BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aam Amaliah Rahmat, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dian Ahmad Wibowo, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Jatuhnya Soekarno telah membuat cita-cita partai politik tidak begitu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

2015 PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK MASA REFORMASI DI INDONESIA

2014 PEMILIHAN UMUM DAN MEDIA MASSA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, salah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 1983, bangsa Indonesia dikejutkan dengan banyaknya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini membahas lebih rinci metode penelitian yang digunakan dalam

LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 36 menit )

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini, penulis akan menguraikan metode penelitian yang

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bangka, Singkep dan Belitung merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia.

BAB I PEDAHULUAN. Jika melihat negara Cina sekarang, kita akan melihat negara yang maju.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti mengambil judul Peranan Syaikh Ahmad

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gagalnya Konstituante dalam menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMAKASIH... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR GRAFIK...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab III Metodologi Penelitian merupakan bagian penguraian metode penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

SEJARAH PEMILU DI INDONESIA. Muchamad Ali Safa at

BAB V KESIMPULAN. Masalah hubungan PDI dengan massa pendukung Pra dan Pasca Fusi hingga

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi yang berjudul Pemikiran Gus Dur Tentang Pluralisme Agama Di

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kerusuhan di berbagai tempat di Indonesia hendaknya kita cermati sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. berkuasa selama 32 tahun penuh dengan kejayaan pembangunan kemudian jatuh

BAB I PENDAHULUAN. dalam periode , yang ditandai dengan munculnya konflik-konflik

2014 PERKEMBANGAN PT.POS DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sejarah yang merupakan salah satu jenis penelitian yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nurhidayatina, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sebuah Operasi yang diberi nama Operasi Overlord. Dalam Operasi ini Sekutu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1960 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN masih menyisakan satu persoalan yaitu masalah status Irian Barat. Indonesia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Indonesia merdeka secara de facto dan de jure, maka Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan hasil kajian, dan analisis dari data-data yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat Banten terdapat dua tipe kepemimpinan tradisional yang samasama

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan.

AKTUALISASI POLITIK ISLAM INDONESIA : BELAJAR DARI PEROLEHAN SUARA PARTAI ISLAM DALAM PEMILU 1. Yusuf Hamdan **

2015 PERISTIWA MANGKOK MERAH (KONFLIK DAYAK DENGAN ETNIS TIONGHOA DI KALIMANTAN BARAT PADA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi tahun 1980an telah berdampak pada tumbuhnya

I. PENDAHULUAN. basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam merekonstruksi fakta-fakta historis mengenai dinamika industri

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4 Alasan Mengapa Buku ini Penting?

BAB I PENDAHULUAN. minyak mentah, batu bara, tembaga, biji besi, timah, emas dan lainnya. Dampak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan

Jl. Lembang Terusan No. D57, Menteng Jakarta Pusat, 10310, Indonesia Telp. (021) , Fax (021) Website:

BAB III METODE PENELITIAN

FORMAT POLITIK ORDE BARU DAN KEBIJAKAN FUSI PARTAI POLITIK TAHUN 1973 SKRIPSI. Oleh: M. Iqbal Ibrahim Hamdani NIM

BAB I PENDAHULUAN. Utara merupakan kejadian tunggal yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain

