PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 5 TAHUN 2001 (5/2001) TENTANG PERIZINAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI,

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR : 5 TAHUN 2007 T E N T A N G PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN USAHA ANGKUTAN UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL BONGKAR MUAT BARANG DI KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR2TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BONGKAR MUAT BARANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR : 6 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMINDAHAN KENDARAAN DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 15 TAHUN 2005 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN USAHA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN TRAYEK

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG TERTIB PEMANFAATAN JALAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PERIJINAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 08 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 62 SERI B PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

DALAM DAERAH KABUPATEN BERAU.

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 62 SERI B PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 08 TAHUN?? 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 2 Tahun 2002 Seri: B

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 4

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH TENTANG IZIN USAHA ALAT ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 62 TAHUN 2006 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 59 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 18 TAHUN 2007 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IJIN TRAYEK ANGKUTAN DARAT DI KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN ANGKUTAN UMUM DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI JALAN

NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI ANGKUTAN BARANG ATAU ALAT BERAT YANG MELEBIHI KELAS JALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU SELATAN NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PERATURAN DERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 15 TAHUN TAHUN 2010 TENTANG PERIZINAN DIBIDANG ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 9 TAHUN 1999 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4

P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 14 TAHUN 2006 RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 2 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN DI BIDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR : 33 TAHUN 2004 T E N T A N G RETRIBUSI IJIN TEMPAT USAHA DI KABUPATEN MURUNG RAYA

Transkripsi:

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG IJIN ANGKUTAN BARANG DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALINAU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya perkembangan kebutuhan angkutan dan teknologi kendaraan bermotor, perlu adanya ketentuan mengenai penyelenggaraan pengangkutan barang di jalan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Ijin Angkutan Barang di Jalan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480); 3. Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2896); 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389 Tahun 2004); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 1

7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3528); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3530); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenang Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 13. Peraturan Daerah Kabupaten Malinau Nomor 1 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Malinau Tahun 2000 Nomor 1). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MALINAU dan BUPATI MALINAU MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IJIN ANGKUTAN BARANG DI JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Malinau; 2

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah; 3. Bupati adalah Bupati Malinau; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah; 5. Dinas Perhubungan adalah Dinas Perhubungan Kabupaten Malinau; 6. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah; 7. Angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan bermotor; 8. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu; 9. Kendaraan Umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk digunakan oleh umum dengan dipungut bayaran; 10. Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus; 11. Kendaraan Khusus adalah kendaraan bermotor selain dari pada kendaraan bermotor untuk penumpang dan kendaraan bermotor untuk barang, yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus; 12. Muatan Sumbu adalah jumlah tekanan roda-roda pada suatu sumbu yang menekan jalan; 13. Barang Umum adalah setiap bahan atau benda selain dari bahan berbahaya, barang khusus, peti kemas dan alat berat; 14. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya; 15. Barang Khusus adalah barang yang karena sifat dan bentuknya harus dimuat dengan cara khusus; 16. Alat Berat adalah barang yang karena sifatnya tidak dapat dipecah-pecah sehingga memungkinkan angkutannya melebihi muatan sumbu terberat dan/atau dimensinya melebihi ukuran maksimum yang telah ditetapkan; 17. Jaringan Lintas merupakan kumpulan dari lintas-lintas yang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan barang; 18. Pengirim adalah orang atau badan yang menjalankan fungsi pengiriman dan/atau yang menyebabkan terkirimnya barang dari satu tempat ke tempat lain, termasuk pengawas gudang, ekspedisi muatan dan penghubung; 19. Peti Kemas adalah peti kemas sesuai International Standard Organization (ISO) yang dapat dioperasikan di Indonesia; 20. Badan adalah suatu bentuk usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi sejenis, Lembaga, Dana Pensiun, Bentuk Usaha Tetap serta Badan Usaha Lainnya; 3

