RESPON TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK BIO PADA KONDISI AGROEKOLOGI YANG BERBEDA

dokumen-dokumen yang mirip
RESPON TIGA NOMOR HARAPAN KUNYIT (Curcuma domestica Val.) TERHADAP PEMUPUKAN

PENGARUH PEMUPUKAN PADA KUALITAS SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) DI KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENGARUH PUPUK N DAN POPULASI TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAHE PADA LINGKUNGAN TUMBUH YANG BERBEDA

RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN EKONOMI BUDIDAYA ORGANIK DAN KONVENSIONAL PADA 3 NOMOR HARAPAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorhiza Roxb)

PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG DAUN (Allium fistulosum L.) VARIETAS LINDA AKIBAT PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN PUPUK UREA

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa)

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan

PENGARUH PUPUK N DAN POPULASI TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAHE PADA LINGKUNGAN TUMBUH YANG BERBEDA

ABSTRAK. ABSTRACT The Effect of N Fertilizer and Plant Population on Growth and Productivity of Ginger Under Two Different Agroclimatic Conditions

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH POLATANAM SAMBILOTO - JAGUNG SERTA DOSIS PUPUK ORGANIK DAN ALAM TERHADAP PRODUKSI DAN MUTU SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees)

Peran Media Tanam dan Dosis Pupuk Urea, SP36, KCl Terhadap Pertumbuhan Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L.) dalam Polybag. Oleh: Susantidiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

ABSTRACT SITI ROMELAH. Intensive farming practices system by continuously applied agrochemicals,

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

KEBUTUHAN UNSUR HARA BEBERAPA TANAMAN OBAT BERIMPANG DAN RESPONNYA TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK, PUPUK BIO DAN PUPUK ALAM

Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

RESPON LIMA NOMOR UNGGUL KENCUR TERHADAP PEMUPUKAN

PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN PUPUK HAYATI BIOTAMAX TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN GARUT

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

PENGARUH KOMBINASI TAKARAN PUPUK UREA DAN SP-36 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG DAUN (Allium fistulosum L,) Alumni Fakultas Pertanian 2)

PENGARUH KOMBINASI DOSIS PUPUK KANDANG AYAM DAN SP 18 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG DAUN PADA ANDOSOL

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

PENGARUH WAKTU PEMUPUKAN DAN TEKSTUR TANAH TERHADAP PRODUKTIVITAS RUMPUT Setaria splendida Stapf

Budidaya Padi Organik dengan Waktu Aplikasi Pupuk Kandang yang Berbeda dan Pemberian Pupuk Hayati

Vol 3 No 1. Januari - Maret 2014 ISSN :

ABSTRAK. Oleh. Mitra Suri. Penanaman tomat memerlukan teknik budidaya yang tepat. Aplikasi pemberian

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN UMUR PANEN TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI, DAN KUALITAS HASIL TEMULAWAK DI ANTARA TANAMAN KELAPA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

HASIL PERCOBAAN. C N C/N P K Ca Mg ph Cu Zn Mn (%) (%) ppm Kompos 9,5 0,5 18,3 0,5 0,8 0,6 0,2 7,2 41,9 92,4 921,8 Kompos diperkaya

RESPON PERTUMBUHAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) UB2 PADA PENAMBAHAN PUPUK N DAN K DI MUSIM KEMARAU

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI

PENGARUH PEMUPUKAN ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN MUTU TIGA NOMOR HARAPAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.) DI CIBINONG BOGOR

PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN MUTU SERAIWANGI

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

Aplikasi Pemupukan Berimbang untuk Peningkatan Laju Pertumbuhan Tanaman Gaharu (Gyrinops verstegii) di Kabupaten Tabanan

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG DAN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI NILAM PADA TANAH PODSOLIK MERAH KUNING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK KANDANG DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH

Pertumbuhan Dan Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Dengan Pemberian Pupuk Kandang Sapi Dan Pupuk Fosfat

PERKEMBANGAN CACING Pontoscolex corethrurus PADA MEDIA KULTUR DENGAN BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK DAN TEKSTUR TANAH SKRIPSI OLEH :

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.1, Januari 2017 (22):

HASIL DAN PEMBAHASAN

SKRIPSI. Oleh MOCHAMAD IQBAL WALUYO H

SKRIPSI RESPON KACANG TANAH DAN JAGUNG TUMPANGSARI SECARA DERET PENGGANTIAN TERHADAP PUPUK ORGANIK PENGGANTI NPK. Oleh Yuni Restuningsih H

