BAB I PENDAHULUAN. kronis bangsa. Hampir disemua lini pemerintahan terjadi perilaku korupsi, dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. manusia, sistem pengendalian internal (Windiatuti, 2013). daerah adalah (1) komiten pimpinan (Management Commitment) yang kuat

BAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014).

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Governance yang menjadi salah satu agenda reformasi sektor publik di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Sistematika penulisan menjelaskan mengenai tahapan-tahapan penulisan laporan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku organisasi yang mencerminkan kejujuran dan etika yang dikomunikasikan

BAB I PENDAHULUAN. governance dan penyelenggaraan organisasi sektor publik yang efektif, efisien,

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Barat. Diumumkan dalam Lembaran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. transparan dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan

BAB I PENDAHULUAN. menyajikan laporan hasil audit. Agar pemerintah puas dengan pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup orang banyak, maka sudah sepantasnya pemerintah dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan dana yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengawasan bersifat

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

SELAYANG PANDANG BPK PERWAKILAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. korupsi baik di level pusat maupun daerah menjadi penyebab utama hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. fungsi-fungsi dasar manajemen lainnya yaitu perencanaan dan pelaksanaan.

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan titik terang, untuk mendorong perubahan dalam tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap perusahaan yang berbentuk perseroan terbuka, bidang

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, organisasi audit pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu : Auditor Eksternal

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pasar global, tetapi juga merugikan negara serta dalam jangka panjang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. mengamanatkan bahwa setiap kepala daerah wajib menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean governance di Indonesia semakin meningkat. Melihat

BAB 5 KONKLUSI DAN REKOMENDASI

Jeanne Asteria W. Martinus Sony Ersetiawan Universitas Katolik Darma Cendika

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang sistem pengendalian internal pemerintahan (SPIP) mendapat

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemerintah dituntut untuk mewujudkan prinsip-prinsip yang terkandung

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

ABSTRAK. Kata kunci: good governance, pengelolaan keuangan, sistem pengendalian intern pemerintah, kinerja pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan ini merupakan kelanjutan dari Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. daerah (Mahmudi, 2011). Laporan keuangan dalam lingkungan sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. meyakini kualitas pekerjaannya. Dalam penyelenggaraanya good governance

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Abdul dan Syam (2012: 108) menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah semakin menguatnya tuntutan masyarakat terhadap pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. secara berlapis-lapis, seperti BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal, Inspektorat

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perhatian utama masyarakat pada sektor publik atau pemerintahan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. melalui laporan keuangan pemerintah daerah yang digunakan sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN Keadaan Ekonomi Daerah. Tabel 1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD. Realisasi Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN. governance dalam hal ini menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian mengenai kualitas audit penting agar auditor dapat mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) yang mengarah pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Audit merupakan suatu proses sistematik yang dilakukan untuk. mengevaluasi bukti secara objektif atas pernyataan-pernyataan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi ekonomi dan kemajuan teknologi telah mendorong kompetisi yang

BAB I PENDAHULUAN. prinsip- prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan pemerintah merupakan komponen penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik, atau biasa disebut good governance. Untuk mencapainya

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. roda perusahaan manajemen akan diawasi oleh fungsi satuan pengawasan internal

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2002:9) adalah suatu proses. sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masyarakat akan terwujudnya pemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi dalam bidang pengelolaan keuangan daerah. membuat pemerintah daerah dituntut membawa perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. diketahui karena banyaknya pemberitaan-pemberitaan di media masa mengenai

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB II AUDIT INTERNAL PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN. memeriksa dan mengevaluasi laporan keuangan yang disajikan oleh objek

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Praktik korupsi di Indonesia seperti sudah menggurita menjadi penyakit kronis bangsa. Hampir disemua lini pemerintahan terjadi perilaku korupsi, dan bahkan orang sudah menganggap korupsi sebagai hal yang wajar dan tanpa disadari telah menyebabkan keterpurukan bangsa yang membuat rakyat menjadi menderita. Namun tidak sedikit orang berpesta pora menikmati kekayaan, bergelimang harta diatas penderitaan orang lain. Tidak mudah untuk menghentikan praktik korupsi dan menangkap seorang koruptor, banyak yang disangka melakukan tindak pidana korupsi tetapi kemudian dibebaskan karena tidak cukup bukti begitu pula yang berdasarkan hasil audit seseorang dinyatakan melakukan korupsi namun tidak dikenakan sanksi bahkan malah dilindungi. Salah satu praktik korupsi yang dilakukan adalah fraud ( kecurangan ) pada laporan keuangan pemerintahan daerah. Kecurangan laporan keuangan adalah tindak kesengajaan dalam memanipulasi laporan keuangan dengan melebih-lebihkan nilai penjualan dan aset, merendahkan biaya penjualan, utang, dan beban, memanipulasi periode atau tanggal transaksi yang tercatat atau saat pengakuannya, tidak secara benar mengukur keterjadian transaksi, dengan sengaja menyalahgunakan prinsip akuntansi yang berterima umum (Wallace & Earl, 2009). Dan peran akuntan sering dipertanyakan dalam menangani kecurangan pada laporan keuangan. 1

