Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
PENGELOLAAN PENDIDIKAN SISTEM GANDA

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang: 1) latar belakang penelitian, 2) fokus

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, perkembangan sumber daya. pengetahuan maupun penguasaan tinggi sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. erat. Hal ini terbukti dengan adanya fakta bahwa perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gun Gun Gunawan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja yang berada di front line sebagian besar adalah tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. ini, banyak usaha atau bahkan industri yang menolak para pelamar kerja karena

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan dunia kerja. Di Indonesia begitu banyak orang-orang terpelajar atau. bangsa yang masih terpuruk, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan sebagai unsur yang mempunyai posisi sentral dan strategis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan handal di bidangnya masing-masing. memandirikan siswa didik. Dengan beberapa acuan perundangan tersebut jelas

BAB. I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu wahana pendidikan

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, memiliki keterampilan, keahlian, dedikasi,

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam rangka. mewujudkan tujuan yang dimaksud dan sekaligus mengantisipasi tantangan

Personal Philosophy Pages

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sekolah menengah umum dan kejuruan sedikit ada. perbedaan, dimana Sekolah menengah umum lebih menekankan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Production Based Education Sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Lulusan Pendidikan Vokasi Di Akademi Teknik Soroako

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang sebagai usaha mencerdaskan manusia melalui kegiatan. manusia dewasa, mandiri dan bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang khususnya di dunia usaha sangat begitu ketat dan diikuti dengan

BAB 1 P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan

A. Analisis Situasi Sekolah 1. Sejarah SMK Kristen 1 Klaten berdiri pada tanggal 1 Agustus 1965 menempati gedung SD Krsiten III yang dahulu berada di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam

I PENDAHULUAN. dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dan

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. memasuki lapangan pekerjaan baik melalui jenjang karier, menjadi tenaga kerja di

BAB I PENDAHULUAN. Menjelang tahun 2020 perekonomian Indonesia akan berubah dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

RELEVANSI KOMPETENSI LULUSAN SMK DENGAN TUNTUTAN DUNIA KERJA. Ricky Gunawan Jurusan Teknik Mesin FPTK UPI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu lembaga pendidikan yang diisyaratkan untuk menciptakan

PENGGUNAAN LABORATORIUM DALAM MENUNJANG PROSES PEMBELAJARAN TEKNIK PEMESINAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan pendidikan kejuruan adalah untuk menyiapkan tenaga kerja

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ridwan Nopandi,2014

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini. relevansi pendidikan dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja.

BABI PENDAHULUAN. kompetensi, mulai dari kurikulum tahun 1994, tahun 1999, tahun 2004 dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengangguran dapat menjadi masalah di sebuah Negara. Dan bukanlah hal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan kejuruan memiliki peran strategis dalam mendukung secara

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/11/2007. TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Dl SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan salah satu sekolah formal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan kebijakan di bidang pendidikan yang dikenal dengan nama link and

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) 2 DI SMK CUT NYA DIEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. regional, nasional maupun internasional. Untuk mencapai tujuan tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. mengembangkan pola kehidupan bangsa yang lebih baik. berorientasi pada masyarakat Indonesia seutuhnya, menjadikan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MAKALAH STRATEGI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA. Oleh: Sriyono

BAB I PENDAHULUAN. dikemukakan oleh Mulyasa (2010) bahwa, pembangunan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai

JURNAL TUGAS AKHIR SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana terpenting untuk mewujudkan. kemajuan bangsa dan negara. Pendidikan yang bermutu, akan

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang mempunyai tantangan besar dibidang pembangunan mengingat

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala

BAB I PENDAHULUAN. lain. Perubahan merupakan proses sosial dimana orang dihadapkan pada

Evaluasi Kebijakan Link dan Match Pada Sekolah Menengah Kejuruan dan Industri

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadi mandiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1991 TENTANG LATIHAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan di era globalisasi sekarang ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini

BAB I PENDAHULUAN. Dimulainya AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi persaingan antar negara di dunia melalui industrialisasi dan

, 2016 PENGARUH PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA KELAS XI JURUSAN TPHP DI SMKN 4 GARUT

dikembangkan suatu sistem pengembangan faktor-faktor psikologis siswa.2

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian pembahasan diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. hadirnya sistim dan praktik pendidikan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. demi kelangsungan hidup dan kemajuan bangsa tersebut khususnya bagi negara

