Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017

dokumen-dokumen yang mirip
DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa upaya

UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

Pembebanan Jaminan Fidusia

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB III PENUTUP. Jayapura, apabila perjanjian kredit macet dan debitur wanprestasi yaitu: (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring).

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN TEORITIS UNDANG - UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

BAB III PENUTUP. pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan :

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM JAMINAN STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : HKT4017 PRASYARAT :

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA. artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

3 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang. 4 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. antara subjek dengan benda dan hak kebendaan 1. Selain itu pengertian hukum benda

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

ANALISIS PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP PARATE EKSEKUSI DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA BAGI KREDITUR

BAB I PENDAHULUAN. hukum publik menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

SKRIPSI TANGGUNG JAWAB BANK AKIBAT KERUGIAN DIDERITA OLEH NASABAH. Oleh : RAGA TAUFANI NIM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB V PENUTUP. dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : Memberikan Kredit Dengan Jaminan Fidusia. tahun 1999 tentang jaminan fidusia.

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI

DAFTAR PUSTAKA. Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan fidusia yang merupakan salah satu bentuk lembaga jaminan

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

SILABUS. Nama Mata Kuliah : Hukum Jaminan. Bobot sks : 2 SKS

PERMOHONAN EKSEKUSI KEPADA PENGADILAN NEGERI BERKAITAN DENGAN PERJANJIAN FIDUSIA TERHADAP JAMINAN YANG DIGELAPKAN

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Moch Chidin, dkk Pengertian Pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata. Bandung: Mandar Maju.

DAFTAR PUSTAKA. A, Kohar, 1984, Notarial Berkomunikasi,Alumni, Bandung

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku-Buku:

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

PENGATURAN PENGALIHAN JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA

PELANGGARAN-PELANGGARAN HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA Senin, 06 Desember :46

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. banyak dipraktikkan dalam lalu lintas hukum perkreditan atau pinjam meminjam.

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBELIAN KENDARAAN BERMOTOR ANTARA DEBITOR DENGAN KREDITOR

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

Transkripsi:

HAK DEBITUR ATAS OBJEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI HAK KEBENDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA 1 Oleh: Octavianus Aldo 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitianini adalah untuk mengetahui apa saja yang menjadi hak debitur terhadap objek jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dan apa saja yang menjadi objek jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Hak debitur terhadap objek jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 yaitu: 1) Debitur berhak menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Debitur diberi hak untuk mempergunakan objek jaminan fidusia tersebut, dengan syarat bahwa pemberi fidusia tidak menjual ataupun mengalihkan objek jaminan fidusia.tersebut kepada pihak lain. 2) Debitur berhak untuk mendapatkan pinjaman uang yang jumlahnya sesuai yang tertera di dalam surat perjanjian yang dibuat oleh pihak pemberi fidusia dengan pihak bank atau pihak lainnya. 3) Debitur berhak memperdagangkan objek jaminan fidusia yang berupa barang dagangan (inventory). 2. Objek jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 yaitu: 1). Benda bergerak yang berwujud, 2) Benda bergerak yang tidak berwujud, 3) Benda bergerak yang terdaftar. 4) Benda bergerak yang tidak terdaftar. 5) Benda tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan, seperti hak milik satuan rumah susun di atas tanah hak pakai atas tanah negara dan bangunan rumah yang dibangun di atas tanah orang lain. 6) Benda yang tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat dibebani dengan hipotek. 7) Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan. Kata kunci: Hak debitur, objek jaminan fidusia, hak kebendaan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Jaminan Fidusia, diatur pendaftaran jaminan yang memberikan hak yang didahulukan/preferen kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain karena jaminan fidusia memberikan hak kepada pihak pemberi fidusia untuk tetap menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan. Jaminan Fidusia merupakan lembaga hak jaminan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999, yang bersifat kebendaan (zakelijkzekerheid) dan memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya. Salah satu unsure Jaminan Fidusia adalah kebendaannya tetap dalam penguasaan pemilik benda. 3 Hal yang demikian, jaminan fidusia telah terjadi penyerahan dan pemindahan dalam kepemilikkan atas suatu benda yang dilakukan atas dasar fiduciair dengan syarat bahwa benda yang kepemilikannya tersebut diserahkan dan dipindahkan kepada penerima fidusia tetap dalam penguasaan pemilik benda (pemberi fidusia). Utang yang dijamin dengan jaminan apapun, merupakan suatu kewajiban yang wajib dipenuhi atau dilunasi oleh debitur, namun demikian adakalanya debitur tidak memenuhi kewajiban atau debitur berhenti membayar utangnya. Dalam perjanjian fidusia benda yang dijadikan objek Jaminan fidusia benda tetap berada dalam penguasaan pemilik benda (debitur) dan tidak dikuasai oleh kreditur, jadi dalam hal ini adalah penyerahan kepemilikan benda tanpa menyerahkan fisik bendanya. Kreditur mempercayakan kepada debitur untuk tetap bisa mempergunakan benda jaminan tersebut sesuai dengan fungsinya. 4 Walaupun benda jaminan tetap dalam penguasaan debitur, debitur harus mempunyai itikad baik untuk memelihara benda jaminan dengan sebaik-baiknya. Debitur tidak diperbolehkan mengalihkan ataupun menyewakan kepada pihak lain benda objek 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Kenny R. Wijaya, SH, MH; Jeany Anita Kermite, SH,MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 14071101336 3 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2001, hal. 152. 4 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Cetakan Kelima, BPHN dan Liberty, Yogyakarta, 2011, hal. 35. 99