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

JURNAL SAINS AGRO

PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG SAPI DAN PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KANGKUNG DARAT (Ipomoea reptans. Poir)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

PENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH. (Anthocephalus macrophyllus (Roxb)Havil)

HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

PENGARUH POPULASI TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) PADA TAHUN KETIGA

MODEL SIMULASI KELAYAKAN LAHAN PENGEMBANGAN LADA ORGANIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

Pengaruh Pupuk Organik Kotoran Sapi Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

PUPUK UREA-ZEOLIT PADA TANAH SAWAH INCEPTISOL CIOMAS DAN VERTISOL CIRANJANG. Oleh AJENG WISMA DWI ASIURTNI A

Soilrens, Volume 14 No.2 Tahun 2016

PENGARUH DOSIS PUPUK MAJEMUK NPK DAN PUPUK KANDANG SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MELON (Cucumis melo L.)

SOIL CHARACTERISTICS EFFECT TO GREEN ONION PRUDUCTION AND LAND ECONOMIC VALUE (Case Study in West Java)

PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA BERBAGAI DOSIS PUPUK KANDANG

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG

PENGARUH LOKASI PRODUKSI DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BENIH JAHE (Zingiber officinale L.)

Made Deviani Duaja 1), Nelyati 1) and Hisar Tindaon 2) Fakultas Pertanian, Universitas Jamabi

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) atau yang sering disebut Brambang

PENGARUH BEBERAPA KOMBINASI KOMPOS KEMPAAN GAMBIR DAN PUPUK NPK 15:15:15 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.

POLA TANAM JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Var. amarum) DENGAN BAWANG DAUN DAN KACANG MERAH DI KABUPATEN MAJALENGKA JAWA BARAT

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

THE EFFECT OF AZOLLA AND N FERTILIZER APLICATION ON RICE FIELD (Oryza sativa L.) VARIETY INPARI 13

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TEMU IRENG (Curcuma aeroginosa) DI ANTARA KELAPA GENJAH KUNING NIAS

ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

KAJIAN PENGGUNAAN PUPUK BIOURIN SAPI DAN PUPUK ANORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG DAUN (Allium fistulosum L.)

Transkripsi:

Jurnal Littri 15 (4), Desember 2009. Hlm. 162 167 ISSN 0853-8212 JURNAL LITTRI VOL 15 NO. 4, DESEMBER 2009 : 162-167 RESPON TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK BIO PADA KONDISI AGROEKOLOGI YANG BERBEDA MUCHAMAD YUSRON Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor E-mail : much_yusron@yahoo.com (Terima tgl. 11-5 - 2009 Terbit tgl. 2 11 2009) ABSTRAK Efisiensi pemupukan dan peningkatan produktivitas temu-temuan dapat dilakukan dengan penggunaan pupuk bio. Penelitian untuk mengetahui respon temulawak terhadap pupuk bio telah dilaksanakan di dua kondisi agroekologi yang berbeda di Kabupaten Boyolali, yakni di Desa Wonoharjo, Kecamatan Kemusu (jenis tanah Mediteran coklat tua, 200 m dpl, tipe iklim C, tegakan jati umur 3 tahun, intensitas cahaya sekitar 60%), dan Desa Kaligentong, Kecamatan Ampel (Andosol, 600 m dpl, tipe iklim B, hutan sengon rakyat, intensitas cahaya sekitar 40%). Penelitian dilaksanakan mulai Oktober 2002 sampai September 2003. Jarak tanam temulawak 50 cm x 75 cm, luas petak 10 m x 10 m. Penelitian disusun menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3 perlakuan dan 9 ulangan. Perlakuan adalah dosis pupuk bio, yaitu (i) 0, (ii) 45, dan (iii) 90 kg/ha. Sedangkan pupuk dasar yang diberikan adalah 10 ton pupuk kandang + 200 kg urea + 200 kg SP-36 + 200 kg KCl per ha. Pupuk bio yang digunakan mengandung mikroorganisme aktif Azospirillum lipoferum Beijerincki, Azotobacter vinelandii Beijerincki, Aeromonas punctata Zimmermann, dan Aspergillus niger van Tiegham. Pupuk urea diberikan tiga kali, masing-masing 1/3 bagian pada 1, 2, dan 3 bulan setelah tanam (BST). Pengamatan dilakukan terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah anakan, produksi rimpang dan mutu rimpang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anakan tidak dipengaruhi oleh kondisi agroekologi. Pupuk bio secara nyata mampu meningkatkan produktivitas temulawak, namun peningkatan tersebut dipengaruhi oleh kondisi agroekologi. Penambahan pupuk bio sebesar 45 dan 90 kg/ha meningkatkan produksi rimpang segar temulawak sebesar 24 dan 47%. Mutu simplisia yang dihasilkan memenuhi standar Materia Medica Indonesia. Kata kunci : Curcuma xanthorrhiza Roxb, pupuk bio, kondisi agroekologi ABSTRACT Response of Java Turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb) to Biofertilizers Application Under Different Agroecological Condition Fertilization efficiency and yield of zingiberaceae may be improved through the application of biofertilizers. A field experiment to evaluate the response of Java turmeric to the application of biofertilizers under different agroecological conditions was carried out at Wonoharjo, Kemusu Subdistrict (dark brown Mediterranean soil, 200 m asl., climate type C, 3 years teak plantation, light intensity 60%), and Kaligentong, Ampel Subdistrict (Andosol, 600 m asl., climate type B, 5 years albizia plantation, light intensity 40%). Both experimental sites were located at Boyolali District. The experiment was conducted from October 2002 to September 2003. Planting distance was 50 cm x 75 cm, and plot size was 10 m x 10 m. The experiment was arranged using randomized block design with three treatments and 9 replicates. The treatments were biofertilizer dosage, i.e. (i) 0, (ii) 45 and (iii) 90 kg/ha. Inorganic fertilizers was applied as basal fertilization, i.e. 10 ton manure + 200 kg urea + 200 kg SP-36 + 200 kg KCl per hectare. Biofertilizer contained some active microorganisms, i.e. Azospirillum lipoferum Beijerincki, Azotobacter vinelandii Beijerincki, Aeromonas punctata Zimmermann and Aspergillus niger van Tiegham. Urea was applied 1/3 dosage each at 1, 2, 3 months after planting (MAP). Manure was applied a week before planting, while SP-36 and KCl were applied at planting time. Parameters observed were plant height, numbers of clump, fresh rhizome yield and dried rhizome quality. The results showed that plant growth was not significantly affected by agroecological conditions. Biofertilizers significantly affected crop yield, however, the increase of crop yield was affected by agroecological conditions. Application 45 and 90 kg/ha of biofertilizers of increased fresh rhizome yield of about 24 and 47%. Dried rhizome quality of all treatments meet Materia Medica Indonesia standard. Keywords : Curcuma xanthorrhiza Roxb, biofertilizers, agroecological conditions PENDAHULUAN Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu dari sembilan jenis tanaman unggulan dari Ditjen POM yang memiliki banyak manfaat sebagai bahan obat. Tanaman ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas, baik dipergunakan oleh masyarakat dalam pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan atau pengobatan penyakit, maupun dalam industri obat tradisional dan kosmetika (HERNANI, 2001). Manfaat temulawak untuk kesehatan cukup banyak, di antaranya untuk memperbaiki nafsu makan, fungsi pencernaan, fungsi hati, mengurangi nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak darah, menghambat penggumpalan darah, sebagai antioksidan, dan memelihara kesehatan (BADAN POM, 2004). Melihat banyaknya manfaat temulawak, pada tahun 2004 pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Minum Temulawak. Temulawak merupakan komponen penyusun hampir setiap jenis obat tradisional yang dibuat di Indonesia. Hasil survei pemanfaatan tanaman obat dalam industri obat tradisional menunjukkan bahwa temulawak dipergunakan sebagai bahan baku 44 jenis produk obat tradisional. Penggunaan temulawak mengalami perkembangan, dimulai dari sediaan obat tradisional, melalui sediaan obat herbal terstandar, akhirnya menjadi sediaan fitofarmaka. Saat ini total serapan temulawak dalam industri obat tradisional dan 162