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan (Saiman, 2009:22). Masalah pengangguran telah menjadi momok

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan kejuruan. Menurut undang-undang No. 20 Tahun 2003

PENDAHULUAN. di sekolah. Manajemen kurikulum mengatur pemenuhan kebutuhan. pendidikan berdasarkan hasil analisis kondisi lingkungan internal dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber

Transkripsi:

KONSEP PEMIKIRAN DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN VOKASI UNTUK MENGHADAPI TUNTUTAN DUNIA KERJA Oleh: I Wayan Ratnata Dosen Pendidikan Teknik Elektro FPTK UPI ABSTRAK Dengan adanya kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional, untuk kedepan, bahwa perbandingan jumlah sekolah menengah kejuruan diharapkan lebih banyak dibandingkan dengan sekolah menengah atas (SMA). Hal ini bertujuan untuk menyiapkan tenaga terampil tingkat menengah yang banyak untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja baik di industri maupun dunia usaha. Saat ini masih ada kesan bahwa lulusan SMK, tingkat keterampilannya masih belum baik dan dikhawatirkan kalah bersaing dengan tenaga-tenaga kerja asing yang ada. Dengan kualitas lulusan SMK yang baik diharapkan mereka tidak hanya bekerja di Indonesia diharapkan mampu bersaing dengan tenaga kerja asing di luar negeri. Sering terdengar bahwa disatu sisi lulusan SMK cukup banyak, akan tetapi disisi lain lulusan yang mampu mandiri dan bekerja sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya masih sangat sedikit (terbatas). Tidak heran bahwa siswa-siswa SMK yang telah tamat (lulus) banyak yang tidak bekerja (menganggur), hal tersebut dikarenakan mereka belum mampu untuk menciptakan lapangan kerja sendiri (mandiri) demikian juga mereka belum siap untuk bekerja sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Kesiapan ini tampak dari kualitas/mutu lulusan SMK masih perlu ditingkatkan, yaitu baik dari kemandiriannya maupun dari tingkat penalarannya. Sejalan dengan pernyataan di atas perlu ada langkah-langkah kongkrit untuk meningkatkan mutu lulusan SMK sehingga sesuai dengan harapan masyarakat maupun dunia usaha dan industri. Peningkatan mutu pendidikan, menyangkut pengendalaian komponen-komponen pendidikan yang menunjang terpenuhinya mutu pendidikan yang dibutuhkan dunia kerja. Komponen-komponen tersebut terdiri atas kebijakan mutu pendidikan, kurikulum, pembelajaran, fasilitas pendidikan, peserta didik, dan pendidik. Hasil dari proses pendidikan adalah kemampuan lulusan, sedang kriteria mutu lulusan adalah deskripsi kemampuan (kinerja) yang dituntut dunia kerja. Pengendalian mutu merupakan teknik dan operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu. Kesimpulannya adalah dalam rangka pengembangan pendidikan vokasi untuk menghadapi tututan dunia kerja maka kualitas lulusan pendidikan sekolah menengah kejuruan (vokasi) perlu ditingkatkan sehingga lulusannya siap untuk memasuki dunia kerja. Para pelaksana pendidikan harus melaksanakan peran dan fungsinya sesuai dengan program kerja yang telah disusun, yaitu melalui perencanaan program pendidikan, pelaksanaan program, evaluasi program, dan tindak lanjut yang harus ditempuh untuk kearah penyempurnaan dan kemajuan pendidikan vokasi. A. PENDAHULUAN Dengan adanya kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional yang menyatakan untuk sepuluh tahun ke depan proporsi jumlah SMK dan SMA di Indonesia sudah mendekati 70% berbanding 30%. Pertimbangan ini tampaknya logis mengingat Indonesia membutuhkan tenaga terampil tingkat menengah yang banyak untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja dan industri. Untuk mewujudkan harapan ini tentunya tidak mudah dan perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak termasuk masyarakat dan kalangan dunia usaha dan kalangan industri. Pihak dunia usaha dan industri harus memberikan dukungannya terhadap pendidikan SMK, seperti kita ketahui bahwa keberadaan sekolah menengah kejuruan atau vokasi memerlukan prasarana dan sarana yang memadai untuk keberlangsungan sekolah vokasi. Untuk membangun sekolah kejuruan diperlukan sarana praktek yang memadai dan diperlukan guru / instruktur yang memiliki kemampuan dan keterampilan tinggi agar keberadaan SMK mendapatkan pengakuan dari pihak pemakai / pengguna. Bila kita membandingkan di negara-negara maju seperti Jerman, Jepang dan lain sebagainya, bahwa keberadaan SMK mendapat dukungan dari 41

