KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 441/KPTS/1998 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG MENTERI PEKERJAAN UMUM,



dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 29/PRT/M/2006 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 29/PRT/M/2006 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Syarat Bangunan Gedung


PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNGG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI,

PERATURAN BANGUNAN /BUILDING REGULATION

TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG

WALIKOTA MOJOKERTO PROVINS! JA WA TIMUR PERATURAN DAERAJ-1 KOTA MOJOKERTO NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG,

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 20 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG STANDARISASI BANGUNAN GEDUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 15 TAHUN 2004 TENTANG PENATAAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TEBO PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEBO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEBO,

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI PELALAWAN PROVINSI RIAU

DRAFT RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PINRANG,

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

TENTANG PEDOMAN DAN STÁNDAR TEKNIS UNTUK PELAYANAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TINJAUAN HUKUM PENDIRIAN BANGUNAN PADA JALUR HIJAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TENGAH,

WALIKOTA MALANG, 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembara n Negara Republik Indonesia

SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PALEMBANG PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAKALAR,

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SELAYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung Kantor Pusat Monitoring Dan Evaluasi Perda Bagunan Dan Gedung

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 24 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SELAYAR, : a.

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 7 TAHUN 1991 TENTANG BANGUNAN DALAM WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

BUPATI BOMBANA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI ACEH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG B A N G U N A N

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG,

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS,

KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Izin Mendirikan Bangunan. Prinsip.

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda arah dan Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung.

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG BANGUNAN DAN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PELATIHAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN

WALIKOTA DENPASAR, PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATENOGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI,

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 441/KPTS/1998 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah di bidang Pekerjaan Umum kepada Daerah, urusan penyelenggaraan bangunan gedung telah diserahkan kepada Daerah baik Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II; b. bahwa perkembangan penyelenggaraan bangunan gedung dewasa ini semakin kompleks sehingga perlu adanya pengaturan mengenai ketentuan teknis yang menyangkut peruntukan dan intensitas bangunan, arsitektur dan lingkungan, serta keandalan bangunan yang menjadi persyaratan pokok suatu bangunan gedung; c. bahwa sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987, kepada Menteri Pekerjaan Umum diberi wewenang untuk melakukan pembinaan teknis dan pengawasan teknis dalam penyelenggaraan bangunan gedung di Daerah; d. bahwa sehubungan dengan pertimbangan pertimbangan tersebut diatas perlu mengatur persyaratan teknis bangunan gedung, dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah; 2. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun; 3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Parumahan dan Permukiman; 4. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Pekerjaan Umum kepada Daerah; 6. Keputusan Presiden Rl Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen; 7. Keputusan Presiden Rl Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Keputusan Rl Nomor 15 tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen Sebagaimana Telah Tiga Puluh Kali Diubah Terakhir Dengan Keputusan Rl Nomor 23 Tahun 1994 8. Keputusan Presiden Rl Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan;

9. Keputusan Menteri PU Nomor 211/KPTS/1994 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Pertama Pengertian Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Bangunan gedung adalah bangunan yang didirikan dan atau diletakkan dalam suatu lingkungan sebagian atau seluruhnya pada, diatas, atau di dalam tanah dan atau perairan secara tetap yang berfungsi sebagai tampat manusia melakukan kegiatannya. 2. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah proses kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan bangunan gedung 3. Daerah adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II. 4. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah T'ngkat II. Bagian Kedua Maksud dan Tujuan Pasal 2 (1) Pengaturan persyaratan teknis bangunan gedung dimaksudkan untuk mewujudkan bangunan gedung yang berkualitas sesuai dengan fungsinya. (2) Pengaturan persyaratan teknis bangunan gedung bertujuan terselenggaranya fungsi bangunan gedung yang aman, sehat, nyaman, efisien, seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya

