2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

dokumen-dokumen yang mirip
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN WADUK CIRATA, JAWA BARAT: PENGARUH SUNGAI DAN KERAMBA JARING APUNG (KJA)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Ir. H. Djuanda di bagian hilir DAS (luas permukaan air ha) selesai dibangun tahun

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

Bab V Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Untuk melangsungkan kehidupannya itu, manusia banyak melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

III. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata

Judul Penelitian: GAMBARAN KUALITAS AIR SUNGAI DI KAWASAN DAS CITARUM

masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat. lingkungan tidak memenuhi syarat penghidupan bagi manusia.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di Kabupaten Banjarnegara dengan rata-rata turun sebesar 4,12 % per

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. memonitor kualitas perairan (Leitão, 2012), melalui pemahaman terhadap siklus

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

PENDAHULUAN. hal yang penting dan harus tetap dijaga kestabilannya (Effendi, 2003).

Abstract. Keywords: Koto Panjang reservoir, phosphate, lacustrine and transition

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab V Hasil dan Pembahasan

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem air terdiri dari laut, air permukaan maupun air tanah. Air merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah merupakan salah satu masalah serius yang sering ditemui di lapangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

Profil Vertikal Fosfat di Waduk Bandar Kayangan Lembah Sari Kelurahan Lembah Sari Kabupaten Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Makalah Baku Mutu Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. resiko toksikologi juga akan meningkat. terbentuk secara alami dilingkungan. Semua benda yang ada disekitar kita

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

TINJAUAN PUSTAKA. bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KADAR NITRAT DAN KLASIFIKASI TINGKAT KESUBURAN DI PERAIRAN WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR, PURWAKARTA

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

PENDAHULUAN Latar Belakang

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau

BAB I PENDAHULUAN. akan mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan biologi di

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara kita semakin hari semakin pesat. Pesatnya laju

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN. manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu-satunya tanaman pangan yang dapat tumbuh pada tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

Transkripsi:

4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat tiga bagian dalam suatu badan waduk yaitu riverin, transisi, dan lakustrin. Zona riverin dicirikan oleh aliran yang lebih deras dan residence time yang lebih pendek. Zona transisi dicirikan dengan berkurangnya kecepatan aliran dan meningkatnya residence time. Zona lakustrin berada paling dekat dengan dam dan biasanya memiliki residence time yang lebih panjang. Setiap zona memiliki karakteristik dan proses fisika, kimia, maupun biologi yang berbeda (Wetzel 2001). Waduk merupakan wadah penampungan air yang menerima berbagai masukan nutrisi, padatan, dan bahan kimia toksik yang akhirnya mengendap di dasar. Penampungan bahan-bahan tersebut berlangsung bertahun-tahun, sehingga menyebabkan proses pendangkalan (Darmono 2001). Waduk yang merupakan bendungan dari sungai menjadi perangkap sedimen yang besar dari seluruh masukan sungai (Cole 1988). Perairan waduk biasanya memiliki stratifikasi akibat perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu pada kolom air. Menurut keberadaan cahayanya zonasi perairan tergenang dibagi menjadi tiga yaitu zonasi litoral, limnetik, dan profundal (Goldman dan Horne 1983 ). Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

5 Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Waduk atau embung adalah salah satu sumber air yang menunjang kehidupan dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Air waduk digunakan untuk berbagai keperluan seperti sumber baku air minum, irigasi, pembangkit listrik, dan perikanan. Pembangunan waduk besar di Indonesia sampai tahun 1995 lebih kurang terdapat 100 waduk yang sebagian besar berlokasi di Pulau Jawa, salah satu di antaranya adalah Waduk Cirata (Puslitbang SDA 2004). Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari tiga waduk kaskade Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Waduk Cirata memiliki luas area sebesar 7.111 Ha dengan luas genangan 6.200 Ha dan daya tampung sebesar 2.165 juta m 3 (UP Cirata 2008). Waduk Cirata terletak diantara dua waduk lainnya, yaitu Waduk Saguling di bagian hulu dan Waduk Ir.H. Djuanda di bagian hilir. Secara geografis, Waduk Cirata terletak pada koordinat 107 o 14 15 107 o 22 03 LS dan 06 o 41 30 06 o 48 07 BT. Secara administratif, Waduk Cirata meliputi tiga kabupaten di wilayah Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bandung Barat, Purwakarta, dan Cianjur. Sumber masukan air berasal dari Sungai Citarum atau outlet Waduk Saguling dan 14 sungai lainnya seperti Cisokan, Cibalagung, Cikundul, Gado Bangkong, Cilagkap, Cicendo, Cilandak, Cibakom, Cinangsi, Cimareuwah, Cimeta, Cihujang, Cihea, dan Cibodas (BPCW 2011). Waduk Cirata dibangun pada tahun 1987 yang diawali dengan proses penggenangan selama satu tahun. Pembangunan Waduk Cirata bertujuan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) untuk memenuhi kebutuhan listrik Jawa- Bali. Namun saat ini pemanfaatan waduk terus berkembang mulai dari kegiatan perikanan budidaya, perikanan tangkap, restoran apung, dan pariwisata. Perkembangan perikanan budidaya dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata mengalami peningkatan jumlah setiap tahunnya. Pada sensus tahun 2011 yang dilakukan BPWC, jumlah KJA adalah 53.031 petak, padahal batas maksimal yang diperbolehkan yakni hanya sebanyak 12.000 petak sesuai SK Gub. Jawa Barat No. 41 Tahun 2002 (BPWC 2011).

