BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan utama masyarakat internasional dan merupakan jenis penyakit yang berpotensi mematikan. DBD pertama kali diakui pada tahun 1950 dan menjadi wabah di Filipina dan Thailand. Pada tahun 1970, sembilan negara telah mengalami epidemi DBD, kasus ini telah meningkat lebih dari empat kali lipat pada tahun 1995. Saat ini 2,5 miliar orang atau dua perlima dari populasi dunia menghadapi risiko dari DBD. Word Health Organization (WHO) saat ini memperkirakan mungkin ada 50 juta infeksi dengue di seluruh dunia setiap tahun (WHO, 2012). Demam Berdarah Dengue pertama kali ditemukan di Indonesia tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya. Setiap tahun Indonesia merupakan daerah endemis DBD. Tahun 2010 Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD di Asean dengan jumlah kasus 156.086 dan kematian 1.358 orang (Ana, 2011). Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP & PL Kemkes RI), melaporkan kasus DBD tahun 2011 di Indonesia menurun dengan jumlah kasus 49.486 dan jumlah kematian 403 orang (Kemkes RI, 2011). Propinsi Sumatera Utara (Sumut) merupakan daerah endemis DBD, tahun 2010 kasus DBD di Sumut mencapai 8.889 penderita dengan korban meninggal
sebanyak 87 jiwa (Dinkes Propinsi SUMUT, 2011). Tahun 2011 Propinsi SUMUT menempati peringkat nomor 3 di Indonesia untuk kasus DBD dengan jumlah kasus sebesar 2.066 dan Insidens Rate (IR) yaitu persentase jumlah penderita baru dalam suatu populasi pada periode waktu tertentu terhadap jumlah individu yang berisiko untuk mendapat penyakit tersebut dalam periode waktu tertentu 15.88% (Kemkes RI,2011). Tahun 2011 Kecamatan Helvetia Medan merupakan daerah yang tertinggi kasus DBD di kota Medan (Dinkes Kota Medan, 2012) Tahun 2010 kecamatan Medan Belawan mempunyai 63 kasus DBD dengan kematian 2 orang (Dinkes Kota Medan, 2010), tahun 2011 kecamatan Medan Belawan mempunyai 77 kasus DBD dan tidak ada kematian, kelurahan Bagan Deli mempunyai 1 kasus DBD pada tahun 2010 dan tahun 2011 tidak ada kasus DBD (Dinkes Kota Medan, 2011). Menurut informasi dari puskesmas Bagan Deli, banyak pasien dengan indikasi demam berdarah, tetapi setelah dirujuk ke rumah sakit umum, mereka tidak mendapatkan informasi dari rumah sakit tersebut bahwa pasien positif atau negatif penyakit Demam Berdarah Dengue (Bagan Deli Puskesmas, 2012). Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Medan adalah salah satu Kantor Kesehatan Pelabuhan di seluruh Indonesia yang merupakan Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Kemkes RI, 2011). Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan mempunyai 8 (delapan) wilayah kerja yang meliputi bandar udara Polonia, pelabuhan laut Belawan, Pangkalansusu,
Kuala Tanjung, Tanjungbalai Asahan, Teluk Nibung, Sibolga, Gunung Sitoli dan Pantai Cermin yang merupakan pintu gerbang masuk negara (Kemkes RI, 2011). Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan melaksanakan tugas dan fungsinya pada daerah perimeter dan daerah buffer, daerah perimeter di pelabuhan udara, yaitu daerah pelabuhan dimana terdapat bangunan bangunan untuk kegiatan penerbangan (gedung-gedung, terminal dan transit, hanggar-hanggar dan gudanggudang) dan tempat parkir pesawat terbang, sedangkan daerah perimeter di pelabuhan laut yaitu tempat-tempat kapal berlabuh dan sekitarnya. Daerah buffer (protective area) yaitu di daerah disekitar perimeter sekurang-kurangnya 400 meter untuk Aedes aegypti kontrol dan dua kilometer diperluas untuk kegiatan Anopheles kontrol (Kemkes RI, 2011). Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan juga mendapat amanat dari International Health Regulation (IHR) tahun 2005 yang diberlakukan 15 Juni 2007 untuk memperhatikan Public Health Emergency Of International Concern/ PHEIC (masalah kedaruratan kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian global). Salah satu perhatian khususnya pada program pengendalian vektor di dalam dan di sekitar pintu masuk negara (KKP Kelas I Medan, 2010). Upaya pengendalian risiko lingkungan bertujuan untuk membuat wilayah pelabuhan dan alat angkut tidak menjadi sumber penularan ataupun habitat yang subur bagi perkembangbiakan kuman/vektor penyakit. (Depkes RI, 2007). Program pengendalian yang dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan kelas I Medan dalam penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue setiap
tahunnya di daerah buffer dan perimeter pada pelabuhan yaitu melakukan survai jentik setiap bulan, abatisasi sebanyak 4 kali setahun, melaksanakan fogging sebanyak 3 kali dalam setahun dan melakukan penyuluhan /sosialisasi tentang Demam Berdarah Dengue. Kegiatan program ini dilakukan oleh petugas KKP Kelas I Medan dan dibantu oleh 25 orang kader Jumantik dan 5 orang kader fogging di Belawan. Para Kader ini telah dilatih oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan (KKP Kelas I Medan, 2010). Kegiatan pengendalian Demam Berdarah Dengue dibiayai oleh Pemerintah. semenjak berdirinya Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan sampai dengan tahun 2000, dengan rincian bahwa pengadaan bahan dibiayai oleh Pemerintah Daerah, sedangkan alat dan petugas dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan. Tahun 2001 sampai dengan sekarang semua pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sehingga pegadakan bahan dan alat pengendalian vektor sudah dilakukan sendiri oleh KKP Kelas I Medan (KKP Medan, 2006). Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan juga berkoordinasi dengan Dinkes Kota Medan dalam pelaksanaan pengendalian DBD, adapun kerjasama dalam bentuk koordinasi informasi tentang DBD, koordinasi bahan fogging yang digunakan serta lokasi dan waktu pelaksanaan program pengendalian DBD (Kemkes RI, 2011). Berdasarkan laporan tahunan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan tahun 2010 mengenai pengendalian DBD didapat hasil pemeriksaan House Indeks
(HI) adalah persentase antara rumah dimana ditemukan jentik terhadap rumah yang diperiksa dan Container Indeks (CI) adalah persentase antara kontainer yang ditemukan jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa yang masih tinggi pada daerah perimeter. Tahun 2010 HI pada daerah perimeter sebesar 0.28% dan pada daerah buffer sebesar 1,36%, Container Indeks (CI) pada daerah perimeter 0,18% dan pada daerah buffer 0,9% (KKP Kelas I Medan, 2010).Tahun 2011 di daerah perimeter data House Indeks ( HI) yang tertinggi pada bulan Juni sebesar 1.05 %, dan HI tertinggi pada daerah buffer pada bulan November sebesar 0.59%, dan container Indeks (CI) 0.59% pada bulan Januari. Kelurahan Bagan Deli yang merupakan daerah buffer pelabuhan Belawan mempunyai House Indeks pada tahun 2011pada bulan Juni sebesar 1.41 %, bulan Agustus sebesar 1.56%, bulan November sebesar 1.39% dan bulan Desember sebesar 1.24%. Persyaratan teknis untuk nyamuk Aedes aegypti di daerah perimeter, House Indeks harus 0 (nol) persen dan pada daerah buffer, House Indeks kurang dari 1 persen (< 1%) (Depkes, 2007). House Indeks di kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan tahun 2011 rata-rata masih diatas 1%, walaupun Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan sudah melakukan program pengendalian DBD, (KKP Kelas I Medan, 2011). Menurut Slamet (2003), tindakan seseorang dalam proses pembangunan dalam berbagai sektor sangat dipengaruhi oleh besar kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan, kedua adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu, dan ketiga adanya kemauan untuk berpartisipasi.
