TINDAK LANJUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG VERIFIKASI PARTAI POLITIK

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RechtsVinding Online

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

i. akuntabel; j. efektif; k. efisien; dan l. integritas.

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

Muchamad Ali Safa at

ISU STRATEGIS DAN KETENTUAN DALAM PERATURAN KPU

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

Penanganan Politik Uang oleh Bawaslu Melalui Sentra Gakkumdu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 60/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

BAB V KESIMPULA DA SARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III BAWASLU DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILU. A. Kewenangan Bawaslu dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu

- 2 - Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 30 Juli 2012; MEMUTUSKAN :

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

PEMILIHAN UMUM TAHUN Agustus Februari PENYUSUNAN PERATURAN KPU 1 Agustus Januari 2019

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENATAAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA

I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif ati; Iyong Yatlan Hidayat untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XVI/2018 Syarat Menjadi Anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

PERMASALAHAN PEMILIH TANPA KTP ELEKTRONIK MENJELANG PILKADA SERENTAK 2018

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

2012, No Mengingat membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

- 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENATAAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAE

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187);

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL. SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL NOMOR: 11/Kpts/KPU-Kab-012.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

KONTROVERSI PERPRES NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG

2012, No.1048A 2 Mengingat : 1.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2006 Nomor

- 2 - Memperhatikan : Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 25 Oktober MEMUTUSKAN :

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

BAB II PELAKSANA PENGAWASAN

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

Ringkasan Putusan.

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

-2- Memperhatikan : Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 02 Juli 2012; MEMUTUSKAN:

2017, No Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerinta

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

Transkripsi:

Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUKUM KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS Vol. X, No. 02/II/Puslit/Januari/2018 1 TINDAK LANJUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG VERIFIKASI PARTAI POLITIK Novianto M. Hantoro Abstrak Putusan MK telah membatalkan beberapa ketentuan dalam UU Pemilu. Salah satunya, ketentuan pengecualian verifikasi bagi partai politik peserta Pemilu 2014 untuk menjadi peserta Pemilu 2019. Putusan MK ditetapkan di tengah tahapan verifikasi sedang berlangsung sehingga menimbulkan beberapa persoalan untuk menindaklanjutinya. Beberapa pendapat dan opsi sempat ditawarkan untuk merespons putusan MK tersebut. Terlepas dari berbagai pendapat dan opsi yang muncul, implikasi yuridis dari putusan MK adalah kewajiban penyelenggara Pemilu untuk melakukan verifikasi terhadap seluruh partai politik calon peserta Pemilu 2019. KPU perlu menindaklanjuti dengan beberapa tahapan, yaitu konsultasi dengan DPR dan Pemerintah sebagai pembentuk undang-undang, melakukan perubahan terhadap Peraturan KPU untuk disesuaikan dengan putusan MK, dan melaksanakan verifikasi terhadap seluruh partai politik berdasarkan ketentuan tersebut. Tindak lanjut yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu perlu dilakukan secara efektif dan efisien, tanpa perlu mengubah jadwal tahapan melalui perubahan UU atau penetapan Perppu dan penambahan anggaran. PUSLIT BKD Pendahuluan Pada 11 Januari 2018, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menetapkan beberapa putusan permohonan uji materi UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Pada intinya, terdapat putusan MK yang mengabulkan dan menolak permohonan uji materi tersebut. Permohonan yang dikabulkan adalah Pasal 173 ayat (1) sepanjang frasa telah ditetapkan/, Pasal 173 ayat (3), Pasal 557 ayat (2), dan Pasal 571 huruf d, sehingga pasal-pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD RI Tahun 1945) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sementara permohonan uji materi UU Pemilu yang tidak dikabulkan adalah Pasal 173 ayat (2) huruf e, Pasal 557 ayat (1) huruf a dan huruf b, Pasal 9 ayat (1), Pasal 89 ayat (3), Pasal 562, dan Pasal 222 berikut penjelasannya, sehingga pasalpasal tersebut tetap berlaku.

