BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

Studi dan Analisis Teknik-Teknik Steganografi Dalam Media Audio

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

Watermarking Audio File dengan Teknik Echo Data Hiding dan Perbandingannya dengan Metode LSB dan Phase Coding

BAB II. Tinjauan Pustaka dan Dasar Teori. studi komparasi ini diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Verdi Yasin, Dian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Gambar 2.1 Alur Gelombang Suara (Binanto, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. diakses dengan berbagai media seperti pada handphone, ipad, notebook, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

STEGANOGRAPHY CHRISTIAN YONATHAN S ELLIEN SISKORY A. 07 JULI 2015

STEGANOGRAFI DENGAN METODE PENGGANTIAN LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGAMANAN PESAN TEKS MENGGUNAKAN TEKNIK STEGANOGRAFI SPREAD SPECTRUM BERBASIS ANDROID

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Steganografi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui media internet ini. Bahkan terdapat layanan internet seperti SoundCloud,

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan bagi sebagian besar manusia. Pertukaran data dan informasi semakin

BAB I PENDAHULUAN I-1

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sejak zaman dahulu, pentingnya kerahasiaan suatu informasi telah menjadi suatu perhatian tersendiri. Manusia berusaha mencari cara

APLIKASI STEGANOGRAFI UNTUK MENJAGA KERAHASIAAN INFORMASI MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Perkembangan teknologi informasi, keamanan data adalah hal

1.1 LATAR BELAKANG I-1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengirim pesan secara tersembunyi agar tidak ada pihak lain yang mengetahui.

Stenografi dan Watermarking. Esther Wibowo Erick Kurniawan

STEGANOGRAFI DALAM GAMBAR BEREKSTENSI BMP MENGGUNAKAN METODE CHAOTIC LEAST SIGNIFICANT BIT

IMPLEMENTASI STEGANOGRAFI MENGGUNAKAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) DALAM PENGAMANAN DATA PADA FILE AUDIO MP3

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang sedemikian pesat membuat manusia

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN. perancangan dan pembuatan akan dibahas dalam bab 3 ini, sedangkan tahap

N, 1 q N-1. A mn cos 2M , 2N. cos. 0 p M-1, 0 q N-1 Dengan: 1 M, p=0 2 M, 1 p M-1. 1 N, q=0 2. α p =

ANALISIS METODE MASKING-FILTERING DALAM PENYISIPAN DATA TEKS

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan koneksi menggunakan saluran yang aman ini cenderung lambat.

BAB 2 LANDASAN TEORI

ALGORITMA LEAST SIGNIFICANT BIT UNTUK ANALISIS STEGANOGRAFI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latarbelakang

PENYEMBUNYIAN PESAN TEKS PADA FILE WAV DENGAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT BERBASIS ANDROID

PENGGUNAAN KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI BERDASARKAN KEBUTUHAN DAN KARAKTERISTIK KEDUANYA

BAB I PENDAHULUAN. Media digital merupakan media yang sangat berpengaruh di era modern. Dengan

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

Grafik yang menampilkan informasi mengenai penyebaran nilai intensitas pixel-pixel pada sebuah citra digital.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi informasi (TI) saat ini memberikan kemudahan

IMPLEMENTASI STEGANOGRAFI PADA BERKAS AUDIO WAV UNTUK PENYISIPAN PESAN GAMBAR MENGGUNAKAN METODE LOW BIT CODING

Penggunaan Algoritma Kriptografi Steganografi Least Significant Bit Untuk Pengamanan Pesan Teks dan Data Video

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal,

APLIKASI STEGANOGRAFI UNTUK PENYISIPAN PESAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI BERDASARKAN KEBUTUHAN DAN KARAKTERISTIK KEDUANYA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perbandingan Steganografi pada Citra Gambar Graphics Interchange Format dengan Algoritma Gifshuffle dan Metode Least Significant Bit

