BAB I PENDAHULUAN. sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah budaya, dimana

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Di daerah Sumatera Utara terdapat beberapa suku, salah satunya adalah suku Batak,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Penjelasan Judul Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. dari serangga atau hewan-hewan tertentu. Rumput, bambu, kupasan kulit dan otot-otot

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diupayakan langkah-langkah ke arah peningkatan kualitas pendidikan, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Kabupaten Batubara yang terletak pada kawasan hasil pemekaran

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berasal dari daerah Kalimantan Barat yang berbentuk selendang.

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB III KONSEP PERANCANGAN. tindak lanjut dari proses analisis, dimana proses perancangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mencapai sasaran pembangunan nasional, pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Amalia, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

Nama jenis produk kerajinan tekstil beserta gambar dan komentarnya

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan kemiskinan telah menjadi masalah yang sangat sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. zaman itu masyarakat memiliki sistem nilai. Nilai nilai budaya yang termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk generasi selanjutnya hingga sampai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang terbesar dibandingkan

Gambar Cover buku

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan mencakup

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Eko Juliana Susanto, 2015

PENCIPTAAN SERAGAM BATIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti

BAB I PENDAHULUAN. dan seni budaya tradisionalnya, adanya desa desa tradisional, potensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berkembang pun dipengaruhi oleh kehidupan masyarakatya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Simalungun adalah salah satu kabupaten yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membangun perekonomian nasional dalam konteks perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PELESTARIAN BATIK SEBAGAI WARISAN BUDAYA DI KALANGAN SISWA SMA MUHAMMADIYAH 2 SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Total Penjualan di Negara Tujuan Ekspor Batik (Liputan 6.com, 2013) Negara

BAB I PENDAHULUAN. Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom adalah semua bentuk

BAB I PENDAHULUAN. sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari. gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi juga untuk menyalurkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I GAMBARAN USAHA. India, Cina, Thailand, dan terakhir Malaysia, mengakui bahwa Seni Batik berasal

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali adalah pembangunan dibidang perekonomian nasional. Di era

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ekonomi masyarakat senantiasa berawal dari adanya target pemenuhan kebutuhan

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM: PECINTA BUDAYA BAJU BATIK MODERN REMAJA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN BUDAYA BANGSA BIDANG KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kerajinan merupakan produk yang dihasilkan manusia yang dapat dilihat

SAMBUTAN MENTERI PERDAGANGAN PADA ACARA HARI BATIK NASIONAL PEKALONGAN, 3 OKTOBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. Peninggalan sejarah merupakan warisan budaya masa lalu yang

BAB I PENDAHULUAN. kekhasan budaya dari setiap suku bangsa merupakan aset yang tidak terhitung

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri menjadi negara Industrialisasi menuju modernis,

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi jalan dan bertahannya perusahaan. Persaingan yang semakin pesat

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Kain songket adalah benda pakai yang digunakan oleh masyarakat

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah atau suku- suku yang telah membudaya berabad- abad. Berbagai ragam

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut mata pencaharian, tenaga kerja, dan pendapatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat diterima orang lain, sehingga tercipta interaksi sosial sesama

BAB I PENDAHULUAN. beberapa budaya dan karya seni Indonesia ini adalah seni kerajinan tangan. kerajinan logam, kerajinan gerabah, dan kerajinan tenun.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payung Geulis Nova Juwita, 2014 Analisis Estetik Payung Geulis Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN. ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing,

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar. di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

2015 KEARIFAN LOKAL PADA JENIS DAN MOTIF BATIK TRUSMI BERDASARKAN NILAI-NILAI FILOSOFIS MASYARAKAT CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat tato (Gumilar, 2005:51).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya kebudayaan. Beberapa kekayaan

Transkripsi:

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan komunikasi yang semakin modern belum mampu menjawab permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat terutama yang berkenaan dengan peradaban manusia. Peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah budaya, dimana setiap manusia dapat berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai seni, adat istiadat, dan kebiasaan dalam tradisi yang merupakan cara hidup masyarakat. Namun dalam defenisi yang paling banyak digunakan, peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan komplek untuk budaya kota. Istilah peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai upaya manusia untuk memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Maka dalam sebuah peradaban pasti tidak akan terlepas dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban antara lain, sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan IPTEK.Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman suku dan budaya. Keanekaragaman ini sudah dimiliki mulai dari waktu ke waktu dan menjadikan bangsa yang multikultural. Keberagaman atau perbedaan kebudayaan yang satu dengan yang lain dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang berbeda dan memiliki budaya yang tidak sama. Setiap daerah akan menghasilkan budaya, dan ciri khas tersebut akan

menghasilkan kebudayaan masing masing. Setiap daerah dengan kebudayaan nya akan menghasilkan sebuah artefak atau karya dimana itu adalah sebagai wujud kebudayaan itu sendiri. Karya itu adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas atau perbuatan dalam masyarakat yang berupa benda benda yang dapat dilihat, diraba, ataupun didokumentasikan. Tindakan dalam karya ini dilakukan di setiap daerah, yang diwariskan dari generasi ke generasi dimana salah satu tujuan nya adalah suatu alat atau sarana untuk mensejahterakan masyarakatnya. Dalam beberapa waktu ini sering terjadi klaim-mengklaim budaya indonesia oleh negara lain, namun setelah sekian lama, akhirnya pejuangan bangsa indonesia untuk mendapatkan pengakuan kepemilikan budaya tercapai juga. UNESCO (United Nations Educational,Scientific and Cultural Organization) mengakui budaya indonesia salah satu nya adalah batik (kemendikbud.go.id). Tradisi batik sebagai salah satu budaya warisan dunia asli indonesia dikukuhkan pada oktober 2009 di prancis. Membatik telah diwariskan secara turun temurun hingga saat ini. Dengan pola tradisional ini, sejak dahulu masyarakat menuangkan imajinasi melalui gambar pada batik. Masyarakat juga telah mengenal seni pewarnaan tradisional dengan bahan-bahan alami sebelum mengenal pewarnaan dengan bahan kimia. Batik yang tersebar hampir diseluruh indonesia memiliki bentuk ragam hias yang berbeda-beda diantara satu dan lainnya. Di sumatera utara sendiri tepat nya di daerah Tapanuli Utara hasil kerajinan kain tenun juga sudah diproduksi cukup lama. Kain tenun ini dinamakan ulos. Secara harfiah, ulos berarti selimut yang menghangatkan tubuh dan melindunginya dari terpaan udara dingin. Ulos sudah menjadi bagian dari suku

batak. Dahulu nenek moyang batak adalah manusia-manusia gunung, dengan tujuan berladang di pegunungan. Mendiami dataran tinggi berarti mereka harus siap berperang melawan dingin nya cuaca yang menusuk tulang. Dari sinilah sejarah ulos bermula. Tentunya ulos tidak langsung menjadi sakral diawal masa kemunculanya sebelum menjadi simbol adat suku batak seperti sekarang. Dulu ulos malah dijadikan selimut atau alas tidur, tetapi ulos yang mereka gunakan kualitasnya jauh lebih tinggi, lebih tebal, lebih lembut dan dengan motif yang lebih artistik. Setelah mulai dikenal, ulos digemari karena praktis dan lambat laun menjadi kebutuhan primer, karena bisa dijadikan bahan pakaian yang indah dengan motif motif yang menarik. Ulos lalu memiliki arti lebih penting ketika ia dipakai oleh tetua adat dan para pemimpin dalam pertemuan adat resmi. Ulos juga sering dijadikan hadiah atau pemberian kepada orang-orang yang disayangi. Ulos batak yang merupakan peninggalan karya seni bagian dari kebudayaan suku batak toba, ulos ini secara turun temurun di produksi oleh masyarakat suku batak toba dan menjadi bagian busana khas bangsa Indonesia. Ulos ini banyak dijumpai di daerah sumatera utara khususnya di daerah mayoritas masyarakat suku batak menetap seperti halnya kabupaten Tapanuli utara, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, ataupun Pematang Siantar. Keberadaan pengrajin tenun di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak lama termasuk di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Namun dalam beberapa tahun terakhir keberadaan pengrajin tenun menjadi sorotan dikalangan media baik dalam media cetak ataupun media elektronik yang memberitakan berbagai kasus tentang kerajinan tersebut. Salah satunya adalah pengrajin tenun ulos batak di kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara. Sebagian besar jenis ulos atau tenun khas

