PENGARUH COLD SURGE DAN BORNEO VORTEX DI BENUA MARITIM BAGIAN BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PENGARUH COLD SURGE DAN SOUTHERLY SURGE TERHADAP PEMBENTUKAN BORNEO VORTEX SERTA PENGARUHNYA TERHADAP CUACA DI INDONESIA

Pengaruh Fenomena Double Vortex di Samudra Hindia Bagian Timur terhadap Curah Hujan dan Moisture Transport di Indonesia Bagian Barat dan Tengah

ANALISIS INDEKS SERUAKAN DINGIN TERHADAP SEBARAN HUJAN DI SUMATERA UTARA. Abstrak

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

KAJIAN GANGGUAN CUACA PADA KEJADIAN HUJAN LEBAT DI BATAM (Studi Kasus Tanggal 19 Desember 2014)

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

ANALISA CURAH HUJAN PADA SAAT KEJADIAN BORNEO VORTEKS MENGGUNAKAN VORTISITAS POTENSIAL DI STASIUN METEOROLOGI SUPADIO PONTIANAK BULAN JANUARI 2015

ANALISIS PENGARUH SERUAK DINGIN DAN MJO DALAM KEJADIAN HUJAN SANGAT LEBAT DI SUMATERA UTARA (STUDI KASUS TANGGAL 16 DAN 18 DESEMBER 2014) Abstrak

INDONESIAN UNDERGRADUATE RESEARCH JOURNAL FOR GEOSCIENCE, VOL. 2, PP. 1 9,

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *)

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

THE IMPACT OF MERIDONAL WIND TO THE MOISTURE TRANSPORT AND WEATHER FORMATION IN WEST INDONESIA ON FEBRUARY 2014

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

KAJIAN METEOROLOGI TERKAIT HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN SATELIT TRMM, SATELIT MT-SAT DAN DATA REANALISIS (Studi Kasus Banjir di Tanjungpandan)

AKTIVITAS BORNEO VORTEX SEBAGAI PEMICU HUJAN EKSTRIM PENYEBAB BANJIR TANGGAL 6 DESEMBER 2010 DI TARAKAN, KALIMANTAN UTARA

ANALISIS KONDISI ATMOSFER TERKAIT HUJAN LEBAT DI WILAYAH PALANGKA RAYA (Studi Kasus Tanggal 11 November 2015)

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

Northerly Cold Surge: Model Konseptual dan Pemantauannya

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Pemanfaatan Model WRF-ARW untuk Analisis Fenomena Atmosfer Borneo Vortex (Studi Kasus Tanggal 28 Desember 2014)

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

DISTRIBUSI DAN ANALISIS KONDISI HUJAN EKSTRIM DI SEMARANG (STUDI KASUS TANGGAL 11 DESEMBER 2010)

MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

LAPORAN POTENSI HUJAN AKHIR JANUARI HINGGA AWAL FEBRUARI 2016 DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Keywords : tropical cyclone, rainfall distribution, atmospheric conditions. Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

ANALISIS CUACA PADA SAAT PELAKSANAAN TMC PENANGGULANGAN BANJIR JAKARTA JANUARI FEBRUARI Abstract

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

I. INFORMASI METEOROLOGI

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

ANALISA PERGERAKAN SIKLON TROPIS STAN DAN SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI SUMBAWA BESAR

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

PROSPEK IKLIM DASARIAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Update: 01 Februari 2016

I. INFORMASI METEOROLOGI

KEJADIAN COLD SURGE DAN HUBUNGANNYA DENGAN CURAH HUJAN INDONESIA DWIPUTRA HADI UTOMO

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017)

I. INFORMASI METEOROLOGI

PERINGATAN DINI PUTING BELIUNG DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

DAMPAK DIPOLE MODE TERHADAP ANGIN ZONAL

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

Kajian Curah Hujan Tinggi 9-10 Februari 2015 di DKI Jakarta

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

KAJIAN METEOROLOGI SAAT PENYIMPANGAN HUJAN HARIAN DI AMBON PADA BULAN JULI 2014

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

BAB IV Hasil Dan Pembahasan

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONDISI CUACA DI INDONESIA (19 23 Desember 2016) Disusun oleh : Kiki, M. Res Rudy Hendriadi

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

ANALISA CUACA TERKAIT BANJIR DI KABUPATEN TANGGAMUS LAMPUNG (26 OKTOBER 2017)

I. INFORMASI METEOROLOGI

ANALISIS TRANSPORT UAP AIR DI KUPANG SAAT TERJADI SIKLON TROPIS NARELLE (Studi Kasus Tanggal 6 Januari 2013)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH EL NINO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) TERHADAP CURAH HUJAN MUSIMAN DAN TAHUNAN DI INDONESIA. Zulfahmi Sitompul

