BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN RENCANA KERJA KANTOR KECAMATAN TIRTOYUDO KABUPATEN MALANG TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bontang

BAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,

PERATURAN DESA TUNJUNGTIRTO KECAMATAN SINGOSARI KABUPATEN MALANG NOMOR : 02 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA (RKP-DESA) TAHUN 2015

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dan pemerataan pembangunan di masyarakat, pemerintah telah menetapkan

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

RENCANA KERJA KECAMATAN DAU KABUPATEN MALANG TAHUN 2014 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disahkan pada

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan ini

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Jam Belajar Masyarakat (JBM) di Kota Metro maka dapat ditarik kesimpulan

PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN MUSRENBANG DESA/ KELURAHAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUKAMARA (REVISI)

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang

BAB I PENDAHULUAN. kelemahan, peluang dan tantangan dari sumberdaya yang dimiliki. Rencana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang

DAFTAR ISI. 1. Rencana Program Dan Kegiatan SKPD Kabupaten Sijunjung Tahun 2015 Pembiayaan APBD Kabupaten Sijunjung.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) RKPD KABUPATEN BERAU TAHUN 2013 BAB I - 1

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

RENCANA KERJA KECAMATAN DAU KABUPATEN MALANG TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR RENCANA KERJA ( RENJA )

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I KETENTUAN UMUM

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN MUSI RAWAS

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

P E N D A H U L U A N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016

BAB II RENCANA STRATEGIS

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pembendaharaan Negara (Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);

BAB VI PENUTUP. dapat mendorong proses penganggaran khususnya APBD Kota Padang tahun

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MUSI RAWAS. Mesin Pemotong Rumput. iii RENCANA KERJA 2015

BAB IV PENUTUP PENUTUP

PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU Jl. Soekarno Hatta No. 17 Telp (0426) Kode Pos Mamuju

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

RENCANA KERJA PERUBAHAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. dan village yang dibandingkan dengan kota (city/town) dan perkotaan (urban).

BAB V PENUTUP. kepala desa sebagai pemerintahan terkecil yang menjalankan dan tolak ukur. penerapan seluruh sistem dalam pemerintahan.

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2017 TANGGAL : 20 November 2017 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUANN. Sukabumi Tahun menjadi pedoman penyusunan rencana pembangunan sampai dengan tahun RKPD tahun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN

Daftar Indikator Kinerja Utama (IKU) Badan perencanaan Pembangunan Daerah Kota Parepare Tahun PENANGGUNG JAWAB

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN I LATAR BELAKANG

BUPATI BOMBANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan-perubahan yang terus. menerus ke arah yang dikehendaki. Menurut Rogers dikutif Zulkarimen

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

Rencana Strategis (RENSTRA)

UPDATE DATA WEBSITE DINAS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA (DPMD) KABUPATEN KARAWANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas

KATA PENGANTAR. Bogor, 28 Juni 2013 KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 25 TAHUN 2006 T E N T A N G PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN,

RKPD Kabupaten OKU Selatan Tahun 2016 Halaman I. 1

BAB I PENDAHULUAN. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) adalah forum. Desa/Kelurahan (Musrenbang Desa/Kelurahan).

Transkripsi:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil pembahasan penelitian, diketahui bahwa proses perencanaan kegiatan pembangunan desa melalui Program GERDEMA di Desa Malinau Hilir dan Desa Sempayang melalui 4 tahapan, yakni tahap Identifikasi Kebutuhan dan Potensi, Rembug Warga, Pra-Musrenbang dan Musrenbang Desa. Pada tahap identifikasi kebutuhan dan potensi di kedua desa tidak terlaksana dengan sebagaimana mestinya, hal ini dikarenakan tidak adanya tim LP3MD yang memfasilitasi tahap tersebut, selain itu fakor lain yang menyebabkan tidak terselenggaranya tahap tersebut adalah kurangnya informasi yang diterima mengenai pelaksanaan proses perencanaan Program GERDEMA tahun anggaran 2015 yang diterima masing-masing desa. Selanjutnya di kedua desa sama-sama mengadakan proses rembug warga yang sebenarnya tidak ada di pedoman pelaksanaan program, namun tahap tersebut dianggap penting karena menjadi ajang penyatuan persepsi antar masyarakat dalam mengusulkan kegiatan. Terdapat perbedaan cara pada tahap kedua, yaitu Rembug Warga yang mengikuti kebiasaan adat dan budaya masing-masing desa. Desa Malinau Hilir melakukan Rembug Warga dengan cara tidak formal seperti kumpul-kumpul sambil ngopi dan tidak menggunakan undangan resmi, sehingga tidak ada paksaan untuk hadir. Namun, proses dengan cara tersebut mengakibatkan permasalahan pada tahap selanjutnya, yakni kurangnya persiapan warga dalam mengusulkan kegiatan. Sedangkan pada desa Sempayang dilakukan dengan cara yang formal, yakni dengan menyebarkan undangan sebelumnya, dan warga yang hadir cukup banyak. Hal positif ditunjukkan dengan tahap-tahap selanjutnya berjalan dengan kesiapan warga dalam mengusulkan kegiatan sehingga proses tidak memakan waktu lama. Dari perbandingan antara Desa Malinau Hilir dan Sempayang tersebut dapat disimpulkan 109