21. Pengangkutan adalah setiap orang atau badan yang melakukan fungsi pengangkutan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, termasuk pemilik, pemborong, agen, pengemudi dan/atau setiap orang yang bertanggung jawab atas kendaraan pengangkut serta pekerja angkutan lainnya. BAB II SUBYEK DAN OBYEK Pasal 2 (1) Subyek adalah setiap orang dan/atau badan yang bergerak di bidang usaha pengangkutan di jalan. (2) Obyek adalah setiap kegiatan pengangkutan barang di jalan. BAB III ANGKUTAN BARANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR Pasal 3 (1) Setiap pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor pada dasarnya dilakukan dengan menggunakan mobil barang; (2) Pengangkutan barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari : a. pengangkutan barang umum; b. pengangkutan barang khusus; c. pengangkutan peti kemas; d. pengangkutan alat berat; e. pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). (3) Pengangkutan barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan menggunakan sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus dengan ketentuan jumlah barang yang diangkut tidak melebihi daya angkut type kendaraannya; (4) Pengangkutan barang dengan menggunakan sepeda motor sebagimana dimaksud dalam ayat (3) harus memenuhi persyaratan : a. mempunyai ruang muatan barang dengan lebar tidak melebihi stang kemudi; b. tinggi ruang muatan tidak melebihi 900 milimeter dari atas tempat duduk pengemudi. Pasal 4 Wilayah pengoperasian angkutan barang sebagaimana dimaksud Pasal (3) ayat 2, dimulai dari tempat pemuatan sampai tempat tujuan pembongkaran muatan yang tidak dibatasi oleh wilayah administrasi pemerintahan dan/atau batas negara sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. 4

BAB IV KETENTUAN IJIN Pasal 5 (1) Setiap orang dan atau badan yang melakukan kegiatan usaha angkutan barang wajib memiliki ijin usaha, kecuali kendaraan yang dipergunakan untuk mendukung kegiatan usaha; (2) Untuk mendapatkan ijin usaha sebagaimana dimaksud ayat (1) terlebih dahulu mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati melalui Dinas Perhubungan dengan melampirkan : a. foto copy NPWP; b. foto copy Akte Pendirian Badan Hukum; c. foto copy KTP; d. surat Keterangan Domisili Perusahaan; e. foto copy Ijin Tempat Usaha; f. pernyataan kesanggupan untuk menyediakan pool kendaraan; g. foto copy surat-surat kendaraan yang sesuai peruntukkannya; h. syarat-syarat lain yang ditentukan sesuai dengan jenis dan klasifikasi muatan. (3) Ijin Usaha sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan selama perusahaan menjalankan usahanya dan harus dilakukan pendaftaran ulang setiap 5 (lima) tahun; (4) Pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud ayat (3) diajukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum jatuh tempo. BAB V ANGKUTAN BARANG UMUM Pasal 6 Pengangkutan barang umum wajib dilakukan dengan mobil barang umum. Pasal 7 Pelayanan angkutan barang diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagi berikut : 1. prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan; 2. tersedianya tempat memuat dan membongkar barang; 3. dilayani dengan kendaraan bermotor sejenis mobil barang. Pasal 8 (1) Mobil barang umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib memenuhi : a. nama perusahaan harus jelas, melekat pada badan kendaraan di samping kiri dan kanan; b. jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dash board. 5

(2) Ukuran dan warna nama perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB VI TATA CARA PENGANGKUTAN BARANG UMUM (1) Muatan Barang Umum terdiri dari : a. muatan umum; b. muatan logam; c. muatan kayu; Pasal 9 d. muatan yang dimasukkan ke dalam palet; e. pengangkutan kendaraan dengan cara bertingkat; f. kendaraan dengan tutup gorden samping; g. kaca lembaran. (2) Setiap orang dan / atau badan yang memuat dan / atau menurunkan barang umum wajib memenuhi ketentuan : a. dilakukan pada tempat-tempat yang tidak mengganggu keamanan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas; b. pemuatan barang umum dalam ruang kendaraan pengangkutannya wajib ditutup terpal atau bahan sejenis dan diikat dengan kuat; c. pemuatan barang umum dalam ruang kendaraan pengangkutan dilarang mengotori jalan; d. posisi parkir kendaraan harus searah arus lalu lintas. Pasal 10 (1) Muatan yang menonjol melampaui bagian terluar belakang mobil barang tidak boleh melebihi 2.000 milimeter; (2) Bagian yang menonjol lebih 1.000 milimeter, harus diberi tanda pada ujung muatan yang dapat memantulkan cahaya. Pasal 11 Apabila muatan yang menonjol menghalangi lampu-lampu atau pemantul cahaya, maka pada ujung muatan tersebut wajib ditambah lampu-lampu dan pemantul cahaya. Pasal 12 (1) Pemuatan barang umum dalam ruang muatan mobil barang harus disusun dengan baik sehingga beban terdistribusi secara proposal; (2) Distribusi muatan barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan muatan sumbu terberat untuk masing-masing sumbu, daya dukung jalan serta jumlah berat yang diperbolehkan. 6