Penelitian Permanasari (2009), partisipasi masyarakat dengan melakukan menutup, menguras dan mengubur (3M), memelihara ikan, menanam tanaman yang tidak disukai nyamuk, dan memelihara ikan di kolam berpengaruh dalam pencegahan dan penanggulangan DBD. Menurut hasil penelitian Manalu (2009), kesempatan keluarga untuk berpartisipasi berpengaruh terhadap pencegahan penyakit DBD. Peneliti tertarik untuk melihat beberapa variabel yang berpengaruh terhadap keberadaan jentik di kelurahan Bagan Deli dengan menggunakan pendekatan teori simpul. Teori simpul yang terdiri dari 4 simpul yakni simpul 1 sumber penyakit dalam hal ini virus dengue yang terdapat pada nyamuk Aedes aegypti yang dapat menimbulkan penyakit DBD, simpul 2, komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit, media transmisi bagi penyakit DBD adalah vektor nyamuk Aedes aegypti, simpul 3, pengukuran biomarker atau tanda biologi, yaitu pemeriksaan darah di laboratorium, simpul 4, status kesehatan atau dampak kesehatan yang terjadi sebagai akibat dari sebuah hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Penduduk yang terpapar dapat menjadi sehat, sakit, bahkan meninggal.variabel lain yang berpengaruh yakni, variabel iklim, topografi, temporal dan suprasistem lainnya. Keputusan politik berupa kebijakan makro yang bisa mempengaruhi semua simpul. Variabel berpengaruh lainnya (Achmadi, 2008). Dalam penelitian ini variabel lainnya yaitu partisipasi masyarakat dan program pengendalian DBD.
1.2. Permasalahan House Indeks (HI) yang merupakan salah satu indikator adanya jentik Aedes aegypti masih diatas 1% di kelurahan Bagan Deli, walaupun sudah dilakukan program - program pengendalian DBD oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan. Program pemberantasan DBD kurang memperoleh partisipasi dari masyarakat khususnya keluarga, karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat, dan masyarakat tidak mengetahui partisipasi yang harus dilakukan untuk pemberantasan DBD. Berdasarkan hal tersebut penulis perlu melakukan penelitian tentang bagaimana pengaruh partisipasi masyarakat dan program pengendalian penyakit DBD yang dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti di kelurahan Bagan Deli Belawan tahun 2012. 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat dan program pengendalian penyakit DBD yang dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan tehadap keberadaan jentik Aedes aegypti di kelurahan Bagan Deli Belawan tahun 2012. 1.4. Hipotesis Berdasarkan variabel-variabel penelitian yang dilakukan, maka hipotesa pada penelitian ini yaitu ada pengaruh partisipasi masyarakat dan program pengendalian
penyakit DBD yang dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti di kelurahan Bagan Deli Belawan tahun 2012. 1.5. Manfaat Penelitian a. Bagi peneliti dapat berkesempatan untuk mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari selama masa perkuliahan b. Bagi instansi dan stakeholder yang terkait sebagai masukan dalam meningkatkan penyuluhan komunikasi, informasi, edukasi (KIE) dan juga sebagai bahan referensi dalam menyusun program pengendalian DBD. c. Bagi masyarakat, merupakan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengendalian DBD di lingkungan tempat tinggal mereka. d. Bagi Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat dapat menjadi tambahan masukan dalam upaya pengembangan dan penerapan ilmu kesehatan masyarakat khususnya mengenai pengendalian DBD e. Bagi peneliti lain dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan untuk kajian dan penyusunan penelitian selanjutnya mengenai partisipasi masyarakat dan program pengendalian DBD.