BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dipengaruhi epidemi ini ditinjau dari jumlah infeksi dan dampak yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai infeksi disebut dengan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) didefinisikan sebagai

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

BAB I PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

HIV dengan anemia (Volberding, dkk., 2002; Volberding, dkk 2004). Anemia juga

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Pertahanan tubuh yang menurun

BAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. juga berpengaruh terhadap keadaan sosioekonomi meskipun berbagai upaya. penyakit ini (Price & Wilson, 2006; Depkes RI 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquaired Immunodefeciency Syndrome (AIDS) adalah penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut disebut AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). UNAIDS

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi yang hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan tahap akhir dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014,

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune. rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN. abad ini, dan menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan faktor ekologi (Supariasa,2001 dalam Jauhari, 2012). untuk melawan segala penyakit yang datang. Pada saat kekebalan tubuh kita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. Jumlah penderita HIV/AIDS menurut WHO 2014 di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh dan biasanya menyerang sel CD4 ( Cluster of

BAB 1 PENDAHULUAN. menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired

BAB I PENDAHULUAN. penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome. (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di

4.6 Instrumen Penelitian Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Etika Penelitian BAB V.

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

ABSTRAK. Kata kunci: HIV-TB, CD4, Sputum BTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

BAB 1 PENDAULUAN. menyerang system kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immune

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kumpulan

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus. ibu kepada janin yang dikandungnya. HIV bersifat carrier dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

ABSTRAK. Adherence Scale (MMAS).

Transkripsi:

1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Berdasarkan data United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) tahun 2016, pada akhir tahun 2015 diperkirakan terdapat 36,7 juta orang penderita yang hidup dengan HIV dan sekitar 2,1 juta orang yang baru terinfeksi serta 1,1 juta orang meninggal karena AIDS. Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Ditjen P2P Kemenkes RI), kasus baru HIV tahun 2015 sebanyak 30.935 kasus. Jumlah kumulatif infeksi HIV dari tahun 1987 sampai dengan Maret 2016 sebanyak 198.219 kasus dan jumlah kumulatif AIDS sebanyak 78.292 kasus. Kasus HIV terbanyak terdapat di DKI Jakarta yaitu 40.500 kasus, sedangkan AIDS terbanyak di Jawa Timur yaitu 14.499 kasus disusul dengan Papua sebanyak 13.335 kasus. Infeksi HIV terbanyak terjadi pada kelompok usia produktif yaitu 25 49 tahun. Yogyakarta menempati urutan ke 14 dengan jumlah kasus sebanyak 3.405 untuk HIV dan 1.249 kasus AIDS (UNAIDS, 2016; Ditjen P2P Kemenkes RI, 2016). Patogenesis infeksi HIV merupakan proses multifaktorial yang terdiri dari tiga hal utama yaitu penurunan jumlah sel T CD4, aktivasi imun, disregulasi imun dan akhirnya kelelahan sistem imun. Karakteristik infeksi HIV adalah peningkatan aktivasi imun yang diinduksi oleh berbagai penyebab seperti antigen 1

2 virus ataupun karena proses infeksi yang memicu produksi sitokin inflamasi yang mengakibatkan berbagai mekanisme pada tubuh penderita (Moir et al., 2015). Penemuan obat antiretroviral (ARV) pada tahun 1996 mendorong suatu revolusi dalam perawatan orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di negara maju. Meskipun belum mampu menyembuhkan penyakit dan menambah tantangan dalam hal efek samping serta resistensi kronis terhadap obat, namun secara dramatis terapi ARV menurunkan angka kematian dan kesakitan, meningkatkan kualitas hidup pasien HIV (Ditjen PP & PL, 2011). Terapi kombinasi ARV mampu menekan replikasi HIV hingga ambang tidak terdeteksi, menurunkan aktivasi imun dan meningkatkan jumlah sel T CD4 (Zanni et al., 2016; Guihot et al., 2010). Pengobatan ARV juga terbukti mempunyai peran yang bermakna dalam pencegahan penularan HIV, karena obat ARV memiliki mekanisme kerja mencegah replikasi virus yang secara bertahap menurunkan jumlah virus dalam darah (Gunthard, 2016). Terapi ARV meskipun berhasil menurunkan morbiditas dan mortalitas, namun harapan hidup pasien HIV masih rendah dibandingkan individu tanpa infeksi HIV. Angka kematian individu terinfeksi HIV bisa mencapai 15 kali lebih tinggi dibandingkan populasi pada umumnya (Lohse et al., 2007). Penyebab utama kematian pada pasien sebelum penggunaan terapi ARV adalah AIDS, namun kejadian akibat non AIDS event (nade) menjadi lebih prominent terutama di daerah maju dan pada pasien dengan jumlah sel T CD4 tinggi setelah penggunaan terapi ARV (Lau et al., 2003; Palella et al., 2006). Non AIDS event (nade) merupakan gambaran klinis pada pasien HIV yang tidak termasuk dalam

