MODEL KOORDINASI ANTARINSTANSI PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA MAKASSAR. Abdul Mahsyar

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. meningkatnya berbagai aktivitas pemenuhan kebutuhan, salah satunya adalah

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam

ANALISIS PELANGGARAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR TERHADAP UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan hal yang penting dalam

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU

BAB V PENUTUP. Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung sebagai ibukota Provinsi Lampung yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. untuk berpindah atau bergerak tersebut akan semakin intensif. Hal ini tidak dapat

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

VI. SIMPULAN DAN SARAN. pamong praja, maka penulis memberikan simpulan bahwa koordinasi yang

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan berperan sebagai sektor penunjang pembangunan (the promoting

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

PENGARUH AKTIVITAS PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN HERTASNING KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

rata-rata 19 km/jam ; Jalan Kolektor dengan kecepatan rata-rata 21 km/jam ; Jalan Lokal dengan kecepatan rata-rata 22 km/jam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui observasi langsung, wawancara kepada

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi bertambah banyaknya kebutuhan akan sarana dan prasarana

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TERTIB LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. lalu lintas yang ada. Hal tersebut merupakan persoalan utama di banyak kota.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil

I. PENDAHULUAN. Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan obyek sampai tujuan dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. luar datang ke Yogyakarta untuk sekedar berwisata maupun menetap untuk melanjutkan

KANTOR PELAYANAN TERPADU SAMSAT DAN SATLANTAS POLTABES SEMARANG

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

IV. GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Polresta Bandar Lampung. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) meru pakan merupakan alat

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkendara yang aman sangat diperlukan di dalam berlalu lintas untuk

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

I. PENDAHULUAN. kebijakan di kawasan tertentu. Kawasan tersebut adalah wilayah yang berada

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting

perbaikan hidup berkeadilan sosial.

IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung

I. PENDAHULUAN. penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG FORUM LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN SIKAP DISIPLIN DALAM BERLALU LINTAS PADA REMAJA KOMUNITAS MOTOR

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komponen lalu lintas yang sangat penting terutama di perkotaan.

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh kota-kota besar di Indonesia yaitu

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan dan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga,

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DI WILAYAH KABUPATEN SERANG BUPATI SERANG

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

MODEL KOORDINASI ANTARINSTANSI PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA MAKASSAR Abdul Mahsyar Program Administrasi Publik Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar email: abdul_mahsyar@yahoo.co.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab kemacetan lalu lintas, dan menemukan model koordinasi yang tepat dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas. Pendekatan penelitian adalah kualitatif, data diperoleh dari informan melalui wawancara mendalam, observasi lapangan dan analisis dokumen, hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif. Hasil penelitian menemukan terdapat faktor yang memicu terjadinya kemacetan lalu lintas berupa faktor human error, rendahnya penegakan peraturan, pembiaran pemanfaatan sarana dan prasarana jalan, dan ketidakpedulian dan kurangnya sumber daya aparat pelaksana. Model koordinasi yang tepat harus melembaga secara sinergis yang ditetapkan melalui Peraturan Walikota dan kewenangan yang lebih luas diberikan kepada instansi Dinas Perhubungan sebagai leading sector. Kewenangan leading sector sifatnya mengikat kepada instansi yang terlibat. Kata Kunci : Koordinasi, Kemacetan Lalu Lintas, Jalan Raya I. PENDAHULUAN Problem kemacetan lalu lintas di Kota Makassar dalam lima terakhir ini sudah menjadi persoalan akut yang membuat warga masyarat di kota ini semakin sengsara dijalan. Kalau pada beberapa waktu sebelumnya kemacetan terjadi hanya pada jam atau waktu berangkat dan pulang kantor atau pada harihari kerja, sekarang ini kemacetan terjadi hampir setiap saat dan tidak mengenal waktu. Beberapa jalan alternatif yang dibangun dengan tujuan dapat mengurai kemacetan lalu lintas pada jalan-jalan utama atau jalan protokol dan mencegah menumpuknya kendaraan pada ruas jalan tertentu terutama pada jam sibuk sekarang ini tidak dapat lagi dikatakan sebagai jalan alternatif karena sudah menjadi jalan utama dan juga selalu terjadi kemacetan pada jalan tersebut. Berbagai kebijakan telah dibuat oleh Walikota Makassar untuk sekedar mengatasi kemacetan lalu lintas jalan khususnya di jalan-jalan protokol seperti Peraturan Walikota Makassar Nomor 94 Tahun 2013 tentang tentang larangan truk beroperasi dalam kota pada siang hari (jam tertentu), dan Peraturan Walikota Makassar Nomor 64 Tahun 2011 tentang larangan parkir pada lima ruas jalan (badan jalan) pada jalan-jalan protokol. Namun kebijakan walikota tersebut belum terlaksana secara efektif yang dapat dilihat pada tingkat kemacetan pada ruas-ruas jalan yang dimaksud ternyata juga tidak berkurang. Kota Makassar yang memiliki luas wilayah sekitar 175,77 km 2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2013 sebanyak 1.352.136 (Makassar dalam Angka 2013) menunjukkan bahwa kota ini memang cukup 11