BAB II PENGATURAN PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG Bagian Pertama Persyaratan Teknis Pasal 3 (1) Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan mengenai : a. Peruntukan dan Intensitas Bangunan. b. Arsitektur dan lingkungan. c. Struktur Bangunan Gedung. d. Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran. e. Sarana Jalan Masuk dan Keluar. f. Transportasi dalam Gedung. g. Pencahayaan Darurat, Tanda Arah Keluar, dan Sistem Peringatan Bahaya. h. Instalasi Listrik Penangkal Petir, dan Komunikasi dalam Gedung i. Instalasi Gas. j. Sanitasi dalam gedung. k. Ventilasi dan Pengkondisian Udara I. Pencahayaan. m. Kebisingan dan Getaran. (2) Rincian persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tercantum pada lampiran Keputusan Menten ini yang merupakan satu kesatuan pengaturan dalam keputusan ini (3) Setiap orang atau badan termasuk instansi Pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung wajib memenuhi ketentuan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) Pasal ini. Pasal 4 Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kedua Pengaturan Pelaksanaan di Daerah Pasal 5 (1) Untuk pedoman pelaksanaan penyelenggaraan bangunan gedung di Daerah perlu dibuat Peraturan Daerah yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Menteri ini. (2) Dalam hal Daerah belum mempunyai Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini maka terhadap penyelenggaraan bangunan gedung di Daerah

diberlakukan ketentuan-ketentuan Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada Pasal 3. (3) Daerah yang telah mempunyai Peraturan Daerah tentang persyaratan teknis bangunan gedung sebelum Keputusan Menteri ini diterbitkan harus menyesuaikannya dengan ketentuan-ketentuan persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada Pasal 3. Pasal 6 (1) Dalam melaksanakan pembinaan pembangunan bangunan gedung, Pemerintah Daerah melakukan peningkatan kemampuan aparat Pemerintah maupun masyarakat dalam memenuhi ketentuan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 untuk terwujudnya tertib pembangunan bangunan gedung. (2) Dalam melaksanakan pengendalian pembangunan bangunan gedung, Pemerintah Daerah wajib menggunakan persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 sebagai landasan dalam mengeluarkan persetujuan atau perizinan yang diperlukan. (3) Terhadap aparat Pemerintah Daerah yang bertugas dalam pengendalian pembangunan bangunan gedung yang melakukan pelanggaran ketentuan dalam Pasal 3 dikenakan sanksi administrasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Ketiga Sanksi Administrasi Pasal 7 (1) Penyelenggaraan bangunan gedung yang melanggar ketentuan-ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 Keputusan Menteri ini dikenakan sanksi administrasi yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 5. (2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dikenakan sesuai dengan tingkat pelanggaran dapat berupa: a. Peringatan tertulis b. Pembatasan kegiatan c. Penghentian sementara kegiatan sampai dilakukannya pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung. d. Pencabutan izin yang telah dikeluarkan untok menyelenggarakan pembangunan bangunan gedung. (3) Selain sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), di dalam Peraturan Daerah dapat diatur mengenai pengenaan denda dan tindakan Pembongkaran atas terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan persyaratan teknis bangunan gedung.

BAB III PEMB1NAAN DAN PENGAWASAN TEKNIS Pasal 8 (1) Pembinaan dan Pengawasan Teknis untuk pelaksanaan ketentuan persyaratan teknis bangunan gedung dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 58/PRT/1991 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Teknis dan Pengawasan Teknis Bidang Pekerjaan Umum kepada Dinas Pekerjaan Umum. (2) Pelaksanaan pembinaan teknis dan pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini didasarkan pada Rencana dan program yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Cipta Karya. BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 9 Dengan berlakunya Keputusan Menteri inl, maka semua ketentuan persyaratan teknis bangunan gedung yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan Menteri ini masih tetap berlaku, sampai digantikan dengan yang baru. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 10 (1) Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. (2) Keputusan Menteri ini disebarluaskan kepada pihak-pihak yang bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan. DITETAPKAN Dl : J A K A R T A PADA TANGGAL : 10 NOPEMBER 1998 MENTERI PEKERJAAN UMUM RACHMADI BAMBANG SUMADHIJO

