BAB I. PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. sekresi atau kerja insulin atau keduanya sehingga menyebabkan peningkatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dasar terjadinya diabetes melitus tipe 2 (DMT2) adalah resistensi insulin dan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. sering ditemukan di seluruh dunia dengan jumlah kasus yang terus meningkat.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. V.1. Kesimpulan. 6. Terdapat polimorfisme rs gen TCF7L2 pada individu yang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. prevalensinya yang signifikan dalam 30 tahun terakhir. Prevalensi overweight dan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. lebih atau sama dengan 90 mmhg (Chobanian et al., 2003). Hipertensi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tipe 2 pada dekade-dekade terakhir ini (Abdullah et al., 2010). Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN. V. I. Kesimpulan. 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor resiko terkait dengan DM

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan kerja insulin dan/atau sekresi insulin (Forbes & Cooper, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELLITUS PADA Ny.T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWOSARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. II di berbagai penjuru dunia dan menurut WHO (World Health atau sekitar 2,38%. Menurut data Non-Communicable pada MDGs

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal atau muda merupakan salah satu tahap dari siklus

BAB 1 PENDAHULUAN. kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. (Awad,

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM gestasional. 2 Angka kejadian DM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Prevalensi overweight dan obesitas meningkat baik pada dewasa dan anakanak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di

BAB I PENDAHULUAN. adalah diabetes melitus (DM). Diabetes melitus ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

I. PENDAHULUAN. 2004). Penyakit ini timbul perlahan-lahan dan biasanya tidak disadari oleh

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 2 berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan salah satu. penyakit tidak menular yang semakin meningkat di Indonesia.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lemak, dan protein. World health organization (WHO) memperkirakan prevalensi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. pada anak dan remaja serta dampaknya bagi kesehatan tengah dilakukan di

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. penduduk di seluruh dunia. DM juga disebut dengan penyakit kencing manis dapat

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. meningkat, serta menjadi salah satu faktor risiko terjadinya penyakit seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Senam Aerobik merupakan aktifitas fisik yang mudah dilakukan dengan

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik akibat gangguan sekresi atau kerja insulin atau keduanya sehingga menyebabkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) kronik (American Diabetes Association, 2013; Smushkin et al., 2010). Diabetes melitus merupakan penyakit multifaktorial yaitu terjadinya interaksi kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan (Bener et al., 2013). Faktor genetik berperan penting dalam penentuan penyakit DM dalam suatu keluarga (Bener et al., 2013). Dilaporkan oleh Erasmus et al. (2001) bahwa terjadinya DM tipe 2 dipicu oleh adanya peran genetik dan agregasi keluarga dalam beberapa populasi. Diabetes melitus bersifat poligenik atau multi faktor genetik sehingga sulit untuk menentukan secara tepat berapa persentase faktor genetik yang menyebabkan terjadinya DM (Singh, 2011; Das et al., 2012). Riwayat keluarga diketahui sebagai salah satu faktor risiko terjadinya DM tipe 2 (Bener et al., 2012). Berdasarkan penelitian Harrison et al. (2003) bahwa diagnosa DM akan meningkat dua sampai empat kali lipat jika salah satu atau kedua orang tua menderita DM. Menurut Radha dan Mohan (2007) bahwa odds ratio (OR) risiko menderita DM tipe 2 sebesar 3,5 jika salah satu orang tua menderita DM tipe 2 dan OR angka meningkat sebesar 6,1 jika kedua orang tua menderita DM tipe 2.