MUCHAMAD YUSRON : Respon temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) terhadap pemberian pupuk bio pada agroekologi yang berbeda obat fitofarmaka diperkirakan mencapai 8.750 ton/tahun (KEMALA et al., 2004). Sementara itu ekspor temulawak Indonesia ke Jerman pada tahun 1999 hanya menduduki urutan ke-33 berdasarkan volume yaitu 106 ton dan urutan ke-41 berdasarkan nilai yaitu US $ 154,000.00, padahal peluang untuk mengisi pasar luar negeri sangat luas. Pesaing Indonesia di pasar Internasional adalah India, Indocina, dan Hongaria (BPEN DEPERINDAG dalam DIREKTORAT ANEKA TANAMAN, 2000). Bagian yang berkhasiat dari temulawak adalah rimpangnya yang mengandung berbagai komponen kimia, di antaranya zat kuning kurkumin, protein, pati, dan minyak atsiri. Pati, salah satu komponen terbesar temulawak sering disebut sebagai pati yang mudah dicerna sehingga disarankan digunakan sebagai makanan bayi. Minyak atsirinya mengandung senyawa phelandren, kamfer, borneol, sineal, xanthorhizol. Kandungan xanthorizol dan kurkumin ini yang menyebabkan temulawak sangat berkhasiat (AFIFAH, 2003). Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman adalah asupan bahan organik dan anorganik dengan dosis optimal. Untuk mengoptimalkan produktivitas temulawak, saat ini petani banyak menggantungkan pada pupuk organik dan buatan. Upaya untuk meningkatkan efisiensi pemupukan dan peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk bio. Beberapa spesies mikroorganisme yang banyak dimanfaatkan sebagai pupuk bio antara lain adalah Azospirillum sp., Azotobacter sp., dan Aspergillus sp. (LYNCH, 1983; GOENADI et al., 2000), Bacillus megaterium dan B. patontheticus (WIDAWATI dan SULIASIH, 2006). Setiap mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk melarutkan atau mengikat unsur hara. Azospirillum sp mampu menangkap dan mengikat nitrogen atmosfer, sedangkan Aspergillus sp. mampu melarutkan fosfat tanah (RUIZ, 2003). Dengan demikian, pemakaian pupuk bio diharapkan mampu meningkatkan efisiensi penggunaan unsur hara. Efisiensi pemupukan juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tumbuh, antara lain kondisi tanah, suhu, dan curah hujan. Ketersediaan unsur hara dari pupuk yang diaplikasikan dipengaruhi oleh kondisi tanah, seperti tekstur tanah, kandungan bahan organik, dan kandungan unsur hara dalam tanah. Pertumbuhan dan hasil tanaman juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat tumbuh, yang secara langsung akan menentukan suhu udara, dan efisiensi metabolisme tanaman. Faktor lain yang juga berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi tanaman adalah curah hujan, yang selanjutnya akan menentukan jumlah air yang tersedia bagi pertumbuhan tanaman. Dengan memperhatikan faktor tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui respon temulawak terhadap aplikasi pupuk bio pada kondisi agroekologi yang berbeda. BAHAN DAN METODE Percobaan dilakukan pada dua kondisi agroekolgi yang berbeda di Kabupaten Boyolali, yakni di Desa Wonoharjo, Kecamatan Kemusu dan Desa Kaligentong, Kecamatan Ampel. Lokasi penelitian di Desa Wonoharjo terletak pada ketinggian tempat 200 m dpl., jenis tanah Mediteran coklat tua, tipe iklim C menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Fergusson, dan di bawah tegakan hutan jati umur 3 tahun dengan intensitas penyinaran sekitar 60%. Lokasi penelitian di Desa Kaligentong terletak pada ketinggian tempat 600 m dpl., jenis tanah Andosol, tipe iklim B, dan di bawah tegakan hutan rakyat sengon umur 5 tahun dengan intensitas penyinaran sekitar 40%. Penelitian dilaksanakan mulai Oktober 2002 sampai September 2003. Jarak tanam temulawak 50 cm x 75 cm, luas petak 10 m x 10 m. Percobaan di masing-masing lokasi disusun menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3 perlakuan dan 9 ulangan. Perlakuan adalah dosis pupuk bio EMAS, terdiri atas 0, 45, dan 90 kg/ha. Pupuk dasar yang diberikan adalah 10 ton pupuk kandang + 200 kg Urea + 200 kg SP36 + 200 kg KCl per ha. Pupuk urea diberikan tiga kali, masing-masing 1/3 bagian pada 1, 2 dan 3 bulan setelah tanam (BST). Mikroorganisme aktif dari pupuk bio yang digunakan adalah formula dari Azospirillum lipoferum Beijerincki, Azotobacter vinelandii Beijerincki, Aeromonas punctata Zimmermann, dan Aspergillus niger van Tiegham. Pengamatan dilakukan terhadap peubah pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun) dan peubah produksi (bobot rimpang segar, produksi per ha). Kondisi Tanah HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi tanah di kedua lokasi penelitian sangat berbeda. Hasil analisis tanah di kedua lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Jenis tanah di Desa Wonoharjo termasuk dalam kelompok Mediteran Coklat Tua. Kandungan C organik, N total, dan P tersedia tergolong sangat rendah, sedangkan C/N ratio (11,63) dan K (7,66 me/100 g tanah) tergolong sedang. Demikian juga dengan kapasitas tukar kation yang tergolong rendah (18,62 me/100 g tanah). Kandungan liat tanah cukup tinggi (55,11%), sehingga tekstur tanah termasuk dalam klasifikasi liat. Kondisi kesuburan tanah di Desa Kaligentong, Kecamatan Ampel lebih baik dibandingkan dengan tanah di Desa Wonoharjo. Hasil analisis tanah memperlihatkan bahwa ph tanah agak masam (5,97), kandungan unsur hara N, P, K, Ca, dan Mg berkisar antara rendah sampai sedang. 163