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

POLA ANGIN DARAT DAN ANGIN LAUT DI TELUK BAYUR. Yosyea Oktaviandra 1*, Suratno 2

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

FAKTOR - FAKTOR METEOROLOGI YANG MEYEBABKAN KEJADIAN HUJAN LEBAT DI KOTA BENGKULU. Pebri Surgiansyah, S.Si ABSTRAK

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI KEJADIAN MONSUN EKSTRIM DI PULAU JAWA DAN SEKITARNYA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

VARIASI GELOMBANG LAUTDI SELAT MAKASSAR BAGIAN SELATAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS DAMPAK SIKLON TROPIS TERHADAP POLA DINAMIKA ATMOSFER DI GORONTALO (Studi Kasus Siklon Tropis Haiyan Dan Siklon Tropis Vongfong)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN :

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musim Hujan dan Monsun

PENGARUH EL NIÑO TERHADAP VARIABILITAS CURAH HUJAN DI SUMATERA UTARA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017

Transkripsi:

PENGARUH COLD SURGE DAN BORNEO VORTEX DI BENUA MARITIM BAGIAN BARAT Shanas Septy Prayuda, Paulus Agus Winarso, Jakarta Email : shanas.prayuda@gmail.com Abstrak Cold surge dan Borneo Vortex merupakan gangguan skala sinoptik yang terjadi pada saat monsun Asia. Kedua fenomena tersebut sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan awan konvektif kuat dan hujan lebat di Benua Maritim bagian barat. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dampak dari cold surge dan Borneo Vortex terhadap kondisi atmosfer dan curah hujan di Benua Maritim bagian barat. Identifikasi pengaruh interaksi kejadian tersebut dilakukan dengan menggunakan metode komposit pada bulan November Maret tahun 2004/05 2014/15. Frekuensi tertinggi kejadian cold surge terjadi pada bulan Januari, sedangkan Borneo Vortex dan interaksi keduanya pada bulan Desember. Parameter yang analisa adalah vortisitas, divergensi, dan moisture transport. Hasilnya menunjukkan bahwa kejadian cold surge, Borneo Vortex dan interaksi keduanya memiliki pengaruh yang berbeda. Laut Cina Selatan merupakan wilayah yang terkena pengaruh paling signifikan dari pada wilayah lainnya. Cold surge memiliki dampak peningkatan curah hujan pada seluruh wilayah kecuali Kalimantan Tengah, sedangkan Borneo Vortex meningkatkan curah hujan seluruh wilayah kecuali Jawa, dan interaksi keduanya berdampak pada kenaikan seluruh wilayah penelitian. Kata kunci : cold surge, Borneo Vortex, Benua Maritim Abstract Cold surges and Borneo Vortex is a synoptic scale disturbances that occurred at the time of the Asian monsoon. Both phenomena are closely linked with the growth of strong convective clouds and heavy rains in the western part of the Maritime Continent. This study aimed to determine the impact of cold surges and Borneo Vortex against atmospheric conditions and rainfall in the western part of the Maritime Continent. Identification of interaction effects of the incident conducted by using composites in November-March 2004/05-2014/15. The highest frequency of occurrence of cold surge occurred in January, while Borneo Vortex and interactions both in December. The parameters are vorticity, divergence, and moisture transport analysis. results showed that the incidence of cold surge, Borneo Vortex and interaction both have different influences. South China Sea is a region affected by the most significant of the other regions. Cold surge has the impact of increasing rainfall in all regions except Central Kalimantan, Borneo Vortex while increasing rainfall throughout the region except Java, and the interaction of both resulted in increased throughout the study area. Keywords: cold surge, Borneo Vortex, Maritime Continent 1