Berdasarkan World Health Organization (WHO) pada tahun 2011 terdapat sekitar 346 juta penderita diabetes diseluruh dunia dan diperkirakan meningkat menjadi 438 juta pada tahun 2030. Di Indonesia, penderita diabetes pada tahun 2008 mencapai 5,4% atau 8,4 juta orang (Susanto et al., 2011). Diperkirakan tahun 2030 meningkat 10% atau 21,3 juta orang. Di Yogyakarta angka penderita DM tahun 2012 sebesar 2,6% dan merupakan peringkat pertama terbanyak di Indonesia (Depkes, 2013). Indonesia juga menduduki peringkat ke-4 jumlah penderita DM setelah India, Cina, dan Amerika Serikat (Wild et al., 2004). Selain itu, jumlah kasus DM terbanyak diderita yaitu DM tipe 2, sekitar 90 95% dari seluruh jumlah kasus DM (ADA, 2013). Diabetes melitus tipe 2 menjadi masalah kesehatan yang serius, baik di negara-negara maju maupun di negara berkembang, termasuk Indonesia. Diabetes melitus tipe 2 biasanya terjadi pada usia diatas 50 tahun, tetapi pada tahun-tahun terakhir dijumpai adanya kasus DM tipe 2 pada remaja dan anak-anak (Thevenod, 2008). Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan terjadinya berbagai gangguan homeostasis glukosa yaitu terjadinya gangguan sekresi insulin, resistensi insulin dan gangguan ambilan glukosa pada pankreas (DeFronzo, 2004). Glukosa merupakan stimulus utama terjadinya sekresi insulin dari sel β pankreas (Thevenod, 2008). Sekresi insulin terdiri dari dua fase. Pada fase 1, pemberian glukosa akan menginduksi sekresi insulin untuk mencegah kenaikan kadar glukosa darah dan kenaikan glukosa darah selanjutnya akan merangsang fase 2 untuk meningkatkan sekresi insulin (Merentek, 2006).

Gangguan sekresi insulin sel β pankreas menyebabkan sekresi insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi glukosa oleh hepar meningkat sehingga kadar glukosa darah puasa meningkat. Hal ini merangsang fase 2 untuk menghasilkan insulin tetapi kemampuan fase 2 secara bertahap menurun. Perjalanan DM tipe 2 dimulai dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan hiperglikemia dan selanjutnya gangguan fase 2 yang menyebabkan gangguan sel β pankreas tetapi tidak terjadi hiperinsulinemia (Merentek, 2006). Resistensi insulin juga beperan pada kejadian DM tipe 2 yaitu terjadi gangguan pada pre-receptor, receptor atau post-receptor insulin sehingga terjadi gangguan respon metabolik terhadap kerja insulin yang mengakibatkan kadar glukosa darah tertentu membutuhkan kadar insulin yang lebih banyak dari kadar normalnya untuk mempertahankan normoglikemia (Groop, 1999; Defronzo, 1997). Patogenesis DM tipe 2 berhubungan dengan latar belakang genetik seperti riwayat penyakit DM pada keluarga, ras/etnik/suku, faktor lingkungan seperti diet, aktivitas fisik, obesitas, merokok, hormon dan obat-obatan (Tfyali dan Arslanian, 2009). Faktor genetik dan lingkungan dapat mempengaruhi biosintesis insulin, sekresi insulin dan kerja insulin (International Diabetes Federation/IDF, 2000). Salah satu gen yang berperan pada DM tipe 2 adalah transcription factor 7-like 2 (TCF7L2). Gen TCF7L2 mengkode faktor transkripsi yang berperan pada jalur sinyal Wingless-type mouse mammary tumor virus (MMTV) integration site family member (Wnt) (Lyssenko et al., 2007). Sinyal Wnt berperan penting dalam meregulasi berbagai gen antara lain ekspresi gen progulakagon yang mengkode hormon insulinotropik glucagon like peptide-1 (GLP-1) melalui aktivasi dari TCF7L2 (Tong et al., 2009). Transcription factor 7-like 2 mengaktivasi ekspresi

