BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi habitat lebih dari 1539 jenis burung. Sebanyak 45% ikan di dunia,

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

BAB I PENDAHULUAN. dan satwa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Menurut rilis terakhir dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada usia dini anak mengalami masa keemasan yang merupakan masa dimana

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 06 TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

UPAYA PEMERINTAH MELESTARIKAN KEBERADAAN SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

BAB I PENDAHULUAN. Perburuan satwa liar merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumber

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

BAB I PENDAHULUAN. ( 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup

SMP NEGERI 3 MENGGALA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan hutan dalam. pemenuhan bahan pangan langsung dari dalam hutan seperti berburu hewan,

BAB IV PRAKTIK JUAL BELI LUTUNG JAWA DI DESA TRIGONCO KECAMATAN ASEMBAGUS KABUPATEN SITUBONDO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mengenal Satwa Liar dan Teknik Perlindungannya

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemilihan Studi. Permainan menurut Joan Freeman dan Utami Munandar (dalam Andang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. TINJAUAN PUSTAKA. pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dipertanggungjawabkan

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

Undang Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang : Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya

ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 8 TAHUN

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III

DINAS KEHUTANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai keragaman jenis satwa seperti jenis

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

PEMERINTAH DESA KUCUR

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hutan dan Penguasaan Hasil Hutan. olehberbagai jenis tumbuh-tumbuhan, di antaranya tumbuhan yanh lebat dan

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

Gajah Liar Ini Mati Meski Sudah Diobati

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera Om Swastiastu

ANCAMAN KELESTARIAN DAN STRATEGI KONSERVASI OWA-JAWA (Hylobates moloch)

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan lingkungan yang ada pada saat ini. Dalam kaitannya dengan

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

A. Efektivitas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi. Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Juncto Peraturan

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BENTUK-BENTUK DAN PERLINDUNGAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG KECAMATAN DUKUN DESA KENINGAR Alamat : Keningar, Dukun, Magelang Kode Pos 56482

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015. Kata kunci: Perlindungan hukum, hewan lindung.

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Hewan primata penghuni hutan tropis

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan karunia dari Allah SWT yang harus dikelola dengan bijaksana, sebab sumber daya alam memiliki keterbatasan penggunaannya. Sumberdaya alam adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan alam yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar lebih sejahtera. Sumber daya alam berdasarkan jenisnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sumber daya alam hayati atau biotik dan sumber daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati disekitanya secara keseluruhan membentuk ekosistem. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia sangat kaya dengan keanekaragaman sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pada kenyataannya kira-kira 10% dari semua makhluk hidup dan menghuni bumi ini terdapat di Indonesia (Saifullah, 2007). Salah satu yang menjadikan ciri keunikan Indonesia dibidang keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman satwanya. Kondisi satwa yang ada di Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Indonesia secara geografis terletak pada perbatasan lempeng Asia Purba dan Lempeng Australia itu menyebabkan perbedaan tipe satwa di kawasan Barat, Tengah dan Timur Indonesia (Widada dkk, 2006). Keanekaragaman satwa di Indonesia juga disebabkan karena wilayah yang luas dan ekosistem yang beragam. Karena hal 1

tersebut, wilayah Indonesia memiliki berbagai jenis satwa khas atau endemik yang hanya terdapat di Indonesia. Sehingga Indonesia memiliki berbagai jenis satwa yang dilindungi. Keberadaan satwa endemik ini sangat penting, karena jika punah di Indonesia maka itu artinya mereka punah juga di dunia. Meskipun kaya, namun Indonesia dikenal juga sebagai negara yang memiliki daftar panjang tentang satwa liar yang terancam punah. Saat ini jumlah jenis satwa liar Indonesia yang terancam punah menurut IUCN 2011 adalah 184 jenis mamalia, 119 jenis burung, 32 jenis reptil, dan 32 jenis ampibi. Jumlah total spesies satwa Indonesia yang terancam punah dengan kategori kritis (critically endangered) ada 69 spesies, kategori terancam (endangered) 197 spesies dan kategori rentan (vulnerable) ada 539 jenis. Satwa-satwa tersebut benar-benar akan punah dari alam jika tidak ada tindakan untuk menyelamatkannya. Penyebab terancam punahnya satwa liar Indonesia setidaknya ada dua hal yaitu pertama, berkurang dan rusaknya habitat, kedua, perburuan untuk diperdagangkan secara liar. Kini perdagangan satwa liar menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa liar di Indonesia. Yang dimaksud dengan perdagangan satwa secara liar, merupakan perdagangan satwa yang dilindungi tanpa memperhatikan aturan yang telah ada. Sebagian masyarakat masih gemar memperjualbelikan satwa dilindungi secara liar baik memperjual belikannya dalam keadaan hidup untuk dipelihara maupun dalam bentuk satwa liar yang sudah mati kemudian diawetkan. 2