kalangan industri dan dunia usaha dan terjadi jalinan kerja sama yang baik, saling menguntungkan baik dipihak industri maupun dipihak sekolah. Atas dasar tersebut di atas tampaknya untuk mengembangkan pendidikan kejuruan (vokasi) di Indonesia perlu dilakukan trobosan yang tepat dalam mengembangan pendidikan vokasi. Waktu yang lalu ada kesan di masyarakat ataupun dari kalangan dunia industri maupun dunia usaha yang mengatakan bahwa lulusan pendidikan Sekolah Menengsh Kejuruan kemampuan siap latihnya/adaptifnya dalam lapangan kerja di industri masih sangat kurang. Bahkan kalangan industri mempunyai anggapan bahwa menerima lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), lebih mudah mendidiknya. Selain itu lulusan SMK pada umumnya memiliki kemampuan analisis yang lebih rendah dibanding dari lulusan SMA. Pendapat tersebut dapat saja diterima sepanjang inovasi pendidikan di SMK tidak dilakukan. Artinya SMK yang merupakan lembaga pendidikan pencetak tenaga terampil tidak mengembangkan cara atau pola pemahaman konsep-konsep sains dan memajukan pola pembalajaran keterampilan proses dalam meningkatkan kemampuan vokasi siswa. Dalam upaya menghasilkan lulusan yang berkualitas dan mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi, pembelajaran mata pelajaran adaptif, produktif dan keterampilan praktek di SMK perlu ditingkatkan, karena dengan pola pendekatan semacam ini akan dapat menumbuhkan sikap kritis siswa dalam menghadapi berbagai hal. Secara garis besar tampaknya pola pikir yang timbul dari mempelajari di SMK, sangat membantu dalam mempelajari teori kejuruan dan praktek kejuruan di SMK. Disisi lain tenaga pengajar atau instruktur yang mengajar di SMK harus memiliki keterampilan dan kreativitas yang tinggi untuk pembelajaran keterampilan di SMK. Dengan diberlakukan otonomi daerah, maka kebijaksanaan daerah dalam mengembangkan sumber daya manusia disesuaikan dengan sumber daya alam dan budaya dari daerah itu. Untuk itu kebijakan otonomi daerah harus diiringi dengan kebijakan desentralisasi pendidikan. Dengan pemberlakuan broad-based curriculum atau kurikulum berbasis luas di SMK sudah tepat, dan yang perlu disempurnakan adalah pendidikan dan pelatihan kejuruan berbasis kompetensi (competencybased training) sebagai dasar mereka bekerja mandiri dan bekerja di dunia usaha dan industri. Lulusan SMK yang telah bekerja di industri maupun mandiri (wirausaha) perlu dipantau keberadaannya melalui pola kerja sama sekolah dan industri agar mereka dapat mengembangkan kemampuannya sehingga terus mengalami peningkatan. Pola kerja sama yang dimaksud dapat berupa pola pelatihan tenaga kerja yang ada di industri untuk dilatih di sekolah dalam bidang rekayasa atau peningkatan keilmuannya, sedangkan dari pihak industri memberikan pelatihan dan kerja praktik siswa SMK di industri pasangannya. Dengan demikian kedua belah pihak terjadi hubungan atau kerjasama yang berkelanjutan antara dunia industri dan sekolah. Atas pertimbangan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan yaitu: Langkah apa yang dapat dilakukan dalam pengembangan pendidikan vokasi untuk menghadapi tuntutan dunia kerja? B. KAJIAN TEORITIS Titik tolak kajian teoritis dalam tulisan ini adalah pengendalian mutu pendidikan sekolah menengah kejuruan. Untuk itu langkah yang harus ditempuh adalah bagaimana menghasilkan lulusan yang memiliki mutu tinggi. Menurut ISO 9000 (Harbunangin & Harahap 1995:17), mutu adalah keseluruhan karakteristik barang atau jasa yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan pelanggan. Mengacu pada rumusan tersebut untuk mengembangkan mutu pendidikan sekolah kejuruan (vokasi) dapat dirumuskan sebagai keseluruhan (karakteristik) kemampuan lulusan yang dapat memenuhi kebutuhan dunia kerja. Pengendalian mutu pendidikan, menyangkut pengendalaian komponen-komponen pendidikan yang menunjang terpenuhinya mutu pendidikan yang dibutuhkan dunia kerja. Komponen-komponen tersebut terdiri atas kebijakan mutu pendidikan, kurikulum, pembelajaran, fasilitas pendidikan, peserta didik, dan pendidik. Hasil dari proses pendidikan adalah kemampuan lulusan, sedang kriteria mutu lulusan adalah deskripsi kemampuan (kinerja) yang dituntut dunia kerja. Pengendalian mutu merupakan teknik dan operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu. Dengan demikian hal penting dapat dikemukakan disini, yaitu : bagaimana standar kemampuan (kinerja) lulusan sekolah kejuruan yang dituntut oleh dunia kerja? Dan bagaimana model pengedalian komponen-komponen pendidikan yang menunjang dihasilkannya lulusan yang memiliki kemampuan (kinerja) sesuai dengan tuntutan dunia kerja?. 42