suku batak tidak diproduksi lagi dan sudah terancam punah. Selain kegagalan regenerasi petenun ulos sudah jarang digunakan pada kegiatan adat. Bahkan pemasaran ulos semakin terdesak akibat munculnya ulos lain berupa kain songket dari Padang dan Palembang. Kebanyakan jenis ulos sudah tidak ada lagi yang membuat sejak tahun 2000-an sehingga menimbulkan kekhawatiran kehilangan ulos sebagai warisan nenek moyang. Petenun ulos mengatakan, jenis jenis ulos produksi tangan tersebut sudah banyak digantikan dengan kain ulos pabrikan. Penenun di daerah sentra produksi ulos saat ini hanya memproduksi ulos yag lazim digunakan untuk acara adat, jenis lain tidak ditenun lagi karena tidak laku di pasaran. Produksi ulos yang biasa disebut mandar juga semakin tersisih. Masyarakat etnis batak kini lebih memilih ulos yang dikerjakan dengan mesin pabrikan yang harganya jauh lebih murah. Bahkan, sudah sejak lama masyarakat banyak beralih menggunakan tenun songket dari Padang, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. Songket dipilih karena harganya lebih murah dan warnanya banyak yang cerah sementara motif ulos cenderung gelap. Selain itu bayak generasi muda yang enggan mempelajari teknik tenun dan motif motif asli Batak. Karena kalah bersaing, sebagian pengrajin tenun di Tapanuli Utara beralih menenun kain sarung dengan corak songket. Sejarah tenun di Tapanuli Utara pada dasarnya lahir untuk kebutuhan sehari-hari,yang selanjutnya masuk dalam konsep adat. Contoh lain nya adalah hasil kerajinan tekstil di daerah lain seperti batik tulis di Jawa sampai saat ini masih dapat bertahan padahal harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan kain tenun capbatik yang tetap dibudayakan dan digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Kain ini dapat bertahan dan sangat diminati para masyarakat.

Keberadaan pengrajin tenun ulos Batak dahulunya muncul hanya secara alamiah dalam pikiran untuk menjawab tuntutan hidup mereka dimana kebutuhan mencari rasa hangat dimalam hari. Namun lambat laun kebutuhan akan pakaian adalah solusi yang mereka cari sebagaimana ditempat lain juga demikian. Pengetahuan pembuatan pakaian dimulai dari bahan-bahan yang masih sederhanaseperti kulit kayu, kulit binatang, daun-daunan sampai pada akhirnya tercipta ulos. Pengrajin tenun menjadikan ulos sebagai puncak kebudayaan materi hasil akhir dari siklus wujud kebudayaan, yang berawal dari ide, gagasan melakukan usaha pekerjaan yang berkembang sebagai sebuah teknologi. Pasca ditemukannya ulos, masyarakat batak toba menjadikan nya sebagai sebuah keterampilan yang umumnya dikuasai oleh para wanita dalam kehidupan seharihari. Namun pada masa itu, pekerjaan membuat ulos bukan menjadi pekerjaan utama, karena mata pencaharian utama masih di sektor pertanian. Mereka membuat ulos di sela sela waktu pekerjaan utama. Terutama bagi para kaum wanita yang menjaga rumah dan anak-anak mereka. Istilah pengrajin tenun atau partonun dalam suku batak pada masa ini belum tepat dipredikatkan pada mereka, karena pada masa ini membuat suatu ulos belum menjadi profesi. Ulos tidak terpisakan dari kehidupan orang batak. Ulos dibuat dengan menggunakan alat tradisional bukan mesin. Pembuatan ulos masa kini dibandingkan dengan masa-masa terdahulu terindikasi mengalami transformasi budaya. Pengrajin tenun ulos Batak menggunakan alat tenun yang terbuat dari kayu, dilengkapi dengan peralatan lain, seperti pamunggung (merupakan sandaran di punggung, sekaligus berguna mengikat dan mengatur benang). Eksistensi ulos terlihat jelas, terutama dalam peranannya pada pelaksaaan berbagai budaya adat