BAB VI ANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) Pasal 13 (1) Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dilakukan dengan menggunakan kendaraan bermotor yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan serta sesuai peruntukkannya; (2) Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diklasifikasikan sebagai berikut : a. mudah meledak; b. cairan mudah menyala; c. cairan gas mampat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau pendinginan tertentu; d. padatan mudah menyala; e. oksidator, peroksida organik; f. bahan beracun dan mudah menular; g. bahan radioaktif; h. bahan korosif; i. bahan berbahaya lainnya. Pasal 14 (1) Untuk keselamatan dan keamanan pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) yang tingkat bahayanya besar dengan jangkauan luas, perjalanan cepat serta penanganan dan pengamanannya sulit, wajib mendapatkan ijin dari Kepala Dinas Perhubungan; (2) Permohonan untuk mendapatkan ijin sebagaimana dimaksud ayat (1) di atas memuat keterangan sekurang-kurangnya mengenai : a. nama, jenis dan jumlah B3 yang akan diangkut serta dilengkapi dengan dokumen pengangkutan B3 dari instansi yang berwenang; b. tempat pemuatan, lintas yang akan dilalui, tempat pemberhentian dan tempat pembongkaran; c. identitas dan tanda kualifikasi awak kendaraan; d. waktu dan jadwal pengangkatan; e. jumlah dan jenis kendaraan bermotor yang akan digunakan untuk mengangkut; f. ijin Usaha Angkutan, bagi kendaraan umum; g. prosedur penanggulangan keadaan darurat yang diterapkan pemohon; h. salinan/foto copy STNK dan Buku Uji; i. daftar dan photo kendaraan yang digunakan utnuk mengangkut. (3) Dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima secara lengkap, Kepala Dinas Perhubungan memberikan jawaban secara tertulis. 7

Pasal 15 (1) Pelayanan angkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) diselenggarakan dengan ciriciri sebagai berikut : a. prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan; b. tersedianya tempat, fasilitas perlengkapan memuat dan membongkar; c. dilayani dengan kendaraan bermotor pengangkut bahan berbahaya yang sesuai dengan peruntukkannya; d. mempunyai dokumen pengangkutan bahan berbahaya dari instansi yang berwenang; e. plakat yang memuat tanda khusus yang harus melekat pada sisi kiri, kanan, depan, belakang kendaraan bermotor yang ukuran dan bentuknya akan ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Pasal 16 (1) Setiap kendaraan bermotor angkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan serta dilengkapi dengan : a. memiliki tanda-tanda khusus, yang klasifikaisnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati; b. nama perusahaan yang harus melekat pada sisi kiri, kanan dan belakang kendaraan, yang ukuran dan warnanya akan ditetapkan dengan Peraturan Bupati; c. kotak obat lengkap dengan isinya; d. alat pemadam kebakaran; e. jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dash board. (2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kendaraan bermotor pengangkut bahan berbahaya dan beracun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) harus dilengkapi dengan perlengkapan keadaan darurat sebagai berikut : a. alat komunikasi antara pengemudi dengan pusat pengendali operasi dan/atau sebaliknya; b. kacamata masker untuk awak kendaraan; c. sarung tangan dan baju pengaman; d. lampu tanda bahaya berwarna kuning yang ditempatkan di atas atap ruang kemudi; e. rambu portable; f. kerucut pengaman; g. segitiga pengaman; h. dongkrak; i. pita pembatas; j. serbuk gergaji; k. sekop yang tidak menimbulkan api; l. lampu senter; m. warna kendaraan khusus; 8