bahwa Desa Sempayang lebih mampu melibatkan masyarakatnya untuk dapat berpartisipasi dalam proses perencanaan. Perbedaan selanjutnya, yakni terkait fokus bahasan dalam proses perencanaan pada tahap Pra-Musrenbang. Pada Desa Malinau Hilir masyarakat diintruksikan untuk merumuskan kegiatan usulan menggunakan dana Program GERDEMA saja, hal ini mengingat bahwa Program GERDEMA adalah program yang dikhsususkan untuk pembangunan desa maka fokus perumusannya adalah bagaimana mengelola dana yang bersumber dari Program GERDEMA saja, sedangkan untuk program Lintas Sektoral dikhsususkan untuk usulan-usulan kegiatan yang memiliki anggaran cukup besar dan dirumuskan pada saat Musrenbang Desa dan seterusnya saja. Cara ini dianggap cukup baik karena masyarakat dapat fokus merumuskan kegiatan dan mengelola dengan baik dana yang bersumber dari Program GERDEMA. Selanjutnya untuk perumusan kegiatan dengan menggunakan dana program Lintas Sektoral Desa Malinau Hilir memiliki strategi tersendiri agar kegiatan usulannya dapat terealisasi, contohnya dengan membangun secara swadaya kandang sapi beserta ternak sapi secara swadaya terlebih dahulu, hal ini dilakukan agar pihak SKPD terkait melihat keseriusan masyarakat dalam mengusulkan kegiatan. Sedangkan pada Desa Sempayang, fokus rumusan usulan kegiatan sedikit terganggu karena masyarakat cenderung lebih memilih merumuskan kegiatan dengan menggunakan dana Lintas Sektoral, hal tersebut dikarenakan masyarakat beranggapan kegiatan-kegiatan yang diusulkan melalui Lintas Sektoral merupakan kegiatan yang besar dengan biaya yang besar pula, sehingga dapat memberikan dampak pembangunan yang signifikan. Selanjutnya permasalahan fundamental yang ditemukan saat mengikuti proses perencanaan di kedua desa tersebut, yakni tidak adanya naskah RPJM Desa sebagai pedoman arah pembangunan desa dan lemahnya fungsi pendampingan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya seperti, tidak sejalannya substansi RPJM Desa terhadap rumusan kegiatan pertahun dari masyarakat desa dalam pelaksananaan Program, sedangkan lemahnya fungi pendampingan disebabkan oleh kesibukkan 110

masing-masing anggota lembaga pendamping sehingga berdampak pada ketidakhadiran anggota pendamping saat proses perencanaan. 6.2 Saran Program GERDEMA merupakan wujud dari konsistensi Kabupaten Malinau terhadap UUD No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan kerangka dasar otonomi daerah. Dalam implementasinya Program GERDEMA merupakan sebuah akselerasi munculnya peraturan baru tentang Desa melalui UUD No. 6 Tahun 2014 yang mengamanatkan otonomi Desa. Dengan adanya Program GERDEMA, setiap desa di Kabupaten Malinau diberi suntikan dana per tahun Rp. 1.200.000.000 sebagai dana pembangunan agar desa sebagai pelaku utama pembangunan. Dari hasil analisis penelitian yang dilakukan banyak temuan-temuan permasalahan yang terjadi pada saat proses perencanaan perumusan kegiatan Program GERDEMA, oleh karena itu perlu adanya solusi berupa saran agar pelaksanaan proses perencanaan kedepannya menjadi lebih baik, adapun saran-saran yang telah dirumuskan terkait permasalahan-permasalahan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Permasalahan terkait lemahnya fungsi pendampingan, permasalahanpermasalahan yang terjadi pada saat proses perencanaan bersumber dari kurang aktifnya peran pendamping, dalam hal ini langkah strategis yang harus dilakukan adalah memperbaiki sistem kelembagaan pendamping yang telah terbentuk sebelumnya, yaitu Satgas dan LP3MD. Sistem yang dimaksud adalah perlu adanya ketegasan terkait aturan-aturan yang mengikat peran pendamping agar memiliki hak dan kewajiban yang jelas sehingga fungsi pendampingan dapat terus aktif. Hal ini harus dilakukan mengingat pentingnya peran pendampingan bagi masyarakat desa sebagai penunjuk arah pembangunan di desa. 2. Permasalahan terkait tidak adanya dokumen RPJM Desa sebagai pedoman arah pembangunan desa. Sejatinya pedoman arah pembangunan atau 111