gen proglukagon didalam sel L intestinal sehingga mampu mensekresikan GLP-1. Glucagon like peptide-1 berperan penting dalam homeostasis glukosa darah dan meningkatkan sekresi insulin sehingga TCF7L2 secara tidak langsung berperan sebagai faktor regulasi sekresi insulin dan homeostasis glukosa darah (Tong et al., 2009 dan Yu et al., 2009). Transcription factor 7-like 2 juga mengaktivasi ekspresi gen insulin receptor-1 (IRS-1) sehingga dapat berperan sebagai reseptor dalam sekresi insulin (Bomer et al., 2009). Penelitian pada beberapa populasi dengan latar belakang etnik yang berbeda menunjukkan adanya hubungan antara single nucleotide polymorphisms (SNP) yaitu rs7903146 C-T (IVS3C>T), rs7901695 T-C (IVS3T>C), rs12255372 G-T (IVS4G>T), dan rs11196205 G-C (IVS4G>C) pada gen TCF7L2 dengan DM tipe 2 (Tong et al., 2009). Dalam beberapa populasi, TCF7L2 menunjukkan hubungan yang kuat terhadap terjadinya DM tipe 2 dengan frekuensi 30% - 50% untuk setiap alel (Hattersley, 2007). Polimorfisme rs7903146 paling tinggi berkontribusi pada terjadinya semua kasus diabetes yaitu sekitar 10 25% (Xavier et al., 2009). Berdasarkan penelitian meta analisis pada 27 populasi yang berbeda didapatkan hubungan kuat antara polimorfisme rs7903146 dengan DM tipe 2 (Alsmadi et al., 2008). Polimorfisme rs7903146 (IVS3C/T) gen TCF7L2 berkaitan erat dengan terjadinya DM tipe 2 yaitu terjadinya gangguan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepar. Adanya alel T rs7903146 meningkatkan 5 kali lipat terjadinya DM tipe 2 yang dikaitkan terjadinya penurunan sekresi insulin (Wegner et al., 2008).

Bodhini et al. (2007) melaporkan bahwa pembawa alel T pada polimorfisme rs7903146 signifikan lebih tinggi pada pasien DM tipe 2 dengan frekuensi 33% dibandingkan pada subyek yang glukosa darah normal (28%) dan alel T berhubungan dengan DM tipe 2 dengan OR sebesar 1,29. Genotip TT dan TC pada polimorfisme rs7903146 memiliki OR masing-masing sebesar 1,48 (95% CI 1,10-2,01; p=0,010) dan 1,39 (95% CI 1,16-1,67; p<0,0001) dibandingkan dengan genotip CC (wildtype) (Bodhini et al., 2007). Hubungan polimorfisme rs7903146 gen TCF7L2 dengan risiko DM tipe 2 dilaporkan juga oleh Vliet et al. (2007) bahwa polimorfisme rs7903146 gen TCF7L2 berhubungan juga dengan terjadinya DM tipe 2 pada populasi Belanda (OR = 1,41) dengan frekuensi alel T (37%) dan alel C (29%) serta frekuensi genotip TT (45%) dan CT (15%). Gen TCF7L2 juga berhubungan dengan DM tipe 2 pada populasi Islandia dan Denmark (OR=1,56) (Saxena et al., 2006). Polimorfisme rs7903146 (IVS3C/T) gen TCF7L2 menunjukkan variasi secara geografi dan etnis/suku bangsa. Telah banyak penelitian yang dilakukan diberbagai negara tentang polimorfisme gen TCF7L2 ini yaitu pada populasi Afrika-Amerika, Perancis, German, Brazil, India, Iran, Cina dan Meksiko mempunyai frekuensi rs7903146 gen TCF7L2 yang tinggi (Goodarzi dan Rotter, 2007). SNP rs7903146 merupakan SNP yang paling banyak terdapat pada setiap etnik/suku bangsa dibanding SNP yang lain (Rees et al., 2008). Mengingat tingginya prevalensi kejadian DM dan terus meningkat tiap tahunnya maka perlu dilakukan pencegahan sedini mungkin. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan bahwa individu yang memiliki riwayat

keluarga penderita DM tipe 2 lebih berisiko akan menderita DM tipe 2 dibanding individu yang tidak memiliki riwayat keluarga penderita DM (Wicaksono, 2011), sehingga perlu diteliti polimorfisme genetika pada individu yang mempunyai riwayat keluarga DM tipe 2 sebagai pencegahan dan pengendalian individu terhadap terjadi DM tipe 2. Penelitian pada ras/etnik pada populasi Indonesia yang mempunyai riwayat keluarga DM tipe 2 belum pernah diteliti, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang polimorfisme rs7903146 (IVS3C/T) gen TCF7L2 sebagai faktor risiko DM tipe 2 pada populasi Indonesia khususnya populasi jawa. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan yaitu : 1. Apakah terdapat polimorfisme rs7903146 (IVS3C/T) gen TCF7L2 pada individu yang mempunyai riwayat dan tanpa riwayat keluarga DM? 2. Apakah terdapat perbedaan frekuensi genotip polimorfisme gen TCF7L2 rs7903146 (IVS3C/T) pada individu yang mempunyai riwayat dan tanpa riwayat keluarga DM? 3. Apakah terdapat perbedaan frekuensi alel polimorfisme rs7903146 (IVS3C/T) gen TCF7L2 pada individu yang mempunyai riwayat dan tanpa riwayat keluarga DM? 4. Apakah terdapat perbedaan nilai HOMA-β dan HOMA-IR pada individu yang mempunyai riwayat dan tanpa riwayat keluarga DM?

