BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil pembahasan penelitian, diketahui bahwa proses perencanaan kegiatan pembangunan desa melalui Program GERDEMA di Desa Malinau Hilir dan Desa Sempayang melalui 4 tahapan, yakni tahap Identifikasi Kebutuhan dan Potensi, Rembug Warga, Pra-Musrenbang dan Musrenbang Desa. Pada tahap identifikasi kebutuhan dan potensi di kedua desa tidak terlaksana dengan sebagaimana mestinya, hal ini dikarenakan tidak adanya tim LP3MD yang memfasilitasi tahap tersebut, selain itu fakor lain yang menyebabkan tidak terselenggaranya tahap tersebut adalah kurangnya informasi yang diterima mengenai pelaksanaan proses perencanaan Program GERDEMA tahun anggaran 2015 yang diterima masing-masing desa. Selanjutnya di kedua desa sama-sama mengadakan proses rembug warga yang sebenarnya tidak ada di pedoman pelaksanaan program, namun tahap tersebut dianggap penting karena menjadi ajang penyatuan persepsi antar masyarakat dalam mengusulkan kegiatan. Terdapat perbedaan cara pada tahap kedua, yaitu Rembug Warga yang mengikuti kebiasaan adat dan budaya masing-masing desa. Desa Malinau Hilir melakukan Rembug Warga dengan cara tidak formal seperti kumpul-kumpul sambil ngopi dan tidak menggunakan undangan resmi, sehingga tidak ada paksaan untuk hadir. Namun, proses dengan cara tersebut mengakibatkan permasalahan pada tahap selanjutnya, yakni kurangnya persiapan warga dalam mengusulkan kegiatan. Sedangkan pada desa Sempayang dilakukan dengan cara yang formal, yakni dengan menyebarkan undangan sebelumnya, dan warga yang hadir cukup banyak. Hal positif ditunjukkan dengan tahap-tahap selanjutnya berjalan dengan kesiapan warga dalam mengusulkan kegiatan sehingga proses tidak memakan waktu lama. Dari perbandingan antara Desa Malinau Hilir dan Sempayang tersebut dapat disimpulkan 109
bahwa Desa Sempayang lebih mampu melibatkan masyarakatnya untuk dapat berpartisipasi dalam proses perencanaan. Perbedaan selanjutnya, yakni terkait fokus bahasan dalam proses perencanaan pada tahap Pra-Musrenbang. Pada Desa Malinau Hilir masyarakat diintruksikan untuk merumuskan kegiatan usulan menggunakan dana Program GERDEMA saja, hal ini mengingat bahwa Program GERDEMA adalah program yang dikhsususkan untuk pembangunan desa maka fokus perumusannya adalah bagaimana mengelola dana yang bersumber dari Program GERDEMA saja, sedangkan untuk program Lintas Sektoral dikhsususkan untuk usulan-usulan kegiatan yang memiliki anggaran cukup besar dan dirumuskan pada saat Musrenbang Desa dan seterusnya saja. Cara ini dianggap cukup baik karena masyarakat dapat fokus merumuskan kegiatan dan mengelola dengan baik dana yang bersumber dari Program GERDEMA. Selanjutnya untuk perumusan kegiatan dengan menggunakan dana program Lintas Sektoral Desa Malinau Hilir memiliki strategi tersendiri agar kegiatan usulannya dapat terealisasi, contohnya dengan membangun secara swadaya kandang sapi beserta ternak sapi secara swadaya terlebih dahulu, hal ini dilakukan agar pihak SKPD terkait melihat keseriusan masyarakat dalam mengusulkan kegiatan. Sedangkan pada Desa Sempayang, fokus rumusan usulan kegiatan sedikit terganggu karena masyarakat cenderung lebih memilih merumuskan kegiatan dengan menggunakan dana Lintas Sektoral, hal tersebut dikarenakan masyarakat beranggapan kegiatan-kegiatan yang diusulkan melalui Lintas Sektoral merupakan kegiatan yang besar dengan biaya yang besar pula, sehingga dapat memberikan dampak pembangunan yang signifikan. Selanjutnya permasalahan fundamental yang ditemukan saat mengikuti proses perencanaan di kedua desa tersebut, yakni tidak adanya naskah RPJM Desa sebagai pedoman arah pembangunan desa dan lemahnya fungsi pendampingan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya seperti, tidak sejalannya substansi RPJM Desa terhadap rumusan kegiatan pertahun dari masyarakat desa dalam pelaksananaan Program, sedangkan lemahnya fungi pendampingan disebabkan oleh kesibukkan 110