Ada beberapa alasan mengapa peningkatan mutu lulusan sekolah menengah kejuruan dikemukakan dalam makalah ini, antara lain: Pertama, karena pengaruh perkembangan ilmu pengetahauan dan teknologi yang sangat cepat, maka terjadi laju perkembangan masyarakat dan dunia kerja yang sangat cepat pula. Kedua, program pembangunan jangka panjang kedua, termasuk di dalamnya menghadapi tantangan pasar bebas pada tahun 2020 (hasil APEK 1995), kedua alasan tersebut dituntut penyiapan sumber daya manusia yang mampu berprestasi dan berkompetisi dengan pihak luar. Ketiga, program pendidikan/ pengajaran yang relevan dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan dunia kerja untuk penyiapan SDM yang bermutu. Pendidikan Sekolah Menengah Kejurusan (SMK) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakapan suatu satuan pendidikan jenjang pendidikan menengah yang mempersiapkan lulusannya untuk memasuki dunia kerja, seperti dirumuskan dalam PP Nomor 29 tahun 1990. Sekolah menengah kejuruan mengamban misi memenuhi kebutuhan tenaga kerja tingkat menengah yang profesional, mandiri, dan mampu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendukung proses industrialisasi. Lebih rinci tujuan dari sekolah menengah kejurusan adalah: 1. Menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional. 2. Menyiapkan siswa untuk memilih karir, mampu berkompetensi dan mampu mengembangkan diri. 3. Menyiapkan tenaga kerja tingkat menengah untuk mengisi kebutuhan dunia usaha dan industri pada saat ini maupun masa yang akan datang. 4. Menyiapkan tamatan agar menjadi warga negara yang produktif dan adaftif. Dari segi kuantitas keberadaan Sekolah Menengah Kejuruan telah cukup mendukung perkembangan industri, sebab dewasa ini telah ada sekitar 2.092 SMK Negeri dan Swasta di seluruh Indonesia, yang terbagai dalam 160 jenis program studi. Tiap tahun sekitar 180.000 orang lulus dari SMK. Masalah utama yang dihadapi oleh pendidikan di SMK adalah mengenai kualitas. Persentase SMK yang berkualitas masih cukup kecil. Kualitas SMK berkaitan erat dengan ketersediaan peralatan dan bahan praktik, guru profesional serta pengelolaan pendidikan. Sebagian besar SMK yang ada belum memiliki peralatan dan bahan praktik yang memadai, walaupun telah cukup tersedia guru yang memiliki kemampuan profesional tetapi banyak dari mereka yang belum menunjukkan kinerja secara profesional, di samping masih adanya beberapa kelemahan dalam mengelolaan pendidikan. Peningkatan Kualitas (Mutu) Sekolah Menengah Kejuruan Peningkatan kualitas SMK sebagai penghasil tenaga-tenaga kerja terampil di bidang industri dan perusahaan merupakan syarat mutlak agar dapat menunjang percepatan laju pembangunan. SMK sebagai sekolah kejuruan memiliki karakteristik dan tuntutan tertentu. Jumlah siswa perkelas standar adalah 24 orang, baik untuk pelajaran teori maupun praktik. Karena 60 % dari mata apelajaran di SMK bersifat praktik, maka setiap mata pelajaran yang memberikan latihan praktik menuntut peralatan dan bahan praktik yang memadai. Untuk latihan praktik dengan peralatan yang sedang tiap siswa membutuhkan ruang 5 m 2, satu kelas membutuhkan 120 m 2, untuk latihan praktik dengan peralatan yang besar tiap siswa membutuhkan 8 m 2, jadi satu kelas membutuhkan 196 m 2. Seringkali setiap mata pelajaran praktik membutuhkan ruangan dan peralatan praktik tersendiri, ada beberapa mata pelajaran praktik, seperti praktik dasar yang bisa menggunakan satu ruangan dengan peralatan yang sama. Keberadaan ruangan dan peralatan serta bahan praktik yang memadai, menuntut jumlah dan kualitas guru pembimbing praktik yang memadai pula. Penggunaan alat-alat praktik, terutama mesinmesin membutuhkan guru pembimbing praktik (instruktur) profesional. Kegiatan latihan praktik melibatkan banyak orang, baik siswa, guru, unsur pimpinan unit-unit praktik maupun asisten Toolman, juga menggunakan banyak peralatan dan bahan-bahan, semuanya itu membutuhkan sisten pengendalian yang efektif dan efisien. Tersedianya peralatan dan bahan praktik yang mencukupi, dengan bimbingan dari guru-guru pembimbing praktik profesional yang intensif, yang berlangsung dalam sistem pembelajaran yang terkelola dan dikendalikan dengan efektif dan efisien, akan dapat menghasilkan lulusan SMK yang memiliki keterampilan tinggi, dan siap memasuki dunia kerja. Memiliki kemampuan keterampilan yang tinggi harus ditopang oleh pribadi dan moral yang kuat, yang memungkinkan mereka memiliki kemandirian dan pegangan nilai-nilai kemanusiaan yang kokoh. Para lulusan SMK, pembekalan pengetahuan dan nilai-nilai moral tidak cukup hanya diberikan 43