Batak. Komoditi ini dikategorikan sebagai andalan. Keistimewaan dan keunikan pakaian adat tradisional ini, menyimpan rahasia keterampilan seni, berpadu dengan budaya. Sebagai salah satu bagian dari usaha kecil, industri tenun ulos Batak di Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu sektor yang dominan diantara industri lainnya. Kecamatan Tarutung merupakan sentra industri tenun ulos terbesar di Kabupaten Tapanuli Utara, sementara Kecamatan Tarutung memiliki unit usaha tenun ulos terbanyak diantara kecamatan lainnya. Industri tersebut masih berupa usaha rumah tangga (home industry). Ketertinggalan ulos dari kain tradisional lain tentunya sangat disayangkan, kepopuleran ulos Batak masih jauh dibanding batik. Jika dibandingkan dengan hasil tenunan lain, seperti kain tenun Palembang atau Sumbawa, ulos masih tertinggal, terlihat bagaimana pengrajin tenun ulos Batak yang bekerja terburuburu karena harus segera dijual, mengakibatkan motif menjadi lebih sedikit, dan membuat ulos yang sebenarnya tidak keluar. Hal ini membuat ulos tertinggal dari kain tenun lainnya. Tetapi hal ini membuat banyak pihak-pihak lain bersemangat untuk menyebarkan ulos ke seluruh indonesia. Hal ini diakibatkan karena produksi dan konsumsi terhadap tekstil tradisional Indonesia melonjak. Hal tersebut membuktikan pengrajin tenun bisa memiliki produk tersebut, memiliki sumber bahan, memiliki tenaga kerja, dan memiliki pasar. Transformasi dilihat pada gagasan pengrajin tenun dari mulai masa lampau hingga masa kini. Mulai pemenuhan kebutuhan pakaian, dan hanya sebuah keterampilan yang dimiliki oleh wanita, sekarang gagasan pembuatan ulos bertambah tujuan. Pengrajin tenun ulos sekarang lebih tepat dikatakan sebagai

seniman karena membuat ulos yang membuat seni yang tinggi sesuai dengan makna filosofis kehidupan religi masyarakat Batak Toba. Dan untuk saat ini gagasan pembuatan ulos berubah menjadi usaha pelestarian warisan kebudayaan. Dampak lainnya pada pengrajin tenun adalah kehadiran teknologi saat ini yang mengakibatkan munculnya alat tenun bukan mesin yang dapat digunakan untuk memproduksi ulos secara massal. Saat ini ada 2 ulos yang beredar di pasaran ataupun di masyarakat itu sendiri yaitu: ulos hasil tenun mesin dan ulos hasil tenun tradisional. Pembuatan ulos secara tradisional itu sendiri memiliki proses yang lebih rumit sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghasilkan 1 lembar ulos batak. Dari sisi tradisional ulos hasil tenun pengrajin jauh lebih memiliki kualitas yang baik jika dibadingkan dengan hasil mesin itu sendiri. Namun, jika dibandingkan dari segi harga, ulos hasil tenun mesin jauh lebih murah dibandingkan dengan ulos hasil tenun tradisional, sehingga masyarakat lebih memilih ulos hasil tenun mesin. Kehadiran tenun mesin ditengah-tengah pengrajin menimbulkan semangat dan minat masyarakat menjadi pengrajin tenun tradisional turun. Hal ini lah yang mengkibatkan tradisi tenun ulos sudah mengalami kelangkaan. Secara analisis, kelompok pengrajin tenun digambarkan sebagai masyarakat yang berusaha hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan sendiri, kelompok ini memenuhi kebutuhan secara penuh dan lengkap. Kelompok ini adalah suatu sistem sosial yang kaku, dan mengalami perubahan yang sedikit sekali, mereka adalah masyarakat yang statis dan stabil dalam arti mobilitas sosial, kategori seperti ini bisa dikatakan perubahan yang tradisional. Berbeda dengan masyarakat modern, kelompok ini memiliki sifat yang dinamis dan mengalami