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 441/KPTS/1998 TANGGAL 10 NOPEMBER 1998 DAFTAR ISI BAGIAN I KETENTUAN UMUM I. 1 PENGERTIAN 1. Umum 2. Teknis I.2 MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud 2. Tujuan BAGIAN II PERUNTUKAN DAN INTENSITAS BANGUNAN II.1 II.2 II.3 PERUNTUKAN, FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN 1. Peruntukan Lokasi 2. Fungsi Bangunan 3. Klasifikasi Bangunan INTENSITAS BANGUNAN 1. Kepadatan dan Ketinggian Bangunan 2. Penetapan KDB dan Jumlah Lantai/KLB 3. Perhitungan KDB dan KLB GARIS SEMPADAN BANGUNAN 1. Garis Sempadan (muka) Bangunan 2. Garis Sempadan Samping dan Belakang Bangunan 3. Pemisah di Sepanjang Halaman Depan, Samping, dan Belakang Bangunan BAGIAN III ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN III.1 III.2 III.3 ARSITEK BANGUNAN 1. Tata Letak Bangunan 2. Bentuk Bangunan 3. Tata Ruang Dalam 4. Kelengkapan Bangunan RUANG TERBUKA HIJAU PEKARANGAN 1. Fungsi dan Persyaratan Ruang Tebuka Hijau Pekarangan 2. Ruang Sempadan Bangunan 3. Tapak Basement 4. Hijau Pada Bangunan 5. Tata Tanaman SIRKULASI, PERTANDAAN, DAN PENCAHAYAAN RUANG LUAR BANGUNAN 1. Sirkulasi dan Fasilitas Parkir 2. Pertandaan (Signage) 3. Pencahayaan Ruang Luar Bangunan

III.4 PENGELOLAAN DAMPAK LINGKUNGAN 1. Dampak Penting 2. Ketentuan Pengelolaan Dampak Ligkungan 3. Ketentuan UPL dan UKL 4. Persyaratan Teknis Pengelolaan Dampak Lingkungan 5. Pengelolaan Daerah Bencana BAGIAN IV STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG IV.1 IV.2 IV.3 IV.4 IV.5 IV.6 PERSYARATAN STRUKTUR DAN BAHAN 1. Persyaratan Struktur 2. Persyaratan Bahan PEMBEBANAN STRUKTUR ATAS 1. Kontruksi Bangunan 2. Kontruksi Baja 3. Kontruksi Kayu 4. Kontruksi Dengan Bahan dan Teknologi Khusus 5. Pedoman Spesifik Untuk Tiap Jenis Konstruksi STRUKTUR BAWAH 1. Pondasi Langsung 2. Pondasi Bawah KEANDALAN STRUKTUR 1. Keselamatan Struktur 2. Keruntuhan Struktur DEMOLISI STUKTUR 1. Kriteria Demolisi 2. Prosedur dan Metoda BAGIAN V PENGAMANAN TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN V.1 SISTEM PROTEKSI PASIF 1. Ketahanan Api dan Stabilitas 2. Tipe Konstruksi Tahan Api 3. Tipe Konstruksi Yang Diwajibkan 4. Kompartemensasi dan Pemisahan 5. Proteksi Bukaan V.2 SISTEM PROTEKSI AKTIF 1. Sistem Pemadam Kebakaran 2. Sistem Diteksi & Alarm Kebakaran 3. Pengendalian Asap Kebakaran 4. Pusat Pengendali Kebakaran

BAGIAN VI SARANA JALAN MASUK DAN KELUAR VI.1 VI.2 VI.3 VI.4 FUNGSI DAN PERSYARATAN KINERJA 1. Fungsi 2. Pesyaratan Kinerja KETENTUAN JALAN KELUAR 1. Persyaratan Keamanan 2. Kebutuhan Jalan Keluar 3. Jalan Keluar Yang Diisolasi Terhadap Kebakaran 4. Jarak Jalur Menuju Pintu Keluar 5. Jarak antara Pintu-pintu Keluar Alternatif 6. Dimensi/ukuran Pintu Keluar 7. Jalur Lintasan Melalui Jalan Keluar Yang Diisolasi Tehadap Kebakaran 8. Tangga Luar Bangunan 9. Lintasan Melalui Tangga/ramp Yang Tidak Diisolasi Terhadap Kebakaran 10. Keluar Melalui Pintu-pintu Keluar 11. Pintu Keluar Horisontal 12. Tangga, Ramp atau Eskalator Yang Tidak Disyaratkan 13. Ruang Peralatan dan Ruang Motor Lift 14. Jumlah Orang Yang Ditampung KONTRUKSI JALAN KELUAR 1. Penerapan 2. Tangga dan Ramp Yang Diisolasi Terhadap Kebakaran 3. Tangga dan Ramp Yang Tidak Diisolasi Terhadap Kebakaran 4. Pemisahan Tanjakan dan Turunan Tangga 5. Ramp dan Balkon Akses Yang Terbuka 6. Lobby Bebas Asap 7. Instalasi pada Pintu Keluar dan Jalan Lintasan 8. Perlindungan pada Ruang di Bawah Tangga dan Ramp 9. Lebar Tangga 10. Ramp Pejalan Kaki 11. Lorong Yang Diisolasi Terhadap Kebakaran 12. Atap sebagai Ruang Terbuka 13. Injakan dan Tanjakan Tangga 14. Bordes 15. Ambang Pintu 16. Balustrade 17. Pegangan Rambat pada Tangga 18. Pintu 19. Pintu Ayun 20. Pengoperasian Gerendel Pintu 21. Masuk dari Pintu Keluar Yang Diisolasi Terhadap Kebakaran 22. Rambu pada Pintu AKSES BAGI PENYANDANG CACAT

