibu bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini dengan jujur dan apa adanya. Adapun jawaban Bapak/Ibu, akan menjadi data penting bagi kelancaran penelitian ini. Identitas dan jawaban Bapak/Ibu akan saya jamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Atas kesediaan dan waktu Bapak/Ibu dalam mengisi kuesioner ini, saya ucapkan banyak terimakasih. DOKUMEN RAHASIA Hormat saya, Melisa Anjani Puspitasari Berilah tanda silang [X] pada pilihan yang benar/sesuai ATAU isi jawaban pada bagian yang disediakan: Karakteristik Responden 1 Umur :... tahun 2 Jenis Kelamin : [ ] laki-laki [ ] perempuan

32 3 Alamat : RT [ ] RW [ ] 4 Pendidikan Terakhir : SD SMP [ ] [ ] D3 S1 [ ] [ ] [ ] S3 [ ] SMA [ ] S2 5 Pekerjaan Utama :... Beri tanda centang ( ) pada pertanyaan di bawah ini sesuai dengan pilihan anda yang menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Keterangan: TP= Tidak Pernah, JR= Jarang, SR= Sering, SL= Selalu A. Tingkat Akses Sumberdaya No Pertanyaan TP JR SR SL 1 Apakah Bapak/Ibu berkemah di dalam hutan 2. Apakah Bapak/Ibu mengambil ranting-ranting di hutan 3. Apakah Bapak/Ibu mengambil kayu di hutan 4. Apakah Bapak/Ibu mengambil buah-buahan di hutan 5. Apakah Bapak/Ibu mengambil tanaman di hutan 6. Apakah Bapak/Ibu mengambil satwa di hutan 7. Apakah Bapak/Ibu menebang pohon di hutan 8. Apakah Bapak/Ibu menggunakan lahan di hutan untuk bercocok tanam 9. Apakah Bapak/Ibu memanfaatkan lahan di hutan untuk investasi usaha Beri tanda centang ( ) pada pertanyaan di bawah ini sesuai dengan pilihan anda yang menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Keterangan: TP= Tidak Pernah, JR= Jarang, SR= Sering, SL= Selalu B. Hubungan antar Stakeholder B.1. Tingkat Ancaman No Pertanyaan TP JR SR SL Keterangan 1. Pernahkah anda berbeda pendapat dengan pemerintah desa, terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 2. Pernahkah anda berbeda pendapat dengan LSM, terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 3. Pernahkah anda berbeda pendapat dengan balai taman nasional, terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 4. Apakah persaingan antara

masyarakat dengan pemerintah desa terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan pernah terjadi 5. Apakah persaingan antara masyarakat dengan LSM terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan pernah terjadi 6. Apakah persaingan antara masyarakat dengan balai taman nasional terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan pernah terjadi 7. Pernahkah pihak pemerintah desa merubah kesepakatan yang telah dibuat dengan kelompok lain terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 8. Pernahkah pihak LSM merubah kesepakatan yang telah dibuat dengan kelompok lain terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 9. Pernahkah pihak balai taman nasional merubah kesepakatan yang telah dibuat dengan kelompok lain terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 10. Apakah anda pernah merasa adanya ketidakadilan dari pemerintah desa terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 11. Apakah anda pernah merasa adanya ketidakadilan dari pihak LSM terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 12. Apakah anda pernah merasa adanya ketidakadilan dari balai taman nasional terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 33

34 13. Apakah anda pernah menaruh ketidak percayaan terhadap pemerintah desa terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 14. Apakah anda pernah menaruh ketidak percayaan terhadap LSM terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 15. Apakah anda pernah menaruh ketidakpercayaan terhadap balai taman nasional terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan Beri tanda centang ( ) pada pertanyaan di bawah ini sesuai dengan pilihan anda yang menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Keterangan: TP= Tidak Pernah, JR= Jarang, SR= Sering, SL= Selalu B. Hubungan antar Stakeholder B.2. Tingkat Kerjasama No Pertanyaan TP JR SR SL Keterangan 1. Apakah anda mengakui adanya berbagai kepentingan dan hak pemerintah desa 2. Apakah anda mengakui adanya berbagai kepentingan dan hak LSM 3. Apakah anda mengakui adanya berbagai kepentingan dan hak balai taman nasional 4. Apakah anda merasa nyaman dalam setiap pertemuan yang diadakan oleh pemerintah desa 5. Apakah anda merasa nyaman dalam setiap pertemuan yang diadakan oleh LSM 6. Apakah anda merasa nyaman dalam setiap pertemuan yang diadakan oleh balai taman nasional 7. Apakah anda merasa terbuka dalam mengemukakan pendapat dihadapan pemerintah desa 8. Apakah anda merasa terbuka