5. Apakah ada perbedaan nilai HOMA-β dan HOMA-IR antar individu yang mempunyai riwayat keluarga DM tipe 2 yang mengalami polimorfisme gen TCF7L2 dengan individu tanpa polimorfisme? I.3. Tujuan Penelitian I.3.1. Tujuan umum Mengetahui polimorfisme rs7903146 (IVS3C/T) gen TCF7L2 pada individu yang mempunyai riwayat dan tanpa riwayat keluarga DM tipe 2. I.3.2. Tujuan khusus 1. Mengkaji frekuensi polimorfisme rs7903146 (IVS3C/T) gen TCF7L2 pada individu yang mempunyai riwayat dan tanpa riwayat keluarga DM tipe 2. 2. Mengkaji perbedaan frekuensi genotip polimorfisme rs7903146 (IVS3C/T) gen TCF7L2 pada individu yang mempunyai riwayat dan tanpa riwayat keluarga DM tipe 2. 3. Mengkaji perbedaan frekuensi alel polimorfisme rs7903146 (IVS3C/T) gen TCF7L2 pada individu yang mempunyai riwayat dan yang tanpa riwayat keluarga DM tipe 2. 4. Mengkaji perbedaan nilai HOMA-β dan HOMA-IR pada individu yang mempunyai riwayat dan tanpa riwayat keluarga DM tipe 2. 5. Mengkaji perbedaan nilai HOMA-β dan HOMA-IR pada individu yang mempunyai riwayat DM tipe 2 yang mengalami polimorfisme rs7903146 (IVS3C/T) gen TCF7L2 dan individu tanpa polimorfisme.

I.4. Keaslian Penelitian Polimorfisme tentang hubungan antara polimorfisme rs7903146 (IVS3C/T) gen TCF7L2 telah dilakukan oleh beberapa negara. 1. Bodhini et al. (2007) melaporkan pada populasi india bahwa pembawa alel T pada polimorfisme rs7903146 signifikan lebih tinggi pada pasien DM tipe 2 dengan frekuensi 33% dibandingkan pada subjek yang glukosa darah normal (28%) dan alel T berhubungan dengan DM tipe 2 dengan odds rasio (OR) sebesar 1,29. Genotip TT dan TC pada polimorfisme rs7903146 dengan OR masing-masing sebesar 1,48 dan 1,39 dibandingkan dengan genotip CC. 2. Vliet et al. (2007) melaporkan bahwa polimorfisme rs7901346 gen TCF7L2 berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2 pada populasi Belanda yaitu OR = 1,41 dengan frekuensi alel T (37%) dan alel C (29%) dan juga frekuensi genotip TT (45%) dan CT (15%). 3. Moczulski et al. (2007) melaporkan bahwa genotip TT pada polimorfisme rs7903146 gen TCF7L2 berhubungan dengan diabetes melitus tipe 2 pada populasi Perancis (OR = 2,64). Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menggunakan subyek yang mempunyai riwayat keluarga DM tipe 2 dan dilakukan pada populasi Jawa.

I.5. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi peneliti: untuk pengembangan diri, melatih ketrampilan, dan sebagai dasar pengetahuan untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan: memberikan informasi tambahan bahwa polimorfisme rs7903146 (IVS3C/T) gen TCF7L2 merupakan faktor risiko terjadinya DM tipe 2 sehingga dapat membantu dokter untuk mengenali faktor risiko genetik yang dibawa pasien dan juga untuk merancang clinical trial sehingga dapat membantu dalam penentuan terapi yang tepat. 3. Manfaat bagi masyarakat luas: memberikan informasi bagi individu yang mempunyai riwayat keluarga DM tipe 2 untuk mengenali faktor risiko genetiknya sehingga dapat melakukan tindakan pencegahan penyakit DM tipe 2 secara dini.