BAGIAN VII TRANSPORTASI DALAM GEDUNG VII.1 VII.2 LIF 1. Kapasitas Lif 2. Lif Kebakaran 3. Peringatan Terhadap Pengguna Lif pada Saat Terjadi Kebakaran 4. Lif untuk Rumah Sakit 5. Sangkar Lif 6. Saf Lif 7. Mesin Lif dan Ruang Mesin Lif 8. Instalasi Listrik 9. Pemeriksaan, Pengujian dan Pemeliharaan TANGGA BERJALAN DAN LANTAI BERJALAN BAGIAN VIII PENCAHAYAAN DARURAT, TANDA ARAH KELUAR, SISTEM PERINGATAN BAHAYA VIII.1 VIII.2 VIII.3 1SISTEM PENCAHAYAAN DARURAT TANDA ARAH KELUAR SISTEM PERINGATAN BAHAYA BAGIAN IX INSTALANSI LISTRIK, PENANGKAL PETIR, DAN KOMUNIKASI DALAM GEDUNG IX.1 IX.2 IX.3 INSTALANSI LISTRIK 1. Perencanaan Instalansi Listrik 2. Jaringan Distribusi Listrik 3. Beban Listrik 4. Sumber Daya Listrik 5. Transformator Distribusi 6. Pemerikasaan dan Pengujian 7. Pemeliharaan INSTALANSI PENANGKAL PETIR 1. Perencanaan Penangkal Petir 2. Instalansi Penangkal Petir 3. Pemeriksaan dan Pengujian 4. Pemeliharaan INSTALASI KOMUNIKASI DALAM GEDUNG 1. Perencanaan Komunikasi dalam Gedung 2. Instalansi Telepon 3. Instalansi Tata Suara

BAGIAN X INSTALANSI GAS X.1 INSTALANSI GAS PEMBAKARAN 1. Jenis Gas 2. Jaringan Distribusi Gas Kota 3. Pemeriksaan dan Pengujian X.2 INSTALANSI GAS MEDIK 1. Jenis Gas 2. Jaringan Distribusi Gas Medik 3. Pemeriksaan dan Pengujian BAGIAN XI SANITASI DALAM GEDUNG XI. 1 XI. SISTEM PLAMBING 1. Perencanaan Sistem Plumbing 2. Sistem Penyediaan Air Bersih 3. Sistem Pembuangan Air Kotor 4. Alat Plambing 5. Tangki Penyediaan Air Bersih 6. Pompa Air Bersih PERSAMPAHAN 1. Penempatan pada Bangunan 2. Pewadahan 3. Sampah Berbahaya BAGIAN XII VENTILASI DAN PENGKONDISIAN UDARA XII.1 XII.2 VENTILASI 1. Kebutuhan Ventilasi 2. Ventilasi Alami 3. Ventilasi Buatan PENGKONDISIAN UDARA 1. Kebutuhan Pengkondisian Udara 2. Konservaasi Energi 3. Perhitungan Perkiraan Beban Pendinginan BAGIAN XIII PENCAHAYAAN XIII.1 XIII.2 XIII.3 KEBUTUHAN PENCAHAYAAN PENCAHAYAAN BUATAN PENCAHAYAAN ALAMI

XIII.4 PENGENDALIAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN BAGIAN XIV KEBISINGAN DAN GETARAN XIV.1 XIV.2 KEBISINGAN GETARAN BAGIAN XV PENUTUP LAMPIRAN

