Pengembangan Sistem Kecerdasan Buatan Berbasis Adaptive Neuro Fuzzy Inference System untuk Diagnosa Penyakit Kanker Paru Sylvia Ayu Pradanawati (1), Syamsul Arifin (2), Andi Rahmadiasah (3) (1)(2)(3) Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Syamp3ai@ep.its.ac.id, andi@ep.its.ac.id, sylvia07@ep.its.ac.id Abstrak Telah dilakukan studi mengenai penerapan Adaptive Neuro Fuzzy Inference System untuk memprediksi penyakit kanker paru. Data yang digunakan berupa data ciri ciri pasien dan data rontgen. Data yang telah didapatkan diolah untuk menganalisa model terbaik sehingga dapat diterapkan pada software prediktor. Software yang telah dibuat divalidasi dengan membandingkan hasil prediksi software dengan keputusan dokter. Parameter yang digunakan dalam menentukan keberhasilan software meliputi RMSE, VAF, dan persen kaberhasilan. Untuk prediksi ciri ciri menghasilkan RMSE training terbaik = 0,49, RMSE testing terbaik = 0,34, VAF training terbaik = 57,3%, dan VAF testing terbaik = 66,6% Sedangkan untuk prediksi rontgen menghasilkan RMSE training terbaik = 0,291, RMSE testing terbaik = 0,25, VAF training terbaik = 56,5%, dan VAF testing terbaik = 62,4%. Keywords ANFIS, ciri ciri, rontgen, kanker paru. I. PENDAHULUAN Penyakit kanker adalah sebuah bentuk perkembangan sel yang sangat cepat di luar batas perkembangan sel pada umumnya. Penyakit ini dapat terjadi di dalam jaringan paru yang disebabkan oleh perubahan bentuk jaringan sel atau ekspansi dari sel itu sendiri. Penyakit ini dapat dideteksi dengan menggunakan hasil rontgen paru paru pasien yang kemudian diolah menjadi data digital dengan menggunakan image processing dan dipadukan dengan analisa dari dokter. Dokter memiliki peran penting sebagai human expert dimana akan menentukan rule base dan diagnosa dari segi medis. Kanker merupakan penyakit pembunuh pertama di dunia. Berdasarkan data dari European CanCer Organization (ECCO), tingkat kanker paru merupakan penyakit dengan tingkat kejadian tertinggi disertai dengan tingkat kematian yang tinggi pula yaitu 1.600.000 kasus dengan 1.350.000 kematian(organisation, 2008). Penanganan kanker paru hendaknya dimulai sejak dini bahkan sebelum terjangkit. Dewasa ini, penanganan kanker paru hanya dapat ditangani oleh dokter spesialis paru di mana belum dapat merambah daerah pelosok. Selain itu, terdapat beberapa kendala salah satunya adalah adanya beberapa kecenderungan pasien untuk memeriksakan keluhan yang diderita setelah kronis dan akibatnya sudah terlambat dalam penanganan. Tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 32,5 juta di tahun 2009(Statistik, 2010). Hal ini pula yang menjadi penyebab penting dalam terhambatnya pemenuhan kebutuhan kesehatan dengan alasan ekonom. Terhambatnya pemenuhan kebutuhan akan kesehatan mendorong meningkatnya kebutuhan tenaga medis dalam hal ini adalah dokter paru untuk lebih banyak diterjunkan ke pelosok. Oleh karena itu, semakin banyak pengembangan dalam bidang ilmu pengetahuan terkait masalah kesehatan, maka akan semakin kaya pengetahuan dari seorang dokter. Dengan alasan di atas, maka penulis mencoba melakukan penelitian dengan membuat sebuah sistem kecerdasan buatan berbasis Adaptive Neuro Fuzzy Inference System untuk diagnosa kanker paru. II. STUDI LITERATUR A. KANKER PARU Secara umum, kanker paru dibedakan menjadi 2 