Gambar 2.1 Contoh citra biner

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kriptografi

PENERAPAN STEGANOGRAFI PADA SEBUAH CITRA

Tanda Tangan Digital Untuk Gambar Menggunakan Kriptografi Visual dan Steganografi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengantar: Prisoner s Problem

Implementasi Steganografi Pesan Text Ke Dalam File Sound (.Wav) Dengan Modifikasi Jarak Byte Pada Algoritma Least Significant Bit (Lsb)

PERANCANGAN APLIKASI DIGITAL AUDIO WATERMARKING DENGAN METODE LOW BIT CODING. Ardi Firmansyah Teknik Informatika

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Diyah Ayu Listiyoningsih Jurusan Informatika Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret

I. PENDAHULUAN. Key Words Tanda Tangan Digital, , Steganografi, SHA1, RSA

BAB I PENDAHULUAN. Steganografi adalah teknik menyisipkan pesan kedalam suatu media,

IMPLEMENTASI TEKNIK STEGANOGRAFI DENGAN METODE LSB PADA CITRA DIGITAL

Penyembunyian Pesan pada Citra Terkompresi JPEG Menggunakan Metode Spread Spectrum

BAB I PENDAHULUAN. perangkat mobile, jaringan, dan teknologi informasi keamanan adalah. bagian dari teknologi yang berkembang pesat.

ijns.org Indonesian Journal on Networking and Security - Volume 5 No 3 Agustus 2016

Digital Watermarking

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

KOMBINASI KRIPTOGRAFI DENGAN HILLCIPHER DAN STEGANOGRAFI DENGAN LSB UNTUK KEAMANAN DATA TEKS

Rancang Bangun Perangkat Lunak Transformasi Wavelet Haar Level 3 Pada Least Significant Bit (Lsb) Steganography

APLIKASI PENGAMANAN DATA DENGAN TEKNIK STEGANOGRAFI

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENERAPAN METODE MOST SIGNIFICANT BIT UNTUK PENYISIPAN PESAN TEKS PADA CITRA DIGITAL

BAB II DIGITISASI DAN TRANSMISI SUARA. 16Hz 20 khz, yang dikenal sebagai frekwensi audio. Suara menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

IMPLEMENTASI VISIBLE WATERMARKING DAN STEGANOGRAFI LEAST SIGNIFICANT BIT PADA FILE CITRA DIGITAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENERAPAN AUDIO STEGANOGRAFI DALAM INTRASONICS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRACT Because the evolution of information technology and telecommunications, the attention for security level will be important. One is security l

Gambar 4.1 Menu Login Form

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran pesan atau informasi melalui jaringan internet, karena turut

TEKNIK PENYEMBUNYIAN PESAN TEKS PADA MEDIA CITRA GIF DENGAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengirimkan pesan, tetapi juga bisa menggunakan layanan yang tersedia di

Implementasi dan Studi Perbandingan Steganografi pada File Audio WAVE Menggunakan Teknik Low-Bit Encoding dengan Teknik End Of File ARTIKEL ILMIAH

Pengamanan Data Teks dengan Kriptografi dan Steganografi Wawan Laksito YS 5)

Teknologi Multimedia. Suara dan Audio

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Aplikasi Steganografi Untuk Penyisipan Data Teks Ke dalam Citra Digital. Temmy Maradilla Universitas Gunadarma

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Steganografi Steganografi adalah sebuah seni menyembunyikan pesan rahasia dengan tujuan agar keberadaan pesan rahasia tersebut tidak diketahui oleh orang yang tidak berkepentingan. Ada dua proses utama dalam steganografi yaitu proses penyisipan dan proses pengekstrakan. Steganografi menggunakan sebuah berkas yang disebut dengan cover atau biasa disebut dengan carrier, tujuannya sebagai media pembawa dari pesan rahasia. (Priambadha,2012) Banyak format carrier yang dapat dijadikan media untuk menyembunyikan pesan, diantaranya: 1. Format Image (Format Citra) Format ini cukup sering digunakan karena format merupakan salah satu format file yang sering dipertukarkan dalam dunia internet. Alasan lainnya adalah banyaknya tersedia algoritma steganografi untuk carrier yang berupa citra. Contoh : Bitmap (.bmp), Graphics Interchange Format (.gif), Paintbrush Bitmap Graphic (.pcx), Joint Photographic Expert Group (.jpeg), dan lain-lain. 2. Format Audio (Format Suara) Format ini pun dipilih karena biasanya berkas dengan format ini berukuran relatif besar. Sehingga dapat menampung pesan rahasia dalam jumlah yang besar pula. Contoh : Wave Audio Format (.wav), Motion Picture Expert Group Audio Stream Layer III (.mp3), Musical Instrument Digital Interface (.midi), dan lain-lain. 7

