BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual. tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan optimal sesuai dengan potensi pribadinya sehingga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang

BAB I PENDAHULUAN. Bab satu memaparkan latar belakang masalah pembahasan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan informasi dituntut kemampuan ilmu. pengetahuan dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karir.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

BAB I PENDAHULUAN. baik lingkungan fisik maupun metafisik. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan nilai-nilai masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan sudah ada. mengantarkan manusia menuju kesempurnaan dan kebaikan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hanya memberikan informasi saja atau mengarahkan ke satu tujuan saja.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bimbingan dan konseling merupakan bantuan individu dalam memperoleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk

, 2014 Program Bimbingan Belajar Untuk Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa Underachiever Kelas Iv Sekolah Dasar Negeri Cidadap I Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang khususnya di dunia usaha sangat begitu ketat dan diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

I. PENDAHULUAN. Pemerintah dalam rangka mewujudkan peningkatan kualitas pendidikan telah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan dalam menyerap ilmu dalam jumlah yang banyak.

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. aset berharga dalam proses pembangunan bangsa dalam berbagai aspek. Idealnya,

BAB I PENDAHULUAN. negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang, sehingga setiap siswa memerlukan orang lain untuk berinteraksi

BAB IV ANALISIS. 2002), hlm.22

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Seiring dengan laju pembangunan saat ini telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian atau kedewasaan manusia seutuhnya baik secara mental,

BAB I PENDAHULUAN. Sesederhana apapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, budaya serta nilai-nilai yang positif yang ada dari satu generasi ke

Prinsip Prinsip Pengembangan Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia {human resources), pada

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan adalah kata yang senantiasa diinginkan oleh semua orang.

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan intervasi yang paling utama bagi setiap

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indri Murniawaty, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, diantaranya bidang

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB. I. Pendahuluan. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan menyenangkan, diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan

KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING. By: Asroful Kadafi

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, berilmu, sehat,

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan belajar atau proses pendidikan. Sebagai organisasi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi yang semakin cepat menuntut sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mencapai. keseimbangan jasmaniah dan rohani menuju kedewasaan, disinilah untuk

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya, sebab pendidikan merupakan salah satu sarana untuk membuat. daya perasaan (emosional), menuju ke arah tabiat manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan,

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

I. PENDAHULUAN. menghadapi kehidupan nyata sehari-hari di lingkungan keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gina Aprilian Pratamadewi, 2013

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia merupakan aspek penting terhadap kemajuan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka menjadi. pemerintah, masyarakat, maupun keluarga. Namun demikian, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin mengglobal dan kompetitif memunculkan tantangan-tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pendidikan di Sekolah atau lembaga pendidikan formal. Pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam hidupnya didunia ini. Pendidikan sangat berperan dalam upaya menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas, mampu bersaing dan memiliki budi pekerti luhur. Masyarakat Indonesia dengan laju perkembangannya, masih menghadapi masalah pendidikan yang berat. Terutama berkaitan dengan kualitas, relevansi dan efisiensi pendidikan (Mulyasa, 2005: 15). Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh global perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perkembangan dan perubahan terus-menerus ini menuntut perlunya perbaikan system pendidikan nasional. Tujuan pendidikan Indonesia adalah untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya, Pancasilais yang dimotori oleh pengembangan afektif, seperti sikap suka belajar, rasa percaya diri, mencintai prestasi tinggi, mempunyai etos kerja, kreatif, dan produktif, serta puas atas sukses yang akan dicapai (Pidarta, 2007: 7). 1

2 Pendidikan dilaksanakan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis, dan bertanggungjawab (Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, pasal 3) Untuk mengembangkan kompetensi siswa secara maksimal, sekolah berkewajiban menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap siswa. Berkenaan dengan perkembangan pribadi, sosial, belajar dan karir mereka. Dalam Sistem Pendidikan Nasional, kurikulum merupakan komponen yang sangat penting, sebab kurikulum dipersiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan (Sanjaya, 2009: 10). Sejalan dengan dinamika kehidupan, kebutuhan pelayanan konseling, terutama di sekolah sangatlah diperlukan. Pelayanan konseling tidak lagi sekedar pelengkap saja, melainkan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Pendidikan Nasional, tapi yang sering terjadi justru munculnya kesalahan pandangan dan pemahaman orang dalam melihat bimbingan dan konseling. Beberapa kekeliruan pemahaman itu adalah Bimbingan dan Konseling disamakan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan artinya ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah identik dengan pendidikan atau pembelajaran sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah menyelenggarakan sebuah pelayanan bimbingan dan