perubahan sosial yang sangat pesat dan tingkat mobilitas nya sangat tinggi. Kedua gambaran tersebut menunjukkan bahwa masyarakat yang tradisional cenderung stabil sedangkan masyarakat modern cenderung bergerak. Oleh karena itu, pada tingkat ini, perubahan sosial yang sifat nya dinamis bukanlah suatu karakteristik yang menonjol dalam masyarakat tradisional seperti pengrajin tenun. Paling penting, perubahan ini mempunyai dampak minimal terhadap kelompok pengrajin tenun Dalam setiap usaha untuk menentukan hubungan antara proses kerajinan tenun oleh pengrajin dengan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya akan memperlihatkan suatu gambaran umum tentang proses kerajinan tenun itu sebelum dan sesudah perubahan tersebut, perbandingan ini ditelusuri secara garis besar dalam masyarakat pengrajin tenun sehingga dapat mengidentifikasi aspek aspek sosial yang melancarkan dan menghambat perubahan yang terjadi. Tentu saja, apa yang terjadi pada masa lampau dan masa yang sekarang dihubungkan sehingga apa yang terjadi sekarang tak dapat dipahami sepenuhnya tanpa mempertimbangkan apa yang terjadi sebelumnya, demikian halnya didalam memproyeksi dari masa lampau, sekarang ke masa depan. Permasalahan lainnya yang dihadapi rendahnya partisipasi generasi muda melanjutkan kerajinan tradisional ini, harga yang tidak sesuai dibadingkan dengan biaya produksi dan anggapan bahwa pengrajin tradisional sudah dianggap kuno. Ulos diperjualbelikan dipasaran tak ubahnya seperti barang dagangan biasa. Kedalaman makna filosofis ulos telah berkurang dan cenderung lebih dinilai dari sudut pandang ekonomi. Dibalik tingginya nilai dan harga sebuah ulos, justru banyak pengrajin tenun tingkat perekonomiannya masih kurang. Status sosial

mereka pun dianggap rendah sama seperti buruh upahan. Keadaan mereka diperparah lagi karena faktor penentu harga ulos ada ditangan para tokeh (distributor ulos ke pasaran). Meskipun harga bahan-bahan pembuatan ulos seperti benang naik, upah pengrajin tenun belum tentu bisa naik. Banyak pengrajin tenun bekerja pada pemilik modal besar, sehingga upah mereka sepenuhnya ditentukan oleh si pemilik usaha. Tingkat pendidikan dan perekonomian pengrajin tenun yang masih rendah mengakibatkan rendahnya daya saing pekerjaan untuk kemajuan usaha mereka. Munculnya suatu kekhwatiran kalau gagasan pengrajin tenun membuat ulos batak pada masa yang akan datang hanya sekedar mendapatkan uang, maka nilai sebagai pengrajin tenun akan memudar dengan sendirinya, sementara disisi lain ulos itu tetap dibutuhkan. Seperti istilah yang menyatakan Batak tidak ada tanpa ulos. Keadaan inilah yang membuat masyarakat Batak harus membeli ulos. Ditengah kemajuan zaman dan persaingan yang semakin ketat maka demikian juga banyaknya kendala yang akan dihadapi, maka pengrajin tenun ulos Batak harus mampu bersaing dan menciptakan strategi-strategi yang tepat untuk dapat menjaga eksistensi ulos Batak di tengah tengah masyarakat dan menghidupkan kembali kearifan bertenun. Salah satu masalah yang dihadapi pengrajin tenun dalam mempertahankan eksistensi ulos Batak adalah adanya competitor lain yang datang dari masyarakat industri perkotaan, kelompok ini datang dengan lebih besar dan lebih kuat yang menjadi bagian pencari taraf hidup yang berbeda dan lebih baik, industri ini memainkan peran yang sangat luas sehingga mendatangkan akibat yang dramatis pada pengrajin tenun ulos yang berhubungan dengan sosial, ekonomi, dan budaya. Tempo yang dilaksanakan oleh