Secara substansi, putusanputusan MK dapat dibaca sebagai berikut. a. Seluruh partai politik harus diverifikasi oleh KPU tanpa membedakan antara partai politik yang pernah lulus verifikasi pada Pemilu 2014 dan partai politik baru. b. Pemberlakuan syarat ambang batas minimum perolehan suara atau perolehan kursi partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tidak bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945. c. Nama, jumlah dan komposisi keanggotaan, serta prosedur pengisian penyelenggara Pemilu di Aceh tetap mengikuti ketentuan dalam UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). d. Persyaratan 30% keterwakilan perempuan yang hanya pada kepengurusan partai politik tingkat pusat tidak bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945. Putusan MK yang sering dibicarakan dan menjadi perhatian banyak kalangan adalah putusan mengenai verifikasi partai politik. Hal ini mengingat putusan tersebut ditetapkan MK di tengah Komisi Pemilihan Umum (KPU) sedang melakukan tahapan verifikasi terhadap partai politik baru calon peserta Pemilu 2019. Berdasarkan Peraturan KPU No. 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019, verikasi faktual dilaksanakan sejak tanggal 15 Desember 2017 dan dijadwalkan akan berakhir tanggal 17 Februari 2018. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam UU Pemilu bahwa penetapan perserta Pemilu 2019 dilakukan paling lambat 14 (empat belas) bulan sebelum hari pemungutan suara. Dengan demikian, waktu yang tersisa untuk melakukan verifikasi terhadap partai politik peserta Pemilu 2014 hanya kurang lebih satu bulan. Untuk melaksanakan putusan MK tersebut, KPU perlu menindaklanjutinya dengan cermat dan matang agar Pemilu 2019 tidak menimbulkan permasalahan legitimasi di kemudian hari. Tulisan ini akan mengkaji mengenai tindak lanjut yang harus dilakukan oleh KPU dalam melaksanakan putusan MK tentang verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2019. Pertimbangan MK mengenai Verifikasi Partai Politik Putusan MK mengenai kewajiban verifikasi terhadap seluruh partai politik calon peserta Pemilu pernah diputuskan oleh MK dalam perkara nomor 52/PUU-X/2012. Putusan tersebut ditetapkan berdasarkan permohonan uji materi terhadap Pasal 8 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU No. 8 Tahun 2012). Menurut MK, Pasal 8 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2012 membedakan antara partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara untuk mendapatkan kursi di DPR, partai politik yang tidak memenuhi ambang batas, dan partai politik baru. Selain itu, terdapat perbedaan persyaratan karena syarat yang harus dipenuhi oleh partai politik untuk mengikuti Pemilu tahun 2014 (dalam UU No. 8 Tahun 2012) lebih berat dibandingkan persyaratan pada Pemilu 2009 (dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD). Dengan pertimbangan pemberlakuan syarat yang berbeda kepada peserta 2