dalam mengemukakan pendapat dihadapan LSM 9. Apakah anda merasa terbuka dalam mengemukakan pendapat dihadapan balai taman nasional 10. Pernahkah pemerintah desa mendengarkan dengan berhati-hati setiap pendapat yang diajukan oleh masyarakat terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 11. Pernahkah LSM mendengarkan dengan berhati-hati setiap pendapat yang diajukan oleh masyarakat terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 12. Pernahkah balai taman nasional mendengarkan dengan berhati-hati setiap pendapat yang diajukan oleh masyarakat terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 13. Apakah masyarakat ikut dilibatkan dalam kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah desa terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 14. Apakah masyarakat ikut dilibatkan dalam kegiatan yang dilakukan oleh LSM terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 15. Apakah masyarakat ikut dilibatkan dalam kegiatan yang dilakukan oleh balai taman nasional terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan 16. Apakah kontribusi yang dilakukan oleh masyarakat dihormati dan dihargai secara wajar oleh pemerintah desa 35

36 17. Apakah kontribusi yang dilakukan oleh masyarakat dihormati dan dihargai secara wajar oleh LSM 18. Apakah kontribusi yang dilakukan oleh masyarakat dihormati dan dihargai secara wajar oleh balai taman nasional

37 No. Kode Sampel: Nama responden : Tanggal wawancara : PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM Analisis Konflik Sosial Berdasarkan Akses dan Hubungan antar Stakeholders Terhadap Sumberdaya Hutan (Studi Kasus: Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Assalamualaikum. Wr. Wb. Saya adalah mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 2009. Saya sedang melakukan penelitan Analisis Konflik Sosial Berdasarkan Akses dan Hubungan antar Stakeholders Terhadap Sumberdaya Hutan (Studi Kasus: Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyususn skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1). Saya berharap Bapak/Ibu bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini dengan jujur dan apa adanya. Adapun jawaban Bapak/Ibu, akan menjadi data penting bagi kelancaran penelitian ini. Identitas dan jawaban Bapak/Ibu akan saya jamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Atas kesediaan dan waktu Bapak/Ibu dalam mengisi kuesioner ini, saya ucapkan banyak terimakasih. DOKUMEN RAHASIA Hormat saya, Melisa Anjani Puspitasari 1. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai Taman Nasional Gunung Halimun Salak? 2. Apakah ibu/bapak memiliki kemudahan dalam mengakses sumberdaya hutan di wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak? 3. Seberapa sering ibu/bapak dapat mengakses hutan taman nasional tersebut? 4. Apa pandangan ibu/bapak mengenai hutan? Tolong jelasakan alasan pemilihan pandangan anda. 5. Menurut anda bagaimana hubungan antara kelompok yang ada?

38 6. Adakah kemungkinan setiap kelompok tersebut saling berselisih terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak? 7. Selama ini pernahkah ada suatu bentrokan yang terjadi antar kelompok, terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan?

39 Lampiran 2. Hasil Pengolahan Data Tabel 1 Pandangan masyarakat terhadap pemerintah desa dalam aspek ancaman N B1.1 B1.5 B1.9 B1.13 B1.17 1 2 16 1 12 20 2 4 16 2 12 20 3 6 12 3 12 20 4 6 12 3 12 15 5 4 16 3 12 20 6 4 12 3 12 15 7 4 12 3 9 15 8 6 12 4 6 15 9 4 12 2 9 20 10 4 12 3 12 20 11 6 12 3 9 20 12 4 16 3 12 20 13 4 12 2 12 20 14 4 12 3 9 20 15 4 12 3 9 15 16 4 16 2 12 20 17 6 16 3 12 15 18 4 12 3 9 15 19 4 12 3 12 20 20 4 16 3 12 20 21 4 12 2 9 20 22 4 12 3 9 15 23 4 16 2 12 20 24 6 12 3 12 15 25 4 12 2 12 20 26 6 16 3 12 20 27 4 16 3 12 20 28 4 12 3 9 20 29 4 16 2 9 20 30 4 16 3 12 20 rata-rata 4 14 3 11 19