secara ekspositori melalui pemberian bahan dalam bentuk ceramah di kelas, tetapi perlu dimiliki siswa melalui pemahaman dan penghayatan langsung dalam kehidupan dan berbagai bentuk kegiatan pembinaan siswa. C. METODOLOGI Penelitian ini difokuskan pada pengembangan pendidikan vokasi (SMK) yang meliputi butirbutir kendali mutu dan pedoman penggunaan kendali mutu manajemen. Pengembangan model peningkatan mutu manajemen pendidikan merupakan pengembangan butir kendali mutu yang mencakup: perencanaan manajemen pendidikan, pelaksanaan manajemen pendidikan, dan evaluasi manajemen pendidikan. Dalam penelitian ini dilakukan kunjungan ke industri yang menjadi pasangan dari program studi yang di teliti. Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan cara pematangan konsep model pengendalian mutu, studi pendahuluan, penyusunan instrument, penentuan sekolah yang akan diteliti, dan pengurusan perijinan. Pematangan konsep tentang model kendali mutu pendidikan melalui studi literature, diskusidiskusi dan seminar. Dari hasil pematangan konsep pengendalian mutu disusun instrument penelitian. Studi dilakukan dengan mengadakan survai intensif ke sekolah dan industri-perusahaan. Perusahaan yang di survai diutamanakan yang mempekerjakan lulusan SMK dan /atau menjadi industri pasangan dalam pelaksanaan pendidikan sistem ganda (PSG). Pengambilan data dilakukan di beberapa SMK di Jawa Barat. Survai di industri diarahkan pada menemukan deskripsi tugas (job description) dari pekerjaan yang diberikan kepada lulusan SMK. Deskripsi ini dapat dijadikan standar kemampuan yang harus dikuasai oleh para lulusan SMK. Survai dilakukan melalui wawancara dengan pimpinan unit, para supervisor, dan para lulusan SMK (teknisi, supervisor), pengamatan langsung pada waktu mereka bekerja serta telaahan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan pekerjaan lulusan SMK. D. HASIL DAN PEMBAHASAN Melalui hasil pengamatan dan pengembangan sistem pengendalian mutu pendidikan vokasi dapat dijelaskan sbb: a) Memberikan penjelasan tentang pemahaman kebutuhan masyarakat. Dari hasil pengamatan ditemukan sebahagian besar program studi yang diteliti telah mempunyai/ menyusun rencana pemahaman, walaupun baru sebatas pada rencana pemahaman tuntutan pekerjaan. Sedangkan pengembangannya, hampir seluruh pimpinan dan pelaksana pendidikan sepakat perlunya rencana pemahaman tuntutan dan kebutuhan masyarakat, industri-perusahaan dan tuntutan perkembangan ipteks sangat diperlukan. b) Melakukan pengembangan sistem informasi pendidikan. Dari pengamatan ditemukan baru sebagian program studi yang diteliti telah memiliki/ menyusun rencana pengembangan sistem informasi pendidikan. Rencana inipun belum lengkap dan rinci, baru butir-butir garis besar. Dari hasil pengembangan melalui wawancara hampir seluruh unsur pimpinan dan pelaksana pendidikan sepakat diperlukan rencana untuk pengembangan sistem informasi pendidikan. Sistem tersebut mencakup sistem alur informasi mulai dari pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan, dan penyiapan alat pengumpulan data. c) Melakukan Pembinaan dan pengembangan personil. Dari pengamatan ditemukan, bahwa sebagian besar program studi telah mempunyai program pembinaan dan pengembangan personil. Namun sebagian besar program studi belum menyusun rencana tersebut secara sistematis dan rinci, baru berupa butir-butir atau dalam jadwal saja. Sebagian lainnya malah belum tertulis baru disampaikan pimpinan dalam rapatrapat atau pertemuan. Rencana tersebut meliputi pembinaan dan pengembangan unsur pimpinan, guru dan staf administrasi. Melalui diskusi [engembangan butir-butir kendali mutu, seluruh unsur pimpinan dan pelaksanan pendidikan sepakat diperlakukannya rencana tertulis yang lengkap tentang pembinaan dan pengembangan personil, baik unsur pimpinan, guru maupun staf administrasi. d) Menyusun rencana anggaran keuangan. Melalui pengamatan ditemukan seluruh program studi yang diteliti, telah memiliki rencana anggaran keuangan. Rencana ini umumnya bersatu dalam rencana keuangan sekolah, tidak ada alokasi khusus untuk setiap program studi, walaupun ada butir-butir tertentu yang 44