3 suatu kontestasi (Pemilu) yang sama merupakan perlakuan yang tidak sama atau perlakuan yang berbeda (unequal treatment) yang bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) serta Pasal 28D ayat (2) dan ayat (3) UUD RI Tahun 1945, MK membatalkan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2012. Ketentuan Pasal 173 ayat (1) dan Pasal 173 ayat (3) UU Pemilu sebenarnya telah mempertimbangkan dan menjadikan Putusan MK No. 52/ PUU-X/2012 sebagai rujukan dengan tidak membedakan persyaratan bagi partai politik untuk menjadi peserta Pemilu 2014 dan Pemilu 2019. Rumusan dalam UU Pemilu juga berbeda dengan Pasal 8 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2012 yang membedakan antara partai politik yang memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dengan partai politik yang tidak memenuhi ambang batas, serta partai politik baru. Penekanan yang diberikan dalam UU Pemilu adalah partai yang sudah pernah dinyatakan lulus verifikasi pada Pemilu sebelumnya (sehingga bukan hanya partai politik di DPR, namun termasuk pula perserta Pemilu 2014 yang tidak di DPR) dengan partai politik yang belum pernah diverifikasi. Meskipun demikian, MK dalam pertimbangannya tetap memandang UU Pemilu tidak boleh memuat norma yang pada pokoknya mengandung perlakuan yang berbeda terhadap calon peserta Pemilu. Menurut MK, perlakuan berbeda tidak selalu dilarang dan bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945, namun dalam kontestasi politik, seperti Pemilu, hal tersebut tidak dapat dibenarkan. Pertimbangan MK berikutnya, sekalipun syarat ditentukan sama, namun menurut MK perkembangan dan dinamika partai politik; penataan wilayah negara dalam satuan-satuan pemerintahan daerah; dan perkembangan demografis sebagai faktor penentu merupakan sesuatu yang bersifat dinamis. Setidaknya terdapat 4 (empat) penekanan yang diberikan oleh MK terkait masalah verifikasi, yaitu: 1) Keadilan bagi setiap calon peserta pemilu; 2) Pemekaran daerah dan perkembangan demografi, mengingat jumlah satuan pemerintahan daerah dan jumlah penduduk tidak bersifat statis; 3) Partai politik merupakan badan hukum yang dinamis. Dalam arti, dinamika yang terjadi pada partai politik selama 5 tahun dapat memengaruhi terpenuhinya persyaratan; 4) Verifikasi menyeluruh terhadap keterpenuhan syarat peserta pemilu. Keadilan dapat diartikan sebagai perlakuan yang sama (equal treatment) terhadap objek yang sama. Apabila objeknya dimaknai partai politik calon peserta Pemilu 2019, merupakan hal wajar apabila perlakuan bagi setiap partai politik calon peserta Pemilu 20019 tidak dibedakan. Namun apabila pemaknaan terhadap objeknya hanya sebatas partai politik, memang terlihat adanya perbedaan kondisi, yaitu partai politik yang baru akan mengikuti Pemilu dengan partai politik yang pernah dan berkali-kali mengikuti Pemilu. Dengan demikian, menjadi tidak fair apabila perlakuannya dipersamakan mulai dari nol untuk semua partai politik. Perlakuan sama-sama mulai dari nol dalam konteks verifikasi dapat diterapkan untuk daerah otonom baru (DOB) seperti Provinsi Kalimantan Utara dan kabupaten baru lainnya. Selain itu, dalam konteks partai politik sebagai badan hukum yang dinamis, dapat dilihat dari partai politik yang tidak bergejolak dengan partai politik yang sedang bergejolak. Indikasi adanya perpecahan atau sengketa partai politik inilah