Sebagai contoh dalam perdagangan satwa secara liar yang terjadi pada tahun 2015, Tim gabungan dari Polres Probolinggo dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah III Jawa Timur di Jember, menangkap Muhamad Fatah Yasin (28), warga Dusun Pasar RT 1 RW 1, Desa Petunjungan, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo. Ia ditangkap karena diduga kuat menjadi salah satu pedagang satwa langka dan dilindungi jenis Lutung Jawa (Trachypitechus auratus). Untuk barang bukti petugas gabungan menyita 5 (ekor) satwa jenis Lutung Jawa (Trachypitechus auratus) (Sundari, 2015). Padahal satwa liar jenis Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) merupakan satwa liar yang dilindungi sejak tahun 1999 berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No:733/KptsII/1999. Sehingga perdagangan satwa tersebut merupakan perbuatan yang dilarang dan telah disebutkan pada pasal 21 ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Hayati dan Ekosistemnya bahwa; Setiap orang dilarang : a. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; b. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. Dalam Undang-Undang tersebut juga secara tegas diterangkan mengenai sanksi pidana bagi para pelaku perdagangan satwa yang dilindungi secara liar yaitu pidana paling lama selama 5 (lima) tahun dan denda Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Dalam kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap satwa jenis Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) dari perdagangan liar, selain terdapat Undang- 3

Undang maupun aturan lain yang mengatur tentang hal tersebut, pemerintah ataupun aparatur penegak hukum tidak dapat bekerja sendiri. Pemerintah maupun aparatur penegak hukum dalam penanganan kasus pedagangan liar memerlukan kerja sama dengan lembaga konservasi maupun lembaga pemerintah yang berkaitan dengan perlindungan satwa. Hal tersebut dimaksudkan sebagai tempat rehabilitasi satwa hasil operasi yang dilakukan oleh pemerintah dari kasus perdagangan liar. Salah tempat rehabilitasi satwa jenis Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) yaitu Javan Langur Center (JLC) The Aspinall Foundation Indonesia Program yang berada di Coban Talun, Kota Batu. Javan Langur Center (JLC) atau Pusat Rehabilitasi Lutung Jawa (Trachypithecus aurautus) merupakan tempat penyelamatan dan rehabilitasi satwa jenis Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) sebelum dilepasliarkan ke habitat alaminya. Tempat ini menjadi salah satu tujuan pemerintah dalam hal ini BBKSDA Jawa Timur sebagai tempat penitipan satwa jenis Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) yang berasal dari penyerahan secara sukarela dari masyarakat dan atau sitaan dari perdagangan liar untuk di wilayah Jawa Timur. Yang membedakan Javan Langur Center (JLC) dengan lembaga konservasi lainnya adalah bahwa kegiatan utama Javan Langur Center (JLC) lebih diutamakan dalam penyelamatan satwa, rehabilitasi satwa dan pendidikan konservasi khusus satwa jenis Lutung Jawa (Trachypithecus auratus). Untuk itu perlu diketahui, bagaimana perlindungan terhadap satwa jenis Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) dari perdagangan liar setelah berada di lembaga konservasi tersebut. 4

Berdasarkan asumsi diatas, maka penulis mencoba mengupas mengenai, bagaimana Perlindungan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terhadap perdagangan liar satwa Jenis Lutung Jawa (Trachypithecus auratus), kemudian dilanjutkan bagaimana upaya dan bentuk penyelamatan serta rehabilitasi satwa jenis Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) terhadap satwa milik negara dari hasil sitaan perdagangan liar di pusat rehabilitasi Javan Langur Center (JLC). Oleh karenanya penulis mengambil judul Perlindungan Hukum Terhadap Satwa Liar Jenis Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) Dari Perdagangan Liar Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 (Studi Kasus Di Javan Langur Center, Coban Talun, Kota Batu). Yang di harapkan dari penelitian ini dapat diketahui dan dipahami mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap satwa jenis Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) dari perdagangan liar tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penyusun merumuskan pokok masalah dalam penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terhadap perdagangan liar satwa Lutung Jawa (Trachypithecus auratus)? 2. Bagaimana upaya dan bentuk penyelamatan serta rehabilitasi satwa jenis Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) terhadap satwa milik Negara dari hasil sitaan perdagangan liar di pusat rehabilitasi Javan Langur Center (JLC), Coban Talun Kota Batu? 5

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penulis melalui penelitian ini adalah: 1. Mengetahui bagaimana perlindungan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terhadap perdagangan satwa liar jenis Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) secara liar. 2. Mengetahui bentuk dan upaya penyelamatan serta rehabilitasi satwa jenis Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) di Javan Langur Center (JLC), Coban Talun, Kota Batu. 1.4 Manfaat Penelitan Manfaat yang dinginkan penulis melalui penelitian ini adalah: 1. Dapat berguna untuk menambah wawasan keilmuan, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya yang dapat digunakan sebagai pedoman ataupun bahan masukan dalam penelitian sejenis yang berkaitan hukum terhadap perdagangan satwa liar jenis Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) secara liar. 2. Dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat secara umum mengenai perlindungan hukum terhadap satwa jenis Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 3. Dapat menambah wawasan mengenai Javan Langur Center sebagai pusat rehabilitasi Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) yang ada di Coban Talun, Kota Batu. 6