JURNAL LITTRI VOL 15 NO. 4, DESEMBER 2009 : 162-167 Jenis tanah Andosol mempunyai struktur tanah yang remah sehingga mudah diolah, kandungan bahan organik tinggi (3,03%), nilai KTK tinggi (27,18 me/100 g tanah) dan kelas tekstur tanah lempung berpasir. Pertumbuhan Tanaman Respon temulawak terhadap pupuk bio di kedua lokasi memperlihatkan kecenderungan yang sama, dimana penambahan pupuk bio secara nyata meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah anakan yang terbentuk. Hasil analisis statistik memperlihatkan bahwa kondisi agroekologi dan dosis pupuk bio secara terpisah berpengaruh terhadap tinggi tanaman (Tabel 1). Tanaman temulawak tumbuh lebih tinggi di Desa Kaligentong dibandingkan di Desa Wonoharjo. Dengan adanya penambahan pupuk bio 45 kg/ha dan 90 kg/ha, tinggi tanaman meningkat sekitar 5% dan 10%. Jumlah anakan temulawak di dua lokasi penelitian tidak berbeda nyata, tetapi dengan adanya penambahan pupuk bio pada kedua lokasi penelitian menunjukkan peningkatan yang berbeda (Tabel 2). Di Desa Wonoharjo, jumlah anakan meningkat sebesar 15% dan 41% sebagai akibat penambahan pupuk bio sebesar 45 kg/ha dan 90 kg/ha. Sementara itu, jumlah anakan temulawak di Desa Kaligentong meningkat sebesar 12% dengan penambahan pupuk bio sebesar 45 kg/ha dan 30% pada pemberian pupuk bio sebesar 90 kg/ha. Hasil ini memperlihatkan respon temulawak terhadap aplikasi pupuk bio dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tumbuh. Hasil analisis statistik memperlihatkan bahwa pada perlakuan tanpa pupuk bio, jumlah anakan yang terbentuk di Desa Wonoharjo tidak berbeda nyata dengan di Desa Kaligentong. Namun persentase peningkatan jumlah anakan di Desa Wonoharjo lebih tinggi dibandingkan di Desa Kaligentong. Aplikasi pupuk bio pada tanah yang kurang subur mampu memperbaiki kondisi tanah, sehingga pertumbuhan jumlah anakan menjadi lebih baik. Adanya mikroorganisme aktif dalam pupuk bio mampu memperbaiki ketersediaan unsur hara dan meningkatkan aktivitas perakaran tanaman. Produksi Tanaman Tabel 3 memperlihatkan bahwa produktivitas temulawak dipengaruhi oleh kondisi agroekologi. Hasil analisis statistik memperlihatkan bahwa ada interaksi antara pengaruh kondisi agroekologi dan dosis pupuk bio. Produksi rimpang segar tertinggi diperoleh di Desa Wonoharjo dengan dosis pupuk bio 90 kg/ha. Produksi rimpang segar tanpa pupuk bio di Desa Wonoharjo adalah 11,28 ton/ha, lebih tinggi dibandingkan dengan di Kaligentong (7,84 ton/ha). Perbedaan ini berkaitan dengan kondisi tekstur tanah. Perkembangan dan pengisian rimpang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air, udara, dan unsur hara tanah. Tekstur tanah yang lebih kasar di Kaligentong mempunyai kemampuan yang rendah dalam mengikat dan melepas air dan unsur hara untuk dimanfaatkan oleh tanaman. Banyak unsur hara yang tercuci karena adanya air perkolasi yang tinggi. Berbeda dengan tekstur tanah di Wonoharjo dengan kandungan liat tinggi menyebabkan tanah lebih efisien dalam mengikat dan melepaskan air dan unsur hara bagi tanaman. Dengan kondisi yang lebih menguntungkan menghasilkan ukuran rimpang di Wonoharjo lebih besar dibandingkan di Kaligentong, sehingga produktivitas temulawak lebih tinggi. Tabel 1. Pengaruh aplikasi pupuk bio terhadap tinggi tanaman (cm) umur 4 BST pada dua lokasi dengan kondisi agroekologi yang berbeda Table 1. Effect of biofertilizer application on plant height (cm) at 4 MAP under different agroecological conditions Dosis pupuk bio Tinggi tanaman Dosage of Biofertilizers (kg/ha) Plant height (cm) Lokasi Wonoharjo 157.30 a Kaligentong 162.20 b Dosis pupuk bio (kg/ha) 0 153.25 a 45 158.00 b 90 168.00 c Keterangan : *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan Note : *) Numbers followed by the same letters in the same column are not significantly different at 5% probability test by Duncan Tabel 2. Pengaruh aplikasi pupuk bio terhadap jumlah anakan umur 4 BST pada dua lokasi dengan kondisi agroekologi yang berbeda Table 2. Effect of biofertilizer application on number of clumps at 4 MAP under different agroecological conditions Dosis pupuk bio Dosage of Biofertilizers (kg/ha) Jumlah anakan Number of clumps Wonoharjo Kaligentong 0 2,50 a 2,70 a 45 2,90 ab 3,00 ab 90 3,60 b 3,60 b Keterangan : *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan Note Tabel 3. Table 3. Dosis pupuk bio Dosage of Biofertilizers (kg/ha) : *) Numbers followed by the same letters in the same column are not significantly different at 5% probability test by Duncan Pengaruh pemberian pupuk bio terhadap hasil bobot segar rimpang remulawak pada kondisi agroekologi yang berbeda Effect of biofertilizers application on fresh rhizome yield of Java turmeric under different agroecological conditions Bobot rimpang segar Fresh rhizome weight (g/rumpun) g/clump Produksi rimpang segar Fresh rhizome yield (ton/ha) Wonoharjo Kaligentong Wonoharjo Kaligentong 0 604 c 420 a 11,28 c 7,84 a 45 757 e 514 b 14,13 e 9,60 b 90 887 f 617 d 16,56 f 11,52 d Keterangan : *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan Note : *) Numbers followed by the same letters in the same column are not significantly different at 5% probability test by Duncan 164