masing-masing anggota lembaga pendamping sehingga berdampak pada ketidakhadiran anggota pendamping saat proses perencanaan. 6.2 Saran Program GERDEMA merupakan wujud dari konsistensi Kabupaten Malinau terhadap UUD No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan kerangka dasar otonomi daerah. Dalam implementasinya Program GERDEMA merupakan sebuah akselerasi munculnya peraturan baru tentang Desa melalui UUD No. 6 Tahun 2014 yang mengamanatkan otonomi Desa. Dengan adanya Program GERDEMA, setiap desa di Kabupaten Malinau diberi suntikan dana per tahun Rp. 1.200.000.000 sebagai dana pembangunan agar desa sebagai pelaku utama pembangunan. Dari hasil analisis penelitian yang dilakukan banyak temuan-temuan permasalahan yang terjadi pada saat proses perencanaan perumusan kegiatan Program GERDEMA, oleh karena itu perlu adanya solusi berupa saran agar pelaksanaan proses perencanaan kedepannya menjadi lebih baik, adapun saran-saran yang telah dirumuskan terkait permasalahan-permasalahan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Permasalahan terkait lemahnya fungsi pendampingan, permasalahanpermasalahan yang terjadi pada saat proses perencanaan bersumber dari kurang aktifnya peran pendamping, dalam hal ini langkah strategis yang harus dilakukan adalah memperbaiki sistem kelembagaan pendamping yang telah terbentuk sebelumnya, yaitu Satgas dan LP3MD. Sistem yang dimaksud adalah perlu adanya ketegasan terkait aturan-aturan yang mengikat peran pendamping agar memiliki hak dan kewajiban yang jelas sehingga fungsi pendampingan dapat terus aktif. Hal ini harus dilakukan mengingat pentingnya peran pendampingan bagi masyarakat desa sebagai penunjuk arah pembangunan di desa. 2. Permasalahan terkait tidak adanya dokumen RPJM Desa sebagai pedoman arah pembangunan desa. Sejatinya pedoman arah pembangunan atau 111
RPJM Desa merupakan hal yang wajib karena sebagai wujud konsistensi terkait tujuan arah pembangunan daerah secara makro. Dari hasil analisa dengan beberapa narasumber, permasalahan ini merupakan masalah yang fundamental yang terjadi di setiap desa. Paradigma bahwa RPJM Desa hanyalah dokumen pelengkap saja harus segera diatasi dengan tindakan, yakni usaha untuk memperbaiki kembali RPJM Desa tersebut. Hal ini dapat diatasi dengan memaksimalkan fungsi Satgas (satuan tugas) yang bertugas sebagai pendamping pelaksanaan urusan pemerintahan desa. 3. Selanjutnya saran terhadap permasalahan teknis dalam proses memprioritaskan usulan kegiatan. Pada proses perencanaan oleh masyarakat desa seringkali mengalami hambatan, hal tersebut disebabkan oleh sebagian besar masyarakat desa belum memiliki kapasitas pengetahuan yang cukup untuk merencanakan, sehingga dalam mengusulkan kegiatan banyak konflik-konflik yang terjadi akibat masih berlakunya nilai yang kuat adalah yang menang artinya hanya oknumoknum tertentu yang dapat merencanakan. Oleh karena itu untuk mengantisipasi hal tersebut, peneliti menyarankan suatu cara yang diadopsi dari Permendagri No. 66 Tahun 2007 Tentang Perencanaan Pembangunan Desa dalam mengusulkan kegiatan agar terciptanya suatu usulan kegiatan yang berlandaskan kebutuhan bersama dan bukan berdasarkan kepentingan pribadi, berikut tabel kriteria prioritas yang disarankan: 112
No Kegiatan Kriteria Penilaian Pengaruh terhadap Meningkatkan Pemenuhan Hak Dasar Pendapatan (Sangat, ( Sangat, Cukup, Cukup, Menghambat, Berpengaruh, Kurang) Kurang) Tabel 6.1 Kriteria Prioritas Kegiatan Dirasakan oleh Banyak Orang (Desa, RT, Keluarga, Individu) Potensi yang Mendukung (SDA, SDM, Kelembagaan, Finansial) 1 Kegiatan 1 1 1 1 4 1 2 Kegiatan 3 4 2 2 11 3 3 Kegiatan 2 1 1 3 7 2 4 Kegiatan 5 Kegiatan 6 Kegiatan 7 Kegiatan 8 Kegiatan 9 Kegiatan 10 Kegiatan Sumber: Permendagri No.66 Tahun 2007, diolah Jumlah Skor Rangking Keterangan: prioritas kegiatan tertinggi ditentukan oleh rangking terkecil, dalam setiap kriteria diberi nilai sesuai dengan urutan kebutuhan. (Sangat bernilai 1, Cukup bernilai 2, Berpengaruh bernilai 3, dan Kurang bernilai 4.. Dst) Dengan mengadopsi cara memprioritaskan kegiatan diatas, diharapkan pada pelaksanaan perencanaan ditahun selanjutnya dapat berjalan dengan cepat, karena hasil prioritas kegiatan langsung ditemukan dan tidak melalui proses yang panjang. Tabel di atas juga dapat mengantisipasi praktik kecurangan karena menggunakan kriteria penilaian yang diketahui oleh setiap masyarakat desa. Saran untuk keberlanjutan Program GERDEMA (Gerakan Desa Membangun), peneliti mengaharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai efektifitas Program terhadap arah pembangunan secara makro se-daerah Kabupaten Malinau, serta adanya penelitian lanjutan mengenai dampak bantuan Program GERDEMA terhadap hilangnya budaya Indonesia, yaitu Gotong Royong, atau hilangnya nilai keswadayaan masyarakat. Mengingat saat peneliti mengikui proses perencanaan dalam penelitian ini ada kecenderungan bahwa masyarakat sangat bergantung dengan adanya bantuan Program, namun keterlibatan masyarakat hanya 113
sampai pada pengambilan keputusan saja, sedangkan berpartisipasi dalam mensukseskan kegiatan belum ada. 114