1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan wilayah dari gugusan ribuan pulau besar maupun kecil yang dipisahkan oleh laut dan samudra, sehingga disebut sebagai Maritime Continent (Ramage, 1971). Menurut Aldrian (2014), Indonesia merupakan sebuah benua maritim yang berada di wilayah tropis dengan letak diantara dua benua dan dua samudra. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki banyak fenomena cuaca yang menarik untuk dikaji. Benua Maritim Indonesia (BMI) dipengaruhi oleh angin regional dari perbedaan tekanan Asia dan Australia atau yang biasa disebut monsun. Menurut Zakir dkk. (2010), monsun adalah suatu pola sirkulasi angin yang berhembus secara periodik pada suatu periode (minimal 3 bulan) dan pada periode lain polanya akan berlawanan. Monsun ditandai oleh pembalikan musiman sistem angin utama dan beda musiman dalam perawanan, curah hujan, dan temperatur (Tjasyono, 2008). Indonesia memiliki dua jenis monsun, yaitu monsun Asia dan monsun Australia. Ketika monsun Asia aktif maka terjadi musim penghujan dan ketika monsun Australia aktif maka terjadi musim kemarau di BMI. Pada saat monsun dingin Asia aktif, sering terjadi penjalaran massa udara dingin dari dataran tinggi Siberia menuju ke selatan, yang disebut cold surge. Menurut Yihui (1991), cold surge didefinisikan sebagai gelombang dingin Asia yang menjalar sampai ke Laut Cina Selatan. Cold surge sebagai salah satu gangguan yang paling mempengaruhi bentuk siklus tahunan curah hujan di wilayah Indonesia bagian barat laut yang yang membentuk siklus semi monsunal (Aldrian dan Utama, 2007). Menurut Hattori dkk. (2011), aktifitas cold surge dapat meningkatkan curah hujan di wilayah Laut Jawa, Kalimantan bagian Barat dan Filipina bagian Timur. Selain itu, penelitian Takahashi dkk. (2011) menunjukkan bahwa kejadian hujan lebat yang terjadi di Malaysia pada akhir Desember 2006 karena adanya aktivitas cold surge. Selain gangguan cold surge, pada saat monsun dingin Asia aktif terdapat suatu fenomena vortex yang terjadi di barat laut pulau Kalimantan yang sering dikaitkan dengan aktifitas hujan deras dan bencana banjir (Tangang dkk., 2008; Anip dan Lupo, 2012; Ardianto, 2014; Prakoso, 2015). Fenomena vortex ini biasa disebut Borneo Vortex. Fenomena ini merupakan hal yang unik karena ada suatu vortex terjadi di daerah dekat ekuator. Monsun dingin Asia sering dihubungkan dengan kejadian cold surge dan Borneo Vortex. Faktor utama yang menghubungkan kedua kejadian ini adalah interaksi antara angin kencang yang disebabkan oleh cold surge dengan topografi Malaysia dan pulau pulau BMI (Chang dkk., 2005). Baik cold surge maupun Borneo Vortex sangat mempengaruhi pembentukan cuaca yang ada di BMI, terutama bagian barat dan tengah (Prakosa, 2013). Dua kejadian ini sangat menarik untuk dikaji terkait adanya empat peluang kejadian, yaitu cold surge saja tanpa Borneo Vortex, Borneo Vortex saja tanpa cold surge, dan cold surge dan Borneo Vortex terjadi secara bersama-sama. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis kejadian cold surge dan Borneo Vortex berdasarkan tiga peluang kejadian tersebut. 2. DATA DAN METODE Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Reanalysis ERA Interim ECMWF (European Centre for Medium-Range Weather Forecast) pada jam 00.00 UTC lapisan 925 mb dengan resolusi spasial 2,5 o x 2,5 o berupa komponen angin u dan v, vortisitas relatif, divergensi, dan moisture transport. Analisis curah hujan dilakukan dengan menggunakan data curah hujan harian TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) dan curah hujan observasi Stasiun Meteorologi BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika). Pengguanaan parameter vortisitas digunakan untuk mengukur kekuatan gerakan 2

siklonik dari masing masing kejadian, sedangkan divergensi untuk mengetahui daerah kumpulan dan sebaran massa udara, dan moisture transport digunakan untuk mengetahui penjalaran uap airnya. (1) sekurang kurangnya terdapat satu angin melebihi 2 ms -1 (Anip dan Lupo, 2012). Adanya interaksi angin monsun Asia dan topografi pulau Kalimantan (Gambar 2) sehingga menyebabkan terjadinya Borneo Vortex. Nilai moisture transport didapat berdasarkan persamaan 1. Diambil nilai batas atas 300 mb karena kandungan uap air di atas lapisan tersebut sangat sedikit sehingga sudah tidak terlalu signifikan. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah Benua Maritim bagian barat, dengan diambil 26 titik sampel stasiun pengamatan hujan dan kemudian dikelompokkan menjadi 6 wilayah (Gambar 1). Gambar 2. Topografi Benua Maritim bagian barat (Ooi, dkk, 2011) Setelah cold surge dan Borneo Vortex identifikasi kejadiannya, kemudian diklasifikasikan peluang kejadiannya yaitu kejadian normal (tanpa cold surge dan Borneo Vortex), cold surge saja tanpa Borneo Vortex, Borneo Vortex saja tanpa cold surge, dan cold surge dan Borneo Vortex terjadi secara bersama-sama (Gambar 3). Gambar 1. Pembagian wilayah pengamatan (titik), wilayah identifikasi cold surge (garis biru), dan wilayah identifikasi Borneo Vortex (kotak hijau) Pengolahan indeks cold surge dilakukan dengan menggunakan metode yang dilakukan Chang dkk. (2005), yaitu dengan cara mencari nilai rata rata angin meridional pada 110 o BT 117,5 o BT sepanjang 15 o LU. Indeks tersebut digunakan penulis karena diasumsikan bahwa dampak yang ditimbulkan cold surge tidak memiliki jeda waktu selama lebih dari satu hari. Analisa yang dilakukan tidak memperhatikan intensitas cold surge yang terjadi. Kejadian Borneo Vortex diamati dengan cara melihat adanya sirkulasi tertutup yang berlawanan arah jarum jam pada lapisan 925 mb yang diidentifikasi pada area 2,5 o LS 7,5 o LU dan 102,5 o BT 117,5 o BT dan Gambar 3. Diagram alir Penelitian 3

