BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan sumber utama dana penerimaan dalam negeri. Tanpa pajak negara ini tidak dapat melakukan pembangunan. Sebagian besar sumber penerimaan negara yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak dan realisasi penerimaan perpajakan Tahun 2011 adalah Rp 872,6 triliun atau mencapai 99,3% (UU APBN 2011) dari total penerimaan negara yang bersumber dari penerimaan pajak (Halena, 2012). Pajak merupakan pengetahuan yang harus dimiliki oleh setiap wajib pajak. Penguasaan terhadap peraturan perpajakan bagi wajib pajak akan meningkatkan kepatuhan kewajiban perpajakan agar terhindar dari sanksi-sanksi yang berlaku dalam ketentuan umum perpajakan. Sebagaimana dimaklumi, suatu kebijakan berupa pengenaan sanksi dapat dipergunakan untuk 2 (dua) maksud, yang pertama adalah untuk mendidik dan yang kedua adalah menghukum. Maksud yang kedua adalah pengenaan sanksi menghukum, sehingga pihak yang terhukum akan menjadi jera (Mulyodiwarno, 2007). Perkembangan administrasi perpajakan saat ini lebih berfokus pada kebutuhan wajib pajak, karena mereka merasa sebagai pihak diatas yang dibutuhkan aparat pajak, maka sudah sewajarnya mereka menuntut pelayanan dari petugas pajak (fiskus). Kepatuhan wajib pajak dapat dilihat dari patuh tidaknya seorang wajib pajak dalam mendaftarkan dirinya, kepatuhan dalam menyetorkan kembali surat pemberitahuan pajak, kepatuhan wajib pajak dalam penghitungan 1
2 dan pembayaran pajak terutang dan kepatuhan dalam membayar tunggakan. Ketidakpatuhan wajib pajak akan berakibat pada berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas Negara (Sasmita, 2011). Kepatuhan pajak merupakan persoalan yang sudah biasa sejak dulu ada di perpajakan. Di dalam negeri, rasio kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya dari tahun ke tahun masih menunjukkan persentase yang tidak mengalami peningkatan secara berarti. Hal ini didasarkan jika kita melihat perbandingan jumlah wajib pajak yang memenuhi syarat patuh di Indonesia sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah total wajib pajak terdaftar. Jika tingkat kepatuhan pajak rendah, maka secara otomatis akan berdampak rendah terhadap penerimaan pajak, sehingga menurunkan tingkat penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), (Widodo, 70:2010). Usaha Kecil Menengah (UKM) menurut UU No 20 Tahun 2008 terbagi dalam dua pengertian, yakni : (1) Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, serta memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). (2) Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, serta emiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta
3 rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). Sebagai negara berkembang, Indonesia perlu memperhatikan usaha kecil dan menengah (UKM) secara serius. Dengan tumbuh kembangnya UKM membuat kinerja usaha lebih baik sehingga mampu menyediakan tenaga kerja yang produktif dan meningkatkan produktivitas. Adanya UKM ini dapat menjadi pendorong dan pendukung hidupnya perusahaan-perusahaan besar (Susanta dan Syamsudin, 4:2009). Kemudahan yang dapat dilakukan oleh wajib pajak dalam melakukan pembayaran perpajakan, selain pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB), kini pembayaran Pajak Penghasilan (Pph) untuk usaha dengan omset di bawah Rp 4,8 miliar per tahun dapat dilakukan melalui mesin anjungan Tunai mandiri (ATM). Pengusaha UKM mendapatkan insentif Pajak Penghasilan dengan terbitnya PP 46/2013 yang mulai berlaku 1 Juli 2013. Tarif PPh UKM yang beromset sampai dengan 4,8 M sebesar 1% dari Omset, disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Penghitungan PPh menjadi sangat sederhana dan dapat dilaksanakan oleh seluruh pengusaha Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Kebijakan ini dinilai dapat memudahkan para pengusaha usaha kecil menengah (UKM) dapat membayar pajak tanpa perlu mendatangi kantor pajak (Ulandari, 2013). Kesadaran wajib pajak tidak tergantung dari penyuluhan dan pelayanan pajak yang optimal, namun tergantung dari sistem data yang akurat. Agar aparat pajak menyadari perannya sebagai petugas pajak yang harus memberikan pelayanan sebaik mungkin dengan memberikan kemudahan dan mendorong wajib
