BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar S 1 Keperawatan. Oleh: WAHYUNI J

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS PEMBANTU SIDOMULYO WILAYAH KERJA PUSKESMAS DEKET KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi saluran pernafasan

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tubuh) terhadap penyakit (Biddulph, 1999). Salah satu penyakit. yang umumnya diderita oleh bayi dan balita adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN KEKAMBUHAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PEKALONGAN SELATAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008).

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT( ISPA ) PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK

Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : e-issn : Vol. 2, No 4 April 2017

BAB I LATAR BELAKANG

OLEH: IMA PUSPITA NIM:

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan dalam pembangunan kesehatan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DENGAN PENANGANAN BALITA ISPA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tinggi, walaupun dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG STATUS GIZI BALITA DENGAN FREKUENSI TERJADINYA ISPA DI DESA KEBONDALEM

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL ABSTRAK

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN ISPA PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWANTORO I SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN ISPA PADA BAYI DI PUSKESMAS KECAMATAN SEGEDONG.

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan bagian dari upaya

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

sangat berlebihan dan juga tidak realistik, seperti selalu memanggil petugas kesehatan walaupun demamnya tidak tinggi (Youssef et al, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita

BAB I PENDAHULUAN. kematian terbesar kedua di dunia setelah Human Immunodeviciency Virus

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang sangat mendasar dan menjadi prioritas dalam program

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus. Campak disebut juga rubeola, morbili, atau measles. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja (Manalu, Marsaulina,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG ISPA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. Begitu sempurna Allah SWT menciptakan manusia (QS. At-tiin) yang. semaksimal mungkin. Dalam wawasan yang lebih luas, anak merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara berkembang dari pada negara maju. Di antara banyak bentuk

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Anak merupakan generasi penerus bangsa untuk melanjutkan

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS PIYUNGAN BANTUL TAHUN 2010 NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

Informasi penyakit ISPA

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling sering mengenai bayi dan anak. Bayi yang masih sangat muda akan sangat mudah tertular, penularan masih tetap terjadi karena seseorang yang pilek akan sering memegang hidungnya karena rasa gatal atau membuang ingusnya. Jika tidak segera mencuci tangan akan menjadi sumber penularan. Batuk pilek adalah infeksi primer nasofaring dan hidung yang sering mengenai bayi dan anak. Menurut WHO (World Health Organization = organisasi kesehatan dunia), pengeluaran lendir atau gejala pilek terjadi pada penyakit flu ringan disebabkan karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus atau coronavirus. Penyakit ini dapat disertai demam pada anak selama beberapa sampai tiga hari. Sedangkan pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran napas bagian atas (Wiraguna, 2009). Penyakit batuk pilek juga dapat mengenai orang dewasa tetapi berbeda karakteristiknya. Pada bayi dan anak penyakit ini cenderung berlangsung lebih berat karena karena infeksi mencangkup daerah sinus paranasal, telinga tengah, dan nasofaring disertai demam tinggi, sedangkan pada orang dewasa hanya terbatas, dan tidak menimbulkan demam yang tinggi. Infeksi Saluran Pernafasan Atas atau yang selanjutnya disingkat ISPA sering terjadi pada anak-anak. Penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia 1

2 diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun), artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6 kali setahun. ISPA merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh anak-anak. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme (bakteri dan virus) kedalam organ pernafasan yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2002). ISPA sangat umum terjadi pada bayi dan anakanak, sebagian besar disebabkan oleh virus, dan sehingga tidak ada pengobatan khusus (Purssell, 2009). Flu biasa didefinisikan sebagai ISPA yang ditandai dengan pilek, batuk ringan, dan demam ringan (Manal, 2008). ISPA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah sebanyak 62.588 penderita pada balita pada tahun ini. Rendahnya tingkat pendidikan merupakan faktor penyebab ketidaktahuan ibu tentang ISPA yang berpengaruh terhadap penatalaksanaan ISPA dirumah. Pendidikan ibu yang rendah mempunyai pengetahuan yang rendah dalam pencegahan dan penanganan terhadap balita yang sakit. Faktor ekonomi yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada anak balita antara lain berupa pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan pendapatan keluarga. Ekonomi dan pendidikan dianggap sebagai faktor resiko penting untuk ISPA. Peranan dan keterlibatan ibu sangat berpengaruh terhadap penurunan angka kematian ISPA pada balita. Namun saat ini peranan ibu belum jelas terlihat, terkadang ibu belum mampu mengenali gejala ISPA yang dialami oleh anaknya sampai memafaatkan pelayanan kesehatan secara optimal sehingga penyakit ISPA menjadi penyebab kematian utama pada anak dengan ISPA. Keparahan penyakit dapat menyebabkan