3 konseling, sementara ada juga yang berpendapat bahwa pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari pendidikan. Bimbingan dan konseling dalam pelaksanaannya di banyak sekolah tidak mendapatkan jam khusus untuk layanan bimbingan dan konseling klasikal atau kelompok (Winkel, 2006: 33). Selain itu beberapa kondisi yang melatarbelakangi kebijakan tersebut antara lain sekolah lebih memfokuskan pada pengembangan kompetensi akademis kognitif belaka, penentu kebijakan pendidikan di tingkat sekolah memahami bimbingan dan konseling hanya berupa pertemuan individual atau konseling dan lebih banyak mengatasi masalah-masalah yang bersifat kuratif. Pelayanan bimbingan dan konseling masih di anggap hal yang tidak begitu penting untuk diselenggarakan karena masih ada anggapan bahwa layanan bimbingan dan konseling sudah terintegrasi dalam pembelajaran di sekolah. Pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki derajat dan tujuan yang sama dengan pelayanan pendidikan lainnya yaitu mengantarkan para siswa untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal. Perbedaan terletak dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimana masingmasing memiliki karakteristik tugas dan fungsi yang khas dan berbeda (Sukmadinata, 2007: 4). Kemudian ada yang beranggapan bahwa pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater adalah sama. Dokter dan psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan konselor bekerja dengan orang yang normal (sehat) namun sedang mengalami masalah. Cara penyembuhan

4 yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis, modifikasi perilaku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan dengan teknik-teknik khas bimbingan dan konseling (Amti, 2004: 122). Kekeliruan persepsi bahkan secara praktis dalam Bimbingan dan Konseling adalah Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya menangani masalah-masalah yang bersifat insidental (Prayitno, 2004: 124). Memang tidak dipungkiri pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya bertitik tolak dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam rangka pelayanan responsif, tetapi hal ini bukan berarti bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif atas masalah-masalah yang muncul pada saat itu. Pekerjaan bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang jelas dan sistematis dan terencana, yang di dalamnya mengggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan konseling yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan pencegahan, pengembangan maupun pengentasan. Pelaksana bimbingan dan konseling, selain guru pembimbing adalah guru mata pelajaran, serta personil sekolah dibawah kepemimpinan kepala sekolah, dimana masing-masing mempunyai peran untuk memberdayakan pelayanan bimbingan dan konseling. Jadi dengan demikian semua diharapkan

5 senantiasa berkoordinasi dan bekerjasama secara berkesinambungan dalam mewujudkan peranannya. Bimbingan dan Konseling dalam prakteknya dilaksanakan hanya untuk siswa tertentu saja, ini adalah tidak benar (Yusuf, 2006: 25). Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus dapat melayani seluruh siswa (Guidance and Counseling for All). Setiap siswa berhak dan mendapat kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia. Sebagai bagian integral dari proses pendidikan bimbingan dan konseling memiliki fungsi dan peranan yang strategis melalui pelayanan bimbingan dan konseling para siswa diharapkan mampu mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mampu merencanakan masa depannya. Oleh karena itu, sangatlah keliru jika peranan guru pembimbing hanya menangani anak-anak yang bermasalah dalam pengertian, sering terlambat membayar SPP, dan pelanggaran tata tertib sekolah. Kantor bimbingan dan konseling disekolah bahkan telah dianggap sebagai tempat pesakitan, padahal guru bimbingan konseling harus memberikan pelayanan kepada seluruh siswa, bukan yang memiliki masalah saja, oleh karena itu hubungan konselor dan siswa harus dijaga supaya selalu baik sehingga siswa bisa percaya pada guru bimbingan dan konseling secara personal (Sudrajat, 2008: 5).

6 Hambatan lain adalah banyaknya guru Bimbingan dan konseling yang tidak mampu mengelompokkan masalah yang diungkapkan siswa, saat melakukan konseling siswa sering bercerita banyak hal sehingga guru tidak cepat menangkap pokok masalahnya. Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor diharapkan siswa dapat terbebaskan dari masalah yang menghinggapinya. Masalahnya, tidak sedikit petugas bimbingan dan konseling yang tergesa-gesa dan kurang hati-hati dalam mengambil kesimpulan untuk menyatakan seseorang tidak normal. Pelayanan bantuan pun langsung dihentikan dan dialihtangankan (Amti, 2004, 125). Dalam prakteknya seorang konselor dihadapkan pada suatu masalah yang dihadapi siswa yang sangat beragam, mulai dari permasalahan yang ringan, sedang dan bahkan berat. Ukuran berat-ringannya suatu masalah memang menjadi relatif, seringkali masalah seseorang atau siswa dianggap sepele, namun setelah diselami secara lebih dalam ternyata masalah itu sangat kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh ternyata hanya masalah ringan saja. Dalam pelaksanaanya seorang konselor belum secara maksimal mampu menganalisis sampai tingkat apa permasalahan siswa harus diselesaikan, ada kalanya suatu kasus yang berat dan perlu bantuan pihak lain yakni alih tangan kasus, tidak dilakukan oleh seorang konselor sehingga dapat berakibat pada permasalahan klien menjadi tidak terselesaikan (Nurikhsan, 2006: 37). Masalahnya ukuran berat ringan dari suatu permasalahan tidaklah sama antara orang satu dengan yang lainnya. Terlepas berat-ringannya yang paling penting bagi konselor