padat. Kepadatan penduduk semakin bertambah pada siang hari karena masuknya para pekerja beserta kendaraannya dari daerah-daerah tetangga Kota Makassar seperti dari Kabupaten Gowa, Takalar, dan Maros. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor yang sekarang ini beroperasi di dalam wilayah Kota Makassar jika dibandingkan dengan panjang jalan memang terlihat sudah tidak seimbang artinya jalan raya sudah tidak mampu lagi menampung jumlah kendaraan bermotor yang ada. Data dari Dinas Perhubungan Kota Makassar menunjukkan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor untuk segala jenis dalam lima tahun terakhir sejak tahun 2008 cukup signifikan peningkatannya yakni lebih dari 10 persen dan pensuplai terbesar adalah kendaraan sepeda motor (Dinas Perhubungan Kota Makassar, 2013). Potensi kemacetan lalu lintas di Kota Makassar pada tahun-tahun mendatang akan lebih parah lagi jika sekarang ini tidak dilakukan upaya-upaya intensif oleh pemerintah dalam mengatasi atau menanggulanginya. Berdasarkan gejala tersebut hasil penelitian ahli transportasi dari Intitut Teknologi Bandung menjelaskan bahwa dalam lima tahun kedepan pergerakan mobil di jalan raya Makassar hanya berkisar 5 km/jam, sementara saat ini disebutnya masih sekitar 35 km/jam (Sindo New com, 2014). Persoalan kemacetan lalu lintas merupakan masalah publik yang harus ditangani dan diselesaikan oleh pemerintah setempat dengan berbagai upaya kebijakan yang harus dilakukan. Sebagaimana yang terlihat bebeberapa upaya yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota Makassar dalam menanggulangi problem kemacetan lalu linta tersebut. Namun yang terlihat adalah penanganan secara teknis dibawah kendali Dinas Perhubungan Kota Makassar sebagai leading sektor yang menangani persoalan tersebut ternyata belum efektif. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persoalan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar ini tidak hanya dapat diselesaikan oleh instansi terkait seperti Dinas Perhubungan dan instansi Kepolisian seperti Satuan Lalu lintas melainkan beberapa instansi lain (SKPD) dalam lingkup Kota Makassar harus juga terlibat. Oleh sebab itu penanganan kemacetan lalu lintas ini harus dilakukan secara terpadu dengan melibatkan beberapa instansi, dengan demikian diperlukan adanya model koordinasi yang tepat untuk menangani persoalan kemacetan lalu lintas ini. Jalan raya sebagai media publik tentu banyak yang berkepentingan untuk memanfaatkannya selain sebagai prasarana transportasi, juga dapat dimanfaatkan oleh warga masyarakat baik secara legal maupun ilegal sebagai prasarana ekonomi. Pemanfaatan media jalan dan sarana penunjangnya untuk kepentingan diluar dari fungsi jalan hal ini yang menjadi problem dan menjadi pemicu terjadinya kemacetan lalu lintas. Dari pengamatan menunjukkan pemanfaatan media jalan sebagai sarana ekonomi oleh pedagang kaki lima (PKL) baik yang berjualan di trotoar jalan maupun yang langsung turun kejalan menjajakan dagangannya seperti diprapatan jalan (trafficlight), penggunaan sebagian badan jalan sebagai lahan parkir, pemasangan reklame baik yang permanen maupun yang sifatnya insidentil, penggunaan badan jalan sebagai tempat berjualan mobil toko. Selain itu penyumbang kemacetan lalu lintas lainnya adalah terjadinya alih fungsi lahan pada beberapa ruas jalan di Kota Makassar ini, seperti daerah yang sebelumnya sebagai kawasan perumahan diubah menjadi kawasan bisnis seperti pembangunan hotel, restoran, rumah makan/café, mall, yang tidak ditunjang oleh prasarana tempat parkir kendaraan sehingga menimbulkan kemacetan. Selain itu juga penyumbang kemacetan lalu lintas adalah banyaknya oknum Pak 12