3 kekhawatiran orang tua terhadap keselamatan anak (Ingram, 2013). Dukungan dan kepastian keluarga merupakan elemen penting untuk perawatan anak dengan ISPA. Penelitian Huriah, (2008) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan ibu menunjukkan bahwa prosentase jumlah ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah, dalam hal ini hanya menempuh pendidikan sampai jenjang SMP lebih banyak yaitu 41,7% dibandingkan dengan jumlah ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi (jenjang SMA sampai Perguruan Tinggi). Hasil analisis mengenai kemampuan ibu, didapatkan kemampuan ibu dalam perawatan ISPA pada balita di Dusun Lembahdadi tahun 2008 sebanyak 18 orang (50%) mempunyai kemampuan yang baik dalam perawatan ISPA, dan 18 orang (50%) mempunyai kemampuan yang kurang baik dalam perawatan ISPA. Dari hasil tersebut terlihat bahwa sebagian ibu memiliki kemampuan kurang baik dalam perawatan ISPA. Penelitian Anggriana, (2013) menyatakan bahwa dari 40 responden, presentasi terbesar dengan ekonomi > UMR memiliki ISPA pada balita sebanyak 12 responden (80%), dan presentase terbesar responden dengan ekonomi < UMR memiliki kejadian ISPA Pneumonia pada balita sebanyak 17 responden (68%). Dari hasil analisis data didapatkan nilai odds ratio 0,118 yang artinya sosial ekonomi > UMR mempunyai peluang resiko 0,1 kali untuk mendapatkan Infeksi Saluran Pernafasan Atas dibandigkan dengan ekonomi < UMR.

4 Penelitian Nafia, (2010) menyebutkan bahwa 55% responden memiliki kemampuan kurang baik dalam mengatasi demam, 40% responden kurang baik dalam mengatasi batuk, serta 65,5% responden memiliki kemampuan yang kurang baik dalam mencari sarana ke pelayanan kesehatan. Penatalaksanaan dini yang benar sangat penting karena untuk mencegah ISPA bukan pneumonia menjadi pneumonia, dan juga mencegah pneumonia menjadi pneumonia berat. Ibu memegang peranan penting dalam perawatan ISPA karena merekalah yang hampir setiap saat mengasuh dan melayani kebutuhan anaknya termasuk mengenali penyakit secara dini dan pada waktunya mencari bantuan pengobatan (Mulyana, 2006). Pengobatan sendiri oleh ibu pada balita dengan ISPA bermaksud agar sembuh atau meringankan penyakit yang diderita, dan biasanya merupakan tindakan pertama yang diambil sebelum memutuskan untuk dibawa berobat (Djaja, 2001). Dari hasil survey pendahuluan di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas memiliki 27 kecamatan. Menurut laporan Tahunan Dinas Kabupaten banyumas tahun 2012 bahwa jumlah populasi anak balita yang menderita ISPA di Kabupaten Banyumas adalah 37.343 balita. (Dinkes Kab. Banyumas, 2012). Kasus ISPA di Kecamatan Karanglewas jumlah penderita pada bulan Januari Sepetember tahun 2013 adalah 164 penderita. Kasus ISPA terbanyak pada balita. Berdasarkan studi pendahuluan di Puskesmas Karanglewas yang terdiri dari 13 desa, peneliti melalukan wawancara dengan 20 ibu balita yang mempunyai balita ISPA untuk mengetahui pertolongan pertama terhadap ISPA, 6 orang diantaranya

5 mengatakan pertolongan pertama dengan membeli obat-obatan di warung, 12 orang mengatakan bahwa tidak memberikan pertolongan pertama pada balita ISPA dan membiarkan ISPA sampai sembuh dengan sendirinya, 2 orang diantaranya langsung datang ke bidan atau Puskesmas dan semua responden mengatakan bahwa orang yang berperan penting dalam mengangani pengobatan pada balita dengan ISPA adalah ibu. Kebanyakan ibu berpendidikan SD, sehingga pengetahuan yang didapat kurang dan ekonominya rendah. Hal inilah yang mendasari penulis untuk meneliti tentang pengaruh pendidikan, ekonomi, dan pengetahuan terhadap pertolongan pertama ibu pada balita ISPA di Puskesmas Karanglewas Kabupaten Banyumas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada masyarakat dan sering terjadi pada anak. Penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun). Penyebab terjadinya ISPA yaitu karena pendidikan ibu, ekonomi dan pengetahuan. Jadi pendidikan ibu sangat berperan penting dalam penanganan dan mencegah terjadinya ISPA pada balita, keadaan ekonomi yang rendah dapat menyebabkan terjadinya ISPA, serta pengetahuan sangat berperan penting dalam penanganan ISPA pada balita. Berdasarkan studi pendahuluan di Puskesmas Karanglewas yang terdiri dari 13 desa, peneliti melakukan wawancara dengan 20 ibu balita yang mempunyai balita ISPA untuk

6 mengetahui pertolongan pertama terhadap ISPA. Dari 20 ibu balita ISPA sebagian besar kurang tanggap dalam memberikan pertolongan pertama. Sebagian besar ibu balita berpendidikan SD, sehingga dalam memberikan pertolongan pertama pada balita ISPA kurang, dan ekonomi rendah. Dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah ada pengaruh pengaruh pendidikan, ekonomi, dan pengetahuan terhadap pertolongan pertama ibu pada balita ISPA di Puskesmas Karanglewas Kabupaten Banyumas?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pendidikan, ekonomi, dan pengetahuan terhadap pertolongan pertama ibu pada balita ISPA di Puskesmas Karanglewas Kabupaten Banyumas. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini meliputi : a. Mendeskripisikan karakteristik responden berdasarkan pendidikan, ekonomi, pengetahuan terhadap pertolongan pertama ibu pada balita ISPA di Puskesmas Karanglewas Kabupaten Banyumas. b. Mengetahui pengaruh pendidikan terhadap pertolongan pertama ibu pada balita ISPA di Puskesmas Karanglewas Kabupaten Banyumas. c. Mengetahui pengaruh ekonomi terhadap pertolongan pertama ibu pada balita ISPA di Puskesmas Karanglewas Kabupaten Banyumas.