industri kota sangat cepat dan mempengaruhi karakter melalui struktur sosial pengrajin tenun tradisional sehingga situasi ini menjadi faktor yang menghambat bagi pengrajin untuk ikut bersaing dengan langkah yang minim. Namun,pengrajin tenun yang relatif stabil karena hampir setiap segi kehidupan sosialnya ditunjukkan kedalam kelompok itu sendiri telah mendapat tekanan tekanan ini dimana adanya kompetisi dari sumber sumber lain. Struktur sosial pada pengrajin tenun ulos Batak mendapat peranan yang besifat empiris dalam proses perubahan dan perkembangan ulos itu sendiri. Sebagian besar produksi ulos Batak hanya dilakukan dalam skala kecil, profesi ini dikerjakan hanya untuk keperluan keluarga sendiri dan berdasarkan tradisi turun temurun karena adat istiadat masih dihormati. Kedatangan competitor lain akan menggangu stabilitas ini, dimana ekonomi yang dilakukan industri kota hampir seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang didasarkan atas penggunaan uang dan alat pembayaran lain, hubungan sosial sudah didasarkan atas kepentingan pribadi, sudah terbuka dan saling mempengaruhi. Industri kota tidak lagi melihat adat istiadat sebagai sesuatu kepercayaan yang harus dijunjung tinggi, industri kota mempercayai ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat kuat, sehingga stratifikasi sosial sudah diterapkan atas dasar keahlian dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi. Produk tenunan bukanlah hal masih baru ditengah tengah masyarakat indonesia. Produk ini merupakan salah satu dari industri kreatif indonesia yang merupakan sektor strategis karena mampu memberikan kontribusi cukup besar bagi perkonomian nasional. Hal tersebut terlihat dari jumlah industri kecil dan menengah (IKM) sebanyak 3,4 juta unit pada 2013. IKM juga mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 10,3 juta orang dan memberian sumbangan signifikan

terhadap nilai ekspor sebesar USD 19.579 Juta. oleh karena itu, Kementrian perindustrian terus mendorong pengembangan industri kreatif yang pertumbuhan nya semakin meningkat sekitar 7% per tahun (indotrading.com). 1.2 Perumusan Masalah Dalam suatu penelitian hal yang sangat penting adalah adanya suatu masalah yang dianggap sangat penting untuk diteliti. Dengan demikian peneliti harus merumuskan suatu masalah sehingga akan menuntun peneliti untuk melaksanakan penelitian dengan baik dan benar. Maka dari penjelasan latar belakang yang telah diuraikan diatas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apa perubahan perilaku ekonomi masyarakat pengrajin tenun dalam mempertahankan eksistensi ulos Batak. 2. Faktor-faktor apa saja yang membuat perubahan tersebut. 3. Bagaimana pengrajin tenun menghadapi perubahan tersebut. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan perilaku ekonomi masyarakat pengrajin tenun dalam mempertahankan eksistensi ulos Batak di Pasar Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun harapan yang diinginkan dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan kontribusi baik langsung atau tidak langsung bagi pengembangan ilmu sosiologi