yaitu kanker paru primer dan sekunder. Kanker paru primer Memiliki 2 type utama, yaitu Small cell lung cancer (SCLC) dan Nonsmall cell lung cancer (NSCLC). SCLC adalah jenis sell yang kecil-kecil (banyak) dimana memiliki daya pertumbuhan yang sangat cepat hingga membesar. Penanganan cukup berespon baik melalui tindakan kemoterapi and terapi radiasi. Sedangkan NSCLC adalah merupakan pertumbuhan sel tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari satu daerah di paru. Sedangkan kanker paru sekunder merupakan penyakit kanker paru yang timbul sebagai dampak penyebaran kanker dari bagian organ tubuh lainnya, yang paling sering adalah kanker payudara dan kanker usus (perut). Kanker menyebar melalui darah, sistem limpa atau karena kedekatan organ. B. PENGUJIAN KANKER PARU Sebelum ditetapkan mengidap kanker paru, seorang pasien harus melakukan langkah penyaringan awal. Apabila pada tahap penyaringan awal seorang pasien dinyatakan rawan / dicurigai terkena kanker, maka proses dilanjutkan ke proses diagnosa. Proses ini terdiri dari 2 tahap yaitu diaknosa awal dan lanjut. Proses diagnosa awal terdiri dari pemeriksaan sitologi dan foto thoraks. Adapun penjelasan dari langkah 1
diagnosa awal adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan sitologi Keberhasilan untuk menegakkan diagnosa kanker paru dari pemeriksaan sitologi dahak dipengaruhi oleh cara memperoleh spesimen dan jenis serta ukuran tumor. Dahak yang memenuhi persyaratan pemeriksaan dapat diperoleh melalui batuk spontan dengan bantuan aerosol NaCl, dihangatkan sampai sekitar 45 50 atau melalui spirasi bronchial. Secara keseluruhan hasil pemeriksaan sitologi dapat menegakkan diagnosa hingga 90%(Alsagaff & Mukty, 2002). b. Pemeriksaan foto thoraks Walaupun telah banyak dicapai kemajuan dalam bidang radiologi seperti adanya CT-Scan, scintigraphy, dan sejenisnya, namun x-foto thoraks standart masih merupakan metode yang sangat informatif pada pemeriksaan paru. Hasil dari proses sitologi dan foto thoraks dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian yaitu : TABEL 1 PENGELOMPOKAN SITOLGI DAN FOTO THORAKS (ALSAGAFF, ET AL., 2002) Foto thoraks Sitologi Negatif Positif Negatif A B Positif C D Penggolongan di atas mempengaruhi tindakan diagnosa lanjut di mana akan dilakukan beberapa tahap tes untuk menentukan stadium dari penderita. Untuk kelompok A tetap dilakukan langkah penyaringan tiap 6 bulan, sedangkan untuk kelompok B, C, dan D memerlukan tindakan diagnosa lanjut Dalam tahapan diagnostic lanjut, terdapat beberapa metode. Untuk tugas akhir ini digunakan metode petanda biokimia (Biochemichal Marker) dan endoskopi. Salah satu contoh petanda biokimia yang dikenal adalah CEA. Beberapa patokan yang digunakan untuk mendeteksi kanker dengan menggunakan CEA adalah sebagai berikut : - CEA < 2,5 ng/ml dengan kelainan paru, mungkin penderita kanker paru atau tidak dan sebaiknya tetap dilakukan sesuai tata cara baku penyaringan paru - CEA > 6,5 ng/ml dengan kelainan paru, maka kemungkinan diagnosis paru harus dicari dan dokter mencurigai adanyakanker paru - CEA > 15 ng/ml, pada kasus kanker paru yang akan dibedah harus diragukan/dipertimbangkan kembali kemungkinan dari keberhasilan suatu tindakan pembedahan. Setelah dilakukan tindakan diagnostik lanjut, maka apabila hasil menunjukkan positif baru dapat