RPJM Desa merupakan hal yang wajib karena sebagai wujud konsistensi terkait tujuan arah pembangunan daerah secara makro. Dari hasil analisa dengan beberapa narasumber, permasalahan ini merupakan masalah yang fundamental yang terjadi di setiap desa. Paradigma bahwa RPJM Desa hanyalah dokumen pelengkap saja harus segera diatasi dengan tindakan, yakni usaha untuk memperbaiki kembali RPJM Desa tersebut. Hal ini dapat diatasi dengan memaksimalkan fungsi Satgas (satuan tugas) yang bertugas sebagai pendamping pelaksanaan urusan pemerintahan desa. 3. Selanjutnya saran terhadap permasalahan teknis dalam proses memprioritaskan usulan kegiatan. Pada proses perencanaan oleh masyarakat desa seringkali mengalami hambatan, hal tersebut disebabkan oleh sebagian besar masyarakat desa belum memiliki kapasitas pengetahuan yang cukup untuk merencanakan, sehingga dalam mengusulkan kegiatan banyak konflik-konflik yang terjadi akibat masih berlakunya nilai yang kuat adalah yang menang artinya hanya oknumoknum tertentu yang dapat merencanakan. Oleh karena itu untuk mengantisipasi hal tersebut, peneliti menyarankan suatu cara yang diadopsi dari Permendagri No. 66 Tahun 2007 Tentang Perencanaan Pembangunan Desa dalam mengusulkan kegiatan agar terciptanya suatu usulan kegiatan yang berlandaskan kebutuhan bersama dan bukan berdasarkan kepentingan pribadi, berikut tabel kriteria prioritas yang disarankan: 112

No Kegiatan Kriteria Penilaian Pengaruh terhadap Meningkatkan Pemenuhan Hak Dasar Pendapatan (Sangat, ( Sangat, Cukup, Cukup, Menghambat, Berpengaruh, Kurang) Kurang) Tabel 6.1 Kriteria Prioritas Kegiatan Dirasakan oleh Banyak Orang (Desa, RT, Keluarga, Individu) Potensi yang Mendukung (SDA, SDM, Kelembagaan, Finansial) 1 Kegiatan 1 1 1 1 4 1 2 Kegiatan 3 4 2 2 11 3 3 Kegiatan 2 1 1 3 7 2 4 Kegiatan 5 Kegiatan 6 Kegiatan 7 Kegiatan 8 Kegiatan 9 Kegiatan 10 Kegiatan Sumber: Permendagri No.66 Tahun 2007, diolah Jumlah Skor Rangking Keterangan: prioritas kegiatan tertinggi ditentukan oleh rangking terkecil, dalam setiap kriteria diberi nilai sesuai dengan urutan kebutuhan. (Sangat bernilai 1, Cukup bernilai 2, Berpengaruh bernilai 3, dan Kurang bernilai 4.. Dst) Dengan mengadopsi cara memprioritaskan kegiatan diatas, diharapkan pada pelaksanaan perencanaan ditahun selanjutnya dapat berjalan dengan cepat, karena hasil prioritas kegiatan langsung ditemukan dan tidak melalui proses yang panjang. Tabel di atas juga dapat mengantisipasi praktik kecurangan karena menggunakan kriteria penilaian yang diketahui oleh setiap masyarakat desa. Saran untuk keberlanjutan Program GERDEMA (Gerakan Desa Membangun), peneliti mengaharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai efektifitas Program terhadap arah pembangunan secara makro se-daerah Kabupaten Malinau, serta adanya penelitian lanjutan mengenai dampak bantuan Program GERDEMA terhadap hilangnya budaya Indonesia, yaitu Gotong Royong, atau hilangnya nilai keswadayaan masyarakat. Mengingat saat peneliti mengikui proses perencanaan dalam penelitian ini ada kecenderungan bahwa masyarakat sangat bergantung dengan adanya bantuan Program, namun keterlibatan masyarakat hanya 113

sampai pada pengambilan keputusan saja, sedangkan berpartisipasi dalam mensukseskan kegiatan belum ada. 114