BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Keberadaan Lansia Dalam Masyarakat Berdasarkan kejadian dan pemberitaan pada media saat ini, keberagaman masyarakat di Indonesia seringkali menimbulkan kesenjangan di dalamnya. Sering kita dengar terdapat perseteruan antara golongan pemuda dengan golongan senior, antara pemuda dengan pemudi, dan lain sebagainya. Sebagai salah satu contohnya adalah keberadaan kaum usia lanjut yang mulai diabaikan kepentinganya di dalam kehidupan bermasyarakat. Seringkali mereka mendapatkan perlakuan yang berbeda, dalam hal ini dianggap membebani kehidupan bermasyarakat, bahwa mereka agar mampu bertahan haruslah selalu menggantungkan diri pada orang lain. Fakta tentang pentingnya peranan golongan lansia didasari dengan peningkatan presentase jumlah lansia di dalam masyarakat. Seandainya masyarakat lansia tidak diberdayakan, maka hal ini justru akan menimbulkan masalah sosial berkenaan dengan perbedaan usia di dalam masyarakat. Masyarakat lansia masih memiliki kemampuan untuk aktif berperan dalam kehidupan. Mayoritas golongan lanjut usia yang masih sehat tetap aktif dalam menjalani kehidupan sehari-hari, meskipun tidak seproduktif ketika ia masih muda, tetapi ia masih mampu berkontribusi. Dalam memberikan pelayanan kepada lanjut usia, pemerintah berpegang pada beberapa prinsip 1, yaitu : Pertama, Setiap orang yang telah berusia lanjut harus mendapat tempat yang dihormati dan dibahagiakan. Kedua, keluarga merupakan wahana pelayanan yang terbaik bagi para lanjut usia untuk menjalani kehidupan hingga akhir hayatnya. 1 Kebijakan dan Program Pelayanan Sosial Lansia, Departemen Sosial RI, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Bina Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jakarta 2003 Diakses dari http:// www.bkkbn.go.id/arsip/documents/perpustakaan/alih, pada tanggal 21 Oktober, 11.33 WIB 1
Ketiga, pemberian perhatian dan kasih sayang baik dari keluarga dan masyarakat lingkunganya, merupakan faktor yang sangat penting. Keempat, pelayanan dalam panti merupakan upaya terakhir apabila upaya yang lain sudah tidak mungkin lagi. 1.1.2 Peningkatan Angka Harapan Hidup Indonesia Jumlah lanjut usia di Indonesia pada tahun 2004 (sumber BPS) sebesar 16.522.311 jiwa, pada tahun 2006 mencapai 17.478.282 jiwa, dan pada tahun 2008 sebesar 19.502.355 jiwa (8,5% dari total penduduk indonesia sebesar 228.018.900 jiwa). Berdasarkan data sebelumnya, diperkirakan pada tahun 2020 jumlah lansia akan mencapai 28 juta jiwa. Hal ini akan menyebabkan masalah di masa mendatang, sesuai hasil Susenas BPS 2008, angka ketergantungan lanjut usia mencapai 13,72% dan dampaknya akan langung dirasakan oleh penduduk usia produktif 2. Data kuantitatif berkaitan dengan presentase angka harapan hidup, sebenarnya adalah cara mudah untuk mengetahui tentang kualitas fasilitas pemerintah yang berkaitan dengan bidang kesehatan. Anka harapan hidup yang tinggi, menunjukan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia memiliki kulaitas yang baik. Akan tetapi, peningkatan tersebut berbanding lurus dengan berambahnya jumlah penduduk lansia di suatu daerah. Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang berkaitan dengan kesejahteraan lansia di Indonesia. Tujuanya tidak lain adalah untuk meningkatkan angka harapan hidup dan masa produktif dari penduduk lansia (PERMENSOS No.19 Tahun 2012). Meskipun tujuan dari peraturan dan program pemerintah adalah meningkatkan usia produktif penduduk, tidak bisa disangkal bahwa lansia adalah termasuk golongan difabel. Bagi seorang difabel, aksesibilitas bangunan menjadi sesuatu yang teramat penting. Seorang lansia sudah pasti akan banyak membutuhkan bantuan dan dukungan orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Bukan hanya itu, untuk beberapa kasus, sebuah bangunan memerlukan penyesuaian desain agar memudahkan penggunaan fasilitas. Hal ini 2 Aksesbilitas dan Kemudahan Dalam Penggunaan Sarana dan Prasarana, Komnas Lanjut Usia Jakarta 2010 Diakses http://www.komnaslansia.go.id/d0wnloads/aksesibilitas.pdf, pada tanggal 21 oktober 2013 12.04 WIB 2