2015 DAMPAK DOKTRIN BREZHNEV TERHADAP PERKEMBANGAN POLITIK DI AFGHANISTAN

2014 PEMILIHAN UMUM DAN MEDIA MASSA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam bab ketiga akan memaparkan metode dan teknik penelitian yang digunakan dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa rezim Orde Baru kebebasan individu, dalam menyatakan pendapat, kebebasan berorganisasi dan kebebasan pers sangat dibatasi oleh aturan yang ketat secara langsung maupun tidak langsung. Akibatnya masyarakat tidak berani berbicara apalagi melakukan suatu tindakan. Selain keadaan negara yang semakin kacau di bidang politik di bawah rezim Orde Baru, pemerintah juga mendapatkan perlawanan dari lawan politiknya kala itu, yaitu salah satunya adalah Megawati Soekarno Putri yang notabene adalah calon ketua Partai Demokrasi Perjuangan (PDI). Pemerintah berupaya untuk menurunkan Megawati secara paksa dari posisi puncak ditubuh PDI, sehingga dampaknya menimbulkan konflik vertikal maupun horisontal yang berkepanjangan yang akhirnya meningkatkan popularitas partai tersebut dan menimbulkan kerusuhan 27 Juli 1996. Peristiwa ini merupakan akumulasi dari ketidak puasan dan ketidak percayaan rakyat terhadap pemeritah. Upaya penggabungan partai sebenarnya sudah mulai dipikirkan oleh pemerintah Orde Baru (Orba) semenjak tahun 1966. Ketika itu ada kesadaran di kalangan pemerintah dan masyarakat umum bahwa pembaharuan struktur politik harus dilakukan dengan cara menyederhanakan sistem kepartaian. Pada awal tahun 1970, dihadapan Sembilan partai politik dan Golongan Karya yang ikut dalam Pemilu 1971, Presiden Soeharto mengutarakan maksud pemerintah untuk melakukan pengelompokkan partai-partai politik. Pengelompokan yang dimaksud adalah pertama, Golongan Nasional, kedua, Golongan Spriritual dan ketiga, Golongan Karya (Zulkifli, 1996: 56). Usulan itu diikuti oleh sikap pro dan kontra, yang pertama kali menyambut ialah PNI dan IPKI, kemudian diikuti oleh Parmusi dan NU (Nahdlatul Ulama). Menurut Lukman Harun (Parmusi), gagasan pengelompokan partai seperti itu 1

menguntungkan partai politik Islam. Setidaknya dengan pengelompokan tersebut partai Islam akan bersatu dari yang semula terpecah-pecah berdasarkan kepentingan masing-masing. Sedangkan menurut Subhan Z.E., seorang tokoh NU, pengelompokan itu akan memudahkan proses pengambilan keputusan sehingga alternatif pendapat-pendapat dalam masyarakat dapat diperkecil (Zulkifli, 1996: 56-57). Akhirnya pada tanggal 4 Maret 1970, terbentuklah Golongan Nasionalis yang terdiri dari Partai Nasional Indonesia (PNI), Murba, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Katolik Indonesia dan Partai Kristen Indonesia (Parkindo). Pada tanggal 14 Maret 1970 terbentuk golongan Spiritual yang terdiri dari NU (Nahdlatul Ulama), Parmusi (Partai Muslimin Indonesia), PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) dan Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah). Golongan Nasionalis kemudian menjadi cikal bakah PDI dan Golongan Spiritual menjadi cikal bakal PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Secara historis Partai Demokrasi Indonesia (PDI) berdiri karena penyatuan dari beberapa partai politik seperti yang sudah dijelaskan diatas. Secara umum penyederhanaan partai membawa dua konsekuensi buruk bagi partai politik. Pertama posisi partai menjadi begitu tergantung kepada tendensi politik nasional (pemerintah) yang sebenarnya tidak mengakar pada rakyat banyak. Kedua, penyatuan menjadikan parpol sulit menjelaskan esensi kehadirannya dihadapan tata politik nasional yang ada. Bagi PDI penyatuan membawa sejumlah konsekuensi yang kurang lebih sama seperti disebut diatas. Konsekuensi pertama, timbulnya konflik intern yang berkepanjangan dalam tubuh PDI. Konsekuensi kedua, hilangnya identitas PDI sebagai partai yang bersatu (Zulkifli, 1996: 58). Persoalan konflik intern PDI adalah masalah identitas partai, masalah kemandirian dan demokratisasi partai serta masalah rekruitasi dan kaderisasi. Dalam perkembangan berikutnya konflik di dalam tubuh PDI juga menampilkan dimensi kepentingan pribadi. Hal ini terlihat jelas dalam konflik yang mewarnai PDI pada waktu menyelenggarakan Kongres III (15-17 April 1986). Saat itu 2

