MENDONGENG DI SEKOLAH Oleh: Eko Santosa

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI*

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Disusun oleh: Ajeng Wulandari A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. secara kreatif dapat memikirkan sesuatu yang baru. berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan hendaknya berupa kata-kata

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pengertian pendidikan menurut Undang-Undang SISDIKNAS No. 20

A. LATAR BELAKANG PENCIPTAAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

BAB IV ANALISIS TENTANG IMPLEMENTASI METODE CERITA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, budayanya serta budaya orang lain. Pembelajaran bahasa juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengetahuan tentang kode bahasa, kode budaya dan kode sastra.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang mendengarkan alunan musik selalu menggerak-gerakan anggota. Tuhan yang diberikan kepada seluruh manusia tanpa membedakan jenis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Budaya merupakan suatu kebiasaan masyarakat yang sukar diubah dan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

Pengaruh Menyimak Cerita terhadap Kemampuan Bercerita Fiksi pada Anak

PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Terampil berbahasa sangat penting dikuasai.

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

Bab I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. potensi, kecakapan dan karakteristik pribadi peserta didik. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui bagaimana persoalan-persoalan kebudayaan yang ada. Kebiasaan

berbahasa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi secara lisan maupun tulisan

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS PENGALAMAN PRIBADI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ALFA (EKSPERIMEN KUASI)

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jasmani dan rohani merupakan bagian terpenting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat terlepas dari kegiatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE SCRIPT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK DONGENG SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PENGGUNAAN METODE SHOW AND TELL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pengetahuan, nilai, sikap, dan kemampuan terhadap empat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rizky Ananda Oktaviani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sugono, 2011: 159). Pembelajaran sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ada empat keterampilan berbahasa yang diterima oleh peserta didik secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB IV ANALISIS TENTANG PELAKSANAAN METODE CERITA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIALISASI

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan bahasa yang digunakan dalam kelompok terebut.

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini merupakan program pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kearifan. Tradisi Mesatua di Bali lambat laun semakin tergerus dengan roda

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masa anak usia dini disebut juga masa awal kanak-kanak yang memiliki

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Dan PropinsiJawa Tengah (Yogyakarta: DepartemenPendidikan Dan Kebudayaan, ),48

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai perubahan dalam kemampuan, sikap atau perilaku siswa

BAB I PENDAHULUAN. mudah dipahami oleh orang lain. Selain itu menulis berarti mengorganisasikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Fungsi dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam

BAB I PENDAHULUAN. cerita rakyat buatan Indonesia, masyarakat juga dibanjiri oleh cerita-cerita dari

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. (2001: 289), bercerita merupakan salah satu bentuk tugas kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maulida Zahara, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa menduduki fungsi utama sebagai alat komunikasi dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Pada umumnya, cerita

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan kehidupan di masa datang. Untuk menyukseskan tujuan di atas, maka

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa dan merupakan

BAB V MODEL PELESTARIAN NYANYIAN MBUE-BUE PADA MASYARAKAT MUNA SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, memengaruhi atau dipengaruhi orang lain. Melalui bahasa, orang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dari generasi ke generasi yang semakin modern ini

PROFESSIONAL IMAGE. Etiket dalam pergaulan (2): Berbicara di depan Umum, etiket wawancara. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom. Modul ke: Fakultas FIKOM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DENGAN MEDIA SURAT KABAR PADA SISWA KELAS X 5 SMA NEGERI 2 PATI TESIS

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan, karena. kesenian dan kekriyaan. Kesenian dan kebudayaan dapat mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam bidang pendidikan di sekolah peranan seorang guru sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, ide-ide, nilai-nilai kejadian-kejadian yang membangun cerita,

Transkripsi:

MENDONGENG DI SEKOLAH Oleh: Eko Santosa Keith Johnstone (1999) menjelaskan bahwa mendongeng atau bercerita (storytelling) merupakan produk seni budaya kuno. Hampir semua suku bangsa di dunia memiliki tradisi mendongeng. Mereka menggunakan dongeng untuk mengajarkan sejarah dan nilai-nilai kehidupan pada generasi yang lebih muda. Proses penyampaian dongeng ini dilakukan dengan cara yang khusus dan cenderung sakral di mana semua anggota suku duduk berkumpul bersama dan setelah melakukan satu ritus tertentu, dongeng di sampaikan oleh tetua adat. Semua mendengarkan dengan penuh perhatian. Dongeng yang disampaikan biasanya berisi tentang asal-muasal suku tersebut serta nilai-nilai luhur yang diwariskan para pendahulu yang perlu dijunjung. Dongeng ini dianggap terjadi secara nyata dan menjadi satu-satunya pelajaran hidup yang diteladani oleh semua anggota suku. Seiring perkembangan zaman dongeng tidak hanya sekedar sebagai media penutur sejarah dan nilai antargenerasi tapi juga dapat dijadikan media pembelajaran di sekolah bahkan ekspresi seni. Di Eropa dan Amerika storytelling (bercerita atau mendongeng) menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari perkembangan kehidupan manusia. Sejak kecil anak-anak diajar melalui dongeng yang diceritakan atau dibacakan oleh orang tua mereka sebelum tidur. Hal ini telah berlangsung lama dan membudaya sehingga dunia pendidikan pun perlu mengadaptasinya. Dongeng di sekolah Viola Spolin (1986) memasukkan storytelling sebagai media pembelajaran di kelas. Kekuatan cerita naratif ia gunakan untuk membina konsentrasi dan kerjasama antarpeserta didik. Dongeng di tangan Spolin tidak berdiri sendiri dan hanya sebagai dongeng yang sekedar untuk diceritakan tetapi juga dimainkan. 1

Guru dan siswa berperan aktif dalam membangun cerita dan mereka mainmainkan secara bersama-sama. Apa yang dikerjakan Spolin sebetulnya bisa dijadikan model untuk mengembangkan dongeng di sekolah. Meski ketika dongeng disampaikan secara lisan atau dibacakan sudah memiliki kekuatan imajinatif, namun jika penyajiannya dibuat variatif pasti akan lebih hidup. Dengan demikian, dongeng bisa merambah ke berbagai sisi atau bidang tidak hanya berkutat di sastra dan bahasa saja. Memang perlu tahapan sistematis untuk mengembangkan atau mengubah dongeng menjadi satu pertunjukan kreatif, tetapi jika hal itu mungkin dilakukan terutama di sekolah kenapa tidak? Jika mengacu kepada kamus bahasa Indonesia, maka dongeng dapat diartikan sebagai cerita yang tidak benar-benar terjadi. Secara luas, mendongeng bisa diartikan sebagai membacakan cerita atau mengomunikasikan cerita kepada seseorang. Entah itu cerita nyata, tidak nyata, atau pengalaman hidup. Jadi, bukan hanya memperdengarkan cerita rakyat (tradisional) yang sering kita baca atau dengar di kala masih kecil. Dengan batasan arti di atas, dongeng memiliki wilayah jangkauan yang luas yang bisa bersumber dari apa saja. Oleh karena itu, terbukalah kemungkinan menggali sumber dongeng sebanyak mungkin untuk diubah dan disesuaikan berdasar tujuannya. Manfaat dongeng dalam pembelajaran Metode pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dapat dikerjakan dengan menggunakan dongeng sebagai medianya. Manfaat atau tujuan dasar materi ajar akan tersampaikan secara tidak langsung melalui jalannya cerita dari awal sampai akhir, sehingga tidak perlu terlalu menggurui siswa. Banyak hal yang bisa dipetik dan dipelajari dari sebuah dongeng (cerita) di antaranya adalah: 2