7 d. Mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap pertolongan pertama ibu pada balita ISPA di Puskesmas Karanglewas Kabupaten Banyumas. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat menjadi sarana pengembangan ilmu pengetahuan tentang pengaruh pendidikan, ekonomi, dan pengetahuan terhadap pertolongan pertama ibu pada balita ISPA di Puskesmas Karanglewas Kabupaten Banyumas serta sebagai pembelajaran untuk menguasai kemampuan peneliti dalam menambah wawasan. 2. Bagi Instansi Kesehatan Sebagai bahan masukan untuk pemerintah khususnya bagi Dinas Kesehaatan Kabupaten Banyumas dan Puskesmas Karanglewas dalam penentuan arah kebijakan program pencegahan penyakit menular khususnya ISPA. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Diharapkan dapat berguna sebagai referensi bagi yang hendak meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh pendidikan, ekonomi, dan pengetahuan terhadap pertolongan pertama ibu pada balita ISPA di Puskesmas Karanglewas Kabupaten Banyumas.

8 4. Bagi Masyarakat Diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam hal pertolongan pertama pada balita dengan ISPA di Puskesmas Karanglewas Kabupaten Banyumas. E. Penelitian Terkait Berdasarkan penelusuran kepustakaan menemukan beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini, tetapi tidak sama, yaitu : 1. Wardhani, (2010) yang berjudul Hubungan Faktor Lingkungan, Sosial- Ekonomi, Dan Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kelurahan Cidadas Kota Bandung (2010). Hasil penelitian ini yaitu : menunjukkan perilaku masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit ISPA cukup positif. Walaupun demikian pengetahuan/ pemahaman masyarakat terutama ibu sebagai pengelola rumah tangga terhadap berbagai penyakit tersebut relative masih kurang. Perbedaan : penelitian Wardhani, menggunakan teknik pengambilan sampel random sampling, an variabel terikatnya kejadian ISPA sedangkan pada penelitian ini teknik pengambilan sampelnya menggunakan purposive sampling, dan variabel terikatnya yaitu pertolongan pertama ibu pada balita ISPA. Persamaan : sama-sama menggunakan metode cross sectional

9 2. Anggriana, (2013) yang berjudul Hubungan Sosial Ekonomi, Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita di Puskesmas II Cilongok Kabupaten Banyumas. Hasil penelitian ini adalah ada hubungan yang bermakna antara kejadian ISPA dengan sosial ekonomi (p value = 0,003), pendidikan (p value = 0,000) dan perilaku kesehatan (p value = 0,000) denganan kejadian ISPA pada balita. Perbedaan : pada penelitian Anggriana, menggunakan metode case control, variabel terikat kejadian ISPA sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode cross sectional, variabel pertolongan pertama ibu pada balita ISPA. Persamaan : sama-sama menggunakan teknik pengambilan sampelnya yaitu purposive sampling. 3. Huriah dan Lestari, (2007) yang berjudul Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang ISPA Terhadap Kemampuan Ibu Dalam Perawatan ISPA pada Balita Di Dusun Lembah Dadi Kasihan Bantul Yogyakarta. Hasil penelitian ini adalah hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prosentase jumlah ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah, dalam hal ini hanya menempuh pendidikan sampai SMP lebih banyak yaitu 41,7 % dibandingkan dengan jumlah ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi (jenjang SMA sampai perguruan Tinggi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang ISPA terhadap kemampuan ibu dalam perawatan ISPA yang dinilai melalui lima kesehatan keluarga.

10 Perbedaan : pada penelitian Huriah dan Lestari, menggunakan metode pre eksperimen, sedangkan pada penelitian ini menggunakan cross sectional. Persamaan : sama-sama menggunakan viriabel bebas pendidikan. 4. Sulistyoningsih & Rustandi (2010) yang berjudul faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerka Puskesmas DTP jamanis kabupaten tasikmalaya tahun 2010. Hasil penelitiannya yaitu terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA (p value = 0,000), terdapat hubungan pendidikan ibu dengan kejadian ISPA (p value = 0,000), terdapat hubungan sosial ekonomi dengan kejadian ISPA (p value = 0,001), terdapat hubungan status gizi dengan kejadian ISPA (p value =0,001), jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada balita (p value = 0,000), terdapat hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA (p value = 0,000). Perbedaan : teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode sample random sampling, sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Persamaan : sama-sama menggunakan alat bantu kuesioner.