n. pedoman pengoperasian kendaraan; o. ganjal roda. BAB VIII TATA CARA PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) Pasal 17 Tata cara pengangkutan B3 harus memenuhi ketentuan : 1. muatan di kemas dalam kemasan kecil, kemasan besar atau kendaraan yang dirancang dan dibuat dengan persyaratan khusus; 2. beban pada setiap sumbu tidak melebihi kekuatan sumbu yang diijinkan, daya dukung jalan danjembatan, dan kekuatan ban yang digunakan; 3. aspek keselamatan dan keamanan pada saat bongkar muat, dengan menerapkan sistem tertutup terutama untuk bahan gas cair, yang mudah terbakar dan meledak, dan mempunyai sifat beracun; 4. sebelum pelaksanaan muat dan bongkar harus dipersiapkan dan dilakukan pemeriksaan terhadap : a. kendaraan pengangkut, khusus ban; b. tangki; c. peralatan bongkar muat; d. peralatan pengaman darurat; e. dokumen yang diperlukan, seperti surat Ijin dan MSDS (Material Safety Data Sheet). 5. dokumen pengiriman, yang memuat deskripsi B3 yang diangkut, identitas pengirim, identitas penerima, identitas pengangkut dan nomor telepon kendaraan darurat; 6. pemisahan B3 yang tidak boleh diangkut atau disimpan bersama; 7. pelaksanaan muat dan bongkar dilakukan pada tempat yang ditetapkan dan tidak mengganggu keamanan, keselamatan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas dan masyarakat sekitarnya, serta sesuai dengan prosedur yang ditetapkan; 8. apabila ada wadah atau kemasan yang rusak, pengangkutan harus dihentikan; 9. selama pelaksanaan pemuatan istirahat dan bongkar muat harus diawasi oleh pengawas yang memiliki kualifikasi BAB IX ANGKUTAN BARANG KHUSUS Pasal 18 (1) Pengangkutan barang khusus dilakukan dengan menggunakan kendaraan bermotor sesuai dengan peruntukkannya; (2) Barang khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari : a. barang curah; b. barang cair; c. barang yang memerlukan fasilitas pendinginan; 9

d. tumbuh-tumbuhan dan hewan hidup; e. barang khusus lainnya. Pasal 19 Pelayanan angkutan barang khusus diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut : 1. prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan; 2. tersedianya tempat, fasilitas perlengkapan memuat dan membongkar barang; 3. dilayani dengan mobil barang angkutan barang khusus sesuai dengan peruntukkannya. Pasal 20 (1) Mobil barang pengangkut barang khusus wajib memenuhi persyaratan : a. nama perusahaan harus melekat pada sisi kiri dan kanan badan kendaraan; b. jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dash board. (2) Ukuran dan warna nama perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. BAB X TATA CARA PENGANGKUTAN BARANG KHUSUS Pasal 21 Tata cara pengangkutan barang khusus harus memenuhi ketentuan : 1. sistem pengendalian total, terdiri dari : a. mengikat muatan pada tempat untuk menyangkutkan tali pengikat; b. menyusun muatan secara aman, termasuk melengkapi dengan dinding pemisah, balok melintang dan lin-lain; c. memperhatikan kemungkinan gerakan muatan pada saat kendaraan berjalan. 2. tali dan peralatan pengikat harus dalam kondisi baik, dapat menahan perpindahan muatan, terlindung dari abrasi dan potongan; 3. untuk muatan barang curah dengan menggunakan bak terbuka, harus ditutup dengan jenis tutup yang sesuai dengan sifat muatan; 4. tidak melebihi maksimum tingkat pemuatan, baik dimensi maupun berat; 5. untuk muatan barang khusus tertentu, memperhatikan as roda, kelebihan muatan ketika kendaraan naik dan turun akibat pergerakan muatan tidak diikat; 6. sebelum pelaksanaan pemuatan harus dipersiapkan dan diperiksa alat muat-bongkar yang sesuai dengan barang khusus yang akan diangkut; 7. pemuatan dan pembongkaran, dilakukan pada tempat-tempat yang telah ditetapkan dan tidak mengganggu keamanan, keselamatan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas; 10