jaminan fidusia yang bukan merupakan benda persediaan (inventory) tanpa ada persetujuan dari kreditur, karena benda yang penguasaannya di tangan debitur sangat riskan sekali untuk berpindah tangan. Keditur memperbolehkan atau mempercayakan kepada debitur untuk tetap bisa menggunakan barang jaminan untuk dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya. Namun selama mempergunakan barang jaminan tersebut, debitur diwajibkan untuk dapat memelihara dengan sebaik-baiknya. Hal ini sejalan dengan salah satu asas yang dianut dalam UUJF yaitu asas itikad baik. Secara umum, dalam hukum jaminan yang objeknya benda bergerak, debitur tidak bisa mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi objek jaminan fidusia kecuali yang merupakan benda persediaan (inventory), tapi khusus untuk bentuk Jaminan Fidusia, hal tersebut diperbolehkan dengan ketentuan harus diberitahukan atau mendapat persetujuan dari kreditur, atau dalam hal ini adalah pihak bank. 5 Apabila debitur tidak memenuhi kewajiban atau melakukan wanprestasi, kreditur dapat menarik benda Jaminan Fidusia untuk dijual guna menutupi utang debitur. Tindakan tersebut bukan merupakan perbuatan hukum yang bertentangan dengan Undang-Undang Jaminan Fidusia bahkan debitur mempunyai kewajiban untuk menyerahkan benda Jaminan Fidusia tersebut kepada kreditur untuk dapat dijual. Berdasarkan hal yang telah diuaraikan di atas, maka penulis tertarik dalam mengambil judul skripsi yaitu Hak Debitur Atas Objek Jaminan Fidusia Sebagai Hak Kebendaan Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa saja yang menjadi hak debitur terhadap objek jaminan fidusia menurut Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999? 2. Apa saja yang menjadi objek jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999? 5 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Juminan di Indonesia, Edisi 1 Cetakan Kedelapan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hal. 55. C. METODE PENELITIAN Jenis penelitian sehubungan dengan penyusunan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Jenis penelitian hukum normative yaitu suatu penelitian yang terutama mengkaji ketentuan-ketentuan hukum positif. PEMBAHASAN A. Hak Debitur Terhadap Objek Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 1. Debitur berhak menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Pelaksanaan fidusia barang-barang yang dijaminkan tetap berada dalam kekuasaan debitur. Tidak ada penyerahan barang jaminan secara fisik kepada kreditur dan kreditur wajib menolak apabila ada penyerahan barang tersebut dilakukan. Adapun yang ada adalah penyerahan kepemilikan barang secara kepercayaan kepada kreditur. Penyerahan barang jaminan baru akan diserahkan kepada kreditur apabila debitur wanprestasi atas utangnya untuk kepentingan eksekusi fidusia. 6 2. Debitur berhak untuk mendapatkan pinjaman uang Atas jaminan fidusia yang diberikan oleh pemberi fidusia tersebut kepada bank, pemberi fidusia berhak atas sejumlah uang pinjaman yang jumlahnya sesuai yang tertera di dalam surat perjanjian yang dibuat oleh pihak pemberi fidusia dengan pihak bank atau pihak lainnya. Setelah hutang pemberi fidusia kepada bank telah lunas, maka pemberi fidusia berhak atas pengembalian surat-surat kepemilikan atas objek jaminan fidusia dari bank. 3. Debitur berhak memperdagangkan objek jaminan fidusia yang berupa barang dagangan (inventory) Debitur pada dasarnya tidak wenang lagi mengasingkan atau mengalihkan objek benda jaminan fidusia kepada pihak lain, karena telah terjadi pengalihan hak kepemilikan atas benda jaminan fidusia secara constitutum possessorium dari debitur (pemberi fidusia) kepada kreditur (penerima fidusia). Ketentuan larangan pengalihan objek jaminan fidusia oleh kreditur (pemberi fidusia) ini tidak berlaku bila 6 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, Jakarta, 2009, hal. 236. 100