I. KETENTUAN UMUM 1. PENGERTIAN 1. Umum Dalam pedoman teknis ini yang dimaksud dengan: a. Daerah adalah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II atau Daerah Khusus Ibukota Jakarta. b. Kepala Daerah adalah Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, atau Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta. c. Dinas Bangunan adalah salah satu Dinas Teknis di Daerah yang diantaranya mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan pengaturan, pembinaan, dan pengendalian pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung yang berada di Daerah yang bersangkutan. d. Pengawas/Penilik Bangunan adalah pejabat atau tenaga teknis profesional yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Kepala Daerah atau ketentuan yang berlaku untuk bertugas mengawasi/menilik bangunan gedung. 2. Teknis a. Air kotor adalah semua air yang bercampur dengan kotoran-kotoran dapur, kamar mandi, kakus dan peralatan-peralatan pembuangan lainnya. b. Atrium adalah suatu ruang dalam suatu bangunan yang menghubungkan 2 atau lebih tingka/lantai, di mana: i. seluruh atau sebagian ruangnya tertutup pada bagian atasnya oleh lantai atau atap, termasuk struktur atap kaca; ii. termasuk setiap ruang yang berbatasan/ berdekatan tetapi tidak terpisahkan oleh pembatas; iii. tidak termasuk lorong tangga, lorong ramp, atau ruang dalam shaft. c. Bangunan gedung adalah bangunan yang didirikan dan atau diletakkan dalam suatu lingkungan sebagian atau seluruhnya pada, di atas, atau di daiam tanah dan/atau perairan secara tetap yang berfungsi sebagai tempat manusia untuk melakukan kegiatan bertempat tinggal, berusaha, bersosial-budaya, dan kegiatan lainnya. d. Bangunan turutan adalah bangunan sebagai tambahan atau pengembangan dari bangunan yang sudah ada. e. Bangunan umum adalah bangunan yang berfungsi untuk tempat manusia berkumpul, mengadakan pertemuan, dan melaksanakan kegiatan yang bersifat publik lainnya, seperti keagamaan, pendidikan, rekreasi, olah raga, perbelanjaan, dsb.

f. Bangunan Induk adalah bangunan yang mempunyai fungsi dominan dalam suatu persil. g. Baku Tingkat Getaran mekanik dan getaran kejut adalah batas maksimal tingkat getaran mekanik yang diperbolehkan dan usaha atau kegiatan pada media padat sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan serta keutuhan bangunan. h. Baku tingkat Kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dituang kelingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. a. Daerah Hijau Bangunan, yang selanjutnya disebut DHB adalah ruang terbuka pada bangunan yang dimanfaatkan untuk penghijauan. b. Demolisi adalah kegiatan merobohkan atau membongkar bangunan secara total. c. Dinding Pembatas adalah dinding yang menjadi pembatas antara bangunan. d. Dinding Luar adalah suatu dinding bangunan terluar yang bukan merupakan dinding pembatas. e. Dinding Luar Non-struktural adalah suatu dinding luar yang tidak memikul beban dan bukan merupakan dinding panel. f. Garis Sempadan Bangunan merupakan jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap: i. Batas lahan yang dikuasai, ii. Batas tepi sungai/pantai, iii. Antar massa bangunan lainnya, atau iv. Rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas dan sebagainya. g. Garis sempadan pagar adalah garis bagian luar dari pagar persil atau pagar pekarangan. h. Garis sempadan loteng adaiah garis yang terhitung dan tepi jalan berbatasan yang tidak diperkenankan didirikan tingkat bangunan. i. Getaran adalah gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan seimbang terhadap suatu titik acuan. j. Getaran kejut adalah getaran yang berlangsung secara tiba-tiba dan sesaat. k. Getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia. l. Getaran seismik adalah getaran tanah yang disebabkan oleh peristiwa alam dan kegiatan manusia.