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Identifikasi Kejadian Borneo Vortex terjadi karena adanya dorongan angin pasat tenggara ke utara terhadap angin monsun Asia, sehingga angin berinteraksi dengan topografi pulau Kalimantan (Gambar 4). Gambar 4. Kejadian Borneo Vortex 5 Desember 2007 Berdasarkan Gambar 5, Desember adalah bulan yang paling banyak gangguan. Apabila dilihat dari perbandingan frekuensi kejadian Borneo Vortex, dapat diketahui bahwa pada bulan Desember merupakan bulan yang memiliki frekuensi kejadian paling tinggi yang menandakan bahwa pada bulan ini Borneo Vortex paling aktif (Chang, dkk, 2005 ; Anip dan Lupo, 2012 ; Ardianto, 2014 ; Syahidah, 2015 ; Wibianto, 2015). 120 100 80 60 40 20 0 CS BV CS&BV NOVEMBER DESEMBER JANUARI FEBRUARI MARET Gambar 5. Frekuensi kejadian cold surge dan Borneo Vortex Anip dan Lupo (2012) menyatakan dari bulan November sampai Februari pusat vortex bergeser ke arah tenggara menuju khatulistiwa. Vortex memiliki umur terpanjang di Desember, yang menunjukkan bahwa monsun musim dingin yang paling aktif selama bulan November sampai Februari. Kejadian paling aktifnya Borneo Vortex pada bulan Desember diindikasikan adanya angin pasat tenggara yang kuat pada bulan tersebut (Chang, dkk, 2005). Frekuensi tertinggi kejadian cold surge saja terjadi pada bulan Januari. Akan tetapi, jika dilihat dari hari kejadian cold surge, maka bulan Desember merupakan bulan paling aktif terjadi cold surge (Chang, dkk, 2005 dan Aldrian dan Utama, 2007). Interaksi cold surge dan Borneo Vortex secara bersamaan memiliki frekuensi kejadian tertinggi pada bulan Desember. Kejadian ini memiliki frekuensi paling rendah dari pada kejadian lainnya. Terbentuknya kejadian ini membutuhkan dorongan angin pasat tenggara yang kuat agar dapat mendorong angin kencang dampak cold surge ke utara sehingga dapat membentuk Borneo Vortex. Semakin kuat angin dari utara, maka semakin diperlukan angin pasat tenggara yang kuat untuk membentuk Borneo Vortex. 3.2 Studi Parameter Cuaca Hasil komposit vortisitas kejadian cold surge, Borneo Vortex, dan cold surge dan Borneo Vortex secara bersamaan menghasilkan hasil yang signifikan (Gambar 6). Terdapat perambatan nilai vortisitas yang cukup tinggi dari Laut Cina Selatan menuju ekuator dan memusat di barat laut pulau Kalimantan ketika terjadi cold surge. Hal serupa ditunjukkan oleh Wibianto (2015) dengan analisis studi kasus kejadian cold surge yang mana terdapat pergerakan nilai vortisitas yang tinggi ke selatan. Pemusatan nilai vortisitas yang cukup tinggi di barat laut pulau Kalimantan juga terjadi saat kejadian Borneo Vortex. Hal terindikasi pergerakan siklonik yang cukup kuat pada saat terjadi Borneo Vortex di barat laut Kalimantan. Adanya peningkatan kekuatan Borneo Vortex ketika terjadi bersamaan dengan cold surge. Nilai vortisitas yang tinggi pada saat kejadian cold surge dan Borneo Vortex secara bersamaan mencapai 3 x 10-5 sampai 3,5 x 10-5 s -1 dan merupakan nilai tertinggi dibandingkan dengan kejadian lainnya. Angin kencang yang mendorong dan meningkatkan kecepatan putaran Borneo 4