Ogah/Pelantas (Pengatur Lalu Lintas Sukarela) yang selau ada pada hampir setiap penyeberangan atau perempatan jalan. Berkaitan dengan fenomena tersebut dalam hal ini untuk meminimalkan terjadinya kemacetan dibutuhkan sinergitas antara instansi pemerintah yang berkompeten dalam mengurus kemacetan lalu lintas mutlak diperlukan, oleh sebab itu supaya kerjasama ini dapat terlaksana dengan baik perlu adanya koordinasi lintas sektor yang lebih baik dibawah kendali satu orang koordinator yang tidak hanya berfungsi sebagai koordinator saja tetapi juga memiliki kewenangan yang sifatnya dapat mengeksekusi sesuai dengan peran yang diberikan oleh Walikota. Selama ini yang terjadi adalah masing-masing pihak saling lempar tanggung jawab jika terjadi masalah dan persoalan kemacetan lalu lintas, sementara yang selalu menanggung bebannya adalah Dinas Perhubungan dan Satuan Lalu Lintas Kepolisian. Ada dua aspek yang menjadi fokus dalam kajian ini adalah faktor yang menyebabkan terjadinya kemacetan (kongesti) lalu lintas jalan di Kota Makassar, dan model kelembagaan koordinasi yang tepat dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas jalan raya di Kota Makassar. Koordinasi pada dasarnya merupakan salah satu fungsi dari manajemen yang bertujuan untuk menyelaraskan pelaksanaan tugas-tugas organisasi yang dilaksanakan oleh berbagai unit kerja seperti divisi-divisi, departemen, unit atau bagian-bagian yang ada dalam organisasi. Keselarasan dalam menyelenggarakan tugas dan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab masing-masing unit tersebut dapat menyebabkan pencapaian tujuan organisasi secara efisien dan efektif. Koordinasi diperlukan dalam pekerjaan tim sebagaimana dikemukakan oleh Brech yang dikutip oleh Hasibuan (2007) bahwa koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan dilaksanakan dengan keselarasan. Menurut MC Farland yang dikutip oleh Handayaningrat (2004) bahwa koordinasi adalah suatu proses dimana pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur diantara bawahannya dan menjamin kesatuan tindakan didalam mencapai tujuan bersama. Lebih lanjut disebutkan oleh Thompson bahwa perlunya koordinasi karena ada saling ketergantungan diantara satuan-satuan organisasi, jenis ketergantungan itu dapat berupa pooled interdependence, sequential interdependence, dan reciprocal interdependence (Handoko, 2003). Dari beberapa pandangan tersebut jelas menunjukkan bahwa pelaksanaan pekerjaan dalam lingkup organisasi pemerintah yang bertujuan memberikan pelayanan kepada warga masyarakat diperlukan adanya keterpaduan kerja yang membutuhkan koordinasi termasuk dalam hal ini adalah penanggulangan kemacetan lalu lintas. II. METODE PENELITIAN Penelitian ini berlokasi di Kota Makassar dilaksanakan pada Bulan Nopember 2013-Pebruari 2014. Fokus penelitian pada pelaksanaan koordinasi terhadap penanggulangan kemacetan lalu intas. Penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif menjadikan satuan analisis yang menjadi situs penelitian adalah pihak-pihak yang terlibat dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar, baik dari instansi lingkup Pemerintah Kota Makassar seperti Dinas Perhubungan, Satpol PP, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, Dinas Perizinan, Perusda Parkir, dan Satuan Polisi Lalu Lintas Poltabes Makassar. Data penelitian diperoleh melalui in depth interview, observasi, dan dokumentasi. Analisis data penelitian dilakukan sejak awal data dikumpulkan dilakukan secara terus menerus sampai akhir 13