objek jaminan fidusia berupa benda-benda dalam persediaan. 7 Ketentuan dalam Pasal 21 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa pemberi fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan. Jelaslah bahwa debitur dapat mengalihkan benda-benda persediaan dalam perdagangan yang menjadi objek jaminan fidusia dan itu dilakukan menurut cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan. Pengalihan disini bisa karena terjadinya penjualan, atau sebab lain yang berakibat kurangnya stok barang atau benda-benda persediaan yang sementara dibebani jaminan. Stok barang dagangan, sekalipun melalui lembaga fidusia telah diberikan sebagai jaminan, namun tidak dimaksudkan bahwa stok barang dagangan sementara sedang menjadi jaminan, menjadi benda yang dikeluarkan dari peredaran perdagangan. Sebaliknya dibiarkan berganti-ganti melalui penjualan dan pembelian oleh pemberi fidusia, dengan prinsip bahwa yang dijual, keluar dari ikatan jaminan dan melalui penyerahan oleh pemberi fidusia, menjadi milik pembeli atau orang yang mengopernya, sedangkan pembelian barang baru, otomatis tercakup dalam jaminan fidusia yang sudah diberikan. Semuanya bisa dilaksanakan sama seperti biasa pemberi fidusia menjual dan mengoper barang dagangannya, sehingga tidak ada formalitas yang harus diturut. Pemberian sifat hak kebendaan kepada kreditur atas stok barang dagangan sebagai jaminan, akan menghalangi cara dan tujuan pemberian jaminan fidusia. 8 Pengecualian pemberi fidusia dapat mengalihkan barang-barang dagangannya sebagai objek jaminan fidusia dimaksud di atas tidak berlaku, apabila telah terjadi cedera janji oleh debitur dan/atau pemberi fidusia pihak ketiga. Bentuk cedera janji atau wanprestasi tersebut dapat berupa tidak dipenuhinya prestasi, baik berdasarkan perjanjian pokok, 7 H. Martin Roestamy, Hukum Jaminan Fidusia, Penebar Swadaya, Jakarta, 2009, hal.48. 8 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000,hal. 228. perjanjian jaminan fidusia, maupun perjanjian jaminan lainnya. Bertalian dengan ini ketentuan dalam Pasal 21 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 menegaskan bahwa: ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) tidak berlaku apabila telah terjadi cedera janji oleh debitur dan/atau pemberi fidusia pihak ketiga. Dari ketentuan di atas, dapat ditafsirkan bahwa kewenangan pemberi fidusia untuk mengalihkan benda-benda dagangannya sendiri berakhir, bila debitur atau pemberi fidusia pihak ketiga cedera janji. Kewenangan pemberi fidusia mengalihkan barang-barang dagangannya yang sedang dijamin dengan jaminan fidusia merupakan kewenangan bersyarat, dengan syarat batal yaitu sepanjang debitur dan/atau pemberi fidusia pihak ketiga tidak cedera janji. Proses penyetopan pengalihan barang persediaan sebagai jaminan fidusia ini bila terjadi wanprestasi disebut dengan proses kritalisasi. 9 B. Objek Jaminan Fidusia Menurut Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 Barang yang menjadi objek jaminan fidusia pada prinsipnya adalah barang bergerak. Hal ini disebabkan karena latar belakang fidusia sebagai jaminan utang dari masalah yang dihadapi oleh jaminan gadai dan prosedurnya wajib menyerahkan barang kepada kreditur untuk dikuasainya. Dalam perkembangannya, ternyata bukan hanya barang bergerak saja yang dapat difidusiakan, akan tetapi benda tidak bergerak juga dapat dijaminkan dengan jaminan tersebut walaupun sifatnya terbatas. 10 Veenhoven menyatakan bahwa asasnya semua benda baik benda bergerak maupun benda tetap (tidak bergerak), yang secara yuridis dapat diserahkan hak miliknya atas kepercayaan dapat dijadikan sebagai jaminan (fidusia). 11 Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, menyebutkan bahwa objek jaminan fidusia adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan 9 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 48. 10 Gatot Supramono, Op-Cit, hal. 235. 11 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Cetakan Kelima, BPHN dan Liberty, Yogyakarta, 2011, hal. 36. 101

benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan. Ketentuan ini kemudian dilanjutkan dengan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang memberikan definisi, benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik. Selain benda yang sudah dimiliki pada saat dibuatnya Jaminan Fidusia, juga benda yang diperoleh kemudian dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia. Ketentuan ini berarti bahwa benda tersebut demi hukum akan dibebani dengan Jaminan Fidusia pada saat benda dimaksud menjadi milik pemberi fidusia. Pembebanan Jaminan Fidusia atas benda, termasuk piutang, yang diperoleh kemudian tidak perlu lagi dibuat perjanjian Jaminan Fidusia tersendiri. Dimungkinkannya pembebanan Jaminan Fidusia atas benda yang diperoleh kemudian sangat membantu dan menunjang pembiayaan pengadaan atau pembelian persediaan bahan baku, bahan penolong dan benda jadi. 12 Menurut sejarahnya benda bergerak yang berwujud dan tidak berwujud dapat difidusiakan, benda bergerak yang berwujud antara lain; barang-barang perniagaan, inventaris, ternak dll, sedangkan benda bergerak tidak berwujud yaitu piutang atas nama (vordering op naam). Objek jaminan fidusia sebaiknya digunakan terbatas hanya untuk barang-barang perniagaan saja, khususnya untuk barang-barang bergerak, tanah diterima sebagai objek jaminan fidusia, jika syarat-syarat administratif tidak dapat dipenuhi. Ketentuan dalam Undang-undang Jaminan Fidusia, maka objek Jaminan Fidusia dapat meliputi: a. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum; b. Benda bergerak berwujud. Contohnya: kendaraan bermotor seperti mobil, bus, truk, sepeda motor dan lain-lain; mesinmesin pabrik yang tidak melekat pada tanah/bangunan pabrik; perhiasan; alat inventaris kantor; kapal laut berukuran dibawah 20m³; perkakas rumah tangga seperti tv, tape, kulkas, mebel, dan lainlain; alat-alat pertanian; dan lain sebagainya. c. Benda atas benda tidak berwujud, termasuk piutang, d. Dapat atas benda yang terdaftar e. Dapat atas benda yang tidak terdaftar f. Benda bergerak, g. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan, h. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hipotik, i. Benda (termasuk piutang) yang sudah ada pada saat jaminan diberikan maupun terhadap benda yang akan diperoleh kemudian, dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri, j. Dapat diatas satu satuan atau jenis benda, k. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda, l. Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek jaminan fidusia (segala sesuatu yang diperoleh dari benda yang dibebani jaminan fidusia), m. Termasuk juga hasil klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan (klaim asuransi merupakan hak penerima fidusia dalam hal jaminan tersebut musnah dan mendapat penggantian dari perusahaan asuransi), n. Benda persediaan (inventory, stock perdagangan) dapat juga menjadi objek jaminan fidusia. 13 Objek jaminan fidusia berupa: 1. Benda bergerak yang berwujud, contohnya: a. Kendaraan bermotor seperti: mobil, bus, truk, sepeda motor dan lain-lain. b. Mesin-mesin pabrik yang tidak melekat pada tanah/bangunan pabrik. c. Alat-alat investasi kantor. d. Perhiasan. 12 Ibid, hal. 37. 13 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal. 177. 102