1 Gambar 6. Komposit vortisitas kejadian cold surge, Borneo Vortex, dan cold surge dan Borneo Vortex Vortex merupakan penyebab utama menigkatnya nilai vortisitas di barat laut Kalimantan. Hasil komposit divergensi (Gambar 7) menghasilkan bahwa ketika terjadi cold surge terdapat divergensi negatif (konvergensi) mulai Laut Cina Selatan sampai ekuator mencapai -6x10-6 s -1 sampai - 7x10-6 s -1. Hal ini disebabkan karena adanya perlambatan kecepatan angin menuju ekuator, sehingga terdapat penumpukan massa udara di daerah Laut Cina Selatan hingga ekuator. Ketika terjadi kasus Borneo Vortex terdapat konvergensi di barat laut pulau Kalimantan, dengan nilai konvergensi 5x10-6 s -1 sampai 6x10-6 s -1. bersamaan bulan NDJFM tahun 2004/05 2014/15 x 10-5 Berbeda dengan cold surge, konvergensi akibat Borneo Vortex selain karena adanya perlambatan kecepatan massa udara, akan tetapi juga adanya gerakan siklonik sehingga terjadi penumpukan massa udara. Konvergensi terbesar terjadi ketika adanya kejadian cold surge dan Borneo Vortex secara bersamaan dengan mencapai nilai divergensi kurang dari -10x10-6 s -1 (Gambar 7). Nilai konvergensi yang besar ini disebakan adanya penguatan kekuatan Borneo Vortex oleh cold surge sehingga membentuk pusaran yang lebih kuat dari pada tanpa adanya cold surge. Gambar 7. Komposit divergensi kejadian cold surge, Borneo Vortex, dan cold surge dan Borneo Vortex bersamaan bulan NDJFM tahun 2004/05 2014/15 x 10-6 5

Gambar 8. Komposit moisture transport kejadian cold surge, Borneo Vortex, dan cold surge dan Borneo Vortex bersamaan bulan NDJFM tahun 2004/05 2014/15 Nilai konvergensi yang cukup tinggi juga berada di wilayah Sumatera Utara, yaitu berkisar 4 x10-6 s -1 hingga 7x10-6 s -1 karena adanya pertemuan massa udara dari Samudra Hindia bagian barat dan angin monsun Asia. Selain itu, terdapat pula nilai konvergensi yang cukup tinggi di Laut Jawa karena adanya pertemuan antara angin pasat tenggara dan angin monsun Asia. Nilai konvergensi yang tinggi memicu pertumbuhan awan awan konvektif dan berpotensi hujan lebat. Hasil analisa komposit moisture transport (Gambar 8) menunjukkan bahwa kejadian cold surge memiliki nilai moisture transport berkisar 1200 1300 kgms -1. Jumlah uap air yang banyak ini disebabkan karena adanya angin kencang akibat cold surge sehingga semakin banyak massa uap air yang dibawa menuju ekuator. Berbeda dengan kejadian Borneo Vortex yang memiliki nilai moisture transport berkisar 900 1000 kgms -1, relatif lebih rendah dibandingkan kejadian cold surge karena kecepatan angin dari utara tidak sekencang kejadian cold surge. Nilai moisture transport paling tinggi diidentifikasi dari kejadian cold surge dan Borneo Vortex secara bersamaan berkisar 1400 1500 kgms -1. Moisture transport yang tinggi ini disebabkan oleh pengaruh adanya tarikan massa uap air oleh Borneo Vortex sehingga massa uap air yang terkumpul menjadi lebih banyak. Pada umumnya di Benua Maritim, moisture transpot yang masuk tidak hanya dari Laut Cina Selatan saja, akan tetapi juga dari Samudra Pasifik dan Samudra Hindia (Prakosa, 2013). Sejumlah besar massa uap air yang menuju ekuator berpotensi besar untuk terbentuknya awan konvektif kuat jika kondisinya terpenuhi. Maka dari itu analisa moisture transport dianggap sangat penting dalam menentukan pembentukan cuaca di Benua Maritim. 3.3 Studi Curah Hujan TRMM Hasil komposit curah hujan bulan NDJFM 2004/05 2014/15 setiap kejadian (Gambar 9) menghasilkan perbedaan hasil yang signifikan. Pada kejadian cold surge terdapat curah hujan yang cukup tinggi dari Laut Cina Selatan berkisar 7 15 mm. Terdapat curah hujan yang tinggi di sebagian kecil Kalimantan Barat dan daerah pesisir pantai timur Sumatera. Selain itu, terdapat curah hujan yang cukup tinggi (15 21 mm) di daerah Laut Jawa dan pesisir pantai utara Jawa. Secara umum, curah hujan yang cukup tinggi terjadi di wilayah Kalimantan bagian barat, pesisir pantai timur Sumatera, dan pantai sebelah utara Jawa disebabkan karena adanya massa udara dingin dari utara menuju ke selatan. Pergerakan massa udara dingin ke 6