penelitian. Untuk menjamin keabsahan data yang diperoleh dilakukan langkah-langkah pengorganisasian data seperti kategorisasi, reduksi data, dan treangulasi melalui treangulasi sumber, treangulasi data. Selanjutnya penjelasan-penjelasan temuan penelitian dilakukan secara deskriptif yang disajikan dalam bentuk narasi. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Kemacetan lalu lintas di jalan raya dapat disebabkan oleh berbagai faktor maupun sumber penyebab terjadinya kemacetan, hasil identifikasi penyebab kermacetan lalu lintas di Kota Makassar tidak terlepas dari ketersediaan infrastruktur lalu lintas yang ada atau dengan kata lain kemacetan yang terjadi sebagai akibat daripada kurangnya koordinasi yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam menanggulangi kemacetan lalu lintas. Terdapat beberapa faktor penyebab kemacetan lalu lintas jalan yaitu, faktor human error, rendahnya penegakan hukum, pembiaran pemanfaatan sarana dan prasarana jalan, ketidakpedulian dan kurangnya sumber daya aparat pelaksana. Faktor human error. Kondisi jalan yang ada di Kota Makassar sekarang ini dapat dikatakan sudah berada pada titik kritis kemacetan, beberapa bentuk kesalahan manusia yang menyebabkan terjadi kemacetan/pelambatan atau tersendatnya arus lalu lintas yaitu seperti perilaku pengemudi kendaraan khususnya kendaraan bermotor yang kurang atau tidak mentaati ramburambu lalu lintas, keadaan seperti itu dapat dilihat pada pengemudi kendaraan baik mobil maupun sepeda motor yang seenaknya menerobos traffic light pada saat lampu merah menyala, tidak menghentikan kendaraan pada posisi yang tepat di jalan raya pada saat lampu merah menyala, pengemudi menggunakan mobile phone (hp) diatas kendaraan, kendaraan yang melawan arus banyak dilakukan oleh pengguna sepeda motor, memarkir kendaraan pada ruas jalan yang bukan peruntukan sebagai tempat parkir kendaraan terutama kendaraan roda empat atau lebih, dan perilaku tidak sabaran ketika berada dipersimpangan, pertigaan, atau pembelokan. Penyebab kemacetan atau pelambatan arus lalu lintas lainnya adalah pejalan kaki yang menyeberang tidak pada tempatnya atau pejalan kaki di badan jalan, dan angkutan kota (pete-pete) yang menaik turunkan penumpang bahkan menunggu penumpang (ngetem) tidak pada jalur yang tepat (meminggirkan kendaraan). Bentuk human error lainnya yang menyebabkan kemacetan lalu lintas yang sifatnya merupakan kesengajaan oleh orang atau lembaga tertentu adalah memanfaatkan sebagian atau seluruh ruas jalan untuk berbagai aktivitas, seperti penggunaan sebagian badan jalan atau penunjang jalan untuk aktivitas ekonomi sebagai tempat berjualan hal ini tidak hanya dilakukan oleh pedagang kaki lima, tetapi banyak pemilik toko besar yang menggunakan lahan atau rolling didepan tokonya sebagai aktivitas bisnis yang sebenarnya melanggar peruntukannya. Aktivitas warga lainnya yang membuat kemacetan adalah menutup jalan untuk kepentingan hajatan misalnya acara pernikahan dan adanya pos permintaan sumbangan dijalan. Dan yang paling membuat kesal warga masyarakat adalah kemacetan yang disebabkan oleh penutupan separuh atau seluruh badan jalan oleh oknum atau kelompok yang melakukan demonstrasi, keadaan seperti ini dapat dilihat pada jalur jalan utama terutama pada ruas jalan yang ada bangunan perguruan tinggi. Rendahnya penegakan peraturan, sekalipun sudah terdapat peraturan, namun sebagaimana terlihat masih banyak pelanggaran terhadap peraturan tersebut yang berlangsung setiap saat. Tidak hanya itu faktor pemicu terjadinya pelanggaran terutama penggunaan bahu badan jalan sebagai tempat parkir kendaraan yang 14