7 adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika segenap kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka seorang konselor seyogyanya mengalihtangankan masalah kepada pihak yang lebih kompeten (Prayitno, 2004: 128). Satu hal yang masih membekas dalam persepsi masyarakat dan siswa bahkan oleh seorang konselor sendiri bahwa petugas Bimbingan dan Konseling di sekolah diperankan sebagai polisi sekolah (Amti, 2004: 122). Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan di sekolah. Tidak jarang konselor diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian, bahkan diberi wewenang bagi siswa yang bersalah. Dengan kekuatan inti bimbingan dan konseling pada pendekatan interpersonal, konselor justru harus bertindak dan berperan sebagai sahabat kepercayaan siswa, tempat mencurahkan kepentingan apa-apa yang dirasakan dan dipikirkan siswa. Konselor adalah kawan pengiring, penunjuk jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan pembina perilaku-perilaku positif yang dikehendaki sehingga siapa pun yang berhubungan dengan bimbingan konseling akan memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan. Untuk mencapai standar pelayanan konseling yang memadai perlu disiapkan komponen pendukung, yang meliputi penyiapan program pelayanan konseling, pelaksanaan pelayanan konseling, evaluasi dan kepengawasan. Dari setiap komponen pendukung tersebut perlu mendapat perhatian serius dari para penyelenggara pendidikan di sekolah, sehingga pelayanan konseling

8 dapat berperan sebagai salah satu pilar yang menopang keberhasilan pendidikan. Berdasarkan penjelasan latar belakang permasalahan di atas dapat di tarik beberapa kesimpulan bahwa penelitian ini dilatar belakangi oleh: 1) pemahaman tentang Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah masih jauh dari harapan baik oleh konselor maupun seluruh komponen sekolah lainnya, 2) sistem perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengawasan pelayanan bimbingan dan konseling belum seutuhnya dilakukan dengan baik, 3) peningkatan kualitas dan kuantitas kenakalan siswa atau remaja, terkait dengan latar belakang masalah di atas dalam tesis ini penulis akan mencoba mengetahui bagaimanakah sistem pengelolaan pelayanan bimbingan dan konseling di SMK Sakti Gemolong Kabupaten Sragen tahun 2010 di lihat dari bagaimanakah karakteristik interaksi klien dan konselor dan bagaimanakah karakteristik kurikulum atau materi bimbingan dan konseling. B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas dalam penelitian ini, peneliti mengambil fokus penelitian sebagai berikut: Bagaimana Karakteristik Pengelolaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling di SMK Sakti Kabupaten Sragen Tahun 2009/2010? Dengan Sub fokus: 1. Bagaimana karakteristik struktur dan fungsi organisasi bimbingan dan konseling di SMK Sakti Gemolong?

9 2. Bagaimana karakteristik interaksi klien dan konselor di SMK Sakti Gemolong? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Mengetahui karakteristik pengelolaan pelayanan bimbingan dan konseling di SMK Sakti Gemolong Kabupaten Sragen. 2. Mengetahui: a. Karakteristik struktur dan fungsi organisasi bimbingan dan konseling di SMK Sakti Gemolong. b. Karakteristik interaksi klien dan konselor. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis yaitu untuk membuka wawasan kita terhadap sistem pengelolaan bimbingan dan konseling, dan memotivasi munculnya teoriteori baru tentang interaksi yang seharusnya terjadi dan dilakukan antara klien dan konselor dalam aktivitas layanan bimbingan dan konseling. 2. Manfaat praktis yaitu sebagai masukan bagi semua komponen sekolah agar lebih mengetahui, memahami dan bisa mengevaluasi untuk kemudian mengimplementasikannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kurikulum dan aturan yang ada.

10 E. Daftar Istilah 1. Pengelolaan Pengelolaan adalah suatu proses yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan mencapai sasaran yang telah di tentukan melalui pemanfaatan berbagai sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya. 2. Pelayanan Pelayanan dapat diartikan sebagai suatu bentuk usaha untuk melayani berbagai kebutuhan orang lain, sedangkan melayani adalah suatu usahu untuk membantu menyiapkan apa yang di perlukan oleh seseorang, dengan tujuan pada tercapainya kepuasan pelanggan. 3. Bimbingan Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang terus menerus, berkesinambungan, sitematis, dari pembimbing kepada yang di bombing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan diri yang optimal, dan penyesuaian diri dengan lingkungannya. 4. Konseling Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli atau konselor kepada individu yang sedang mengalami masalah, atau sering di sebut klien, yang

11 bertujuan teratasinya masalah yang di hadapi klien. Dengan demikian konseling dapat diartikan sebagai proses komunikasi antar pribadi yang khas antara konselor dengan konseli, dimana konselor dan konseli berkomunikasi secara verbal dan non verbal dengan tujuan supaya konseli dapat mengatasi masalah yang dihadapi. 5. Studi Situs SMK Sakti Gemolong Kabupaten Sragen Studi kasus di SMK Sakti Gemolong Kabupaten Sragen adalah suatu studi tentang permasalahan yaitu tentang sistem pengelolaan pelayanan bimbingan dan konseling yang ada di SMK Sakti Gemolong yang berada di Kabupaten Sragen.