1. Mengajarkan moral. Melalui dongeng, nilai-nilai moral kehidupan dapat ditransformasikan. Dengan mengambil tema kepahlawanan misalnya, anak-anak atau peserta didik bisa digiring untuk membayangkan perbuatan kepahlawanan yang dilakukan oleh para tokoh dalam dongeng tersebut. 2. Mengajarkan budaya. Latar belakang budaya suatu daerah atau tempat tertentu juga dapat dilakukan dalam hal ini. Nilai-nilai budaya semisal gotong-royong, sopan-santun dapat dengan mudah disisipkan atau bahkan ditekankan melalui cerita yang disampaikan. Kekuatan dongeng yang mampu menyampaikan pesan secara tersirat ini dapat disispi dengan beragam materi ajar asalkan ditampilkan secara estetik dan tidak nampak terlalu verbal. 3. Mengembangkan daya imajinasi. Setiap anak memerlukan pengembangan imajinasi. Tanpa itu akal pikiran akan menjadi pasif, buntu sehingga tidak terbiasa atau terlatih untuk memecahkan beragam masalah dalam kehidupan. Kekuatan imajinasi dongeng hadir bersamaan dengan kegiatan mendongeng dilakukan. Artinya, peserta didik akan langsung menyerap cerita yang disampaikan untuk kemudian di simpan menjadi memori dalam bentuk imajinasi peristiwa di mana di dalamnya sudah termasuk, tokoh, cerita, latar, dan pesan cerita. Semua nilai yang disampaikan dalam dongeng mendapatkan gambaran yang jelas melalui rekaan peristiwa dalam imajinasi tersebut. 4. Merangsang pikiran kreatif. Kekuatan imajinasi dengan sendirinya akan mendorong pikiran kreatif. Menurut Seto Mulyadi (Kak Seto) dongeng akan merangsang psikologis anak sehingga anak terdorong untuk berpikir kreatif. Persoalan yang ditampilkan dalam cerita dan diselesaikan oleh sang tokoh akan menjadi model dasar bagi anak dalam memecahkan masalah. Ketika hal ini sering dilatihkan maka tidak menutup kemungkinan sang anak akan mampu melahirkan solusi baru bagi 3

masalah yang ditemuinya dalam kehidupan dengan mengambil peristiwa dalam dongeng sebagai model dasar. 5. Merangsang kecerdasan emosional. Apa saja yang dialami dan dilakukan oleh tokoh dalam dongeng dapat menumbuhkembangkan empati anak (peserta didik). Perasaan sang tokoh, situasi atau peristiwa yang melingkupinya dapat menimbulkan efek perasaan yang luar biasa bagi anak-anak, sehingga ketika empati ini muncul maka akan dengan mudah bagi anak-anak untuk belajar bersimpati. Hal ini diperkuat dengan pola interaksi antara pendongeng dan pendengar. 6. Mengembangkan kemampuan berbahasa. Cerita yang disampaikan dengan menggunakan bahasa, baik itu daerah atau nasional (Indonesia) akan merangsang anak untuk lebih memperkaya vokabulari. Selain itu juga dapat digunakan untuk pembelajaran penggunaan kosa kata secara tepat dalam sebuah kalimat serta dalam situasi apa kalimat atau kata tersebut digunakan. Selain apa yang disebutkan di atas, masih banyak manfaat dongeng dalam pembelajaran. Dongeng atau cerita dapat digunakan sebagai media untuk mengajarkan kemampuan, misalnya, matematis. Setelah memaparkan sebuah cerita sederhana, bisa saja guru atau tutor menanyakan hal-hal matematis kepada peserta didik. Misalnya, dalam cerita tersebut ada berapa tokoh manusia, ada berapa binatang, dan lain sebagainya. Intinya, dongeng dapat digunakan untuk mengajarkan beragam hal kepada peserta didik. Mendongeng efektif Sebuah cerita atau dongen yang dibangun dan disampaikan dengan baik akan mematahkan garis pembatas antara anak-anak, remaja, dan dewasa. Artinya, cerita itu bisa enak didengar oleh siapa saja dan mampu mempertahankan daya tariknya. Cerita akan dikenang dalam waktu yang lama oleh para pendengarnya. Mengetahui dan menerapkan dasar-dasar mendongeng dengan baik akan 4