sebenarnya dilarang sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota Makassar, perilaku warga (pengusaha) yang melakukan alih fungsi lahan dan bangunan untuk keperluan usaha misalnya bangunan peruntukan perumahan dialihkan jadi peruntukan bisnis seperti diubah jadi hotel, wisma, restoran, rumah makan dan café, dan ruko. Permasalahan yang ditimbulkan adalah mereka tidak menyediakan lahan parkir. Selain daripada itu beberapa pengelola restoran menggunakan rolling jalan didepan tokonya sebagai tempat memasak, dan bahkan pengelola usaha lainnya mempersewakan rolling jalan depan tokonya sebagai tempat jualan pedagang kaki lima, penjual makanan dan berbagai accessories. Rendahnya penegakan peraturan lainnya dapat juga dilihat pada pemanfaatan bahu jalan sebagai tempat parkir yang seolaholah legal karena pada area tersebut terpasang rambu untuk memarkirkan kendaraan. Keadaan seperti ini sebenarnya melanggar peraturan yang lebih tinggi yakni Undang- Undang tentang Jalan. Selain itu pelanggaran-pelanggaran lain yang dilakukan oleh warga masyarakat adalah pelanggaran terhadap berbagai rambu lalu lintas misalnya larangan parkir atau pada rambu larangan berhenti. Kesadaran warga yang rendah dalam mentaati aturan, sebenarnya dapat diatasi jika ada ketegasan petugas dalam menegakkan aturan seperti memberi sanksi sesuai dengan ketentuan yang ada. Pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan tersebut semestinya mendapatkan sanksi dari petugas yang berwenang, oleh sebab itu perlu ada ketegasan pemberian tindakan berupa sanksi atau denda sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pembiaran pemanfaatan sarana dan prasarana jalan, terkait dengan kurang tegasnya aparat dalam melakukan penegakan peraturan seperti memberikan tindakan sanksi atau denda kepada pelangar peraturan baik terhadap Perda yang ada maupun peraturan yang lebih tinggi hal ini memberi kesan bahwa aparat seolah-olah melakukan pembiaran dilakukannya pelanggaran, sehingga keadaan seperti ini dipersepsikan atau dinilai oleh warga masyarakat bahwa tindakannya tidak salah. Pada beberapa kasus yang ditemukan terkait dengan pembiaran oleh petugas terkait kepada warga masyarakat yang memanfaatkan sarana dan prasarana jalan untuk berbagai kepentingan usaha dapat dilihat pada beberapa kasus yang semuanya menjadi faktor penyebab terjadinya kemacetan atau pelambatan laju kendaraan di jalan raya. Keadaan ini dapat dilihat pada ruas jalan protokol, misalnya di sepanjang Jalan Petta Rani dari ujung utara sampai selatan beberapa bahu jalan dimanfaatkan sebagai tempat jualan bahkan salah satu pasar yang ada di jalan ini, beberapa pedagang sudah menggunakan bahu jalan sebagai tempat jualan, begitu juga yang terlihat di jalan Cenderawasih, Urip Sumoharjo, Bawakaraeng, Mesjid Raya, Terong dan sekitarnya. Selain pemanfaatan bahu jalan sebagai tempat berjualan, juga pemanfaatan trotoar jalan sebagai tempat berjualan terutama warung-warung kaki lima, tukang tempel ban, penjual koran, penjual kartu/voucher HP, tempat pangkalan becak/bentor, mobil pickup sewa, penjual buah dan makanan yang menggunakan moko (mobil toko). Trotoar jalan sebenarnya untuk dimanfaatkan para pejalan kaki, oleh sebab itu dengan digunakannya trotoar jalan tersebut yang bukan untuk peruntukannya sehingga menyebabkan pejalan kaki menggunakan badan atau bahu jalan yang sebenarnya cukup berbahaya karena pada waktu yang sama juga digunakan oleh kendaraan bermotor yang dapat menimbulkan kecelakaan atau paling tidak menyebabkan pelambatan laju kendaraan. Beberapa ruas jalan yang ada di Kota Makassar terlihat juga dimanfaatkan 15