kongres gagal memilih ketua umum DPP (Dewan Pimpinan Pusat) PDI yang baru untuk menggantikan Sunawar Soekowati yang meninggal dunia empat bulan sebelumnya. Akibatnya, pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri (Mendagri), terpaksa turun tangan. Kemudian terbentuklah DPP PDI di bawah pimpinan Ketua Umum Soerjadi, yang dibidani pemerintah (Sukamto et al, 1991: 54-55). Persoalan lain ialah iklim sistem politik khas Orde Baru (Orba) yang sangat menekan peran parpol. Trauma atas politik zaman Orde Lama (Orla) saat parpol melahirkan disintegrasi nasional dijadikan pengalaman buruk bagi pemerintah Orba dalam menjalankan politik nasionalnya. Motivasi yang melatarbelakangi politik Orba adalah semangat anti-partai. Liddle (Dhakidae, 1991: 32) mengemukakan bahwa Kondisi ini kemudian membawa sejumlah konsekuensi buruk bagi PDI dan kehidupan parpol di Indonesia pada umumnya. Proses deparpolisasi terjadi pada setiap lapisan masyarakat dan kehidupan parpol dipengaruhi oleh peran negara yang dominan (Kaban, 2009: 5). Ketika Megawati Soekarno Putri tampil sebagai Ketua Umum PDI di tahun 1993, banyak orang terkejut. Bukan saja karena ia, Megawati, puteri Bung Karno tetapi juga karena arus bawah yang setia mendukungnya. Mengorbitnya Megawati menggusur Soerjadi pada waktu itu, membuat banyak pihak tersaingi. Naiknya Mega ditengarai sebagai sinyal bangkitnya Soekarnoisme yang sangat ditakuti oleh pemerintah Orde Baru. Akibatnya pada tahun 1996 sekelompok pengurus PDI Pro Soerjadi berinisiatif menyelenggarakan Kongres di Medan yang menobatkan Soerjadi kembali menjadi Ketua Umum. Kongres Medan bulan Juni 1996, yang diduga penuh rekayasa, segera diikuti dengan aksi penjarahan kantor DPP PDI yang memuncak pada kebrutalan 27 Juli 1996. Ironisnya, massa pro Mega (yang menjadi korban Tragedi 27 Juli) malah dipersalahkan. Secara formal, Megawati tidak memiliki jabatan apa-apa pasca Kongres Medan. Hak politiknya, juga massa 3

pendukungnya praktis dikebiri oleh arogansi penguasa dan lawan-lawan politiknya. Kongres Medan yang memicu konflik internal PDI menurut Budiman merupakan akibat dari intervensi ABRI dan pemerintah yang tidak menghendaki naiknya Megawati sebagai pimpinan PDI (Gunawan, 1999: 95). Kasus 27 Juli 1996 sebenarnya merupakan peristiwa yang sudah pasti ada awalnya juga sebabnya, tetapi anehnya tidak ada kejelasan penyelesaiannya. Banyak media massa cetak yang sudah mengupas kasus 27 Juli 1996 melalui informasi, pemberitaan, artikel, tajuk rencana, opini, surat pembaca dan lain-lain. Namun tidak pernah ada yang mengupas secara tuntas kasus tersebut. Bagi kaum awam peristiwa berdarah ini penuh misteri. Misteri pertama dari kasus ini adalah tidak jelasnya siapa di belakang serbuan berdarah ke kantor PDI. Misteri kedua kalau Sutiyoso sebagai Pangdam Jaya harus bertanggung jawab atas peristiwa berdarah itu, mengapa Presiden Megawati memaksakan yang bersangkutan menjadi Gubernur DKI pada tahun 2002? meskipun terjadi resistensi kuat di kalangan PDI dan masyarakat pada umumnya (Butarbutar, 2003: xi). Bertolak dari hal tersebut, maka timbul gagasan dari penulis untuk mengkaji lebih dalam mengenai keadaan politik sebelum peristiwa itu terjadi, saat terjadinya peristiwa itu dan sesudah terjadinya peristiwa 27 Juli 1996 sampai lengsernya Presiden Soeharto di dalam sebuah karya tulis yang berjudul: Peristiwa 27 Juli 1996 (Konflik dalam Partai Demokrasi Indonesia antara Kubu Megawati dengan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan yang akan diteliti adalah, Bagaimana konflik dalam Partai Demokrasi Indonesia menyebabkan terjadinya Peristiwa 27 Juli 1996? 4