8. apabila barang khusus menonjol melebihi bagian belakang terluar kendaraan pengangkutnya, harus diberi tanda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11. BAB XI ANGKUTAN PETI KEMAS Pasal 22 Pelayanan angkutan peti kemas diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut : 1. dilakukan dengan kendaraan khusus pengangkut Peti Kemas; 2. prasarana yang dilalui memenuhi ketentuan Kelas Jalan; 3. tersedianya tempat dan fasilitas memuat dan membongkar barang; 4. dilayani dengan rangkaian kendaraan yang terdiri dari satu kendaraan bermotor penarik (Tractor Head) dan satu kereta tempelan. Pasal 23 (1) Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas, ditetapkan jaringan lintas, persyaratan kendaraan, persyaratan peralatan dan perlengkapan angkutan peti kemas dengan Peraturan Bupati; (2) Setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan pengangkatan peti kemas wajib memiliki ijin lintas dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas Perhubungan; (3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud ayat (2) dilampiri : a. foto copy STNK yang masih berlaku; b. foto copy Buku Uji yang masih berlaku; c. foto copy SIM Pengemudi; d. foto copy KTP Pengemudi. Pasal 24 (1) Kendaraan khusus angkutan peti kemas wajib memenuhi persyaratan : a. nama perusahaan harus melekat pada sisi kiri dan kanan badan kendaraan; b. jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dash board. (2) Ukuran dan warna nama perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB XII TATA CARA PENGANGKUTAN PETI KEMAS Pasal 25 Tata cara pengangkutan peti kemas harus memenuhi ketentuan : 1. peti kemas tidak boleh melebihi landasan (Platform) pemuatan kendaraan bagian samping dan belakang; 2. pengisian dan/atau penyimpanan barang pada peti kemas tidak boleh mengganggu stabilitas kendaraan; 11

3. muatan tidak boleh melebihi kapasitas dan daya angkut peti kemas yang diperbolehkan; 4. muatan harus aman terhadap setiap pergerakan dalam perjalanan, dengan cara muatan harus didistribusikan secara merata diseluruh tempat lantai peti kemas dan barang yang berat tidak boleh disimpan di atas barang yang ringan; 5. pintu pintu dan mekanisme penguncian harus dalam kondisi yang baik; 6. menggunakan alat muat-bongkar berupa forklift atau crane; 7. dilengkapi dengan surat daftar muatan; 8. melalui lintasan yang ditentukan untuk kendaraan peti kemas; 9. dilakukan pada tempat-tempat yang telah ditetapkan dan tidak mengganggu keamanan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas; 10. peti kemas yang diangkut, harus diikat dengan menggunakan kunci putar khusus yang diperuntukkan untuk mengikat peti kemas pada kendaraan pengangkutnya. BAB XIII ANGKUTAN ALAT BERAT Pasal 26 (1) Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas, pengangkutan alat berat yang muatan sumbu terberat dan atau ukurannya melebihi ketentuan yang ditetapkan, maka pengangkutan alat berat wajib mendapatkan ijin lintas dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Perhubungan; (2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat keterangan sekurangkurangnya mengenai : a. jenis alat berat yang diangkut; b. tempat pemuatan, lintas yang dilalui, tempat pemberhentian, dan tempat pembongkaran; c. jumlah dan jenis mobil barang yang akan digunakan untuk mengangkut; d. waktu dan jadwal pengangkutan. Pasal 27 Pelayanan angkutan alat berat diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut : 1. muatan yang diangkut sifatnya tidak dapat dipecah-pecah dan dimensi dan/atau MST melebihi ukuran maksimum yang ditetapkan; 2. prasarana jenis yang dilalui memperhatikan ketentuan kelas jalan tertinggi; 3. tersedianya tempat, fasilitas perlengkapan memuat dan membongkar alat berat; 4. dilanyani dengan mobil barang pengangkut alat berat serta sesuai dengan peruntukkannya; 5. melalui lintas yang ditentukan. Pasal 28 (1) Mobil barang pengangkut alat berat wajib memnuhi persyaratan : a. nama perusahaan harus melekat pada sisi kiri dan kanan badan kendaraan; b. jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dash board. 12