untuk berbagai kepentingan masyarakat yang tidak tepat peruntukannya terutama pada jalan-jalan utama seperti di Jalan Perintis Kemerdekaan, pada roling jalan yang ada banyak dimanfaatkan oleh warga membuat toko semi permanen hal ini dapat dilihat pada jalan didepan kampus STMIK Dipanegara, Kampus Unhas, dan sekitar Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, termasuk juga penggunaan bahu jalan untuk berjualan di atas mobil seperti penjual buah, dan penjual material batu dan pasir yang memarkirkan truknya di bahu jalan. Keadaan seperti itu juga terlihat di Jalan Sultan Alauddin depan Kampus Unismuh, di Jalan Petta Rani depan Kampus UNM terdapat kios-kios semi permanen yang keberadaannya sangat menggangu kelancaran lalu lintas. Penggunaan trotoar jalan sebagai tempat berjualan terutama warung kaki lima, hal ini menimbulkan dua kerugian secara langsung yaitu selain terganggunya akses bagi pejalan kaki juga menjadi pemicu terjadinya kemacetan karena pengunjung warung-warung tersebut memarkirkan kendaraannya di bahu jalan dalam waktu yang relatif lama, hal ini jelas mengganggu kelancaran arus lalu lintas yang berpotensi menimbulkan kemacetan. Ketidakpedulian dan kurangnya sumber daya aparat pelaksana, terjadinya kemacetan lalu lintas pada ruas jalan yang ada di Kota Makassar, memang sudah menjadi konsekuensi daripada perkembangan sebuah kota. Namun demikian tersendatnya arus kendaraan di jalan raya dapat saja diminimalkan supaya tidak menimbulkan kemacetan yang parah apabila kepedulian aparat yang terkait dengan permasalahan tersebut cukup tinggi. Pada beberapa kasus yang dipaparkan di atas, memperlihatkan bahwa penyebab kemacetan lalu lintas selain disebabkan oleh perilaku masyarakat pengguna jalan maupun masyarakat yang memiliki rumah atau gedung pertokoan di sepanjang jalan raya khususnya jalan yang memang dilalui oleh banyak kendaraan, juga disebabkan oleh kurang pedulinya petugas dalam memberikan pelayanan kepada warga masyarakat pengguna jalan. Keadaan seperti itu dapat dilihat pada beberapa ruas jalan yang setiap hari mengalami kemacetan, seperti di Jalan Urip Sumoharjo-Perintis Kemerdekaan (depan PLTU dan M tos), Jalan Sultan Alauddin terutama di depan kampus Unismuh, Jalan Gunung Bawakaraeng, Jalan A.P. Petta Rani, Jalan Toddopuli Raya, dan Toddopuli Raya Timur, Jalan Poros Antang, Jalan Adyaksa, Jalan Boulevard, Jalan Pasar Ikan, Jalan Penghibur dan beberapa ruas jalan lainnya yang tingkat kepadatannya tinggi. Sesuai dengan hasil survai yang dilakukan pada beberapa ruas jalan yang seringkali mengalami kemacetan, atau kalau menggunakan istilah aparat Dinas Perhubungan terjadi pelambatan atau arus tersendat. Beberapa aspek yang menjadi penyebab kemacetan atau tidak lancarnya arus lalu lintas tersebut diantaranya adalah pada persimpangan yang memiliki lampu pengatur lalu lintas yang tidak berfungsi baik seluruhnya maupun sebagian seperti yang terlihat pada ujung timur Jalan Boulevard, lampu pengatur lalu lintas berfungsi secara baik dari sisi barat namun pada sisi utara, selatan dan dari arah timur tidak berfungsi. Selain itu lampu pengatur lalu lintas kadangkala menyala tetapi tidak sinkron waktunya antara warna lampu yang satu dengan warna lampu lainnya. Seperti yang terlihat di Jalan Boulevard, waktu menyala lampu merah lebih lama dibandingkan dengan lampu hijau sehingga terjadi penumpukan kendaraan ketika lampu merah menyala. Sementara kemacetan yang terjadi di depan PLTU Tello lebih disebabkan pada penempatan lampu pengatur lalu lintas yang terlalu jauh jaraknya dengan pelintasan, selain itu perlu dilakukan rekayasa lalu lintas pada jam-jam tertentu misalnya kendaraan 16