diperuntukkan kegiatan program studi. Dari hasil diskusi pengembangan, seluruh unsur pimpinan dan pelaksana sepakat diperlakukannya rencana anggaran biaya pendidikan yang tersusun sistematis, lengkap dan rinci. e) Membuat model pengembangan sarana, prasarana dan fasilitas pendidikan. Melalui pengamatan ditemukan bahwa seluruh program studi yang diteliti telah memiliki rencana pengembangan sarana, prasarana dan fasilitas pendidikan. Rencana tersebut umumnya bersatu dalam rencana sekolah. Sebagian dari rencana tersebut telah disusun secara sistematis, lengkap dan rinci tetapi, namun masih ada yang belum sistematis dan lengkap, sehingga dalam pelaksanaan memerlukan revisi. Sedangkan melalui wawancara pengembangan butir-butir kendali mutu seluruh unsur pimpinan dan pelaksana pendidikan, sepakat diperlakukannya rencana pengembangan sarana. f) Membuat model pola kerjasama dan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan ditemukan bahwa hampir sebagian besar program studi yang diteliti mempunyai kerjasama dengan masyarakat, tetapi sebagian kecil yang telah mempunyai rencana pelayanan. Seluruh program studi telah mempunyai kerjsama dengan orang tua siswa. Sebagian besar program studi telah mempunyai kerjasama dengan industri dan perusahaan, dan beberapa program studi juga mempunyai kerjasama dengan lembaga-lembaga lain. Dari hasil diskusi pengembangan butir-butir kendali mutu, hampir seluruh unsur pimpinana dan pelaksana program studi sepakat perlunya penyusunan rencana kerjasama dan pelayanan kepada masyarakat yang disusun secara sistematis. g) Membuat acuan penerimaan siswa, pemasaran dan penelusuran lulusan. Melalui hasil pengamatan ditemukan bahwa hampir seluruh program studi memiliki rencana penerimaan siswa baru. Baru sebagian kecil program studi yang telah memiliki rencana pemasaran dan penelusuran lulusan. Sedangkan dari hasil diskusi pengembangan butir-butir kendali mutu, hampir seluruh unsur pimpinan dan pelaksana pendidikan, setuju tentang perlunya penyusunan rencana penerimaan siswa, pemasaran dan penelusuran lulusan secara sistematis (tertulis), komprehensif dan rinci disertai jadwal yang jelas. E. KESIMPULAN Dalam pengembangan mutu lulusan pendidikan sekolah menengah kejuruan (vokasi) para pelaksana pendidikan harus melaksanakan peran dan fungsinya sesuai dengan program kerja yang telah disusun, yaitu melalui perancanaan program pendidikan, pelaksanaan program, evaluasi program, dan tindak lanjut yang harus ditempuh untuk kearah penyempurnaan. Pengelola sekolah termasuk unsur pimpinan di SMK yaitu mulai dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ketua jurusan/ program studi, kepala bengkel, laboratorium, unit-unit produksi, ketua pembina siswa, koordinator bimbingan dan konseling, ketua OSIS, dll, harus melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara baik, dan berkelanjutan untuk menghasilkan mutu pendidikan yang baik sesuai dengan harapan. Untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas sekolah menengah kejuruan, kelengkapan dari pengendalian mutu, dan untuk membantu sekolah serta pihak-pihak yang berwenang, memberikan evaluasi perlu dikembangkan butir-butir beserta pedoman penggunaan evaluasi mutu pengajaran dan bimbingan. Untuk itu perlu disusun instrumen yang mengacu pada instrumen model pengendalian mutu pendidikan sekolah menengah kejuruan. Dalam pengembangan pengendalian mutu manajemen, lebih bersifat menyeluruh (mengendalikan keseluruhan organisasi), bertolak dari strategi dan bukan dari seperangkat prosedur dan aturan seperti pada mengendalian tugas. Teknik dalam pengendalian manajemen jarang yang bersifat presisi, sehingga sukar memastikan bahwa kegiatan-kegiatan telah berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Pengendalian manajemen terutama berkenaan dengan mengendalikan manusia, pertimbangan-pertimbangan psikologis cukup dominan. Pengendalian ini memiliki rentang waktu yang relatif panjang, seperti catur wulan/ semesteran dan tahunan, dengan informasi yang terpadu baik berorientasi ke masa depan maupun sejarah masa lalu. Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan (pengajaran dan bimbingan) melalui peningkatan mutu pelaksanaan pendidikan SMK, berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat teknis-rutin dapat diterapkan model pengendalian tugas. Pengembangan kualitas pendidikan vokasi melalui model pengendalian manajemen lebih tepat dilakukan dengan kegiatan yang bersifat dinamis, inovatif dan kreatif. 45