4 pajak agar lebih baik lagi dalam memenuhi kewajibannya sebagai warga negara yang baik (Sasmita, 2011). Kegiatan penegakan hukum terdiri dari tiga pilar yaitu, pemeriksaan pajak, penyidikan pajak dan penagihan pajak. Kegiatan penegakan hukum bertujuan mendorong wajib pajak untuk mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian, penyuluhan maupun penegakan hukum merupakan bentuk lain dari pelayanan pajak (Hutagaol, 2006). Dalam sistem ini diharapkan wajib pajak memiliki kesadaran terhadap pemenuhan kewajibannya, kejujuran dalam menghitung pajaknya, memiliki hasrat atau keinginan yang baik untuk membayar pajak, dan disiplin dalam menjalankan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Zahidah (2010) mengindikasikan bahwa tingkat pemahaman, kepatuhan dan ketegasan sanksi perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kewajiban perpajakan pengusaha UKM baik secara bersama maupun terpisah. Selanjutnya penelitian Halena (2012) menunjukan bahwa: (1) kesadaran membayar pajak berpengaruh terhadap kepatuhan membayar pajak. (2) Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan membayar pajak. (3) Persepsi positif atas efektifitas sistem perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan membayar pajak. (4) Kualitas pelayanan terhadap wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan membayar pajak. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmatika (2010) menunjukkan bahwa pemahaman self assessment dan tingkat penghasilan wajib pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kesadaran kewajiban
5 perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah. Sedangkan variabel lain seperti pengetahuan wajib pajak dan tingkat kemudahan dalam melakukan system pembayaran perpajakan berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah. Akan tetapi ketika dilakukan pengujian secara bersama-sama, semua variabel berpengaruh secara signifikan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yaitu terdapat pada objek penelitian. Penelitian sebelumnya dilakukan diwilayah Jakarta dan Boyolali sedangkan penelitian ini dilakukan di Kota Mojokerto. Selain itu, perbedaan yang lain juga terdapat pada jumlah responden yang digunakan. Pada penelitian Halena terdapat 75 responden sedangkan penelitian Zahidah dan Rahmatika terdapat 100 responden. Namun, penelitian ini menggunakan 50 responden. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan sampel pengusaha UKM yang telah memiliki NPWP dan bergerak diberbagai jenis bidang usaha yang berada di Kota Mojokerto, di fokuskan kepada satu macam bidang usaha saja yaitu perdagangan, peneliti menggunakan sampel sebanyak 50 perusahaan yang berada di Kota Mojokerto. Mengingat banyak ditemukannya pelaku UKM yang tidak memahami kewajiban pajak, atau tidak mengetahui apabila UKM memiliki kewajiban dalam bidang perpajakan, seperti halnya perusahaan-perusahaan yang ada. Saat ini sudah waktunya para pelaku UKM khususnya pengusaha memahami aspek-aspek perpajakan yang terkait usahanya, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Tingkat Pemahaman, Kesadaran, Pelayanan Fiskus, Kemudahan dan Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada UKM di Kota Mojokerto.
6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Apakah tingkat pemahaman, kesadaran, pelayanan fiskus, kemudahan dan ketegasan sanksi perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak pada UKM di Kota Mojokerto? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari masalah yang ingin dibahas dalam penulisan ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel independen, maka tujuan penelitian adalah menemukan bukti empiris pengaruh tingkat pemahaman, kesadaran, pelayanan fiskus, kemudahan dan ketegasan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak wajib pajak pada UKM di Kota Mojokerto. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Pengusaha UKM, agar memahami dan mematuhi peraturan perpajakan yang telah di tetapkan oleh pemerintah. 2. Pemerintah, sebagai masukan untuk perbaikan sistem pelayanan pajak yang lebih baik lagi. 3. Masyarakat wajib pajak, yaitu sebagai sarana informasi mengenai masalah yang berkenaan dengan perpajakan. 4. Peneliti selanjutnya, yaitu sebagai referensi ilmiah mengenai masalah perpajakan yang akan diteliti.