dari arah Jalan Leimena tidak boleh berbelok kekiri ke Jalan Perintis Kemerdekaan, atau jalan yang ada sekarang ini dibuat searah. Permasalahan kemacetan pada jalur jalan tersebut sudah berlangsung cukup lama namun kurang dipedulikan oleh aparat terkait. Selain itu terjadinya pelambatan arus kendaraan pada beberapa ruas jalan terutama pada jalan-jalan protokol yang terdapat banyak pembelokan dan persimpangan dimanfaatkan oleh sekelompok oknum pelantas (petugas lalu lintas sukarela) untuk menjual jasa memandu pengemudi mobil untuk berbelok atau menyeberang jalan. Namun tindakan yang dilakukan oleh oknum warga tersebut kadangkala menimbulkan kemacetan atau tersendatnya arus jalan kendaraan secara tiba--tiba. Fenomena Pelantas ini sedemikian menjamur sehingga hampir semua pembelokan pada ruas jalan utama selalu ada oknum Pelantas tidak hanya seorang dua orang tapi biasanya bergerombol lebih lima orang. Kurangnya antisipasi aparat terhadap terjadinya kemacetan lalu lintas ini sebagaimana terlihat disebabkan oleh kurangnya aparat pelaksana di lapangan. Hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa petugas yang sering dijumpai di jalan yang mengatur kelancaran lalu lintas hanya petugas kepolisian dari Satuan Polisi Lalu Lintas. Pada waktu atau jam tertentu, beberapa ruas jalan yang sering padat pihak Satuan Polisi Lalu Lintas menempatkan personilnya pada ruas jalan tersebut, namun mereka tidak berjaga sepanjang hari melakukan pengawasan. Seperti diketahui biasanya petugas Polisi Lalu Lintas melakukan penjagaan pada saat jam sibuk saja yakni saat warga masyarakat berangkat kerja/sekolah atau pulang kerja. Oleh sebab itu kurangnya jumlah petugas yang berjaga di lapangan (jalanan) hal ini disebabkan juga oleh adanya kebijakan bahwa yang bertugas di jalan raya dalam mengatur lalu lintas hanya petugas kepolisian saja, sehingga hal ini menyebabkan keterbatasan-keterbatasan pihak Satlantas, sementara disatu sisi tugastugas aparat Satlantas ini tidak hanya menjaga pada satu tempat saja tetapi mereka berpindah-pindah sesuai dengan penugasannya. Berdasarkan hasil temuan penelitian ini khususnya melalui analisis dokumen yang dilakukan ditemukan bahwa koordinasi penanggulangan kemacetan lalu lintas yang ada di Kota Makassar hanya dilakukan melalui Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Makassar yang dibentuk berdasarkan Keputusan Walikota Makassar Nomor: 551.05/938/Kep/XII/2009. Tanggal 17 Desember 2009. Forum ini sesuai dengan keputusan walikota tersebut berkedudukan atau tepatnya yang menjadi penanggungjawab atau leading sector adalah Dinas Perhubungan Kota Makassar sekalipun tidak secara implisit disebutkan bahwa yang menjadi penanggung jawab adalah Dinas Perhubungan tetapi karena dalam klausul keputusan tersebut disebutkan bahwa biayabiaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan keputusan tersebut dibebankan dalam APBD pada Dinas Perhubungan Kota Makassar pada setiap tahun anggaran. Oleh sebab itu yang menjadi penyelenggara forum adalah Dinas Perhubungan. Kedudukan forum ini sebagai wadah koordinasi terlihat belum mengakomodir semua stakeholder yang terlibat atau yang bersentuhan langsung dengan persoalan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar, misalnya saja Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya belum dimasukkan sebagai anggota dalam forum. Padahal sebagaimana diketahui berbagai kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh PD. Parkir ini seperti dalam menempatkan titik parkir yang ada di bahu jalan berpotensi mengakibatkan perlambatan atau kemacetan arus lalu lintas. Selain itu juga terjadi pelanggaran terhadap peraturanperaturan yang berlaku yakni menggunakan 17