memperkuat cerita yang di sampaikan. Di bawah ini akan dijabarkan dasar-dasar mendongeng yang efektif. 1. Menemukan cerita yang tepat untuk diceritakan. Kata kunci yang tepat untuk hal ini adalah, dongeng (cerita) yang sederhana dengan unsur yang sederhana. Artinya, baik tokoh ataupun masalah yang ditampilkan dalam cerita tersebut tidak terlalu banyak dan kompleks. Untuk menemukan cerita semacam ini perlu kiranya datang ke perpustakaan atau toko buku yang menyediakan dongeng dari berbagai daerah atau negara. Carilah dengan teliti hingga sampai menemukan cerita yang benar-benar menyentuh hati. Selalu mulailah dengan cerita yang sederhana. Karakteristik cerita sederhana yang baik adalah; memiliki tema tunggal dan jelas, alurnya jelas dan sederhana, karakter tokohnya menarik, memiliki sentuhan dramatis, serta cocok dengan audiennya. 2. Interaksi dengan pendengar. Dalam mendongeng, pendengar memiliki peran yang sangat penting. Sebaik apapun cerita yang disajikan, jika tidak didengarkan dengan seksama oleh para pendengar maka akan sia-sia. Ibarat melukis, pendengar adalah kanvas kosong dan pendongeng adalah pelukis yang siap menggambar di atas kanvas tersebut. Oleh karena itu bekerja sama dengan para pendengar melalui interaksi selama proses mendongeng berlangsung sangat penting. Banyak pendongeng yang gagal karena dalam menampilkan cerita datar, tidak mau berinteraksi dengan pendengar. Cerita akan menjadi semakin menarik dan berkesan ketika pendengar merasa dekat dengan cerita tersebut. Artinya, baik tokoh ataupun peristiwa di dalam cerita harus digambarkan dengan gamblang, jelas, dan lengkap sehingga imajinasi pendengar terbangun dan mereka merasa memiliki cerita tersebut. Mendongeng atau bercerita pada prinsipnya adalah tugas yang diemban bersama antara pendongeng dan pendengar yang saling berinteraksi untuk menghidupkan cerita yang disajikan. 5

3. Hidupkan karakter dengan kepibadian dan perasaan. Cerita akan lebih nampak hidup jika disajikan dengan dinamika emosi para tokohnya. Pendengar akan semakin betah manakala pencerita mampu menampilkan watak tokoh, situasi peristiwa dengan baik dan bervariasi. Penggunaan warna suara untuk tokoh yang berbeda juga sangat mempengaruhi. Tinggi rendah nada serta irama ketika menceritakan satu peristiwa atau narasi. 4. Mulailah cerita dengan kalimat yang sederhana dan tidak biasa. Umumnya, pendongeng atau pencerita akan memulai ceritanya dengan kalimat pembuka; Pada suatu hari, atau Konon kabarnya. Hal ini tidaklah masalah sebenarnya, akan tetapi jika sering dilakukan pastilah akan sangat membosankan. Oleh karena itu mulailah cerita dengan satu kalimat atau kata yang lain dari biasanya. Kemudian berhentilah sebentar untuk memberikan ruang imajinasi bagi pendengar setelah itu lanjutkan dengan kata, kalimat atau bahkan sebuah gerakan atau ekspresi yang intinya membuat pendengar merasa takjub dan tertarik. 5. Ajak pendengar berpartisipasi. Dalam situasi tertentu yang membutuhkan efek suara atau suasana, pendongeng dapat mengajak pendengar untuk berpartisipasi. Sehingga, semua merasa aktif dan ikut berperan dalam cerita tersebut. Misalnya, situasi sebuah perlombaan, maka jadikanlah pendengar sebagai suporter. Ajaklah mereka bermain, libatkanlah mereka dalam cerita tersebut. 6. Jika cerita telah selesai, maka selesailah dalam arti sesungguhnya. Jangan memberi tambahan keterangan yang lain. Biarkanlah pendengar bermain dengan imajinasi mereka, membayangkan apa yang baru saja mereka dengar. Tepuk tangan meriah bukanlah ukuran keberhasilan sebuah presentasi. Kadang-kadang keheningan justru semakin menguatkan hasil akhir dari presentasi tersebut. Pendengar akan merasa tertegun, berpikir, dan menikmati cerita yang ditampilkan. 6

Yang terakhir dan yang terpenting dari kesemua hal di atas adalah mulailah cerita dengan tenang, rileks dan tanpa ketegangan. Sampaikan cerita secara efektif, buang hal-hal yang tidak terlalu dibutuhkan. Tampillah penuh percaya diri dan milikilah cerita yang akan disajikan sepenuh hati. Jangan takut menggunakan mode cerita yang berbeda. Jangan takut berbuat kesalahan. Berlatihlah dan terus berlatih, maka hasilnya akan dapat dirasakan. Selamat bercerita! () Bacaan: Jonhstone, Keith, Impro for Storytellers, Theatresports and the Art of Making Things Happen, Faber and Faber, London, 1999. Spolin, Viola, Theater Games for the Classroom, Northweswtern University Press, Illinois, 1986. Website: http://www.eldbarry.net 7