yang kemudian dapat menjadi dasar bagi penyelenggara Pemilu untuk lebih cermat dalam verifikasi. Hal terpenting, muara dari semua kegiatan ini adalah terpenuhinya seluruh syarat sebagaimana yang ditentukan UU Pemilu bagi partai politik untuk menjadi peserta Pemilu 2019. Tindak Lanjut terhadap Putusan MK Seluruh putusan MK menimbulkan implikasi, namun putusan yang berpotensi membawa dampak yang cukup besar adalah putusan tentang verifikasi partai politik karena dapat memengaruhi legitimasi Pemilu 2019. Komisi II DPR RI telah menggelar beberapa kali Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan penyelenggara Pemilu yang dihadiri pula oleh Pemerintah. Dalam RDP pertama tanggal 15 Januari 2015, KPU menyiapkan tiga opsi untuk merespons putusan MK, yakni mengundur jadwal penetapan partai politik peserta Pemilu melalui revisi terbatas UU Pemilu, memperpanjang waktu verifikasi faktual dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, atau mempersingkat waktu verifikasi menjadi satu bulan. Beberapa opsi dan wacana sempat diajukan dan dibahas, antara lain: memberlakukan putusan MK tersebut pada Pemilu berikutnya atau meniadakan verfikasi faktual dengan pemahaman bahwa penelitian administrasi yang telah dilakukan sudah termasuk verifikasi. RDP Komisi II DPR bersama pemerintah dan penyelenggara Pemilu tanggal 16 Januari 2018 menyepakati 3 (tiga) hal: Pertama, putusan MK diterapkan pada tahun 2019 tetapi dengan tidak melanggar UU Pemilu; Kedua, tidak ada perubahan terhadap UU Pemilu; Ketiga, Peraturan KPU terkait verifikasi partai politik akan disesuaikan dengan norma Pasal 172 sampai dengan 179 UU Pemilu. KPU dalam rapat pleno seusai RDP dengan DPR dan Pemerintah memutuskan untuk tetap melanjutkan tahapan verifikasi dengan menyusun prosedur baru dengan menghilangkan kata faktual. Dukungan sekaligus peringatan agar KPU melanjutkan verifikasi untuk memeriksa keabsahan dokumen dan kondisi riil partai politik datang dari kelompok sipil, termasuk tiga anggota KPU periode 2012-2017, Hadar Nafis Gumay, Juri Ardiantoro, dan Sigit Pamungkas. Mereka mendorong KPU menjalankan putusan MK dengan membuat jalur jadwal baru bagi 12 partai politik peserta Pemilu 2014. Terlepas dari kesimpulan yang dihasilkan oleh rapat konsultasi antara DPR, Pemerintah, dan penyelenggara Pemilu, penulis berpendapat putusan MK merupakan norma hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat sama dengan undang-undang. Dengan demikian, penyelenggara Pemilu wajib menindaklanjuti putusan tersebut, dengan melaksanakan verifikasi terhadap seluruh partai politik calon peserta Pemilu 2019. Sebagai lembaga penyelenggara Pemilu yang profesional dan telah berpengalaman, KPU seharusnya dapat melaksanakan verifikasi tersebut secara efektif dan efisien, tanpa mengeluhkan masalah keterbatasan waktu dan anggaran. Hal pertama yang harus dilakukan oleh KPU adalah mengubah Peraturan KPU No. 11 Tahun 2017 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD. Banyak hal- 4

