BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI LAMPUNG BARAT PROVINSI LAMPUNG

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG,

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN LAMONGAN

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SEKADAU

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 8 TAHUN 2014

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KABUPATEN CILACAP

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PAREPARE

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI BATANG PROVINSIJAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2014

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 25 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SELAYAR. dan BUPATI SELAYAR

SALINAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJALENGKA,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Prosedur. Kartu Tanda Anggota.

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMBINAAN DAN PEDOMAN OPERASIONAL PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

2016, No Kartu Tanda Pengenal Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil perlu diganti; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

SALINAN. jdih.bulelengkab.go.id

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2000 NOMOR PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 23 TAHUN 2002 SERI E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 04 TAHUN 2002

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SEKRETARIAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MOJOKERTO

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

Transkripsi:

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang efektif dan efisien guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, diperlukan jaminan kepastian penegakan hukum di daerah; b. bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat di daerah, diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil yang melakukan penyidikan terhadap pelanggaran peraturan daerah; c. bahwa sesuai ketentuan Pasal 257 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Penyidik Pegawai Negeri Sipil berwenang melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah guna memberikan landasan dalam mewujudkan tertib hukum di daerah; d. bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Nomor 8 Tahun 1986 tentang Pengusulan Pengangkatan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagai Penyidik Pada Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo tidak sesuai lagi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga perlu diganti; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil;

2 Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah; 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5298);

3 10. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pedoman Pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah; 12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pedoman Operasional Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam Penegakan Peraturan Daerah; 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kode Etik Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah; 14. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Nomor M.HH.01.AH.09.01 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian, Mutasi dan Pengambilan Sumpah atau Janji Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk, Ukuran, Warna, Format, serta Penerbitan Kartu Tanda Pengenal Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil; 15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO dan BUPATI SUKOHARJO MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Sukoharjo. 2. Bupati adalah Bupati Sukoharjo. 3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

4 4. Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Satpol PP adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan peraturan daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. 5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo. 6. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 7. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 8. Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Penyidik Polri adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 9. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah; 10. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. 11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang hukum dan Hak Asasi Manusia. BAB II KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG Bagian Kesatu Kedudukan Pasal 2 PPNS berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati. Bagian Kedua Tugas Pasal 3 PPNS bertugas melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan peraturan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5 Bagian Ketiga Wewenang Pasal 4 (1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, PPNS berwewenang: a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana pelanggaran peraturan daerah; b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat kejadian; c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan, setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; dan i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melekat pada PPNS dalam melakukan penyidikan terhadap setiap pelanggaran peraturan daerah di daerah. BAB III HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Hak Pasal 5 (1) PPNS selain memperoleh hak-haknya sebagai PNS, dapat diberikan uang insentif. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian uang insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Bupati.

6 PPNS berkewajiban: Bagian Kedua Kewajiban Pasal 6 a. melakukan penyidikan, menerima laporan dan pengaduan mengenai terjadinya pelanggaran atas peraturan daerah; b. menyerahkan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Polri di wilayah hukum yang sama; c. membuat berita acara setiap tindakan dalam hal: 1. pemeriksaan tersangka; 2. pemasukan rumah dan/atau tempat tertutup lainnya; 3. penyitaan barang; 4. pemeriksaan saksi; dan 5. pemeriksaan tempat kejadian. d. membuat laporan pelaksanaan tugas kepada Bupati melalui Kepala SKPD yang dikoornasikan oleh Sekretariat PPNS. BAB IV SEKRETARIAT PPNS Pasal 7 (1) Dalam rangka koordinasi pelaksanaan tugas, wewenang dan pemberdayaan PPNS dibentuk Sekretariat PPNS. (2) Sekretariat PPNS secara ex officio diketuai oleh Sekretaris Daerah dan dibantu ketua pelaksana tugas harian yang dijabat oleh Kepala Satpol PP. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Sekretariat PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati. BAB V PENGANGKATAN, PERUBAHAN STRUKTUR DAN MUTASI SERTA PEMBERHENTIAN PPNS Pengangkatan PPNS meliputi: a. persyaratan; b. pengusulan; dan c. pelantikan dan sumpah/janji. Bagian Kesatu Pengangkatan Pasal 8

7 Paragraf 1 Persyaratan Pasal 9 (1) Untuk dapat diangkat menjadi PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. masa kerja sebagai PNS paling singkat 2 (dua) tahun; b. berpangkat paling rendah Penata Muda/golongan III/a; c. berpendidikan paling rendah sarjana hukum atau sarjana lain yang setara; d. bertugas di bidang teknis operasional penegakan hukum; e. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter pada rumah sakit pemerintah; f. penilaian prestasi kerja PNS paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan g. mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan di bidang penyidikan. (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g diajukan oleh Bupati kepada Menteri melalui Menteri Dalam Negeri. (3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia bekerja sama dengan instansi terkait. Pasal 10 Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f, calon PPNS harus mendapat pertimbangan dari Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia. Paragraf 2 Pengusulan Pasal 11 (1) Pengusulan Pengangkatan PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b diajukan oleh Bupati kepada Menteri melalui Menteri Dalam Negeri. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan pengangkatan PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati. Paragraf 3 Pelantikan dan Sumpah / Janji Pasal 12 Sebelum menjalankan jabatannya, calon PPNS wajib dilantik dan mengucapkan sumpah atau menyatakan janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