40 Tabel 2 Pandangan masyarakat terhadap oerganisasi lokal dalam aspek ancaman N B1.2 B1.6 B1.10 B1.14 B1.18 1 2 16 1 12 20 2 4 16 2 12 20 3 2 16 2 12 20 4 4 12 2 12 20 5 4 12 2 9 15 6 4 12 3 9 15 7 4 12 2 12 20 8 8 8 4 9 15 9 4 12 3 12 20 10 4 12 2 12 20 11 6 16 3 9 20 12 6 16 3 12 20 13 4 16 2 12 20 14 6 8 3 12 20 15 6 12 3 9 20 16 4 12 2 9 20 17 6 8 3 9 20 18 4 12 3 9 20 19 2 16 2 12 20 20 6 16 3 12 20 21 4 12 3 9 15 22 4 12 2 9 20 23 4 16 3 12 20 24 4 16 2 9 20 25 4 16 3 12 20 26 4 16 2 12 20 27 6 8 3 9 20 28 6 8 4 9 15 29 6 12 3 9 15 30 4 16 3 9 20 rata-rata 5 13 3 11 19

41 Tabel 3 Pandangan masyarakat terhadap BTNGHS dalam aspek ancaman N B1.3 B1.7 B1.11 B1.15 B1.19 1 6 8 3 6 10 2 8 4 4 3 10 3 6 12 4 6 15 4 6 12 4 9 20 5 8 8 4 6 15 6 8 4 4 6 10 7 6 12 3 6 15 8 6 8 3 6 10 9 8 4 4 3 10 10 6 8 4 6 15 11 8 8 4 6 10 12 6 8 4 6 10 13 6 12 4 6 15 14 6 8 4 6 15 15 8 8 4 6 10 16 8 8 4 6 10 17 6 8 4 6 10 18 6 8 3 6 10 19 8 4 4 3 10 20 6 12 3 9 15 21 8 8 4 6 10 22 6 8 4 6 10 23 8 4 4 3 10 24 6 8 3 6 10 25 6 8 3 9 15 26 6 12 4 6 15 27 6 8 3 9 20 28 6 8 3 6 15 29 8 4 4 3 10 30 6 8 4 6 10 rata-rata 7 8 4 6 12

42 Tabel 4 Pandangan masyarakat terhadap pemerintah desa dalam aspek kerjasama No B2.1 B2.5 B2.9 B2.13 B2.17 B2.21 B2.25 1 1 8 3 3 9 4 5 2 1 6 3 3 9 4 5 3 2 8 9 9 12 4 5 4 2 8 9 9 9 4 5 5 1 6 3 3 9 4 5 6 1 8 9 3 9 4 5 7 1 8 3 3 9 4 5 8 1 8 3 3 9 4 5 9 1 8 3 3 9 4 5 10 1 6 3 3 9 4 5 11 1 8 3 3 12 4 5 12 1 8 3 3 9 4 5 13 1 8 3 3 9 4 5 14 2 8 9 9 9 4 5 15 1 8 3 3 9 4 5 16 1 6 3 3 9 4 5 17 1 6 3 3 9 4 5 18 1 8 3 3 12 4 5 19 1 8 3 9 12 4 5 20 1 6 3 3 9 4 5 21 1 8 3 3 9 4 5 22 1 8 3 3 9 4 5 23 1 8 3 3 12 4 5 24 1 8 3 3 9 4 5 25 1 8 3 3 9 4 5 26 1 8 3 3 9 4 5 27 1 8 3 3 9 4 5 28 1 8 3 3 9 4 5 29 1 8 3 3 12 4 5 30 1 6 3 9 3 4 5 rata-rata 1 8 4 4 9 4 5

43 Tabel 5 Pandangan masyarakat terhadap organisasi lokal dalam aspek kerjasama N B2.2 B2.6 B2.10 B2.14 B2.18 B2.22 B2.26 1 1 8 3 3 9 4 5 2 1 6 3 3 9 4 5 3 2 8 9 9 12 4 5 4 2 6 9 9 9 4 5 5 1 8 3 3 9 4 5 6 1 8 3 3 12 4 5 7 1 8 3 3 12 4 5 8 1 8 3 3 12 4 5 9 1 8 3 3 9 4 5 10 1 8 3 3 9 4 5 11 1 6 3 3 9 4 5 12 1 8 3 3 9 4 5 13 1 6 3 3 9 4 5 14 2 8 9 9 9 4 5 15 1 8 3 3 9 4 5 16 1 6 3 3 9 4 5 17 1 6 3 3 9 4 5 18 1 6 3 3 9 4 5 19 1 6 3 9 9 4 5 20 1 8 3 3 9 4 5 21 1 8 3 3 9 4 5 22 1 8 3 3 9 4 5 23 1 8 3 3 9 4 5 24 1 8 3 9 12 4 5 25 1 6 3 3 9 4 5 26 1 6 3 3 9 4 5 27 1 8 3 3 12 4 5 28 1 8 3 3 9 4 5 29 1 8 3 3 12 4 5 30 1 8 3 3 12 4 5 rata-rata 1 7 4 4 10 4 5