8 3. Format Lain Dalam algoritma Steganografi banyak juga carrier yang dapat digunakan. Contoh : Teks file (.txt), HyperText Markup Language (.html), Portable Document Format (.pdf), video, dan lain-lain. Secara umum teknik steganografi pada media digital menggunakan algoritma penumpangan data pada byte stream data, byte stream data dapat berbentuk segment, frames, data grams, dan lainnya. Karena steganografi mempunyai tujuan utama menghindari deteksi sehingga algoritma penumpangan data pada file dilakukan secara tak terlihat. 2.1.1 Kriteria Steganografi Kriteria steganografi yang baik yakni sebagai berikut : (Ariyus, 2009) 1. Impercepbility Keberadaan pesan tidak dapat dipersepsi oleh indera manusia. Jika pesan disisipkan ke dalam sebuah citra, citra yang telah disisipi pesan harus tidak dapat penurunan kualitas warna pada file citra yang telah disisipi pesan rahasia dengan citra asli oleh mata. Begitu pula dengan suara, seharusnya tidak terdapat perbedaan antara suara asli dengan suara yang telah disisipi pesan. 2. Fidelity Mutu media penampung tidak berubah banyak akibat penyisipan Pengamat tidak mengetahui kalau di dalam file carrier tersebut terdapat data rahasia. 3. Robustness Pesan atau data yang disembunyikan harus tahan terhadap manipulasi yang dilakukan kepada file carrier. 4. Recovery Pesan yang disembunyikan harus dapat diungkap kembali. Tujuan steganografi adalah menyembunyikan informasi, maka sewaktu- waktu informasi yang disebunyikan ini harus dapat diambil kembali untuk dapat digunakan lebih lanjut sesuai keperluan.

9 2.1.2 Konsep Steganografi Konsep dari steganografi adalah menyembunyikan pesan dalam media lain, sehingga pesan tidak dapat diterjemahkan secara langsung, dalam steganografi dikenal beberapa istilah yaitu: (Alatas Putri, 2009) 1. Hidden File, merupakan pesan yang disembunyikan. 2. Cover (Carrier), merupakan media yang digunakan untuk menampung pesan. 3. Stego Audio, merupakan media audio yang sudah disisipkan pesan. 4. Stego Key, merupakan kunci yang digunakan untuk menyisipkan pesan maupun membaca pesan. Didalam Steganografi audio digital ini, hidden text atau embedded message yang dimaksudkan adalah teks yang akan disisipkan ke dalam cover atau carrier yaitu file audio digital yang digunakan sebagai media penampung pesan yang disipkan. Dari hasil penyisipan pesan kedalam file audio akan dihasilkan Stego Audio yang merupakan file audio yang berisikan pesan rahasia. Proses penyisipan dan pengekstrakan ini memerlukan kunci rahasia (stego key) agar hanya pihak yang berhak saja yang dapat melakukan penyisipan dan ekstraksi pesan. Pada penelitian ini, dalam proses penyisipan file dokumen menggunakan media penyisipan berupa file audio yang berformat wave yang akan dikombinasikan dengan sebuah kunci. Skema penyisipan pesan dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Skema Penyisipan Pesan