e. Persediaan barang atau inventory, stock barang, dagangan dengan daftar mutasi barang. f. Kapal laut berukuran dibawah 20 m3. g. Perkakas rumah tangga seperti mebel, radio, televisi, lemari es, mesin jahit, h. Alat-alat pertanian seperti traktor pembajak sawah, mesin penyedot air dan lain-lain. 2. Benda bergerak yang tidak berwujud, contohnya: a. Wesel b. Sertifikat deposito c. Saham d. Obligasi e. Konosemen f. Piutang yang diperoleh pada saat jaminan diberikan atau yang diperoleh kemudian. g. Deposito berjangka 3. Benda bergerak yang terdaftar 4. Benda bergerak yang tidak terdaftar 5. Benda tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan, seperti hak milik satuan rumah susun di atas tanah hak pakai atas tanah negara dan bangunan rumah yang dibangun di atas tanah orang lain. 6. Benda yang tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat dibebani dengan hipotek. 7. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan. 14 Undang-Undang Pokok Agraria menganut asas Horizontalescheiding (asas pemisahan horizontal), sehingga dapat terjadi bahwa pemiliktanah belum tentu (bukan) menjadi pemilik bangunan yang ada diatasnya. Seorang pemilik tanah yang bukan pemilik bangunan yang ada diatasnya, dapat menggunakan tanah tersebut dengan Hak Tanggungan. Tentu saja supaya tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari, dengan seizin pemilik banguanan yang ada diatasnya. Benda tidak bergerak secara yuridis dapat dijadikan objek jaminan fidusia dengan syarat pemilik benda tidak bergerak tersebut bukanlah pemilik sah atas benda tersebut. Terkait dengan uraian diatas, Pasal 1 ayat (2) Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang berbunyi; Kreditur adalah 14 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op-Cit, hal. 42. pihak yang berpiutang dalam satu hubungan utang-piutang tertentu Pasal 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang berbunyi: Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan. 15 Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum Didalam pasal 1 ayat (2) dan pasal 3 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 menegaskan bahwa yang dapat dijadikan jaminan fidusia adalah benda bergerak maupun benda tidak bergerak serta benda berwujud maupun yang tidak berwujud yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia. Apabila objek Jaminan Fidusia didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia sesuai dengan yang di atur dalam pasal 5 ayat (1) Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia bahwa pembebanan Objek JaminanFidusia dibuat dengan akta Notaris, yang kemudian didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Atas pendaftaran objek jaminan fidusia maka penerima Fidusia akan menerima Sertifikat Jaminan Fidusia. Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris (Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia) yang mana dalam akta jaminan tersebut harus memuat antara lain : 1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia; 2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; 3. Uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia; 4. Nilai penjaminan; 5. Nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia 15 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Edisi 1 Cetakan Kedelapan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hal. 58. 103

tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan. Apabila debitur cidera janji kreditur mempunyai hak untuk melakukan eksekusi sendiri atas objek jaminan fidusia yaitu dengan melakukan pengambilan dan menjual objek jaminan fidusia atas kekuasaan sendiri. Benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia harus diuraikan secara jelas dalam akta jaminan fidusia, baik itu identitas benda tersebut maupun mengenai surat bukti kepemilikannya, dan bagi benda inventory yang selalu berubah-ubah dan/atau tetap, harus dijelaskan jenis, merek dan kualitas benda. Ketentuan di atas menunjukkan bahwa terhadap bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan seperti bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungannya berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan dapat dijadikan objek jaminan fidusia. 16 Sepanjang perjanjian itu bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia, perjanjian tersebut tunduk pada Undang- Undang Jaminan Fidusia. Berdasarkan ketentuan di atas, terhadap tanah, seperti misalnya tanah-tanah yang masi banyak belum didaftarkan dan memenuhi syarat untuk dijadikan jaminan kredit yakni dapat dipindah tangankan dan memiliki nilai ekonomis. Jaminan atas tanah yang belum terdaftar atau belum bersertifikat dilakukan dengan jaminan fidusia bukan dengan surat kuasa menjual yang tidak memiliki perlindungan hukum bagi pihak kreditur, hal ini juga dapat membantu pelaku usaha ekonomi kecil dan menengah. 17 Pasal 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia menentukan bahwa Undang-Undang Jaminan Fidusia berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia, dan dilanjutkan dengan Pasal 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak berlaku terhadap: a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang perlaku 16 Tan Kammelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambahkan, Edisi Kedua, Cetakan I, Alumni, Bandung, 2014, hal. 222. 17 Ibid, hal. 223. menentukan atas benda-benda tersebut wajib didaftarkan, b. Hipotik atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 m 3 atau lebih, c. Hipotik atas pesawat terbang, dan d. Gadai. Jaminan gadai dan fidusia memiliki objek yang sama yaitu sama-sama benda bergerak, akan tetapi di antara keduanya terdapat perbedaan, perbedaan itu adalah lembaga jaminan fidusia dibebankan terhadap benda bukan tanah sebagai jaminan utang yang penguasaannya tetap berada ditangan debitur, sedangkan lembaga gadai dibebankan terhadap benda bukan tanah yang penguasaannya diserahkan kepada kreditur. PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Hak debitur terhadap objek jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 yaitu: 1) Debitur berhak menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Debitur diberi hak untuk mempergunakan objek jaminan fidusia tersebut, dengan syarat bahwa pemberi fidusia tidak menjual ataupun mengalihkan objek jaminan fidusia.tersebut kepada pihak lain. 2) Debitur berhak untuk mendapatkan pinjaman uang yang jumlahnya sesuai yang tertera di dalam surat perjanjian yang dibuat oleh pihak pemberi fidusia dengan pihak bank atau pihak lainnya. 3) Debitur berhak memperdagangkan objek jaminan fidusia yang berupa barang dagangan (inventory). 2. Objek jaminan fidusia menurut Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 yaitu: 1). Benda bergerak yang berwujud. 2) Benda bergerak yang tidak berwujud. 3) Benda bergerak yang terdaftar. 4) Benda bergerak yang tidak terdaftar. 5) Benda tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan, seperti hak milik satuan rumah susun di atas tanah hak pakai atas tanah negara dan bangunan rumah yang dibangun di atas tanah orang lain. 6) Benda yang tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat dibebani dengan hipotek. 7) Benda 104

tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan. B. SARAN 1. Diharapkan agar setiap benda yang nantinya akan dijadikan objek jaminan fidusia oleh debitur agar diasuransikan terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi musnahnya benda jaminan, yang nantinya akan merugikan pihak kreditur. 2. Diharapkan pemerintah dapat merevisi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dimana dapat dikatakan UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, karena hanya memenuhi aspek yuridis saja sementara aspek moral, aspek sosial dan aspek filosofi belum terpenuhi. Sementara sasaran yang ingin dicapai guna memberikan perlindungan dan kepastian hukum, serta ketertiban dalam masyarakat tidak tercapai secara efektif DAFTAR PUSTAKA Fuady, Munir, Hukum Jaminan Utang, Erlangga, Jakarta, 2013., Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000. Harahap, M. Yahya., Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2006. HS, H. Salim., Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Edisi 1 Cetakan Kedelapan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014. Kamelo, Tan, Hukum Jaminan Fidusia, Alumni, Bandung, 2004.., Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambahkan, Edisi Kedua, Cetakan I, Alumni, Bandung, 2014 Khairandy, Ridwan., Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama), FH UII Press, Yogyakarta, 2013. Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005. Meliala, Djaja S.,Hukum Perdata Dalam Perspektif BW, Cetakan Ketiga, Nuansa Aulia, Bandung, 2012. Parlindungan, A.P., Komentar Atas Undang- Undang Pokok Agraria, Cetakan Ketiga, Mandar Maju, Bandung, 2000. Roestamy, H. Martin., Hukum Jaminan Fidusia, Penebar Swadaya, Jakarta, 2009. Rustam, Riky., Hukum Jaminan, UII Press, Yogyakarta, 2017. Satrio, J., Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000. Soekanto, Soerjono., Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 2000. Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen., Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Cetakan Kelima, BPHN dan Liberty, Yogyakarta, 2011. Sumbu dan Tim Penyusun, Telly., Kamus Umum Politik dan Hukum, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2010. Supramono, Gatot., Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, Jakarta, 2009 Suyatno, Thomas., Kelembagaan Perbankan, Cetakan Ke-empat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005. Usman, Rachmadi., Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. Widjaya dan Ahmad Yani, Gunawan., Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2001. Yurizal, Aspek Pidana dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999,Tentang Fidusia, Media Nusa Creative, Malang, 2015. SUMBER-SUMBER LAIN Undang-Undang Dasar 1945. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan tanah. 105