2 Kesenjangan harapan audit menunjukkan bahwa tidak terpenuhinya harapan masyarakat tentang peran akuntan dalam setiap kasus kecurangan (Hassink, Meuwissen & Bollen, 2010). Menurut Hartati (2011), salah satu kriteria pemeriksaan atas laporan keuangan, yang dilakukan dalam rangka memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan, yang disajikan dalam laporan keuangan salah satunya berdasarkan pada pengungkapan yang lengkap (full disclosure). Oleh karena itu pengungkapan (disclosure) merupakan hal yang sangat penting dalam pemeriksaan untuk mengeluarkan opini atas laporan keuangan. Sehingga penilaian opini dapat dilihat dari pengungkapan laporan keuangan tersebut. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku lembaga yang mempunyai tugas dan kewajiban untuk memeriksa laporan keuangan dan mencegah serta mendeteksi sedini mungkin tentang kecurangan-kecurangan yang mungkin dapat terjadi dalam membuat laporan keuangan mengeluarkan hasil atas pemeriksaannya pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2015, dari 533 pemerintah daerah, sekitar 312 (58%) pemerintah daerah yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 187 (35%) mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), 4 (1%) mendapat opini tidak wajar (TW), dan 30 (6%) mendapat opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) ( www.bpk.go.id diakses 11 Maret 2017)

3 Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Opini LKPD Sumber: IHPS BPK Semester I 2016 Apabila dilihat secara lebih menyeluruh, opini LKPD dalam 5 tahun terakhir (2011-2015) mengalami perbaikan. Selama periode tersebut, LKPD yang memperoleh opini WTP naik sebanyak 45 poin persen, yaitu dari 13% pada tahun 2011 menjadi 58% pada tahun 2015. Gambar 1.2 Grafik Perkembangan Opini LKPD 2011-2015 Sumber: IHPS BPK Semester I 2016 Pada hakekatnya, sesuai dengan Undang undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara, yaitu pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara

4 sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Walaupun kekuasaan tersebut dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna barang dan diserahkan kepada gubernur/ bupati/ walikota, akuntabilitas keuangan negara tersebut tetap menjadi tanggung jawab Presiden membutuhkan aparat Pengawasan intern agar dapat berakuntabilitas dengan baik, sebelum akuntabilitas tersebut diperiksa oleh BPK sebagai auditor ekstern pemerintah. Hal ini juga dipertegas lagi dalam Undang-undang Nomor 1/2004 tentang Pembendaharaan Negara, yang menyatakan bahwa Presiden selaku kepala pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Jiwa dari undang-undang ini jelas, bahwa aparat pengawasan intern yang merupakan bagian dari sistem pengendalian intern pemerintah harus bersinergi dengan baik secara berjenjang dengan auditor ekstern, agar akuntabilitas pengelolaan keuangan negara tersebut transparan dan akuntabel sehingga membantu atau memudahkan BPK untuk melakukan auditnya. Apabila terjadi suatu masalah ketidaktertiban/penyimpangan dalam suatu instansi, aparat pengawasan internal seharusnya membenahi hal tersebut terlebih dahulu, dalam hal ini dapat dilakukan oleh Badan Pengawas sebagai auditor intern di lingkungan lembaga yang bersangkutan, atau BPKP yang juga berperan sebagai auditor intern pemerintah yang bertanggung jawab kepada Presiden. Dengan demikian, apabila permasalahan dapat diselesaikan auditor internal dalam hal ini Inspektorat maka akan sangat mempermudah BPK sebagai auditor eksternal pemerintah. Apabila permasalahan tidak dapat diselesaikan auditor internal, maka akan menjadi kewajiban pimpinan departemen/pimpinan lembaga selaku