10 Pada Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa pengirim akan membutuhkan 3 file yaitu file Carrier atau penampung yaitu file audio dengan format *.wav untuk menampung pesan rahasia berupa file dokumen dengan format *.txt dan file stego key dengan format *txt yang akan diinputkan kedalam Aplikasi Steganografi sehingga menghasilkan file Stego Audio dengan format *.wav yang akan diberikan kepada penerima. Sedangkan pada proses pengekstrakan penerima akan memerlukan 2 file yaitu file Stego key dengan format *.txt yang sama dengan Stego key yang dimiliki oleh pengirim agar Hidden file dapat dilihat dan Stego Audio dengan format *.wav yang merupakan audio yang telah disisipi oleh Hidden file. Skema pengekstrakan dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Skema Pengekstrakan Pesan Saat ini steganografi dalam dunia digital berkembang ke dalam 2 arah yang berbeda, satu arah bertujuan untuk melindungi file dokumen rahasia dari deteksi (protection against detection), yang merupakan tujuan utama dari steganografi. Arah yang lain, walaupun mengandung tujuan utama dari steganografi (menghindari deteksi), namun bertujuan untuk melindungi file dokumen rahasia pada media agar tidak dapat dihilangkan (protection against removal) (Vico, Jes us d iaz. 2010).

11 2.2 Audio 2.2.1 Audio Digital Audio digital merupakan versi digital dari suara analog yang dapat berasal dari hasil perekaman atau hasil sintesis dari komputer. Audio digital merupakan representasi dari suara asli dengan kata lain audio digital merupakan sampel suara. Kualitas perekaman digital tergantung pada beberapa sering sampel diambil. (Binanto, 2010) Tiga frekuensi yang paling sering digunakan adalah kualitas CD 44.1 khz, 22.05 khz, dan 11.025 khz dengan ukuran 8 bit 16 bit. Ukuran sampel 8 bit menyediakan 256 unit level suara dalam satu waktu. Kualitas perekaman digital tergantung pada seberapa sering sampel diambil dan berapa banyak angka yang digunakan untuk merepresentasikan nilai dari tiap sampel, semakin bagus resolusi dan kualitas suara yang ditangkap ketika diputar. Artinya, kualitas suara kan semakin tinggi. Semakin tinggi kualias suara, semakin besar pula file yang dihasilkan. Resolusi audio ( 8 bit atau 16 bit) menentukan akurasi. Penggunaan bit yang lebih besar untuk ukuran sampel akan menghasilkan hasil rekaman yang menyerupai versi aslinya (Binanto, 2010). 2.2.2 Proses Penyisipan pada Audio Proses penyisipan pesan kedalam carrier audio melibatkan konversi sinyal analog ke dalam rangkaian bit. Sinyal analog yang mulanya direpresentasikan dalam gelombang sinus dan dengan frekuensi yang beragam akan dikonversi kedalam rangkaian bit terlebih dahulu. Karena sistem pendengaran manusia yang hanya dapat menangkap frekuensi dalam rentang 20 20.000 Hz dan gelombang suara yang bersifat analog (sinyalnya bersifat kontinyu) maka gelombang tersebut perlu dibagi terlebih dahulu ke dalam beberapa set sampel agar dapat direpresentasikan dalam rangkaian biner (1 dan 0). Konversi dari sinyal analog ke sinyal digital akan dimulai dengan mengambil sampel dari suatu sinyal analog dan merubah sampel tersebut dalam tingkatan voltase. Tingkata voltase tersebut akan dikonversikan terlebih dahulu ke dalam format numerik menggunakan skema yang disebut Pulse Code Modulation yang alat pengkonversinya disebut Coder-Decoder.