8 Bagian Kedua Perubahan Struktur dan Mutasi Pasal 13 (1) Dalam hal terjadi perubahan struktur organisasi, mutasi PPNS baik antar unit kerja dalam SKPD, antar SKPD yang dasar hukum kewenangannya berbeda, yang membawahi PPNS yang bersangkutan wajib melaporkan perubahan tersebut kepada Menteri melalui Menteri Dalam Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal keputusan tentang perubahan struktur organisasi atau mutasi ditetapkan. (2) Selain kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bupati yang membawahi PPNS yang bersangkutan mengajukan usul pengangkatan kembali PPNS dimaksud kepada Menteri. (3) Usul pengangkatan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri dengan: a. fotokopi surat keputusan tentang pengangkatan PPNS; b. fotokopi surat keputusan tentang kenaikan pangkat PNS terakhir yang dilegalisir; c. fotokopi kartu tanda pengenal PPNS; dan d. pas foto terbaru ukuran 2x3 cm (dasar merah) sebanyak 2 (dua) lembar. (4) Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terpenuhi, Menteri menetapkan Keputusan tentang Pengangkatan PPNS dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal usulan pengangkatan kembali diterima. Pasal 14 (1) Apabila terjadi mutasi wilayah kerja PPNS, Bupati menyampaikan surat mutasi tersebut kepada Menteri melalui Menteri Dalam Negeri untuk diterbitkan Keputusan tentang mutasi PPNS. (2) Usul Penerbitan Keputusan tentang mutasi PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan: a. fotokopi keputusan tentang pengangkatan PPNS; b. fotokopi keputusan tentang kenaikan pangkat PNS; dan c. fotokopi surat keputusan mutasi wilayah kerja. (3) Menteri menetapkan Keputusan tentang mutasi PPNS dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat dan berkas mutasi diterima.

9 Bagian Ketiga Pemberhentian Pasal 15 PPNS diberhentikan dari jabatannya karena: a. berhenti sebagai PNS; b. atas permintaan sendiri; c. melanggar disiplin kepegawaian; d. tidak lagi memenuhi syarat sebagai PPNS; dan e. meninggal dunia. Pasal 16 (1) Pemberhentian PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diusulkan oleh Bupati kepada Menteri melalui Menteri Dalam Negeri. (2) Usul pemberhentian PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan alasan-alasan dan bukti pendukungnya. (3) Keputusan pemberhentian PPNS ditetapkan oleh Menteri. Bagian Keempat Tata Cara Pengangkatan, perubahan struktur dan mutasi serta Pemberhentian PPNS Pasal 17 (1) Pengangkatan, mutasi dan pemberhentian PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 13 dan Pasal 15, dilakukan oleh Sekretariat PPNS dan dapat berkoordinasi dengan SKPD terkait sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan, mutasi dan pemberhentian PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati. Kode Etik PPNS meliputi: BAB VI KODE ETIK PPNS Pasal 18 a. mengutamakan kepentingan Negara, Bangsa, dan Masyarakat daripada kepentingan pribadi atau golongan; b. menjunjung tinggi HAM; c. mendahulukan kewajiban daripada hak; d. memperlakukan semua orang sama di muka hukum; e. bersikap jujur dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;

10 f. menyatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah; g. tidak mempublikasikan nama terang tersangka dan saksisaksi; h. tidak mempublikasi tata cara, taktik dan teknik penyidikan; i. mengamankan dan memelihara barang bukti yang berada dalam penguasaannya karena terkait dengan penyelesaian perkara; j. menjunjung tinggi hukum, norma yang hidup dan berlaku di masyarakat, norma agama, kesopanan, kesusilaan dan HAM; k. senantiasa memegang teguh rahasia jabatan atau menurut perintah kedinasan harus dirahasiakan; l. menghormati dan bekerjasama dengan sesama pejabat terkait dalam sistem peradilan pidana; dan m. dengan sikap ikhlas dan ramah menjawab pertanyaan tentang perkembangan penanganan perkara yang ditanganinya kepada semua pihak yang terkait dengan perkara pidana yang dimaksud, sehingga diperoleh kejelasan tentang penyelesaian. Pasal 19 (1) Untuk menegakkan Kode Etik PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dibentuk Tim Kehormatan Kode Etik yang bersifat ad hoc. (2) Tim Kehormatan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 3 (tiga) atau 5 (lima) orang terdiri atas: a. 1 (satu) orang Ketua merangkap anggota; b. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap anggota; dan c. 1 (satu) atau 3 (tiga) orang anggota. (3) Keanggotaan Tim Kode Etik PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas 3 (tiga) unsur yaitu, unsur SKPD PPNS yang bersangkutan, Unsur SKPD yang membidangi urusan pengawasan dan SKPD yang membidangi urusan Hukum. Pasal 20 Tim Kehormatan Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 bertugas dan berwewenang: a. memantau pelaksanaan tugas PPNS; b. memeriksa pelanggaran PPNS; c. menetapkan ada tidaknya pelanggaran kode etik PPNS; dan d. memberikan rekomendasi kepada Bupati. Pasal 21 Tim Kehormatan Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