5 Pengguna Anggaran (atau Kuasa Pengguna Anggaran) untuk menertibkannya sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh aparat pengawasan intern. Pada akhirnya tidak ada lagi keragu-raguan bagi auditor eksternal untuk melakukan pengujian dan penilaian atas akuntabilitas keuangan tersebut. Dari sisi pengawasan atas pengelolaan keuangan, bila mengacu pada pasal 9 ayat (1) UU 15/2004, disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan tugas pemeriksaannya, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah. Auditor Internal Pemerintah atau yang lebih dikenal sebagai Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) dilaksanakan oleh BPKP, Inspektorat Jenderal Departemen/LPND, dan Badan Pengawasan Daerah (www.wordpress.com/tugas-auditor-internal diakses 10 Maret 2017) The institute of internal auditor (IIA) mendefinisikan Internal audit sebagai suatu fungsi penilaian independent yang ditetapkan dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi aktivitas aktivitas organisasi sebagai suatu jasa kepada organisasi. Sebagai suatu profesi, ciri utama internal auditor adalah kesediaan menerima tanggung jawab terhadap kepentingan masyarakat dan pihak-pihak yang dilayani. Agar dapat mengembang tugas dan tanggung jawab secara efektif, internal auditor perlu memelihara standar perilaku dan standar prantik pelaksanaan yang handal. Audit internal merupakan kegiatan penilaian bebas, dipersiapkan dalam organisasi sebagai suatu jasa terhadap organisasi. Kegiatan ini mengaudit dan menilai efektivitas kegiatan unit yang lain. Sawyer (2005) mengemukakan bahwa Internal Auditing is an independent appraisal function established within an

6 organization to examine and evaluate it s activities as a service to the organization. Arens dan Lobbecke (2009) mengatakan bahwa internal auditor adalah seseorang yang bekerja sebagai karyawan pada suatu perusahaan untuk melakukan audit bagi kepentingan manajemen. Kemudian menurut Amrizal (2004) internal auditing adalah suatu penilaian yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih mengenai ketelitian, dapat dipercayai, efisiensi, kegunaan catatan-catatan (akuntansi) perusahaan serta pengendalian internal yang terdapat dalam perusahaan. Tujuannya adalah untuk membantu pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan memberikan analis, penilaian, saran dan komentar kegiatan yang diaudit. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eka (2010) tentang Analisis Pengaruh Komponen Keahlian Internal Auditor Terhadap Pendeteksian Dan Pencegahan Kecurangan (Fraud) Di Inspektorat Jenderal Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mengatakan bahwa strategi penentuan keputusan, analisa tugas, dan perilaku etis berpengaruh positif dan nyata terhadap pendeteksian kecurangan. Dan juga psikologis, kemampuan berpikir dan pengalaman tidak berpengaruh secara nyata terhadap pendeteksian kecurangan. Penelitian yang dilakukan oleh Norsain (2014) menganalisis tentang peranan audit internal dalam mendeteksi dan mencegah kecurangan (fraud), hasil penelitian diketahui bahwa sarana kendali sudah cukup memadai untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan namun pengendalian hanya pada salah satu unit saja sedangkan unit-unit yang lain belum terdeteksi, kinerja internal audit kurang

7 maksimal karena minim pemahaman tentang tugas dan tanggung jawab internal audit serta kompetensi yang masih kurang memadai dari internal audit. Sylvi (2013) dalam penelitiannya pada Inspektorat Provinsi Sulawesih Selatan mendapatkan bahwa peranan internal audit sangat dibutuhkan sekali dalam mendeteksi dan mencegah terjadinya kecurangan (fraud) pada laporan keuangan pemerintah daerah hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya opini yang diterima dari BPK yaitu WTP (wajar tanpa pengecualian) sebanyak dua kali berturut-turut di periode tahun 2008-2013 meskipun secara bertahap. Sesungguhnya kecurangan (fraud) yang terjadi di lingkungan instansi pemerintah bukan hanya perjlanan dinas dan korupsi saja, tetapi masih banyak modus-modus lainnya. Hampir pada semua proses bisnis dan pelayanan yang dijalankan oleh instansi pemerintah pusat maupun daerah masih sarat dengan kecurangan dan KKN. Selain modus perjalanan dinas fiktif, penyimpanan yang sudah banyak terungkap mencakup rekayasa pengadaan barang dan jasa, penyimpangan penerimaan negara/daerah, biaya perijinan, pungutan tidak resmi, penyalahgunaan wewenang, kontribusi pihak swasta yang tidak dipentanggungjawabkan dan bantuan dana antar instansi yang dipertanggungjawabkan secara tidak benar. Dari beberapa bentuk kecurangan diatas tidak dapat dihindari lagi pertanyaan bahwa apakah sesungguhnya Inspektorat sebagai pengawas internal mampu menjalankan fungsi dan wewenangnya sesuai tugas dan tanggungjawabnya memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap instansi/skpd sebagaimana yang tertulis dalam konsep pemerintah dalam rangka mencapai pemerintahan yang baik dan benar.