12 Pulse Code Modulation akan dipengaruhi oleh level sinyal dan waktu. Untuk tampilan Pulse Code Modulation dapat dillihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Pulse Code Modulation (Karina, 2014) Tetapi Pulse Code Modulation (PCM) hanya dapat menyediakan perkiraan dari sinyal analog yang asli dan akan mengambil nilai yang mendekati. Misalnya sinyal analog diukur pada level 6.93 akan dikonversikan ke 7 pada PCM. Hal ini dapat disebut dengan quantization error. Aplikasi-aplikasi audio dapat mendefinisikan level-level yang berbeda pada PCM. Sinyal analog yang akan dikonversi perlu disampel dengan rate dua kali lebih tinggi dari frekuensi tertinggi yang berada pada sinyal tersebut agar hasil yang asli dapat direproduksi dari sampel. Sebagai contoh pada sebuah jaringan, suara manusia dengan rentang frekuensi 0-4000Hz (walaupun pada kenyataannya hanya 500 3500 Hz yang membawa suara), disampel dengan rate 8000 Hz. Aplikasi audio musik yang menangani spektrum penuh dari pendengaran manusia pada umumnya menggunakan sampling rate 44.1 khz, dimana pada 1 detik musik digital terdapat 44100 sampel. (Kessler, 2004). Sedangkan besar dari ukuran file musik yang tidak dikompresi dapat dikalkulasikan dengan persamaan sebagai berikut: Jumlah bit per detik = S * R* C

13 Dimana: S = Sampling rate R = Resolusi Pulse Code Modulation (16 bit) C = Jumlah channel (mono = 1, stereo = 2) 2.2.3 File Wave Wave adalah bentuk format file audio yang fleksibel untuk menyimpan semua kombinasi audio. Hal ini menyebabkan format file audio dalam bentuk wave sangat layak untuk menyimpan dan mengarsipkan rekaman asli. Wave merupakan format file yang tidak dikompres sehingga akan mengenkodingkan semua suara baik suara yang kompleks maupun tanpa suara dengan jumlah bit yang sama setiap satuan waktunya. Contohnya: sebuah file menyimpan rekaman dari sebuah lagu selama tiga menit akan sama besarnya dengan file yang hanya berada dalam keadaan tanpa suara selama tiga menit apabila keduanya disimpan dalam bentuk format file wave. (Sugeng, 2014) 2.2.3.1 Struktur Wave File Wave menggunakan struktur standar RIFF (Resource Interchange File Format) dengan mengelompokan isi file ke dalam bagian-bagian seperti format Wave dan data digital audio. Setiap bagian akan memiliki header beserta ukurannya sendiri-sendiri. Struktur RIFF sendiri merupakan struktur yang biasa digunakan untuk menyimpan data multimedia dalam Windows. Struktur ini akan mengatur semua data yang berada di dalam file ke dalam bagian-bagian yang masing-masing memiliki header dan ukurannya sendiri yang biasa disebut sebagai chunk. Struktur ini akan memudahkan jika terdapat bagian yang tidak dikenali oleh sistem akan dilakukan pelompatan dan terus memproses bagian yang dikenal. Contoh file yang menggunakan struktur RIFF adalah file WAV dan AVI. (Sugeng, 2014) Sesuai dengan struktur file RIFF file Wave akan diawali dengan 4 byte yang berisi RIFF kemudian 4 byte beriktunya yang menyatakan akan menyatakan ukuran dari file tersebut kemudia 4 byte berikutnynya berisi WAVE yang menyatakan bahwa file tersebut adalah file Wave. Kemudian adalah informasi dari format sampel yang menjadi sub-bagian dari bagian RIFF lalu diikuti sub-bagian data audionya.

14 Struktur data pada file audio berbeda-beda tergantung format audionya. Struktur file wave dapat dilihat seperti pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Struktur File Wave (Kamred, 2014) File dengan format wave akan menggunakan Pulse Code Modulation (PCM) untuk menyimpan suara yang bersifat analog agar dapat menjadi data digital pada komputer dimana data sinyal analog tersebut akan diambil sampelnya pada setiap selang periode tertentu kemudian dijadikan nilai pada sistem digital. Selang waktu yang digunakan untuk mengambil sampel pada sinyal analog tersebut menentukan kualitas suara yang dihasilkan. Semakin banyak sampel sinyal analog yang diambil dalam selang waktu tertentu maka semakin baik pula kualitas suara yang dihasilkan (hasil suara akan mendekati dengan suara aslinya). Data mentah hasil PCM ini kemudian disimpan dalam format file *.wav.