5 hal teknis yang perlu diubah, misalnya definisi verifikasi agar terdapat kesepahaman antara pembentuk undang-undang, penyelenggara Pemilu, dan peserta Pemilu. Secara substansial, terdapat materi PKPU No. 11 Tahun 2017 yang perlu diubah, yaitu verifikasi terhadap persyaratan 30% keterwakilan perempuan di kepengurusan partai politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang diatur dalam Pasal 21 huruf e, Pasal 33 ayat (2) huruf b, dan Pasal 34 ayat (2) huruf b. Selain bertentangan dengan UU Pemilu yang hanya mewajibkan persyaratan pada pengurus tingkat pusat dan dikuatkan pula dengan putusan MK No. 60/PUU-XV/2017, penambahan persyaratan ini juga mengakibatkan inefisiensi. Selanjutnya fokus utama perlu ditujukan pada daerah otonom baru, mengingat seluruh partai politik belum pernah diverifikasi di DOB tersebut. Untuk melakukan verifikasi, KPU sudah semestinya memiliki data base yang kuat dan ter-update, mengingat banyak partai politik yang sudah pernah menjadi peserta pada beberapa kali Pemilu sebelumnya. Verifikasi terhadap kepengurusan, 30% keterwakilan perempuan dalam kepengurusan, kantor tetap, dan keanggotaan tinggal dicocokkan dengan data sebelumnya. Tingkat kesulitan yang lebih tinggi terdapat verifikasi keanggotaan yang berjumlah seribu atau seperseribu dari jumlah penduduk kabupaten/kota. Namun kesulitan ini sebenarnya dapat diatasi apabila data kependudukan elektronik sudah terintegrasi secara baik. Berdasarkan PKPU No. 11 Tahun 2017, verifikasi keanggotaan dilakukan dengan menemui anggota partai politik dan mencocokkan kebenaran dan kesesuaian identitas anggota pada kartu tanda anggota dan kartu tanda penduduk elektronik atau surat keterangan melalui metode sensus atau metode sampel acak sederhana. Metode sampel acak sederhana digunakan dalam hal jumlah anggota partai politik lebih dari 100 (seratus) orang. DPR dan Pemerintah sebagai pembentuk undang-undang perlu melakukan fungsi pengawasan terhadap KPU dalam penyusunan PKPU agar tidak bertentangan dan sesuai dengan maksud undang-undang. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri juga dapat berperan memberikan dukungan atau bantuan terhadap KPU dalam pelaksanaan verifikasi di daerah, misalnya dalam hal data kependudukan atau bantuan teknis lainnya. Penutup Putusan MK berpotensi mengakibatkan pengaturan ulang jadwal tahapan Pemilu melalui perubahan UU atau penerbitan Perppu sampai dengan hal teknis penambahan anggaran Pemilu. Hal tersebut dapat dihindari apabila KPU mampu mengambil langkah tepat yang efektif dan efisien. Selain berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah sebagai pembentuk undang-undang, tindak lanjut yang paling penting adalah melakukan perubahan terhadap PKPU No. 11 Tahun 2017 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD. Perubahan tersebut dilakukan dengan mengatur definisi verifikasi agar terdapat kesepahaman antara seluruh pemangku kepentingan, kemudian secara substansi dengan menghapuskan materi PKPU yang bertentangan dengan UU Pemilu dan putusan MK. DPR memiliki

peran yang cukup signifikan untuk mengawasi agar KPU dapat menindaklanjuti putusan MK secara efektif dan efisien agar legitimasi Pemilu 2019 tetap terjaga. Referensi KPU lanjutkan Verifikasi, Kompas, 18 Januari 2018, hal. 2. Peraturan KPU No. 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019. Peraturan KPU No. 11 Tahun 2017 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD. Putusan Mahkamah Konstitusi 52/ PUU-X/2012 tentang Perkara Pengujian UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD terhadap UUD RI Tahun 1945. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 53/ PUU-XV/2017 tentang Perkara Pengujian UU No. 17 tahun 2018 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD RI Tahun 1945. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 60/ PUU-XV/2017 tentang Perkara Pengujian UU No. 17 tahun 2018 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD RI Tahun 1945. Putusan MK, DPR dan Penyelenggara Pemilu Belum Sepakat, Kompas, 15 Januari 2018, hal. 5. Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Pemerintahan Aceh. Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Verifikasi Dipermudah, Kompas, 17 Januari 2018, hal. 2. 6 Novianto Murti Hantoro novianto.hantoro@dpr.go.id Novianto Murti Hantoro, S.H., M.H., menyelesaikan pendidikan S1 ilmu hukum di Universitas Diponegoro pada tahun 1995 dan pendidikan S2 Magister Ilmu Hukum dengan program kekhususan Hukum dan Kehidupan Kenegaraan di Universitas Indonesia pada tahun 2004. Saat ini menjabat sebagai Peneliti Madya Hukum Konstitusi pada Pusat Penelitian-Badan Keahlian DPR RI. Beberapa karya tulis ilmiah yang dipublikasikan melalui jurnal dan buku, antara lain: Pelanggaran Hukum Pemilu dan Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014 (2014), Mewujudkan Kepastian Hukum dalam Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Menghentikan Praktek Hukum Liberal (2015), dan Klasifikasi Jabatan dalam Kelembagaan Negara; Permasalahan Kategori Pejabat Negara (2016). Info Singkat 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI http://puslit.dpr.go.id ISSN 2088-2351 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi tulisan ini tanpa izin penerbit.