3 definisi kejadian yang berhubungan dengan AIDS. Non AIDS event mencakup beberapa penyakit yang melibatkan berbagai sistem organ antara lain seperti kardiovaskuler, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit keganasan non AIDS, diabetes, dan sebagainya. Non AIDS event berhubungan dengan keparahan penyakit dibandingkan dengan kejadian akibat AIDS di era penggunaan terapi ARV (Hsu et al., 2013). Penanda aktivasi imun, inflamasi, dan koagulasi tidak sepenuhnya normal. Aktivasi imun masih berlangsung meskipun viral load ditekan. Aktivasi imun yang persisten dan inflamasi memberikan kontribusi pada non AIDS event. Salah satu penanda aktivasi imun yang telah banyak diteliti adalah ekspresi CD38 pada sel T CD8. Sel T CD8/38 berhubungan dengan progresi penyakit dan mampu memprediksi penurunan jumlah sel T CD4 serta memprediksi keberhasilan terapi pada pasien HIV (Deeks et al., 2004; Karim et al, 2013). Ekspresi penanda CD38 pada sel T CD8 merupakan salah satu prediktor terkuat pada progresi penyakit HIV (Moir et al., 2015). Keberhasilan terapi ARV dapat dipantau dengan perubahan pada respon penanda pada HIV. Berdasarkan panduan WHO 2006, pemeriksaan laboratorium untuk pemantauan terapi ARV pada pasien HIV dilakukan tiap 3 bulan untuk sel T CD4 dan 6 bulan untuk viral load. Peningkatan jumlah sel T CD4 pasien HIV/AIDS dengan terapi paling banyak terdapat pada 6 bulan pasca terapi dibandingkan bulan ke 12 dan 24 (Yasin et al., 2011; Guo et al., 2016). Penurunan persentase sel T CD8/38 paling optimal juga pada 6 bulan pasca terapi ARV (Guo et al., 2016).

4 Pemeriksaan viral load di negara berkembang jarang digunakan untuk pemantauan terapi karena harga pemeriksaan yang mahal dan alat yang lebih kompleks. Sebagian besar monitoring terapi hanya menggunakan jumlah sel T CD4, sedangkan jumlah sel T CD4 tidak sepenuhnya mencerminkan keberhasilan terapi. Tidak semua pasien memberikan respon imunologis sejalan dengan respon virologis. Perbaikan respon imunologis hanya mencapai 86,8% - 70,9% dan respon virologis sebesar 79,2% - 75,1% pada 6 bulan pertama terapi ARV. Discordant respon imunologis pada pasien HIV dengan terapi ARV mencapai 33,8% (Tan et al, 2008; Tuboi et al, 2007; Moore et al, 2005). Pemantauan pasien HIV selain pemeriksaan sel T CD4 dan viral load, aktivasi imun diperlukan untuk mengetahui prognostik pasien. Meskipun kadar viral load ditekan hingga kadar yang tidak terdeteksi dengan terapi ARV, aktivasi imun masih dapat terus berlangsung. Persistensi aktivasi imun dipengaruhi penyebab yang multifaktor seperti infeksi virus, proses infeksi virus, koinfeksi, translokasi mikroba, dan sebagainya (Slim dan Saling, 2016; Rajasuriar et al., 2013). Pemberian terapi tambahan untuk menekan tingkat aktivasi imun dan inflamasi masih menjadi perdebatan. Beberapa penelitian memperlihatkan penurunan aktivasi imun yang signifikan dengan penambahan terapi dibandingkan dengan pemberian terapi kombinasi ARV tunggal (Murray et al., 2010; Hunt et al., 2011; Calza et al., 2015). Penelitian yang membedakan aktivasi imun dan jumlah sel T CD4 belum banyak diteliti terutama di Indonesia. Bagaimana respon terapi ARV pada bulan