15 2.3 Penyisipan Data Untuk melakukan penyisipan data dengan menggunakan media audio akan membutuhkan dua file. File pertama adalah media audio digital asli yang belum dimodifikasi yang akan menangani informasi tersembunyi yang akan disebut dengan carrier audio. File kedua adalah pesan yang akan disisipkan yang hal ini merupakan file dokumen. Suatu file dokumen dapat berupa plaintext, chipertext, gambar lain, atau apapun yang dapat ditempelkan ke dalam bit-stream. Ketika dikombinasikan carrier audio dan file dokumen yang ditempelkan membuat Stego Audio. Suatu Stego Key (suatu password khusus) juga dapat digunakan secara tersembunyi pada saat decode selanjutnya dari file dokumen (Munir, R. 2004). 2.3.1 Algoritma Penyisipan Data dalam Media Audio Ada tiga algoritma yang sering digunakan untuk melakukan penyisipan data dalam media audio yaitu Algoritma Spread Spectrum, Algoritma Echo Data Hiding, serta Algoritma Low Bit Encoding, (Vico, Jes us d iaz. 2010). 2.3.1.1 Spread Spectrum Algoritma Spread spectrum akan bekerja dengan cara menyembunyikan pesan di dalam sinyal lain yang area sebarnya lebih besar. Oleh karena itu pesan yang akan disisipkan terlebih dulu dibagi ke dalam beberapa blok dengan ukuran tertentu yang sesaui dengan ukuran carrier audio. Setiap blok tersebut nantinya akan ditempatkan secara acak di dalam sinyal lain yang areanya lebih besar tadi. Langkah pertamanya adalah dengan cara membuat noise dari suatu sinyal menggunakan noise generator. Kemudian pesan yang telah dipecah ke dalam beberapa blok tersebut akan disembunyikan pada noise yang telah terbentuk dan akan disebarkan ke berbagai spectrum dengan frekuensi sinyal yang berbeda-beda dan kemudian akan membuat sebuah file baru yang disebut dengan Stego Audio yang telah berisi pesan dan audio. File Stego Audio yang telah dibentuk juga dapat berisi Stego Key yang akan membantu mencari letak pesan yang disisipkan. (Vico, Jes us d iaz, 2010).

16 2.3.1.2 Echo Data Hiding (EDH) Algoritma Echo Data Hiding bekerja dengan cara menyisipkan pesan pada file carrier dengan menggunakan sebuah echo. Telinga manusia tidak dapat membedakan sinyal asli dan echo secara bersamaan melainkan hanya berupa sinyal distorsi tunggal. Untuk membentuk echo dibutuhkan impuls yang disebut dengan kernel. Kernel satu dibuat dengan delay 1 detik sedangkan kernel nol dibuat dengan delay 0 detik seperti yang terlihat pada Gambar 2.5. (Sugiono, 2008) Gambar 2.5 Kernel (Sugiono, 2008) Proses Pembentukan echo dimulai dari sinyal suara asli yang kem u dian akan dibentuk kernel dan hasil akhirnya berupa sinyal asli yang telah digabu n gkan dengan echo seperti yang terlihat p a da Gambar 2.6. Gamb a r 2.6 Proses Pembentukan Echo (Sugiono, 2008) Pertama-tama carrier audio harus dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil. Setelah dilakukan pembagian, maka setiap bagian dapat di-echo-kan sesuai dengan bit yang diinginkan dengan menggunakan bantuan kernel satu. Dan kernel nol seperti yang terlihat pada Gambar 2.7.