m. Jarak antara bangunan adalah jarak terkecil antara bangunan yang diukur antara permukaan-permukaan denah bangunan. n. Jaringan persil adalah jaringan sanitasi dan jaringan drainasi dalam persil. o. Jaringan saluran umum kota adalah jaringan sarana dan prasarana saluran umum perkotaan, seperti jaringan sanitasi dan jaringan drainasi. p. Kamar adalah ruangan yang tertutup seluruhnya atau sebagian, untuk tempat kegiatan manusia, selain kamar untuk MCK dan dapur. q. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. r. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil/ kaveling/ blok peruntukan. s. Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka prosentase perbandingan antara luas ruang terbuka di luar bangunan yang diperuntukkan bagi pertamanan/ penghijauan dengan luas tanah perpetakan/ daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan tata bangunan yang ada. t. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah koefisien perbandingan antara luas keseluruhan lantai bangunan terhadap luas persil/ kaveling/ blok peruntukan. u. Koefisien Tapak Basement (KTB) adalah angka prosentasi perbandingan luas tapak basement dengan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana tata ruang dan tata bangunan yang ada. v. Lubang Atrium adalah ruang dari suatu atrium yang dikelilingi oleh batas pinggir bukaan lantai atau oleh batas pinggir lantai dan dinding luar. w. Mendirikan Bangunan i. Mendirikan, memperbaiki, memperluas, mengubah atau membongkar secara keseluruhan atau sebagian suatu bangunan; ii. Melakukan pekerjaan tanah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan yang dimaksud pada butir 2.w.i. x. Pekarangan adalah bagian yang kosong dari suatu persil/ kaveling/blok peruntukan bangunan. y. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah pedoman rencana teknik, program tata bangunan dan lingkungan, serta pedoman pengendalian pelaksanaan yang umumnya meliputi suatu lingkungan/kawasan (urban design and development guidelines).

z. Ruang persiapan adalah ruang yang berhubungan dengan, dan berbatasan ke suatu panggung pada bangunan klas 9b yang dipergunakan untuk barang-barang dekorasi panggung, peralatan, ruang ganti, atau sejenisnya. aa. Rumah adalah bangunan yang terdiri atas ruangan atau gabungan ruangan yang borhubungan satu sama lain, yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. bb. Sambungan jaringan adalah penghubung antara sesuatu jaringan persil dengan jaringan saluran umum kota. cc. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang akan dinyatakan dalam satuan Desibel disingkat db. dd. Tinghat Ketahanan Api (TKA), adalah tingkat ketahanan api yang dipersyaratakan pada bagian atau komponen bangunan sesuai ketentuan butir V.1.2 dalam ukuran waktu satuan menit, dengan kriteria-kriteria berurut yaitu aspek ketahanan struktural, integritas, dan insulasi. Contoh: TKA 90/-/60 berarti hanya terdapat persyaratan TKA untuk ketahanan struktural 90 menit dan insulasi 60 menit. ee. Tinggi bangunan adalah jarak antara garis potong permukaan atap dengan muka bangunan bagian luar dan permukaan lantai denah bawah. I.2 MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud Persyaratan Teknis Bangunan Gedung ini dimaksudkan sebagai acuan persyaratan teknis yang diperlukan dalam mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia, termasuk dalam rangka proses perijinan pelaksanaan dan pemanfaatan bangunan, serta pemeriksaan kelaikan fungsi/keandalan bangunan gedung. 2. Tujuan. Tujuan Pedoman Teknis ini bertujuan untuk dapat terwujudnya bangunan gedung sesuai fungsi yang ditetapkan dan yang memenuhi persyaratan teknis, yaitu meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan, arsitektur dan lingkungan, serta keandalan bangunan. Adapun tujuan dari pengaturan per-bagian adalah: a. Peruntukan dan Intensitas: i. menjamin bangunan gedung didirikan berdasarkan ketentuan tata ruang dan tata bangunan yang ditetapkan di Daerah yang bersangkutan, ii. menjamin bangunan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya,