Gambar 9. Komposit curah hujan TRMM kejadian cold surge, Borneo Vortex, dan cold surge dan Borneo Vortex bersamaan bulan NDJFM tahun 2004/05 2014/15 selatan bertemu dengan massa udara hangat menyebabkan kenaikan massa udara hangat yang memiliki massa jenis yang relatif lebih ringan dari pada massa udara dingin dan menyebabkan terjadinya hujan. Selain itu, berkaitan dengan massa udara hangat yang belum jenuh, ketika bertemu dengan massa udara dingin maka suhunya menurun dan menyebabkan menjadi jenuh. Kejadian Borneo Vortex menyebabkan curah hujan yang cukup tinggi di daerah Kalimantan (7 23 mm) dan Sumatera bagian selatan (7 17 mm), akan tetapi terjadi pengurangan curah hujan di pulau Jawa. Hal ini disebabkan karena ketika ada Borneo Vortex massa udara yang dibawa oleh angin monsun Asia tertahan oleh adanya Borneo Vortex, sehingga di wilayah selatan (pulau Jawa) cenderung terjadi penurunan curah hujan. Ketika kejadian cold surge dan Borneo Vortex secara bersamaan menyebabkan curah hujan yang tinggi di daerah Laut Cina Selatan dan hampir seluruh wilayah pulau Kalimantan yang mencapai lebih dari 27 mm. Ekspansi curah hujan tinggi ini juga terjadi di beberapa daerah Sumatera dan Jawa. Pada kejadian cold surge dan Borneo Vortex secara bersamaan (Gambar 9) menunjukkan bahwa adanya curah hujan yang cukup tinggi di pantai barat Sumatera bagian selatan. Hal ini disebabkan oleh adanya massa udara yang bergerak dari samudra Hindia yang masuk melalui pulau Sumatera. Ketika terjadi Bornoe Vortex dan didorong dengan adanya angin kencang oleh cold surge maka wilayah cakupan vortex menjadi lebih luas dari pada tanpa adanya cold surge, sehingga terjadi penyebaran curah hujan yang tinggi di Benua Maritim bagian barat. 3.4 Studi Curah Hujan Observasi Pengolahan curah hujan observasi dilakukan dengan melakukan komposit curah hujan observasi pada setiap jenis kejadiannya. Penghitungan kuantitas curah hujan dilakukan pengelompokan stasiun pengamatan curah hujan sesuai dengan sebaran curah hujan (Gambar 9). Berdasarkan Gambar 9 dapat dibagi menjadi 6 wilayah (Gambar 1). Berdasarkan hasil komposit, terdapat penigkatan dan pengurangan curah hujan di beberapa bagian wilayah. Gambar 10 menunjukkan bahwa dampak dari cold surge dan Borneo Vortex berakibat pada curah hujan di masing masing wilayah. Kejadian cold surge saja menyebabkan pertambahan pada semua lokasi penelitian, kecuali Kalimantan 2. Hal ini disebabkan karena pada wilayah Kalimantan 2 merupakan daerah dibalik gunung di Kalimantan 7