17 Gambar 2.7 Proses Penyisipan (Sugiono, 2008) Dua buah mixer sinyal akan dibuat untuk menggabungkan kedua sinyal hasil encode tadi. Mixer sinyal akan mewakili masing-masing bit biner baik bit biner satu maupun bit biner nol (tergantung pada bit yang akan disembunyikan pada bagian tersebut) atau pada tahap transisi antara bagian bagian yang berisi bit biner yang berbeda seperti yang terlihat pada Gambar 2.8. Gambar 2.8 Penyisipan dalam Echo Data Hiding (Sugiono,2008)

18 Sedangkan untuk proses ekstraksi input yang dibutuhkan hanya carrier audio atau sinyal suara yang asli saja (apabila stego key sudah disisipkan pada sinyal terlebih dahulu) atau carrier audio beserta stego key yang harus diinputkan. Pada proses ekstraski ini secara keseluruhan proses yang terjadi merupakan kebalikan dari proses penyisipan, akan tetapi proses yang dilakukan tetap berdasarkan stego key yang diinputkan. Apabila stego key yang diinputkan salah maka proses ekstraksi akan gagal. Output dari proses ekstraksi ini adalah kode unik yang telah disisipkan sebelumnya. Data hasil ekstraksi ini nantinya akan berupa sekumpulan bilangan biner yang harus dikonversi terlebih dahulu agar dapat digunakan untuk penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 2.9 Gambar 2.9 Ekstrasi dalam Echo Data Hiding (Sugiono,2008). Pada Gambar 2.9 dapat dilihat bahwa sinyal audio dan key mula-mula akan dihitung terlebih dahulu panjang sinyal yang akan diprosesnya kemudian sinyal tersebut akan dipecah menjadi beberapa bagian yang disebut kernel. Kemudian dapat digunakan cepstrum pada tiap kernel dan tahap terakhir data akan disusun sehingga menghasilkan data akhir.

19 2.3.1.3 Low Bit Encoding Algoritma Low Bit Encoding bekerja dengan cara mengganti Least Significant Bit (LSB) pada setiap titik sampling. Algoritma ini mirip dengan Algoritma Least Significant Bit pada citra, bedanya jika pada citra yang diganti adalah bit yang merepresentasikan warna, maka pada audio bit yang diganti adalah bit sampling dari file audio itu sendiri. Dengan menggunakan algoritma ini ukuran pesan yang disisipkan relatif besar, namun akan berdampak pada kualitas audio. Karna akan terdapat banyak noise. Selain itu, dengan menggunakan algoritma ini lemahnya kekebalan terhadap manipulasi.( Firmansyah, 2012) Pada Algoritma Low Bit Encoding dilakukan penyisipan pesan dilakukan dengan mengganti bit pada Least Significant Bits yang merupakan bagian dari barisan data biner yang mempunyai nilai paling kecil yang terletak di paling kanan dari barisan bit. Lalu terdapat Most Significant Bits yang letaknya berada disebelah kiri barisan data biner. Biasanya bit yang terletak pada LSB merupakan bit yang nilainya tidak terlalu berarti sehingga jika dilakukan perubahan pada bit-bit tersebut tidak akan memberikan perbedaan besar terhadap data asli. Untuk penjelasan letak MSB dan LSB dapat dilihat pada Gambar 2.10. (Chasanah,2009) Gambar 2.10 Penjelasan LSB dan MSB (Suri, 2013) Pada Gambar 2.10 dapat dilihat pada bagian bit sebelah kiri yaitu 0110 yang merupakan Most Significant Bit (MSB) dan bit 1001 yang terletak di sebelah kanan yang merupakan Least Significant Bit (LSB).