5 ke enam setelah inisiasi pemberian ARV dan perbedaan respon imun pada kadar virus yang berbeda perlu diteliti lebih lanjut. B. Perumusan Masalah Berdasarkan fakta-fakta tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Prevalensi infeksi HIV di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. 2. Infeksi HIV menyebabkan penurunan sel T CD4, disregulasi sistem imun pada hampir semua aspek sistem imun tubuh yang mengakibatkan imunodefisiensi berat hingga terjadi AIDS. 3. Terapi ARV dapat menekan replikasi virus sehingga menurunkan morbiditas dan mortalitas AIDS, namun di sisi lain terjadi peningkatan morbiditas non AIDS event (nade). 4. Tidak semua pasien menunjukkan respon terapi yang baik. Ketidaksesuaian antara peningkatan sel T CD4 dan penurunan viral load masih banyak terjadi pada pasien HIV dengan terapi ARV. 5. Aktivasi imun pada pasien HIV diduga masih tetap berlangsung walaupun kadar viral load ditekan dengan terapi ARV. Aktivasi imun yang persisten dapat menginduksi inflamasi sehingga meningkatkan risiko terjadinya nade yang memerlukan terapi tambahan lain untuk menurunkan insidensi nade. 6. Sel T CD4 dan persentase sel T CD8/38 diperlukan utk pemantauan terapi namun belum banyak dilakukan.

6 C. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat perbedaan jumlah sel T CD4 dan persentase sel T CD8 teraktivasi (CD8/38) pada pasien HIV viremia dan aviremia pasca 6 bulan terapi ARV? D. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian No. Peneliti, tahun Judul 1. Guo et al., Baseline Naive CD4+ T cell 2016 Level Predicting Immune Reconstitution in Treated HIV infected Late Presenters Hasil Dalam 8 tahun terapi ARV, penurunan persentase sel T CD8/38 paling besar terdapat dalam 6 bulan setelah terapi disertai peningkatan cepat jumlah sel T CD4. 2. Carvalho et al., 2016 CD38+8 and CD38+4+ T Cells and IFN Gamma (+874) Polymorphism Are Associated with a Poor Virological Outcome Tidak terdapat perbedaan ekspresi CD38 pada sel T CD4 dan CD8 pada kelompok viremia dan aviremia 3. Pozo-Balado et al., 2010 CD4 + CD25 +/hi CD127 lo Phenotype Does Not Accurately Identify Regulatory T Cells in All Populations of HIV Infected Persons Persentase sel T CD8/38 pasien viremia lebih tinggi dibandingkan pasien aviremia dengan terapi ARV dalam waktu minimal 6 bulan (p= 0,03), namun tidak terdapat perbedaan jumlah sel T CD4 pada pasien aviremia dan viremia paska terapi ARV (p=0,503).

7. 4. Steel et al., 2008 CD38 expression on CD8 T cells has a weak association with CD4 T-cell recovery and is a poor marker of viral replication in HIV-1-infected patients on antiretroviral therapy. Tingkat aktivasi sel T CD8 lebih rendah dan jumlah sel T CD4 lebih tinggi pada pasien HIV dengan aviremia dibandingkan pasien viremia pasca terapi ARV (p<0,0001). Penelitian tentang perbedaan jumlah sel T CD4 dan persentase sel T CD8 (CD8/38) pada pasien HIV yang telah mendapatkan terapi ARV sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan di Indonesia. Perbedaan dengan beberapa penelitian sebelumnya adalah populasi sampel penelitian merupakan pasien dewasa dengan HIV di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan RSUP Dr. Kariadi Semarang, serta mendapatkan terapi selama 6 bulan setelah didiagnosis HIV. E. Tujuan Penelitian Mengetahui perbedaan jumlah sel T CD4 dan persentase sel T CD8 teraktivasi (CD8/38) pada pasien HIV viremia dan aviremia pasca 6 bulan terapi ARV. F. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan pengetahuan dan bukti ilmiah mengenai aktivasi imun pada pasien dengan kadar viral load tersupresi.

8 2. Manfaat Praktis Memberikan informasi mengenai keberhasilan terapi ARV pada pasien HIV pada 6 bulan pasca terapi secara virologis dan imunologis serta tindak lanjut pada pasien terkait hasil yang didapat.