dilaksanakan stagging atau penentuan stadium dari kanker tersebut. Pada kanker paru jenis SCLC ada 2 stage yaitu limited stage dan extensive Stage. Sedangkan pada NSCLC staging dilakukan dengan sistem TNM (T=Tumor, N=Kelenjar Getah Bening dan M=Metastase). Tahap terakhir dalam pemeriksaan kanker paru adalah tahap rekomendasi. Pada tahap ini dokter member keputusan mengenai pananganan dari kanker tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa tidak semua jenis kanker dapat dioperasi kanker pada tahap I-II masih mungkin dioperasi sedangakan kanker pada tahap III dan IV tidak mungkin dioperasi. Pemberian pengobatan pada kanker paru harus diketahui terlebih dahulu jenis kanker yang menyerang. Kanker jenis bukan sel kecil merupakan kanker yang penanganannya berbeda pada tiap tiap tahapan. Untuk stage kurang dari IIB secara umum dapat dilakukan pembedahan. Akantetapi, pembedahan tersebut dapat juga harus melalui beberapa tahapan. Pada stage IIA, dilakukan kemoterapi Neoadjurvan, kemoterapi 2x, dan radiasi 4000 Gy. Pada stage IIB, harus diperhatikan PS (performance status) penderita untuk dapat dilakukan penanganan. Penderita dengan PS>70 dan PS<70 diperlakukan berbeda. Hal yang sama juga terjadi pada stage IV, yaitu penderita dengan PS<70 dan PS>70 dipelakukan berbeda. Kanker jenis sel kecil, memiliki modalitas terapi hanya pada sitostatika dan radiasi. Pembedahan tidak dilakukan pada sel jenis ini olehkarena seringkali terlambat, artinya saat tumor ditemukan, suda terdapat metastase di tempat lain. Karsinoma jenis sel kecil ini merupakan jenis karsinoma yang relatif peka terhadap sitostatika dan radiasi. C. ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM ANFIS adalah penggabungan mekanisme fuzzy inference system yang digambarkan dalam arsitektur jaringan syaraf. Sistem inferensi fuzzy yang digunakan adalah sistem inferensi fuzzy model Tagaki-Sugeno-Kang (TSK) orde satu dengan pertimbangan kesederhanaan dan kemudahan komputasi. Salah satu contoh ilustrasi mekanisme inferensi fuzzy TSK orde satu dengan dua masukan x dan y. Cara kerjanya seperti sistem FIS biasa akan tetapi cara perhitungannya (algoritmanya) berbeda. Gambar 1 Struktur ANFIS Pada gambar 1 terlihat sistem neuro-fuzzy terdiri atas lima lapisan dengan fungsi yang berbeda untuk tiap lapisannya. Tiap lapisan terdiri atas beberapa simpul yang dilambangkan dengan 2
kotak atau lingkaran. Lambang kotak menyatakan simpul adaptif artinya nilai parameternya bisa berubah dengan pembelajaran dan lambang lingkaran menyatakan simpul nonadaptif yang nilainya tetap. Adapun persamaan untuk setiap lapisan adalah sebagai berikut : Lapisan 1. Semua simpul pada lapisan ini adalah simpul adaptif (parameter dapat berubah) dengan fungsi simpul : 1, = µ = 1+ =1,2, = µ = 1 1+ =3,4 dengan x dan y adalah masukan pada simpul i, A i (atau B i-2 ) adalah fungsi keanggotaan masing-masing simpul. Simpul O 1,i berfungsi untuk menyatakan derajat keanggotaan tiap masukan terhadap himpunan fuzzy A dan B. Fungsi keanggotaan yang dipakai adalah jenis generalized bell (gbell). Parameter a, b, c, pada fungsi keanggotaan gbell dinamakan parameter premis yang adaptif. Lapisan 2. Semua simpul pada lapisan ini adalah nonadaptif (parameter tetap). Fungsi simpul ini adalah mengalikan setiap sinyal masukan yang datang. Fungsi simpul :, = = µ. µ, =1,2 Tiap keluaran simpul menyatakan derajat pengaktifan (firing strength) tiap aturan fuzzy. Fungsi ini dapat diperluas apabila bagian premis memiliki lebih dari dua himpunan fuzzy. Banyaknya simpul pada lapisan ini menunjukkan banyaknya aturan yang dibentuk. Fungsi perkalian yang digunakan adalah interpretasi kata hubung and dengan menggunakan operator t- norm. Lapisan 3. Setiap simpul pada lapisan ini adalah simpul nonadaptif yang menampilkan fungsi derajat pengaktifan ternomalisasi (normalized firing strength) yaitu rasio keluaran simpul ke-i pada lapisan sebelumnya terhadap seluruh keluaran lapisan sebelumnya, dengan bentuk fungsi simpul:, = = +, =1,2 Apabila dibentuk lebih dari dua aturan, fungsi dapat diperluas dengan membagi w i dengan jumlah total w untuk semua aturan. Lapisan 4. Setiap simpul pada lapisan ini adalah simpul adaptif dengan fungsi simpul :, = = + + Pada simpul 4 ini terdapat derajat pengaktifan ternormalisasi dari lapisan 3 dan parameter p, q, r menyatakan parameter konsekuen yang adaptif. Lapisan 5. Pada lapisan ini hanya ada satu simpul tetap yang fungsinya untuk menjumlahkan semua masukan. Fungsi simpul :, = = Jaringan adaptif dengan lima lapisan ini ekivalen dengan sistem inferensi fuzzy TSK. III. METODOLOGI PENELITIAN A. PENGAMBILAN DATA Data pada penelitian ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu data ciri ciri dan data rontgen. Adapun data ciri ciri digunakan untuk mengidentifikasi tingkat resiko penyakit kanker paru pada individu. Sedangkan data rontgen digunakan untuk diagnosa dari seseorang yang telah dicurigai mengidap penyakit paru. Data ciri ciri merupakan kumpulan data yang berisi tentang ciri ciri individu normal dan kanker. Ciri ciri yang digunakan sebagai data dari identifikasi memiliki 4 variabel yaitu banyak rokok per hari, lama merokok, pekerjaan, dan batuk. Sedangkan untuk data rontgen dibedakan atas rontgen normal dan rontgen positif CA. Adapun untuk data rontgen memerlukan langkah pra pengolahan sebelum menjadi data input software. Gambar 2 Paru normal Gambar 3 Paru CA 3
B. PRA PENGOLAHAN Berdasarkan gambar normal dan CA, maka dapat dilihat bahwa pada penderita CA, memiliki luasan putih yang lebih benyak dibandingkan dengan normal. Dari dasar inilah maka dapat dicari rataan warna pada foto rontgen dengan langkah langkah sebagai berikut : a) Scanning Scanning dilakukan untuk mengubah jenis data menjadi digital. Pada proses scanning, rontgen paru dipisan menjadi 2 yaitu paru kanan dan paru kiri. Hal ini dilakukan untuk melihat detail rataan dari masing masing sisi paru. Setelah data berubah menjadi data digital, pixel dari gambar diatur sedemikian rupa sehingga dapat digunakan sebagai input software. Ukuran yang diperkenankan pada software yang telah dibual adalah 160 x 80 pixel. b) Grey Scalling Output dari scanner dapat di-load pada software dan dideteksi sebagai matriks. Matriks yang muncul pada software merupakan matrik skala warna dari hasil rontgen. Pada tahap ini dilakuakn proses grey scalling yaitu melakukan penskalaan dengan cara membagi R G B dengan 3. Cara ini dipilih untuk memudahkan komputasi pada software. c) Normalisasi Proses normalisasi adalah proses membagi semua nilai matriks grey scalling dengan nilai terbesar pada matriks tersebut. Hal ini bertujuan untuk membuat semua