11 Pasal 22 (1) Tim Kehormatan Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dibentuk paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak laporan/pengaduan dan/atau informasi dugaan terjadinya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PPNS. (2) Tim kehormatan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir masa tugasnya setelah menyampaikan rekomendasi hasil pemeriksaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penegakan kode etik PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dalam Peraturan Bupati. BAB VII KARTU TANDA PENGENAL Pasal 23 (1) PNS yang telah diangkat menjadi PPNS diberi kartu tanda pengenal yang dikeluarkan oleh Menteri atau Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum sebagai pejabat yang ditunjuk. (2) Kartu tanda pengenal PPNS merupakan keabsahan wewenang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. BAB VIII PELAKSANAAN PENYIDIKAN Pasal 24 (1) Setiap PPNS dalam menjalankan tugas penyidikan harus dilengkapi dengan Surat Perintah Penyidikan. (2) Surat Perintah Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus ditandatangani oleh atasan PPNS. (3) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, PPNS di lingkungan SKPD harus berkoordinasi dengan Sekretariat PPNS. (4) Dalam pelaksanaan penyidikan, PPNS berkoordinasi dengan Penyidik Polri selaku koordinator dan pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) PPNS wajib melaporkan penyidikan yang telah dilaksanakan kepada Bupati melalui pimpinan SKPD yang dikoordinasikan oleh Sekretariat PPNS. BAB IX PAKAIAN SERAGAM DAN ATRIBUT PPNS Pasal 25 (1) PPNS dalam menjalankan tugas mengenakan pakaian seragam dan atribut PPNS. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian seragam dan atribut PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.

12 BAB X PEMBINAAN Pasal 26 (1) Pembinaan teknis terhadap PPNS dilaksanakan dengan cara meningkatkan kemampuan operasional penyidikan kepada PPNS. (2) Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pendidikan dan latihan PPNS; dan b. peningkatan kemampuan PPNS. (3) Peningkatan kemampuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat dilakukan melalui penyegaran, pelatihan lanjutan teknis dan taktis penyidikan, dan seminar/workshop bidang penyidikan. BAB XI PEMBIAYAAN Pasal 27 Segala biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan Operasional PPNS dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 28 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, PPNS yang sudah ada tetap menjalankan tugasnya sampai dengan diberhentikannya sebagai PPNS. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Nomor 8 Tahun 1986 tentang Pengusulan Pengangkatan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagai Penyidik Pada Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Tahun 1987 Nomor 6 seri D. No. 3) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

13 Pasal 30 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sukoharjo. Ditetapkan di Sukoharjo pada tanggal 2 Juni 2016 BUPATI SUKOHARJO, Diundangkan di Sukoharjo pada tanggal 2 Juni 2016 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO, WARDOYO WIJAYA AGUS SANTOSA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2016 NOMOR 4 NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO, PROVINSI JAWA TENGAH : (4/2016)

14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL I. UMUM Dalam rangka melaksankaan penegakan peraturan daerah di Daerah, diperlukan adanya penyidik pegawai negeri sipil yang melakukan penyidikan sebagaimana diberikan wewenang secara khusus oleh peraturan perundangundangan. Penyidik Pegawai Negeri Sipil merupakan unsur pelaksana dalam penegakan hukum atas pelanggaran peraturan perundang-undangan di daerah yang dalam menjalankan tugasnya harus profesional, jujur, berwibawa, dan bermartabat serta wajib menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), etika dan moral serta mengedepankan hak asasi manusia. Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Sukoharjo telah diatur dengan Peraturan Daerah Tingkat Kabupaten Daerah II Sukoharjo Nomor 8 Tahun 1986 tentang Pengusulan Pengangkatan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagai Penyidik Pada Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo. Peraturan Daerah tersebut sudah tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini khususnya dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan hal tersebut maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Nomor 8 Tahun 1986 tentang Pengusulan Pengangkatan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagai Penyidik Pada Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo harus ditinjau kembali dan disesuaikan dengan menetapkan peraturan daerah yang baru. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Ayat (1) Yang dimaksud dengan uang insentif adalah pemberian tambahan penghasilan dalam melaksanakan tugasnya dengan memperhatikan kemampuan keuangan Daerah.

15 Ayat (2) Pasal 6 Pasal 7 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Yang dimaksud dengan atasan PPNS adalah kepala Satpol PP selaku ketua pelaksana tugas harian sekretariat PPNS. Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18

16 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 229