menunjukan bahwa semakin lanjut usia seseorang, maka interaksi akan menjadi sesuatu yang vital. 1.1.3 Terapi Rekreasi Dalam Fasilitas Telah diketahui bahwa lansia memiliki keterbatasan fisik, hal ini membuat seorang lansia akan mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas. Berkenaan dengan kondisi semacam ini, sebuah fasilitas pelayanan khusus warga lanjut usia sangatlah dibutuhkan. Fasilitas ini bertujuan untuk membantu dan memudahkan kegiatan seseorang di usia tua. Selain fisik yang tergolong lemah, ada faktor lain yang harus diperhatikan, yaitu kesehatan psikologis seorang lansia. Kondisi tersebut merupakan hal yang wajar seiring dengan proses aging (penuaan) pada seseorang. Aging atau penuaan berhubungan dengan adanya 2 fenomena, yaitu penurunan fisiologi tubuh dan peningkatan terjadinya penyakit (Fowler, 2003). Dengan kata lain, aging adalah suatu proses fisiologis yang akan di alami oleh semua makhluk hidup (Wibowo, 2003). Definisi lain 3 dari aging adalah kelemahan dan kegagalan fisik-mental yang berhubungan dengan aging normal disebabkan oleh disfungsi fisiologik, dalam banyak kasus dapat diubah dengan interbensi kedokteran yang tepat (Klatz, 2003). Anggapan dahulu bahwa menjadi tua memang hal yang wajar, alamiah dan tidak bisadiintervensi, tetapi hal ini dapat dipatahkan sejak penelitian Rudman yang dipublikasikan bahwa menjadi tua adalah suatu penyakit yang bisa dicegah dan dalam batas tertentu bisa disembuhkan (Djuanda, 2005). Berdasarkan kondisi dari lansia yang telah disebutkan diatas, sebuah fasilitas panti seharusnya memenuhi 2 syarat utama, yaitu memnuhi syarat standar-standar aksesibilitas bangunan, sehingga mampu memberikan kenyamanan fisiologis (menyangkut aspek fisik bangunan) dan fasilitas mampu memberikan kenyamanan psikologi bagi pengguna (kesehatan mental dan kenyamanan psikologis). 3 Definisi dari A4M (American Academy of Anti-Aging Medicine), (A4M) is a US federally registered 501(c) 3 non-profit organization comprised of 26,000-plus member physicians, health practitioners, scientists, governmental officials, and members of the general public, representing over 120 nations 3
Syarat yang berkenaan aspek fisik bangunan mengenai aksesbilitas dirasa sudah cukup jelas, dimana telah ada aturan baku mengenai hal tersebut dan telah diatur oleh undang-undang 4. Banyak dijumpai saat ini fasilitas sejenis (panti jompo) yang tidak merujuk pada peraturan yang mengatur tentang standar aksesibilitas. Dapat dipastikan bangunan yang ada tidaklah layak (nonaksesibel) karena mempersulit user (lansia) dalam mengakses fasilitas yang tersedia. Untuk fasilitas penunjang kesehatan psikologi seorang lanjut usia, sangar jarang dtemui fasilitas panti jompo yang memiliki fokus pelayanan pada bidang kesehatan mental. Terapi rekreasi merupakan metode perawatan dan usaha untuk menjaga kesehatan fisik seseorang tanpa mengindahkan perkembangan kesehatan mental. Terapi rekreasi berfungsi sebagai metoda untuk menghindarkan seseorang dari stress selama masa perawatan. Istilah Recreational Therapi pertama kali digunakan dalam ilmu kesehatan di bidang perawatan mental (kejiwaan). Mengingat dengan kondisi global saat ini, stress menjadi gangguan yang sering terjadi pada khalayak ramai. Stress pada lansia tidak hanya dialami oleh lansia yang berada di dalam institusi, bahkan lansia yang menetap bersama keluarganya pun juga bisa mengalami stress. Stres di sebuah panti jompo dan dengan keluarga dipengaruhi lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal dipersepsi individu berupa gejala dan kekecewaan atau kemarahan pada anak atau keluarga, sementara lingkungan luar atau sekitar rumah, keluarga, kebisingan, kekumuhan, dll memunculkan stres berupa ketakutan dan kekhawatiran 5. 4 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No.19 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia Peraturan Menteri Pekerja Umum No : 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesbilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan Peraturan Menteri Pekerja Umum No : 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara 5 Stressor Sosial Biologi Lansia Panti Wredha Usia dan Lansia Tinggal Bersama Keluarga, Rosita, 43-45 Artikel diambil dari BioKultur Vol.1/No.1/Januari-Juni 2012, hal 43 4