(%) Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol... No...Desember 2015 60 50 40 30 20 10 0-10 CS BV CS & BV Sumatera 1 Sumatera 2 Kalimantan 1 Kalimantan 2 Kalimantan 3 Jawa Gambar 10. Dampak cold surge, Borneo Vortex, dan interaksi keduanya hasil komposit bulan NDJFM tahun 2004/05 2014/15 sehingga pertumbuhan awan cenderung di daerah gunung arah datangnya angin, daerah ini biasanya disebut daerah bayangan hujan yang memiliki sifat lebih kering. Kejadian cold surge saja menyebabkan berkurangnya curah hujan di wilayah Kalimantan 2 sebesar 6,9% dan kemudian pertambahan curah hujan terjadi di Sumatera 1 (2,7%), Sumatera 2 (1,1%), Kalimantan 1 (13,0%), Kalimantan 3 (25,8%), dan Jawa (21,9%). Peningkatan curah hujan disebabkan karena proses adveksi dingin oleh massa udara dingin yang dibawa cold surge bertemu dengan massa udara hangat di daerah ekuator. Dampak cold surge paling tinggi di wilayah Kalimantan 3 (bertambah 25,8%). Hal ini disebabkan karena Kalimantan 3 cenderung berada di daerah awal gunung dari arah datangnya angin sehingga ketika ada angin kencang akibat cold surge, daerah ini merupakan daerah pertama yang menerima hentakan massa udara tersebut. Kejadian Borneo Vortex saja menyebabkan pertambahan curah hujan pada semua lokasi, kecuali Jawa. Ketika Borneo Vortex aktif kecenderungan massa udara terpusat di pusat vortex. Dampaknya terjadi pertambahan curah hujan di wilayah Sumatera 1 (8,6%), Sumatera 2 (1,9%), Kalimantan 1 (18,5%), Kalimantan 2 (9,3%), dan Kalimantan 3 (13,4%). Hal ini berkebalikan dengan wilayah Jawa yang mengalami penurunan curah hujan sebesar 4,8%. Sebagian besar pertambahan curah hujan berada di daerah dekat pusat vortex (Sumatera 1 dan semua wilayah Kalimantan). Pertambahan curah hujan di Sumatera 2 yang lokasinya relatif jauh dari pusat vortex disebabkan karena merupakan daerah konvergensi antara angin monsun Asia dan angin pasat tenggara. Zona konvergensi ini membujur dari Samudra Hindia, Sumatera 2, dan Laut Jawa. Pengurangan curah hujan di Jawa disebabkan karena tertahannya massa udara di daerah pusat vortex sehingga di daerah Jawa tidak mendapatkan massa udara yang cukup untuk membentuk awan konvektif yang menyebabkan hujan. Petambahan curah hujan tertinggi di wilayah Kalimantan 1 karena lokasi ini merupakan lokasi yang paling dekat dengan pusat vortex. Selain itu pertambahan curah hujan Kalimantan 3 lebih tinggi dari pada Kalimnantan 2 karena lokasi Kalimantan 3 merupakan daerah konvergensi sebelum massa udara memusat membentuk pola siklonik (Gambar 7). Kejadian cold surge dan Borneo Vortex bersamaan menyebabkan bertambahnya curah hujan di seluruh lokasi penelitian. Hal ini disebabkan karena adanya kombinasi penyebab secara thermal dan mekanis. Pertambahan curah hujannya yaitu Sumatera 1 sebesar 8,3%, Sumatera 2 sebesar 4,9%, Kalimantan 1 sebesar 19,9%, Kalimantan 2 sebesar 10,0%, Kalimantan 3 sebesar 55,2%, dan Jawa sebesar 23,3%. Ketika cold surge dan Borneo Vortex terjadi secara bersamaan, massa uap air tidak sepenuhnya tertahan di pusat vortex. Terdapat sebagian massa uap air cold surge yang menjalar hingga ke selatan. Pertambahan curah hujan di Jawa untuk 8