Untuk lebih mempermudah dan mengarahkan penelitian maka masalah penelitian tersebut dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang terjadinya peristiwa 27 Juli 1996? 2. Bagaimana proses terjadinya peristiwa 27 Juli 1996? 3. Bagaimana penyelesaian kerusuhan 27 Juli 1996? 4. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari peristiwa 27 Juli 1996? 1.3 Tujuan Penelitian Setiap penelitian memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitan ini dibagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum tujuan dari penulisan proposal ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyusunan tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di Jurusan Pendidikan Sejarah, UPI. Secara khusus penulisan proposal ini bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan latar belakang peristiwa 27 Juli 1996. 2. Untuk menganalisis proses terjadinya peristiwa 27 Juli 1996. 3. Untuk menganalisis penyelesaian kerusuhan 27 Juli 1996. 4. Untuk mengidentifikasi dampak yang timbul dari peristiwa 27 Juli 1996. 1.4 Manfaat Penelitian Suatu penelitian haruslah dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas juga bagi diri peneliti itu sendiri. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penulisan mengenai sejarah Peristiwa 27 Juli 1996 sebagai bagian dari sejarah rezim Orde Baru. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para pembaca mengenai perkembangan perpolitikan di Indonesia pada saat rezim Orde Baru yang otoriter dan represif berkuasa. Peristiwa ini sampai sekarang masih belum jelas mengenai penyelesaiannya. 5

Ketika itu pemerintah membuat narasi sendiri mengenai Peristiwa 27 Juli yang merupakan sebuah upaya kelompok komunis untuk bangkit kembali di panggung politik Indonesia dengan memanfaatkan konflik internal di tubuh PDI. Maka dari itu peneliti berharap penelitian ini dapat menguak tabir-tabir misteri dibalik Peristiwa 27 juli serta menuliskannya secara objektif. Selain itu juga penelitian ini, dapat dijadikan sumber acuan bagi pengembangan materi mata pelajaran sejarah, tepatnya pada standar kompetensi menganalisis proses berakhirnya pemerintah Orde Baru dan terjadinya reformasi dengan kompetensi dasarnya yaitu menganalisis proses berakhirnya pemerintah Orde Baru dan terjadinya reformasi di tingkat SMA kelas XII terutama dalam melihat perkembangan politik pasca Soeharto lengser dari kursi presiden tahun 1998. 1.5 Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode historis yang merupakan suatu metode yang lazim dipergunakan dalam penelitian sejarah. Metode historis adalah suatu usaha untuk mempelajari dan mengenali fakta-fakta serta menyusun kesimpulan mengenai peristiwa masa lampau. Penelitian ini dituntut menemukan fakta, menilai dan menafsirkan fakta-fakta yang diperoleh secara sistematis dan objektif untuk memahami masa lampau. Selain itu metode historis juga mengandung pengertian sebagai suatu proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Gottschalk, 1986: 32). Adapun langkah-langkah yang akan penulis gunakan dalam melakukan penelitian sejarah ini sebagaimana dijelaskan oleh Ismaun (2005: 48-50), yaitu terdiri atas heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Langkah pertama adalah tahap heuristik. Pada tahap heuristik, peneliti mencoba mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dan sesuai dengan masalah yang diangkat oleh peneliti. Sumber-sumber tersebut berasal dari sumber lisan, sumber buku, surat kabar, dokumentasi departemen maupun sumber lainnya yang didapatkan dari hasil pencarian di internet. 6