dan bermanfaat sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya khususnya mengenai perubahan soasial dan perilaku ekonomi. 2. Manfaat Praktis Memberikan sumbangan pengetahuan, referensi dan pemikiran dalam bentuk bacaan dengan tujuan untuk menambah dan memperluas wawasan serta pengetahuan untuk setiap individu dan menjadi bahan evaluasi bagi pengrajin tenun itu sendiri di pasar Tarutung dan tempat-tempat lainnya. 1.5 Defenisi Konsep Defenisi konsep dalam sebuah peneltitian ditujukan untuk menjaga suatu fokus penelitian agar tidak ada salah penafsiran dan menimbulkan kesalahpahaman pada konsep yang digunakan. Konsep yang dimaksud adalah batasan-batasan yang dipakai dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi konsep nya adalah sebagai berikut: 1. Pengrajin Tenun Pengrajin tenun atau disebut juga dengan partonun adalah sebuah bidang mata pencaharian yang dimiliki seseorang dalam sebuah bidang industri kerajinan tangan serta keterampilan untuk menghasilkan sebuah karya berupa kain yang dikerjakan secara manual tanpa menggunakan mesin. Pengrajin tenun dalam penelitian ini masih bersifat home industry. 2. Ulos Ulos disebut juga berupa kain khas yang telah menjadi warisan budaya masyarakat Batak secara turun temurun. Ulos yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ulos Batak. Ulos ini memiliki berbagai macam warna walaupun warna dominan sebuah ulos adalah merah. Ulos juga memiliki peran dalam adat istiadat

suku Batak. Ulos dalam masyarakat batak menjadi sebuah kain yang sangat penting dan dibutuhkan semua orang kapan saja dan dimana saja, hingga akhirnya ulos memiliki nilai yang tinggi ditengah masyarakat suku Batak. 3. Perubahan Sosial Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi dalam suatu sistem sosial, lebih tepatnya terdapat perbedaan antara kedua sistem tertentu dalam jangka tertentu. Fokus perubahan sosial dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan atau perubahan kondisi dalam pengrajin tenun ulos dalam mempertahankan eksistensi ulos Batak baik dalam bidang sosial, budaya serta ekonomi. Dengan kata lain fokus perubahan yang dilihat tentu dalam konteks dimensi waktu yang berbeda. Perilaku pengrajin tenun di masa lampau adalah menjadi bagian penting. Dengan melihat situasi sekarang banyak perubahan yang telah terjadi. Modernisasi tidak selalu membuat kemajuan di satu sisi bagian. Dengan melihat perubahan sosial ini peneliti dapat menelaah perubahan sosial tersebut seperti apakah yang sebenarnya berubah pada objek penelitian ini, bagaimana hal tersebut mengalami perubahan, apa tujuan perubahan tersebut, seberapa cepat perubahan tersebut,mengapa perubahan tersebut terjadi, dan faktor-faktor apa saja yang berperan dalam perubahan tersebut. 4. Perilaku Ekonomi Persoalan ekonomi tentu menjadi bagian dalam penelitian ini. Perkembangan persoalan ekonomi berjalan seiring dengan perkembangan dari pertumbuhan manusia itu sendiri dan pengetahuan teknologi yang dimilikinya (Damsar,1997:1). Konsep ini tentunya berbicara tentang bagaimana cara masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa. Cara

yang dimaksud disini berkaitan dengan semua aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi. Untuk menjelaskan perilaku ekonomi masyarakat pengrajin tenun ini dalam hubungan sosial tentu mengajukan konsep keterlekatan. Konsep keterlekatan, menurut Granovetter, merupakan tindakan ekonomi yang disituasikan secara sosial dan melekat dalam jaringan sosial personal yang sedang berlangsung diantara para aktor (Damsar, 1997:33). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Sosial 2.1.1 Pengertian Perubahan Sosial Perubahan memiliki makna yang sangat luas, meliputi perubahan secara makro ataupun mikro. Perubahan sosial melibatkan tiga dimensi waktu, yaitu: dulu, sekarang, dan masa depan. Ketiga dimensi waktu ini merupakan kunci mengamati jalannya sebuah perubahan masyarakat. Perubahan merupakan suatu kondisi yang tidak berdiri sendiri, di dalamnya ada banyak faktor yang terlibat. Faktor tersebut meliputi faktor yang bersifat alamiah maupun sosial. Bencana alam serta perubahan jumlah penduduk merupakan faktor alamiah maupun sosial, sedangkan perkembangan teknologi, terjadinya konflik, ideologi yang dianut masyarakat merupakan beberapa faktor sosial yang turut mempengaruhi perubahan sosial. Peristiwa tersebut dapat merupakan peristiwa yang kecil maupun besar. Aspek demografis atau kependudukan juga merupakan faktor yang menyebabkan perubahan sosial.