(2) Ukuran dan warna nama perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati; (3) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mobil barang pengangkut alat berat harus pula memenuhi persyaratan tambahan : a. lampu isyarat berwarna kuning yang ditempatkan di atas atap kendaraan; b. kelengkapan lain yang diperlukan dalam pengangkutan alat berat. BAB XIV TATA CARA PENGANGKUTAN ALAT BERAT Pasal 29 Tata cara pengangkutan alat berat harus memenuhi ketentuan : 1. sistem pengandalian total, terdiri dari : a. mengikat muatan pada tempat untuk menyangkut tali pengikat; b. menempatkan muatan secara aman, termasuk melengkapi dengan balok melintang; c. memperhatikan kemungkinan pergeseran muatan pada saat kendaraan berjalan. 2. tali dan peralatan pengikat harus dalam keadaan baik, dapat menahan perpindahan muatan, terlindung dari abrasi dan potongan serta sesuai jenis muatan; 3. peralatan penyangga harus cukup kokoh dan aman bagi kendaraan; 4. tidak terjadi gesekan antara muatan dan bak kendaraan; 5. memperhatikan kekuatan tempat mengaitkan tali pengikat; 6. pengemudi mengetahui berat, lebar dan tinggi muatan yang diangkut; 7. dilengkapi dengan surat daftar muat; 8. melalui lintasan yang ditentukan dalam surat ijin lintas; 9. dilakukan pada tempat-tempat yang tidak mengganggu keamanan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas; 10. apabila alat berat yang diangkut menonjol melebihi bagian terluar belakang kendaraan pengangkut, diberi tanda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11; 11. tersedia peralatan penahan tambahan untuk mencegah muatan bergerak ke depan dan belakang; 12. lampu tanda bahaya berwarna kuning yang ditempatkan di atas atap ruang kemudi. BAB XV BONGKAR MUAT BARANG Pasal 30 (1) Setiap orang dan atau badan yang melakukan bongkar/muat barang di lokasi bongkar/muat, dan atau di jalan umum wajib memiliki ijin bongkar muat barang; (2) Ijin bongkar muat barang sebagaimana dimaksud ayat (1), dimaksudkan sebagai pengendalian keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas serta kelancaran arus barang di daerah; 13

(3) Ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal (1) diberikan oleh Kepala Dinas Perhubungan dan hanya berlaku untuk satu kali bongkar/muat; (4) Tata cara untuk memperoleh ijin bongkar muat barang ditetapkan oleh Bupati. Pasal 31 (1) Jalur-jalur serta waktu pelaksanaan bongkar/muat barang ditetapkan dengan Peraturan Bupati; (2) Pemilik/Pengusaha angkutan wajib mematuhi ketentuan tentang tata cara bongkar/muat barang sebagaimana tercantum dalam surat ijin. BAB XVI PENGENDALIAN Pasal 32 Pengawasan dan pengendalian atas seluruh kegiatan pengangkutan dan bongkar/muat barang di jalan dilakukan oleh Dinas Perhubungan. BAB XVII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 33 (1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, PPNS diberi wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Perijinan Angkutan Barang Di Jalan; (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindak pertama pada saat itu di tempat kejadian serta melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi; f. memanggil seseorang untuk di dengar sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. menghentikan penyidikan nsetelah mendapat petunjuk dari Penyidik umum, bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik umum memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; i. melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 14

BAB XVIII KETENTUAN PIDANA Pasal 34 (1) Pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah); (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XIX KETENTUAN PENUTUP Pasal 35 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 36 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundang Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Malinau. Ditetapkan di Malinau pada tanggal 7 Oktober 2005 BUPATI MALINAU, MARTHIN BILLA Diundangkan di Malinau pada tanggal 7 Oktober 2005 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MALINAU, YANSEN.TP LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALINAU TAHUN 2005 NOMOR 15. 15