1.2 Permasalahan 1.2.1 Umum Menyediakan fasilitas perawatan golongan lanjut usia yang layak, baik dari desain fisik fasilitas, kualitas sanitasi dari dalam bangunan, dan mempertimbangkan interaksi antara bangunan dengan pengguna bangunan, misalnya fasilitas yang accessible. Serta mengakomodasi perawatan kesehatan bagi lansia. 1.2.2 Khusus Dengan menggunakan metoda Terapi rekreasi diharapkan akan mampu menciptakan sebuah fasilitas perawatan bagi golongan lansia yang tidak hanya nyaman untuk kesehatan fisik saja, akan tetapi juga baik untuk menjaga kesehatan mental seseorang. Terapi rekreasi merupakan metoda untuk mengurangi dampak stress dikarenakan kondisi seseorang yang mengalami penurunan. 1.3 Tujuan dan Sasaran Penulisan 1.3.1 Tujuan Tujuan dari penulisan laporan pra tugas akhir ini adalah agar mahasiswa mampu merancang dan merumuskan sebuah desain yang berkaitan dengan pusat perawatan lansia yang baik dari segi fisik bangunan dan pelayanan, serta menciptakan sebuah kondisi lingkungan yang kondusif bagi perawatan pihak pasien. 1.3.2 Sasaran Sasaran penulisan pra tugas akhir adalah menciptakan sebuah pusat perawatan golongan lanjut usia dengan mempertimbangkan kondisi psikologi dan keadaan lingkungan yang mendukung terhadap proses perawatan. 5
1.4 Metodologi Penulisan Kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan judul terpilih, dikelompokkan sebagai berikut : 1. Data Literatur Literatur yang dimaksud adalah berupa presedence dari tipologi bangunan sejenis atau bangunan-bangunan yang bergerak di bidang kesehatan. Selain itu, studi literatur berkaitan penekanan desain terpilih juga dilakukan, dalam hal ini, studi yang dilakukan adalah pencarian literature dan contoh desain yang memiliki kaitan dengan terapi rekreasi. Studi literature juga mencakup segala jenis aspek yang berkaitan dengan arsitektural, misalnya standard perancangan dan measure atau ukuran ruang, program ruang, dan isu perancangan yang saat ini tengah diperbincangkan. 2. Survey Lapangan Survey lapangan meliputi pengumpulan data (dalam bentuk dokumentasi gambar, analisa awal site dan data numerik) dalam rangka sebagai pertimbangan dalam pemilihan site. Survey lapangan juga meliputi kunjungan terhadap dinas pemerintah terkait, dengan tujuan untuk memperoleh data yang memiliki kaitan langsung dengan tema terpilih, misal peta penyebaran (kepadatan) penduduk dan lain sebagainya. 3. Studi Kasus Terkait Studi kasus merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk mengetahui kondisi dari fasilitas sejenis yang saat ini masih beroperasi di masyarakat. Studi kasus dilakukan untuk mendalami permasalah yang berkaitan dengan judul (tema). Dalam hal ini adalah segala permasalahan yang terkait dengan panti lansia. Studi juga dilakukan terhadap fasilitas di luar negeri, dengan tujuan untuk mencari informasi berkaitan keunggulan dan aplikasi teknologi terkini pada bidang yang sesuai dengan tema terpilih. 6
4. Analisis Data Analisis data dilakukan setelah semua data-data lain (dari serangkaian kegiatan di atas) terpenuhi. Analisa dilakukan secara kulaitatif dan kuantitatif, dimana dilakukan komparasi antara data-data yang terkumpul. Analisa dilakukan untuk mencari tahu garis merah permasalahan, dan kemudian dirancang sebuah konsep untuk menjawab problem perancangan tersebut (concept as solution). 1.5 Sistematika Penulisan 1.5.1 Bab I Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang atau alasan yang mendasari dipilihnya tema dan judul serta penekanan desain yang dipilih. Bab ini mencakup penjelasan tentang latar belakang, permasalahan, tujuan dan sasaran, metodologi dan sistematika penulisan. 1.5.2 Bab II Tinjauan Teori Pada bab ini, dijelaskan tentang hasil pengumpulan data awal, segala informasi berkaitan definisi, program dari tipologi bangunan terkait, hasil wawancara dan olah data literature tentang contoh-contoh tipologi terpilih, dan tulisan tentang pembahasan berkenaan kasus-kasus sejenis (tentang panti lansia). Pada bab ini juga dijelaskan tentang penekanan secara lebih mendalam. 1.5.3 Bab III Tinjauan Lokasi Tinjauan lokasi berisi data tentang survey yang dilakukan dalam rangkan mengetahui problem dan potensi yang dimiliki site. 1.5.4 Bab IV Pendekatan Konsep Perancangan Bab ini merupakan tulisan mengenai proses transformasi dari data yang terkumpul menjadi sebuah konsep yang mampu dijadikan solusi dari permasalahan perancangan. Dalam pendekatan konsep perancangan, segala data informasi yang diperoleh sebelumnya diolah dan dianalisis sehingga ditemukan akar pokok perancangan. 7
1.5.5 Bab V Konsep Perancangan Pada bab lima, konsep perancangan telah disintesiskan dan siap untuk diolah dan ditransformasikan kedalam desain arsitektural. Konsep perancangan dijadikan pedoman dalam melakukan segala proses desain, dari desain landsekap, bangunan arsitektural hingga pemrograman ruang. 8