6 2.2. Kualitas Air Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 Tahun 1990 menyatakan bahwa kualitas air adalah sifat dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu fisika (suhu, kekeruhan, padatan, dan sebagainya), parameter kimia (ph, DO, BOD, kadar logam, dan sebagainya), parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya). Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan untuk menunjang kehidupan. Oleh karena itu, sumberdaya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh semua mahkluk hidup (Effendi 2003). Salah satu sumberdaya air yang perlu di perhatikan kelestariannya adalah Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS Citarum terletak di Jawa Barat melintasi 10 kabupaten/kota dengan panjang sungai sekitar 350 km yang mengalir dari Gunung Wayang dan bermuara di pantai utara Jawa. Sungai Citarum berperan penting bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta untuk sumber baku air minum, irigasi pertanian, perikanan, dan PLTA (Bappenas 2010). Saat ini DAS Citarum telah mengalami degradasi yang sangat serius, menurunnya kualitas dan kuantitas air disertai dengan meningkatnya pencemaran. Pencemaran berasal dari industri, pemukiman, pertanian dan peternakan. Selain pencemaran dari luar, Sungai Citarum juga mendapatkan limbah organik yang berasal dari aktivitas KJA dari waduk Saguling, Cirata, dan Djuanda (Garno 2001). Pasokan air Waduk Cirata sebagian besar diperoleh dari DAS Citarum yang juga dimanfaatkan sebagai sumber pembuangan limbah dari berbagai kegiatan pertanian, industri, dan pemukiman (BPWC 2011). Hasil evaluasi kondisi kualitas air Waduk Cirata selama periode 2000-2004 menggunakan indeks STORET, status mutu air berada pada kisaran status tercemar sedang sampai tercemar buruk. Penelitian tersebut menggunakan 17 parameter kualitas air fisika dan kimia. Nilai indeks STORET menurut baku mutu Peraturan Daerah Jawa Barat No.39 Tahun 2000 Golongan C (peruntukan perikanan) berada pada kisaran tercemar sedang hingga tercemar berat. Nilai tertinggi sebesar -28 (status tercemar sedang) pada tahun 2001 dan skor terendah sebesar -52 (status tercemar buruk) pada tahun 2004. Parameter-parameter

7 kualitas air yang melampaui baku mutu secara umum adalah BOD, COD, TSS, sulfida, amonia, merkuri, kadmium, tembaga, dan timbal (Feriningtyas 2005). Penelitian kualitas air lain yang dilakukan di Waduk Cirata terhadap jumlah KJA yang telah melebihi daya dukung, menyimpukan adanya pencemaran bahan organik yang disebabkan oleh aktivitas KJA (Oktaviana 2007). Waduk Cirata telah mengalami eutrofikasi karena tercemar oleh nutrien dari berbagai sumber seperti pemukiman, industri, pertanian, dan perikanan. Komunitas plankton perairan Waduk Cirata didominasi oleh Cyanophyceae terutama Mycrocytstis sp. dan Oscillatoria sp., yakni jenis fitoplankton yang selalu mendominasi perairan yang tercemar nutrien (Garno 2002). Tingkat kesuburan perairan berdasarkan konsentrasi fosfat, perairan Waduk Cirata telah mencapai tingkat kesuburan eutrofik hingga hipereutrofik, hal ini disebabkan oleh tingginya pencemaran organik dari KJA (Purnamaningtyas dan Tjahjo 2008). Tingginya nilai konsentrasi klorofil-a dan total N di perairan Waduk Cirata menyebabkan terganggunya pertumbuhan ikan (Komarawidjaya et al. 2005). Analisis kualitas air di Waduk Ir.H. Djuanda pada tahun 2007 menunjukkan adanya pencemaran karena beberapa parameter kualitas air sudah tidak memenuhi baku mutu untuk air golongan B (bahan baku air minum) dan C (perikanan). Rendahnya kualitas air di Waduk Ir.H. Djuanda diduga berasal dari tercemarnya perairan Waduk Cirata yang menjadi sumber masukan air untuk Waduk Ir.H. Djuanda (Rikardi 2008). 2.3. Kriteria dan Baku Mutu Air Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, pasal 1 butir 9 menyebutkan bahwa baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaaanya di dalam air. Selanjutnya pasal 8 dari peraturan tersebut menetapkan klasifikasi mutu air menjadi empat kelas, yaitu sebagai berikut.