MUCHAMAD YUSRON : Respon temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) terhadap pemberian pupuk bio pada agroekologi yang berbeda Intensitas penyinaran matahari juga menentukan pertumbuhan dan perkembangan rimpang temulawak. Temulawak membutuhkan penyinaran matahari yang cukup untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Peningkatan tingkat naungan akan mengurangi intensitas penyinaran yang diterima oleh tanaman, sehingga menurunkan produksi tanaman. Tingkat naungan di bawah jati di Desa Wonoharjo sekitar 60%, sedangkan tingkat naungan di bawah sengon di Desa Kaligentong sekitar 40%. JANUWATI dan YUSRON (2003) melaporkan bahwa produktivitas jahe menurun dengan peningkatan tingkat naungan. Tanaman temu-temuan umumnya merupakan tanaman yang tahan naungan, namun demikian produksi rimpang menurun tajam jika intensitas penyinaran kurang dari 50%. Pemberian pupuk bio secara nyata meningkatkan produksi tanaman temulawak. Respon temulawak terhadap aplikasi pupuk bio berbeda di masing-masing kondisi agroekologi. Pada dosis pupuk anorganik sesuai rekomendasi, produksi di kedua lokasi penelitian adalah 604 g/rumpun dan 420 g/rumpun, atau setara dengan 11,28 ton/ha dan 7,84 ton/ha, masing-masing untuk Desa Wonoharjo dan Desa Kaligentong. Di Desa Kaligentong pemberian pupuk bio sebesar 45 kg/ha hanya mampu meningkatkan produksi temulawak sebesar 22%, sedangkan di Desa Wonoharjo mampu meningkatkan produksi temulawak sebesar 25%. Tetapi pemberian pupuk bio sebesar 90 kg/ha memberikan pengaruh yang sama di kedua lokasi penelitian, yakni mampu meningkatkan produksi temulawak sebesar 47%. Pengaruh pemberian pupuk bio terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman temu-temuan tampaknya ditentukan oleh kondisi kesesuaian tanah untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme. Hasil penelitian penggunaan pupuk bio pada kencur (YUSRON dan JANUWATI, 2003), jahe (JANUWATI dan YUSRON, 2003), dan kunyit (YUSRON dan JANUWATI, 2004) memperlihatkan bahwa mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi ternaungi. Sebaliknya pada kondisi monokultur terbuka, mikroorganisme yang ditambahkan tidak dapat berkembang dengan baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini, dimana penambahan pupuk bio meningkatkan produktivitas tanaman temulawak. Penambahan pupuk bio yang mengandung beberapa mikroorganisme mempengaruhi ketersediaan unsur hara dan aktivitas perakaran tanaman. Azotobacter vinelandii Beijerincki mampu mengikat N yang ada di atmosfer dan mengkoversinya menjadi NH 4 -N, bentuk yang tersedia bagi tanaman. Sedang Aspergillus niger, di samping mampu meningkatkan P terlarut dan tersedia bagi tanaman, mikroorganisme ini juga menghasilkan ethylene yang dapat memacu pertumbuhan akar, serta memacu perkembangan akar lateral (RUIZ, 2003). Adanya penambahan mikroorganisme melalui pupuk bio juga memperbaiki kondisi fisik tanah. Beberapa mikro-organisme menghasilkan polisakarida yang dapat memperbaiki agregasi tanah dan memperbaiki aerasi dan perkolasi tanah (HORNBY, 1990). Kondisi demikian menjadi media yang baik untuk perkembangan rimpang temulawak. Kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah yang berimbang meningkatkan ketersediaan dan serapan hara tanah oleh tanaman, yang selanjutnya membentuk keseimbangan antara wadah (sink) dan sumber (source). Hal demikian memungkinkan pembentukan dan pengisian rimpang secara maksimum (CARLSON, 1980) Secara ekonomi, penambahan pupuk bio pada budidaya temulawak dengan pemupukan standar secara nyata cukup menguntungkan. Dengan penambahan pupuk bio sebesar 90 kg/ha, produksi temulawak meningkat antara 3,68 5,28 ton/ha. Dengan asumsi harga jual temulawak adalah Rp. 1.500/kg dan harga pupuk bio adalah Rp. 5.000/kg, maka keuntungan tambahan yang diperoleh berkisar antara Rp. 5.000.000 sampai Rp. 7.400.000 per hektar. Sedangkan dengan penambahan pupuk bio sebesar 45 kg/ha, maka keuntungan tambahan yang diperoleh antara Rp. 2.150.000 sampai Rp. 3.800.000 per hektar. KESIMPULAN Produksi rimpang segar temulawak dipengaruhi oleh kondisi agroekologi. Produktivitas rata-rata di Desa Wonoharjo dan Kaligentong masing-masing adalah 13,99 ton/ha dan 9,65 ton/ha. Pupuk bio secara nyata mampu meningkatkan produktivitas temulawak, namun peningkatan tersebut dipengaruhi oleh kondisi agroekologi. Produksi rata-rata rimpang temulawak segar dengan paket pemupukan anorganik sesuai rekomendasi adalah 9,56 ton/ha, meningkat menjadi 11,86 ton/ha dan 14,04 ton/ha dengan penambahan pupuk bio sebesar 45 kg/ha dan 90 kg/ha, atau meningkat sebesar 24% dan 47%. DAFTAR PUSTAKA AFIFAH, E. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak: Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit. Agro Media Pustaka, Jakarta. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI. 2004. Informasi temulawak Indonesia, 36p. CARLSON, P.S. 1980. The Biology of Crop Productivity. Academic Press. New York. 453p. DIREKTORAT ANEKA TANAMAN. 2000. Budidaya Tanaman Temulawak. Jakarta. 44p. GUNAWAN, D. dan S. MULYANI. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Penebar Swadaya, Jakarta... GOENADI, D.H., SISWANTO, and Y. SUGIARTO. 2000. Bioactivation of poorly soluble phosphate rocks with a phosphorus-solubilizing fungus. Soil Sci. Soc. Am. J. 64:927-932. 165