8 Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN AUDITOR INTERNAL DALAM MENDETEKSI DAN MENCEGAH FRAUD (KECURANGAN) PADA LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (STUDI KASUS PADA INSPEKTORAT YOGYAKARTA) 1.2 PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang peneliti kemukakan diatas, maka rumusan masalah yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah skeptisisme profesional berpengaruh terhadap kemampuan auditor internal dalam mendeteksi dan mencegah kecurangan (fraud) pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah? 2. Apakah Independensi auditor berpengaruh terhadap kemampuan auditor internal dalam mendeteksi dan mencegah kecurangan (fraud) pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah? 3. Apakah keahlian profesional berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi dan mencegah kecurangan (fraud) pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah? 4. Apakah pengalaman auditor internal berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi dan mencegah kecurangan (fraud) pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah?

9 1.3 BATASAN MASALAH Batasan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan auditor yang mana skeptisisme profesional, independensi, pengalaman, keahlian profesional dalam mendeteksi dan mencegah fraud (kecurangan) pada laporan keuangan pemerintah daerah di satuan wilayah kerja Inspektorat Yogyakarta. 1.4 TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui apakah skeptisisme profesional auditor mempunyai pengaruh terhadap kemampuan auditor internal dalam mendeteksi dan mencegah kecurangan (fraud) pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. 2. Untuk mengetahui apakah independensi auditor mempunyai pengaruh terhadap kemampuan auditor internal dalam mendeteksi dan mencegah kecurangan (fraud) pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. 3. Untuk mengetahui apakah keahlian profesional auditor internal mempunyai pengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi dan mencegah kecurangan (fraud) pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. 4. Untuk mengetahui apakah pengalaman auditor internal mempunyai pengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi dan mencegah kecurangan (fraud) pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

10 1.5 MANFAAT PENELITIAN 1. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan peneliti tentang pentingnya internal auditor pada sistem pemerintahan terutama dalam pendeteksian dan pencegahan kecurangan (fraud) dan juga bagi temanteman mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas Mercu Buana Yogyakarta. 2. Hasil penelitian diharapkan dapat membuat peneliti dan para calon akuntan dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan auditor dalam mendeteksi dan mencegah kecurangan (fraud) pada laporan keuangan pemerintah daerah. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah provinsi mengenai seberapa jauh peranan audit internal dalam mendeteksi kecurangan. Permasalahan ini sangat penting dikemukakan karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi ketidak konsistenan peran dan fungsi auditor internal sebagai bagian dari salah satu fasilitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah. 4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan semangat bagi caloncalon internal audit untuk kedepan dapat menjadi seorang internal audit yang handal dan dapat dipercaya karena internal audit merupakan pilar utama dalam sistem pengawasan keuangan pemerintahan, oleh karena itu auditor internal harus menjalankan tugasnya dengan baik.

11 1.6 SISTEMATIKA PENULISAN BAB I : PENDAHULUAN Merupakan bagian pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab, yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI Berisi tinjauan dan teori-teori yang terdiri dari beberapa sub bab, yang membahas tentang: auditor secara umum, internal auditor pada sektor publik, teori kecurangan, faktor-faktor penyebab terjadinya kecurangan, cara mendeteksi kecurangan, cara mencegah kecurangan, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, serta hipotesis penelitian. BAB III : METODELOGI PENELITIAN Berisi uraian tentang lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode sampling yang dipakai, variabel penelitian, metode pengumpulan data yang mana menggunakan kuesioner penelitian yang diadopsi dari penelitian sebelumnya oleh Siti Rahayu (2015) tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan: Pendekatan Explanatori Sequential, teknik analisis data termasuk prosedur analisis yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian. BAB IV : ANALISA DATA Merupakan hasil dari penelitian yang menguraikan gambaran umum objek penelitian dan analisis data.

12 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian, saran yang diperlukan untuk pihak yang berkepentingan dan keterbatasan penelitian.