Langkah kedua adalah melakukan kritik yaitu melakukan analisis terhadap sumber yang telah peneliti peroleh apakah sesuai dengan masalah. Peneliti tidak boleh menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis dalam sumber yang didapat tersebut. Tahap kritik ini dibagi menjadi dua, yaitu kritik eksternal dan internal. Pengertian kritik eksternal seperti yang dikemukakan oleh Syamsuddin (2007: 132) ialah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Dalam kritik eksternal dipersoalkan tokoh yang menjadi sumber lisan, umur, daya ingat. Kritik internal sendiri merupakan kebalikan dari kritik eksternal yang menekankan aspek dalam yaitu isi dari sumber. Kritik internal lebih ditunjukan untuk menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan perbuatannya, tanggung jawab dan moralnya. Tahapan selanjutnya adalah penafsiran atau interpretasi. Pada tahap ini peneliti melakukan proses penafsiran dan menyusun makna kata-kata yang diperoleh setelah proses kritik sumber dengan cara menghubungkan satu fakta dengan yang lainnya sehingga didapatkan gambaran yang jelas tentang fokus penelitian. Proses interpretasi yang penulis lakukan dalam penelitian ini berupaya untuk dilakukan secara obyektif sehingga hasil dari penelitian tidak memiliki kecenderungan untuk memihak pihak manapun yang terkait. Tahap terakhir dalam metode historis adalah historiografi. Seperti yang dikemukakan oleh Paul Veyne (Syamsuddin, 2007: 156) bahwa menulis sejarah merupakan suatu kegiatan utama untuk memahami sejarah. Peneliti berusaha melakukan historiografi dengan merangkai berbagai fakta yang ada sehingga dapat menjadi suatu cerita sejarah yang baik dan dapat dipercaya kebenarannya. Penulisan sejarah ini juga dilakukan dengan menggunakan kaidah bahasa yang baik dan benar serta dituliskan dengan sederhana sehingga diharapkan dapat menarik minat untuk membacanya serta dapat dengan mudah dimengerti. 1.6 Teknik Penelitian 7

Teknik merupakan metode atau sistem mengerjakan sesuatu. Sedangkan teknik penelitian merupakan penjabaran metode penelitian; sistem atau metode penelitian dengan meneliti langsung objeknya. Adapun teknik penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan memakai studi literatur dan studi wawancara. Studi literatur merupakan teknik yang digunakan oleh peneliti dengan membaca berbagai sumber buku, surat kabar dan mencari sumber lewat browsing internet yang berhubungan dengan tema penelitian. Studi wawancara juga dilakukan dengan mencoba mewawancarai orang-orang yang menjadi saksi hidup dalam Peristiwa 27 Juli 1996 sehingga dapat mendukung penulisan karya ilmiah ini. Teknik penulisan pun akan disesuaikan dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tahun 2012. 1.7 Struktur Organisasi Skripsi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sistematika adalah pengetahuan mengenai klasifikasi (penggolongan). Sistematika penulisan penelitian yang dipergunakan oleh penulis akan disesuaikan dengan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah yang dikeluarkan oleh UPI tahun 2012. Sistematika tersebut tersusun atas: Bab I Pendahuluan. Bab pertama ini merupakan bagian pendahuluan yang menguraikan kerangka pemikiran mengenai karya ilmiah ini. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah yang menjelaskan mengapa topik ini menarik untuk dikaji serta rumusan masalah agar penelitian menjadi fokus dan tidak melebar. Bab ini juga mengemukakan tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian, metode serta teknik yang digunakan dalam penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka. Bab kedua ini memaparkan mengenai buku-buku ataupun sumber lainnya yang menjadi sumber utama dan relevan dalam penelitian. Dipaparkan juga mengenai konsep-konsep yang akan banyak 8

digunakan dalam penelitian serta pemaparan mengenai penelitian-penelitian atau kajian-kajian sebelumnya mengenai Peristiwa 27 juli 1996. Bab III Metode dan Teknik Penelitian. Dalam bab ini peneliti memaparkan mengenai metode atau cara-cara apa saja yang akan dilaksanakan dalam melakukan penelitian. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode historis serta studi literatur dan studi wawancara. Teknik penulisannya disesuaikan dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI dan berdasarkan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Bab IV Pembahasan. Bab ini merupakan sebuah pemaparan dari hasil penelitian, proses berpikir dan analisis peneliti atas jawaban-jawaban dari permasalahan-permasalahan yang dirumuskan dalam rumusan masalah yaitu mengenai konflik dalam Partai Demokrasi Indonesia yang berujung kepada kerusuhan 27 juli 1996. Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang terjadinya Peristiwa 27 Juli 1996, jalannya peristiwa serta dampak dari Peristiwa 27 Juli 1996. Bab V Kesimpulan. Bab ini merupakan bagian terakhir yang berisi analisa terhadap isi pembahasan pada bab sebelumnya yang terangkum dari semua fakta yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji oleh penulis kemudian diutarakan secara ringkas dan jelas. Selain itu, pada bab ini berisikan saran dari peneliti kepada berbagai pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini. 9