F. DAFTAR PUSTAKA Andrews, Robert C. 1976 Teaching Industrial Education: Principles and Practices, Peoria, Illinois : Bennett Publishing Company. Anhtony, Dearden dan Bedford (Alih bahasa Agus Maulana). 1989, Sistem Pengendalian Manajemen Jilid I dan II. Jakarta : Binarupa Aksara. Cantor, dkk (1989), Vocational Education and Training in the Development World, New York: Routledge. London and Calhoum, CC. and Finch, A.V. 1982. Vocational Education: Concepts and Operations. Belmont California: Wadsworth Published Company. Depdikbud, 1990. Peraturan Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Armas Duta Jaya Depdikbud, 1993. Link and Match, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Harbunangin & Harahap 1995:17, Hal Penting tentang ISO 9000. Jakarta:PT Iron Damwin Sentosa. I Wayan Ratnata ( 1995), Thesis : Kemampuan Berpikir Logis Siswa STM dalam Pema- haman Konsep-Konsep Listrik Magnet, Program Pascasarjana IKIP Bandung. Koontz, Donnel dan Weihrich (1984), Management. Auckland: McGraw Hill International Book Co. McLaughlin, G.C. (1995), Total Quality in Research and Development. Delray Beach, Florida: St. Lucie Press. Schermerhon J.R. (1996), Management and Organizational Behavior: Essensial. New York: John Willey & Son 46