kejadian ini lebih tinggi dari pada kejadian cold surge saja. Hal ini disebabkan karena zona konvergensi yang tadinya berada di Laut Jawa bergeser ke arah selatan karena adanya dorongan yang kuat dari cold surge. Sementara itu, di pulau Sumatera 1 peningkatan curah hujannya lebih tinggi dari pada Sumatera 2 karena posisi Sumatera 1 lebih dekat dari pusat vortex. Pengamatan di pulau Kalimantan menunjukkan hal yang sama semakin dekat dengan pusat vortex, maka semakin besar peningakatan curah hujannya. Akan tetapi berbeda dengan Kalimantan 3 yang memiliki topografi lokal yang sangat mendukung sehingga peningkatan curah hujannya adalah yang paling tinggi dari pada yang lainnya. 4. KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Kejadian cold surge saja terbanyak terjadi pada bulan Januari, sedangkan kejadian Borneo Vortex saja dan keduanya bersamaan terbanyak pada bulan Desember. 2. Terdapat perubahan yang cukup signifikan terhadap vortisitas, divergensi, moisture transport, dan curah hujan akibat cold surge dan Borneo Vortex. Perubahan paling signifikan terjadi di Laut Cina Selatan dan pulau pulau di Indonesia bagian barat. 3. Fenomena cold surge dapat memperkuat kekuatan Borneo Vortex. 4. Dampak kejadian cold surge dan Borneo Vortex bersamaan menyebabkan kenaikan curah hujan pada semua wilayah pengamatan, sedangkan kejadian cold surge saja meningkatkan curah hujan di semua wilayah penelitian, kecuali Kalimantan 2 dan kejadian Borneo Vortex saja meningkatkan curah hujan di semua wilayah penelitian, kecuali Jawa. 5. Peningkatan curah hujan tertinggi terjadi di wilayah Kalimantan 1 untuk kejadian Borneo Vortex saja dan Kalimantan 3 untuk kejadian cold surge saja dan cold surge dan Borneo Vortex bersamaan. DAFTAR PUSTAKA Aldrian,E., 2014, Pemahaman Dinamika Iklim Di Negara Kepulauan Indonesia Sebagai Modalitas Ketahanan Bangsa, Naskah Orasi Professor Riset, 2 Juli 2014, Jakarta. Aldrian, E., Utama, G.S.A., 2007, Identifikasi dan Karakteristik Seruak Dingin (Cold Surge) Tahun 1995-2003, Jurnal Sains Dirgantara, Vol. 4 No. 2. Hal. 107-127. Anip,M.H.M., dan Lupo, A., 2012, Interannual and Interdecadal Variabillity Of The Borneo Vortex During Boreal Winter Monsoon, University of Missouri-Columbia, USA. Ardianto,R., 2014, Kajian Dampak Borneo Vorteks Terhadap Curah Hujan Di wilayah Kalimantan Barat, Skripsi Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. Chang, C. P., Harr, P. A., dan Chen, H. J., 2005, Synoptic Disturbances over the Equatorial South China Sea and Western maritime Continent during Boreal Winter, Monthly Weather Review 133, 489-503. Hattori, M., Mori, S., Matsumoto, J., 2011, The Cross-Equatorial Notherly surge Over The Maritime Continent and Its Relationship to Precipitation Patterns, Journal of The Meteorological Society of Japan, 89 (A), pp.27-47. Ooi, S. H., dan Samah, A. A., 2010, Enhancing the forecast value of the Malaysian Meteorological Department limited area model on severe weather in Malaysia and its neighbouring sea during the northeast monsoon, Special Field Experiment 2 on Borneo Vortex, Proj. Rep. 4,70 pp., esciencefund, Putrajaya, Malaysia. 9

Ooi, S.H., Samah, A. A., dan Braesicke, P., 2011, A Case Study of the Borneo Vortex Genesis and Its Interaction with the Global Circulation, Journal Of Geophysical Research, Vol. 116, D21116,doi:10.1029/2011JD015991. Prakosa, S.H., 2013, Kajian Dampak Borneo Vortex Terhadap Curah Hujan Di Indonesia Selama Musim Dingin Belahan Bumi Utara, Tesis Magister Institut Teknologi Bandung, Bandung. Prakoso,A., 2015, Kajian Gangguan Cuaca Pada Kejadian Hujan Lebat di Batam (Studi Kasus Tanggal 18 19 Desember 2006, 12 Januari 2007, 5 Desember 2007, 30 31 Januari 2011, 19 Desember 2014), Skripsi Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. Lett., 35, L14S07, doi:10.1029/2008gl033429. Tjasyono, B., 2008, Sains Atmosfer, Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. Wibianto, A., 2015, Kajian Pembentukan Borneo Vortex Berdasarkan Analisis Cold Surge, Skripsi Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. Yihui, D., 1991, Advanced Synoptic Meteorology, China Meteorological Press, China, 717-751. Zakir, A., Sulistya, W., dan Khotimah, M.K., 2010, Perspektif Operasional Cuaca Tropis, Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG, Jakarta. Ramage, 1971, Role of A Tropical Maritime Continent In The Atmospheric circulation, Monthly Weather Review 96:6, 365-370. Syahidah, M., Dupe, Z. L., dan Aldrian, E., 2015, Keterkaitan Borneo Vortex dengan Curah Hujan di Benua Maritim, Indonesian Undergraduate Research Journal For Geoscience, Vol.2 PP. 1-9. Takahashi, H.G., Fukutomi, Y., dan Matsumoto, J., 2011, The Impact of Long-lasting Northerly Surges of the East Asian Winter Monsoon on Tropical Cyclogenesis and its Seasonal March, Journal of the Meteorological Society of Japan, Vol. 89A, pp. 181 200. Tangang, F.T, Juneng, L., Salimun, E., Vinayachandran, P.N., Seng, Y.K., Reason, C.J.C., Behera, S.K., dan Yasunari, T., 2008, On the Roles of the Northeast Cold Surge, the Borneo Vortex, the Madden-Julian Oscillation, and the Indian Ocean Dipole Mode during the Extreme 2006/2007 Flood in Southern Peninsular Malaysia, Geophys. Res. 10