gambar yang dimasukkan pada software memiliki bobot yang sama meskipun tingkat brightness dari input berbeda sehingga rataan yang dihasilkan dapat berlaku pada semua gambar. Semua bilangan yang berada pada matrriks normalisasi berkisar antara 0 1. d) Perhitungan rataan warna Setelah didapatkan matriks normalisasi, maka diperlukan sebuah parameter yang mewakili matriks gambar tersebut. Matriks normalisasi merupakan matriks yang berisi kumpulan warna yang telah ternormalisasi dan siap untuk dilakukan komputasi lanjutan. Berdasar pada fakta bahwa pada penderita CA positif memiliki pixel lebih banyak dibandingkan normal, maka dapat dicari dengan cara melakukan proses rataan pada matriks normalisasi tersebut. Nilai rataan ini yang menjadi input ANFI pada tahap diaknosa untuk diprediksi apakan pasien menderita kanker atau tidak. Warna putih memiliki nilai paling tinggi yaitu 255, jadi semakin banyak warna putih yang ada pada rontgen akan menghasilkn rataan yang besar sehingga mengakibatkan hasil deteksi akan semakin meuju ke positif. C. PERANCANGAN MODEL ANFIS Perancangan model dilakukan dengan menggunakan MATLAB untuk mencari parameter premis dan konsekuen yang paling sesuai untuk diaplilasikan ke dalam software. Masing masing input dibedakan menjadi 2 yaitu pendekatan dengan 2 membership function dan 3 membership function. Gambar 4 Membership function dengan 4 input Dari masing masing membership function, dilakukan proses training data. Training data bertujuan untuk mencari error yang paling kecil. Gambar 5 Training Error Setelah didapatkan error yang kecil, maka parameter premis dan consecuent dapat dicari dari masing masing membership function pada FIS Editor. Gambar 6 FIS Editor pada MATLAB D. VALIDASI MODEL ANFIS Proses validasi model dilakukan dengan software ANFIS TOOLBOX pada MATLAB. Dari proses validasi model ini, dapat diketahui tingkat keberhasilan model dalam melakukan prediksi. 4
Software diagnosa memiliki 3 bagian utama yaitu bagian loading gambar, diagnosa awal dan diagnosa lanjut. Nilai positif atau negatif pada paru ditentukan dengan menggunakan ANFIS. b) Software Tahap Staggingg Gambar 7 Data Testing Pada MATLAB E. PERANCANGAN SOFTWARE Software dibuat untuk memudahkan pasien dan dokter mengidentifikasi kanker paru. Sesuai dengan tata urutan pemeriksaan, software dibedakan menjadi 3 tahap yaitu tahap penyaringan, diagnosa, dan stagging. F. SOFTWARE TAHAP PENYARINGAN Gambar 10 Software tahap staging Tahap staging merupakan tahap akhir dalam pemeriksaan kanker. Dengan tahap staging, dapat ditarik rekomendasi dokter untuk penanganan penyakit kanker. G. VALIDASI SOFTWARE Validasi software merupakan tahapan yang memiliki tujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan dari software untuk memprediksi penyakit kanker paru. Metode yang digunakan untuk memvalidasi software adalah dengan membendingkan keputusan dokter dan hasil prediksi software. Parameter yang digunakan adalah RMSE, VAF, serta keberhasilan prediksi Gambar 8 Software tahap penyaringan Software penyaringan digunakan untuk melihat tingkat pengaruh kebiasaan pasien terhadap kanker paru. Data ini menggunakan data input ciri ciri sebagai parameter pemeriksaan. Pengolahan deteksi menggunakan software anfis. IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS MODEL Dari model yang telah didapatkan, hasil validasi meodel menunjukkan bahwa model yang digunakan dapat merepresentasikan keputusan dokter. Hal ini dapat dilihat dari hasil running MATLAB untuk mengevaluasi keputusan. a) Software Tahap Diagnosa Gambar 9 Software tahap diagnosa Gambar 11 Hasil validasi ciri ciri 2 MF 5