JURNAL LITTRI VOL 15 NO. 4, DESEMBER 2009 : 162-167 HERNANI. 2001. Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.) tumbuhan obat Indonesia. Penggunaan dan khasiatnya. Pustaka Popular Obor, Jakarta.p.130-132. HORNBY, D. 1990. Biological control of soil borne plant pathogens. C.A.A International. 479p. JANUWATI, M. dan M. YUSRON. 2003. Pengaruh P-alam, pupuk bio dan zeolit terhadap produktivitas jahe (Zingiber officinale Rosc.). Jurnal Ilmiah Pertanian Gakuryoku. p.125-128. KEMALA, S., SUDIARTO, E.R. PRIBADI, JT. YUHONO, M. YUSRON, L. MAULUDI, M. RAHARJO, B. WASKITO, dan H. NURHAYATI. 2004. Serapan, pasokan dan pemanfaatan tanaman obat di Indonesia. Laporan Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.187-247. LYNCH, J. M. 1983. Soil Biotechnology. Microbiological Factors in Crop Productivity. Blackwell Scientific Publications. RUIZ, E.L. 2003. The Bio-Plus Activator. Its Discovery and Application. (Unpublished) WIDAWATI, S. dan SULIASIH. 2006. Augmentasi bakteri pelarut fosfat (BPF) potensial sebagai pemacu pertumbuhan Caysin (Brasica caventis Oed.) di tanah marginal. Biodiversitas 7(1):10-14. YUSRON, M. and M. JANUWATI. 2003. Improvement phosphate use efficiency on east Indian galangae production. Proceedings of International Symposium on Biomedicines, Bogor, 18-19 September 2003. p. 156-163. YUSRON, M. dan M. JANUWATI. 2004. Pengaruh pupuk bio terhadap pertumbuhan dan produksi kunyit (Curcuma domestica Vahl.) di bawah hutan rakyat sengon. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional XI Persada di Bogor, 5 Juli 2004. 8p. 166