44 Tabel 6 Pandangan masyarakat terhadap BTNGHS dalam aspek kerjasama N B2.3 B2.7 B2.11 B2.15 B2.19 B2.23 B2.27 1 1 8 3 3 6 4 5 2 1 6 3 3 6 4 5 3 2 8 6 9 9 4 5 4 2 8 9 9 9 4 5 5 1 8 3 3 6 4 5 6 1 8 3 3 6 4 5 7 1 8 3 3 6 4 5 8 1 8 3 3 9 4 5 9 1 8 3 3 6 4 5 10 1 8 3 3 6 4 5 11 1 8 3 3 6 4 5 12 1 8 3 3 3 4 5 13 1 6 3 3 6 4 5 14 2 8 9 9 9 4 5 15 1 6 3 3 3 4 5 16 1 6 3 3 9 4 5 17 1 6 3 3 9 4 5 18 1 8 3 3 9 4 5 19 1 8 3 3 6 4 5 20 1 8 3 3 6 4 5 21 1 6 3 3 9 4 5 22 1 8 3 3 3 4 5 23 1 8 3 3 9 4 5 24 1 8 3 3 6 4 5 25 1 8 3 3 3 4 5 26 1 6 3 3 9 4 5 27 1 8 3 3 9 4 5 28 1 8 3 3 3 4 5 29 1 8 3 3 6 4 5 30 1 6 3 3 6 4 5 rata-rata 1 7 4 4 7 4 5

45 Tabel 7 Akses masyarakat terhadap kawasan hutan Lokapurna No A.2 A.3 A.4 A.5 A.6 A.7 A.8 A.10 A.11 A.12 1 4 2 4 6 10 3 4 5 5 1 2 4 2 4 6 15 3 4 5 5 1 3 8 4 8 12 20 3 4 15 5 1 4 4 2 6 9 15 3 4 5 5 1 5 4 2 4 6 10 3 4 5 5 1 6 2 2 2 3 5 3 4 5 5 1 7 2 2 2 3 5 3 4 5 5 1 8 2 2 2 6 10 3 4 5 5 1 9 2 2 2 3 5 3 4 5 5 1 10 4 2 4 9 15 3 4 5 5 1 11 4 2 4 9 15 3 4 5 5 1 12 4 2 4 6 10 3 4 5 5 1 13 4 2 4 6 10 3 4 5 5 1 14 2 2 2 3 5 3 4 5 5 1 15 2 2 4 9 15 3 4 5 5 1 16 2 2 4 6 10 3 4 5 5 1 17 2 2 2 3 5 3 4 5 5 1 18 4 2 4 6 10 3 4 5 5 1 19 2 2 4 6 15 3 4 5 5 1 20 2 2 4 6 10 3 4 5 5 1 21 2 2 4 6 15 3 4 5 5 1 22 4 2 6 9 15 3 4 5 5 1 23 4 2 4 6 10 3 4 5 5 1 24 4 2 4 9 15 3 4 5 5 1 25 8 2 8 12 20 3 4 15 10 1 26 4 2 4 6 10 3 4 5 5 1 27 4 2 4 6 15 3 4 5 5 1 28 8 2 8 12 20 3 4 15 15 1 29 2 2 4 6 10 3 4 5 5 1 30 2 2 4 6 15 3 4 5 5 1 rata-rata 4 2 4 7 12 3 4 6 6 1

46 Lampiran 3. Peta lokasi penelitian

47 Lampiran 4. Responden hasil accidental sampling No. Nama 1 S 2 Ek 3 Sg 4 St 5 Ab 6 Eg 7 An 8 Em 9 Su 10 Rn 11 Si 12 Hi 13 Sug 14 Ss 15 F 16 An 17 So 18 Ai 19 Dg 20 Ad 21 Jl 22 En 23 El 24 M 25 Ni 26 C 27 Sa 28 Ad 29 Ga 30 So

48 Lampiran 5. Dokumentasi