RMSE, VAF, dan keberhasilan prediksi. Secara tabel disajikan sebagai berikut : Gambar 12 Hasil validasi ciri ciri 3MF Berdasarkan pendekatan 2 MF dan 3 MF, menghasilkan tingkat akurasi yang tinggi. Dapat dilihat bahwa prediksi tepat berada pada spot keputusan dokter. Sedangkan validasi model untuk rontgen adalah sebagai berikut : TABEL 2 RMSE, VAF, DAN TINGKAT KEBERHASILAN SOFTWARE IDENTIFIKASI PENYAKIT KANKER PARU DATA GROUP MF RMSE Ciri - ciri Rontgen Train Test Train Test VAF (%) HASIL (%) 2 0,49921 52,3337 100 3 0,60747 57,3042 98 2 0,41548 66,6048 92 3 0,34804 54,1573 96 2 0,36419 48,8421 91,43 3 0,29113 56,5538 97,15 2 0,25199 65,4569 90 3 0,27523 62,4914 85 DAFTAR PUSTAKA Gambar 13 Hasil Validasi Rontgen 2 MF Gambar 14 Hasil Validasi rontgen 3 MF Dari hasil validasi rontgen di atas dapat dilihat bahwa 3 MF menunjukkan performansi yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari spot merah yang cenderung labih dekat dengan spot biru apabila dibandingkan dengan 2 MF. Meskipun tidak menunjuk tepat pada spot keputusan, spot prediksi masih mengikuti model dari keputusan sehingga model yang digunakan untuk melakukan prediksi valid. V. ANALISIS SOFTWARE Analisa Software dilakukan dengan membandingkan hasil keputusan dokter dengan prediksi software. Data yang digunakan untuk vallidasi software adalah dengan menggunakan data training (data yang telah digunakan untuk pemodelan) dan data testing (data yang tidak ikut proses pemodelan). Parameter yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan software adalah [1] Alsagaff, Hood och Mukty, H Abdul. 2002. Dasar - dasar ilmu penyakit paru. Surabaya : Airlangga University Press, 2002. ISBN 979-8007-80-8. [2] CancerHelps. 2009. CancerHelps. www.cancerhelps.com. [Online] Global Bioscience, 2009. [Citat: den 27 Juli 2010.] http://www.cancerhelps.com/jenis-kanker-paru.htm. [3] Fuller, Robert. 1995. Neural Fuzzy System. Abo : Abo Akademi University, 1995. [4] Jang, J.S.R. -. Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System. -. [5] Kusumadewi, Sri och Hartati, Sri. 2006. Neuro-Fuzzy Integrasi Sistem Fuzzy dan Jaringan Syaraf. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006. [6] MathWorks, The. 2011. MathWorks. www.mathworks.com. [Online] The MathWorks, 2011. [Citat: den 11 januari 2011.] http://www.mathworks.com/help/toolbox/fuzzy/gbellmf.html. [7] Neuro-Fuzzy System for Diagnosis. Ayoubi, Mihiar och Isermann, Rolf. 1997. -, Germany : Elsevier, 1997, Vol. 89. -. [8] Organisation, European CanCer. 2008. World cancer total chart. eccoorg. [Online] European CanCer Organisation, 2008. [Citat: den 29 July 2010.] http://www.ecco-org.ur/news/cancer-statistics/world-cancer-totalchart/page.aspx/367. [9] Statistik, Subdirektorat Layanan dan Promosi. 2010. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statistik, 2010. BIO DATA PENULIS: Nama : Sylvia Ayu P NRP : 2407100038 TTL :Blitar,19 September 1989 Alamat : Gebang Kidul 70A Riwayat Pendidikan : SDN Babadan I SLTPN 1 Wlingi SMAN 1 Talun Teknik Físika ITS 6