8 a) Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. b) Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. c) Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. d) Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Berdasarkan Peraturan Daerah Jawa Barat No.39 Tahun 2000 tentang peruntukan air dan baku mutu air pada Sungai Citarum dan anak-anak sungainya di Jawa Barat, terdapat penggolongan mutu air sebagai berikut. a) Golongan A, air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. b) Golongan B, air yang dapat digunakan sebagai baku air minum. c) Golongan C, air yang dapat digunakan untuk perikanan dan peternakan. d) Golongan D, air yang digunakan untuk pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, dan PLTA. 2.4. Pencemaran Air Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahkluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air menurun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut,

9 dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain-lain (Wardhana 2004). Sumber-sumber pencemaran secara umum dapat dikategorikan menjadi point dan non-point source. Sumber pencemaran yang termasuk kategori point source terpenting berasal dari kegiatan industri, namun jenis dan jumlah bahan pencemar yang dibuang ditentukan oleh jenis kegiatannya. Point source relatif lebih mudah dikendalikan karena limbah yang dihasilkan dapat ditampung terlebih dahulu, dilakukan pengolahan kemudian di buang. Sumber pencemaran non-point source tidak mudah diidentifikasi karena berasal dari bebagai sumber aliran kecil, sehingga limbah yang mengalir dari permukaan perkotaan maupun pedesaan seperti kegiatan pertanian dalam praktiknya lebih sulit untuk ditampung dan diolah terlebih dahulu (Effendi 2003). Secara garis besar terdapat dua cara masuknya pencemaran kedalam perairan yaitu secara alami dan melalui kegiatan manusia. Sebagian besar pencemaran yang disebabkan oleh kegiatan manusia terjadi di dalam atau dekat daerah pemukiman atau area industri (Mukhtasor 2007). Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik, kegiatan urban, maupun kegiatan industri (Effendi 2003). Industri tekstil menghasilkan limbah cair berwarna yang dapat menyebabkan pencemaran dan bersifat racun bagi biota perairan. Selain itu limbah tekstil juga menyebabkan meningkatnya konsentrasi COD dan amonia bebas (Pratiwi 2010). Secara spesifik terdapat lima jenis bahan yang berpotensial sebagai bahan pencemar bagi perairan, yaitu bahan organik, bahan anorganik, mikroorganisme patogen, substansi radio aktif, dan limbah panas (Mukhtasor 2007). Jenis pencemaran air yang paling banyak ditemukan biasanya pencemaran mikroorganisme, bahan anorganik dari nutrisi tanaman, limbah organik, bahan pencemar kimia anorganik, bahan pencemar kimia organik, sedimen dan bahan tersuspensi, serta substansi radio aktif (Darmono 2001).

10 2.6. Upaya pengendalian pencemaran Berdasarkan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, upaya konservasi sumber daya air khususnya terkait dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang juga dimuat dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, bahwa upaya pengendalian pencemaran air adalah mengendalikan kualitas air masukan ke badan air penampung yang dalam hal ini adalah sungai, danau, dan waduk serta air tanah. Prinsip dasar pengendalian pencemaran air adalah melakukan reduksi kadar atau beban pencemaran sampai dengan tingkat baku mutu limbah cair (effluent standard) yang ditetapkan, atau diversifikasi kegiatan dengan menggunakan peralatan yang menghasilkan limbah cair sedikit, ataupun menggunakan sistem industri bersih, mengurangi perluasan atau peningkatan sistem produksi industri, serta revitalisasi infrastruktur pengendalian pencemaran air yang telah ada..