iii. menjamin keselamatan pengguna, masyarakat, dan lingkungan. b. Arsitektur dan Lingkungan: i. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang didirikan berdasarkan karakteristik lingkungan, ketentuan wujud bangunan, dan budaya daerah, sehingga seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya. ii. menjamin terwujudnya tata ruang hijau yang dapat memberikan keseimbangan dan keserasian bangunan terhadap lingkungannya. iii. menjamin bangunan gedung dibangun dan dimanfaatkan dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. c. Strukfur Bangunan: i. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia. ii. menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka yang disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan. iii. menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan benda yang disebabkan oleh perilaku struktur. iv. menjamin perlindungan properti lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan oleh kegagalan struktur. d. Ketahanan terhadap Kebakaran: i. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia pada saat terjadi kebakaran. ii. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun sedemikian rupa sehinga mampu secara struktural stabil selama kebakaran, sehingga: (1) cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman; (2) cukup waktu bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk memadamkan api; (3) dapat menghindari kerusakan pada properti lainnya. e. Sarana Jalan Masuk dan Keluar: i. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang mempunyai akses yang layak, aman dan nyaman ke dalam bangunan dan fasilitas serta layanan di dalamnya. ii. menjamin terwujudnya upaya melindungi penghuni dari cedera atau luka saat evakuasi pada keadaan darurat

iii. menjamin tersedianya aksesibilitas bagi penyandang cacat, khususnya untuk bangunan fasilitas umum dan sosial. f. Transportasl dalam Gedung: i. menjamin tersedianya alat transportasi yang layak, aman, dan nyaman di dalam bangunan gedung. ii. menjamin tersedianya aksesibiltas bagi penyandang cacat khususnya untuk bangunan fasilitas umum dan sosial. g. Pencahayean Darurat, Tanda arah Keluar, dan Sistem Peringatan Bahaya: i. menjamin tersedianya pertandaan dini yang informatif di dalam bangunan gedung apabila terjadi keadaan darurat; ii. menjamin penghuni melakukan evakuasi secara mudah dan aman, apabila terjadi keadaan darurat. h. Instalasi Listrik, Penangkal Petir dan Komunikasi: i. menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan aman dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; ii. menjamin terwujudnya keamanan bangunan gedung dan penghuninya dari bahaya akibat petir; iii. menjamin tersedianya sarana komunikasi yang memadai dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya. i. Instalasi Gas: i. menjamin terpasangnya instalasi gas secara aman dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; ii. menjamin terpenuhinya pemakaian gas yang aman dan cukup; iii. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan secara baik. j. Sanitasi dalam Bangunan: i. menjamin tersedianya sarana sanitasi yang memadai dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; ii. menjamin terwujudnya kebersihan, kesehatan dan memberikan kenyamanan bagi penghuni bangunan dan lingkungan; iii menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan sanitasi secara baik.

k Ventilasi dan Pengkondisian Udara: i. menjamin terpenuhinya kebutuhan udara yang cukup, baik alami maupun buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; ii. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan tata udara secara baik. l. Pencahayaan: i. menjamin terpenuhinya kebutuhan pencahayaan yang cukup, baik alami maupun buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; ii. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan pencahayaan secara baik. m. Kebisingan dan Getaran: i. menjamin terwujudnya kehidupan yang nyaman dari gangguan suara dan getaran yang tidak diinginkan; ii. menjamin adanya kepastian bahwa setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak negatif suara dan getaran perlu melakukan upaya pengendalian pencemaran dan atau mencegah perusakan lingkungan.

II. PERUNTUKAN DAN INTENSITAS BANGUNAN II.I. PERUNTUKAN, FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN 1. Peruntukan Lokasi a. Bangunan gedung harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam ketentuan tata ruang dan tata bangunan dari lokasi yang bersangkutan. b. Ketentuan tata ruang dan tata bangunan ditetapkan melalui: i. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah, ii. Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR), iii. Peraturan bangunan setempat dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). c. Peruntukan lokasi sebagaimana dimaksud dalam butir a, merupakan peruntukan utama, sedangkan peruntukan penunjangnya sebagaimana ditetapkan di dalam ketentuan tata bangunan yang ada di Daerah setempat atau berdasarkan pertimbangan teknis Dinas Bangunan. d. Setiap pihak yang memerlukan keterangan atau ketentuan tata ruang dan tata bangunan dapat memperolehnya secara terbuka melalui Dinas Bangunan. e. Keterangan atau ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir d meliputi keterangan tentang peruntukan lokasi dan intensitas bangunan, seperti kepadatan bangunan, ketinggian bangunan, dan garis sempadan bangunan. f. Dalam hal rencana-rencana tata ruang dan tata bangunan sebagaimana dimaksud pada butir b belum ada, Kepala Daerah dapat memberikan pertimbangan atas ketentuan yang diperlukan, dengan tetap mengadakan peninjauan seperlunya terhadap rencana tata ruang dan tata bangunan yang ada di Daerah. g. Bagi Daerah yang belum memiliki RTRW, RRTR, ataupun peraturan bangunan setempat dan RTBL, maka Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan membangun bangunan gedung dengan pertimbangan: i. Persetujuan membangun tersebut berstfat sementara sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan tata ruang yang lebih makro, kaidah perencanaan kota dan penataan bangunan ii. Kepala Daerah segera menyusun dan menetapkan RRTR, peraturan bangunan setempat dan RTBL berdasarkan rencana tata ruang yang lebih makro. iii. Apabila persetujuan yang telah diberikan terdapat ketidak sesuaian dengan rencana tata ruang dan tata bangunan yang ditetapkan kemudian, maka perlu