MUCHAMAD YUSRON : Respon temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) terhadap pemberian pupuk bio pada agroekologi yang berbeda Lampiran 1. Analisis sifat fisik dan kimia tanah lokasi penelitian Appendix 1. Soil physical and chemical analysis of experimental site soil Parameter Wonoharjo Kaligentong Nilai Value Kategori Category Nilai Value Kategori Category ph 5,88 Agak masam Slightly acid 5,97 Agak masam Slightly acid C-Organik C-Organic (%) 0,69 Sangat rendah Very low 3,03 Tinggi High N-Total (%) 0,80 Sangat rendah Very low 0,27 Sedang Medium C/N ratio 11,63 Sedang Medium 10,43 Sedang Medium P-Tersedia Available P (ppm) 8,71 Sangat rendah Very low 1,01 Sangat rendah Very low Basa dapat ditukar Exchangeable base (me/100 g) K 7,66 Sedang Medium 0,52 Sedang Medium Na 1,39 Sedang Medium 0,68 Sedang Medium Ca 0,24 Rendah Low 8,28 Sedang Medium Mg 0,33 Rendah Low 0,88 Rendah Low KTK CEC (me/100 g) 18,62 Rendah Low 27,18 Tinggi High Kejenuhan Basa Base saturation (%) 51,66 Tinggi High 38,12 Rendah Low Tekstur tanah Soil texture Lempung berliat Clay loam Lempung berpasir Sandy loam Pasir Sand (%) 27,26 48,55 Debu Silt (%) 17,63 40,13 Liat Clay (%) 55,11 11,33 167

168 JURNAL LITTRI VOL 15 NO. 4, DESEMBER 2009 : 162-167