20 2.4 Penelitian yang Relevan Berikut ini beberapa penelitian yang terkait dengan algoritma Echo Data Hiding dan Low Bit Encoding: 1. Tirta Priambadha (2012) dalam jurnal internasional ISSN 1693-0533 yang berjudul Echo Data Hiding Steganography and RSA Cryptography on Audio Media, beliau menyimpulkan bahwa algoritma tersebut dapat digunakan dalam penyisipan pesan karena mekanika untuk mengekstraksi bit-bit pesan yang menggunakan beberapa sampel untuk memeperoleh setiap pesan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah amplitudo. Semakin tinggi amplitude yang dipilih pada proses penyisipan maka semakin tinggi juga tingkat pemulihannya. Artinya kualitas audio menurun jika amplitudo meningkat sehingga mempengaruhi kualitas audio. 2. Susmita Dutta (2013) dalam jurnal internasional ISSN 2321 2004 yang berjudul Echo Hiding Approach in Video Forensic, beliau menyimpulkan bahwa dibutuhkan algoritma yang dapat mengatasi masalah rendahnya ketahanan terhadap serangan dan mencegah pengungkapan pesan tersembunyi. Maka digunakan sebuah algoritma yang dapat menyisipikan pesan dalam bit ke dalam lapisan sampel yang lebih dalam utnuk mengurangi kesalahan yang terjadi jika perubahan tidak mungkin terjadi bagi setiap sampel maka perubahan tersebut akan diabaikan. Dengan mengunakan algoritma ini bit-bit pesan dapat disisipkan kedalam dalam lapisan untuk meningkatkan tingkat keamanan tadi. 3. Sounak Lahiri (2016) dalam jurnal yang berjudul IJCA 0975 8887 yang berjudul Audio Steganography using Echo Hiding in Wavelet Domain with Pseudorandom Sequence, beliau menyimpulkan bahwa dalam karya ilmiah ini menyediakan satu algoritma dalam penyisipan pesan ke dalam cover file audio. Kebalikan dari algoritma least significant bit yang sering digunakan pada kasus lainnya. Disini penulis menggunakan algoritma echo data hiding. Tetapi pada proses ini menghasilkan noise pada saat transisi. Penerapan Discrete Wavelet Transform membuat sistem yang lebih efisien dan dinamis sebagaisinyal rekonstruksi menjadi lebih mudah, dibandingkan dengan transformasi lain yang dapat digunakan untuk tujuan. Selain itu, transformasi wavelet memungkinkan analisis dalam waktu dan frekuensi domain, yang memiliki lebih banyak keuntungandari

21 transformasi lain. Penggunaan pseudorandom urutan ke-encode data pada posisi yang berbeda meningkatkan efisiensi dan menjaga kerahasiaan dari informasi yang ditransmisikan dari satu titik ke yang lain, karena urutan pseudorandom yang dihasilkan unik untuk encoder - decoder pasangan. Oleh karena itu, informasi dalam sinyal stego tidak dapat diekstraksi dengan mudah tanpa kunci yang sesuai. Oleh karena itu, sistem secara keseluruhan, memiliki efisiensi yang lebih dan kebal terhadap kebisingan, sambil menjaga kerahasiaan pesan selama transmisi. 4. Kamred Udham Singh (2014) dalam jurnal internasional ISSN 2250-2459 yang berjudul LSB Audio Steganography Approach, beliau menyimpulkan bahwa Teknik yang diusulkan dianggap menjadi algoritma yang efisien untuk menyimpan teks didalam file audio sehingga informasi dapat dikirim sampai tujuan dalam cara yang aman tanpa diubah. Audio Steganografi adalah teknik mengirim informasi rahasia dengan menyembunyikan file pembawa. Hanya penerima file yang mengetahui adanya informasi. Teknik LSB Steganografi sangat mudah untuk diterapkan. Penggantian byte terakhir dari audio dengan bit pesan akan membuat perubahan kecil dalam audio tetapi tidak akan dideteksi oleh manusia. 5. Namita Verma (2012) dalam jurnal yang berjudul Secure Communication Through Audio Signals, beliau menyimpulkan bahwa algoritma yang digunakan adalah Least Significant Bit yang memungkinkan pesan rahasia dikirim secara aman dan tidak terdeteksi. Ukuran wadah penampung juga tidak mengalami perubahan. Algoritma LSB dapat digunakan jika wadah penampung merupakan file yang tidak dikompresi. Sistem tersebut dapat dikembangkan dengan menggunakan enkripsi bersamaan dengan teknik penyembunyian data yang lain.