diadakan penyesuaian dengan resiko ditanggung oleh pemohon/pemilik bangunan. iv. Bagi Daerah yang belum memilih RTRW Daerah, Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan membangun bangunan pada daerah tersebut untuk jangka waktu sementara. v. Apabila di kemudian hari terdapat penetapan RTRW Daerah yang bersangkutan, maka bangunan tersebut harus disesuaikan dengan rencana tata ruang yang ditetapkan. h. Pembangunan bangunan gedung diatas jalan umum, saluran, atau sarana lain perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah dengan pertimbangan sebagai berikut: i. tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata bangunan Daerah; ii. tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas kendaraan, orang, maupun barang; iii. tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada dibawah dan atau diatas tanah; iv. tetap memperhatikan keserasian bangunan terhadap lingkungannya. i. Pembangunan bangunan gedung dibawah tanah yang melintasi sarana dan prasarana jaringan kota perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah dengan pertimbangan sebagai berikut: i. tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata bangunan Daerah; ii. tidak untuk fungsi hunian atau tempat tinggal; iii. tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada dibawah tanah; iv. penghawaan dan pencahayaan bangunan telah memenuhi persyaratan kesehatan sesuai fungsi bangunan; v. memiliki sarana khusus untuk kepentingan keamanan dan keselamatan bagi pengguna bangunan. j. Pembangunan bangunan gedung dibawah atau diatas air perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah dengan pertimbangan sebagai berikut: i. tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata bangunan Daerah; ii. tidak mengganggu keseimbangan lingkungan, dan fungsi indung kawasan; iii. tidak menimbulkan perubahan atau arus air yang dapat merusak lingkungan;

iv. tidak menimbulkan pencemaran; v. telah mempertimbangkan faktor keamaan, kenyamanan, kesehatan dan aksesibilitas bagi pengguna bangunan. k. Pembangunan bangunan gedung pada daerah hantaran udara (transmisi tegangan tinggi perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah dengan pertimbangan sebagai perikut: 2. Fungsi Bangunan i. tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata bangunan Daerah; ii. letak bangunan minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari as (proyeksi) jalur tegangan tinggi terluar; iii. letak bangunan tidak boleh melebihi atau melampaui garis sudut 45 (empat puluh lima derajat) diukur dari as (proyeksi) jalur tegangan tinggi terluar; iv. setelah mendapat pertimbangan teknis dari para ahli terkait. a. Fungsi dan klasifikasi bangunan merupakan acuan untuk persyaratan teknis bangunan gedung, baik ditinjau dari segi intensitas banguanan arsitektur dan lingkungan, keselamatan, keamanan, kesehatan, kenyamanan, maupun dari segi keserasian bangunan terhadap lingkungannya. b. Penetapan fungsi dan klasifikasi bangunan yang bersifat sementara harus dengan mempertimbangkan tingkat permanensi, keamanan, pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran, dan sanitasi yang memadai. c. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan fungsi utama bangunan. d. Fungsi bangunan dapat dikelompokkan dalam fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial dan budaya, dan fungsi khusus. e. Bangunan dengan fungsi hunian meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama hunian yang merupakan: i. Rumah tinggal tunggal ii. Rumah tinggal deret iii. Rumah tinggal susun iv. Rumah tinggal vila v. Rumah tinggal asrama f. Bangunan dengan fungsi usaha meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama untuk: i. Bangunan perkantoran: perkantoran pemerintah, perkantoran niaga, dan sejenisnya.