badan jalan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Kelembagaan Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Makassar yang dipergunakan sebagai wadah koordinasi dalam mengatasi permasalahan lalu lintas di kota ini secara umum masih terlihat lemah karena belum jelas kewenangan yang ada pada forum ini. Hal ini juga diakui oleh salah seorang informan yang sering mengikuti pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan pada forum ini: bahwa Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Makassar ini memang hanya merupakan forum diskusi saja atau sarana bertukar informasi terkait dengan permasalahan lalu lintas yang ada di kota ini, memang banyak pihak yang terlibat seperti instansi teknis, kepolisian, akademisi, tokoh masyarakat, dan organisasi masyarakat transportasi serta Organda. Koordinasi memang dilakukan sebatas saling memberi informasi, dan mengemukakan masalahmasalah yang muncul di lapangan. Tetapi dalam forum ini tidak memiliki kewenangan untuk membuat suatu keputusan, karena permasalahan yang ditemukan jika ada semua dikembalikan atau diserahkan kepada masing-masing instansi terkait sesuai dengan kewenangan yang dimiliki untuk mengatasi permasalahan yang muncul. Atau paling tidak hasil pertemuan yang dihasilkan oleh forum ini disampaikan kepada Walikota Makassar untuk selanjutnya walikota membuat kebijakan (wawancara, informan 17). Pendapat lain dari salah seorang informan juga memberikan penjelasan terkait keberadaan Forum Lalu Lintas dan Angkutan Kota Makassar, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut: dengan adanya Forum Lalu Lintas dan Angkutan Kota Makassar ini sebenarnya cukup bagus bagi kami instansi terkait dalam berkoordinasi dalam menanggulangi permasalahan lalu lintas secara umum dan penanggulangan kemacetan lalu lintas pada khususnya, karena semua instansi terkait terlibat sehingga masalah-masalah yang muncul dapat dikomunikasikan. Seperti diketahui bahwa masalah macet atau perlambatan kendaraan di jalan raya tidak bisa diatasi oleh satu instansi saja karena ada faktor pemicu terjadinya perlambatan, dan faktor pemicu itu hanya bisa diatasi dan menjadi kewenangan instansi lain. Persoalan yang muncul dalam forum ini sehingga saya rasa kurang optimal karena seringkali pada saat pertemuan tidak dihadiri oleh pejabat pembuat keputusan, biasanya hanya diwakili. Dengan demikian apa yang didiskusikan menjadi agak sulit dibuat keputusan, karena masing-masing wakil instansi hanya menginformasikan hasil pertemuan ini kepada pimpinannya masing-masing (wawancara, informan 18). Penjelasan informan di atas memberikan informasi bahwa adanya Forum Lalu Lintas dan Angkutan Kota Makassar ini sudah cukup baik, hanya yang menjadi kekurangannya adalah forum ini tidak dimanfaatkan secara maksimal dan tidak dapat membuat keputusan secara mengikat antar instansi yang terlibat didalamnya. Forum ini hanya sebagai wadah diskusi saja tetapi belum menjadi lembaga yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan suatu program terkait penanggulangan kemacetan lalu lintas atau yang lebih luas tentang permasalahan lalu lintas. Sehubungan dengan itu keberadaan forum ini perlu ditingkatkan statusnya atau dibentuk suatu lembaga baru yang bertugas mengkoordinasikan permasalahan lalu lintas dan kemacetan secara khusus. Lembaga koordinasi yang dibentuk supaya memiliki kekuatan hukum yang kuat, maka payung hukumnya harus dalam bentuk Peraturan Daerah yang dipimpin secara langsung oleh Walikota, oleh sebab itu dengan kewenangan-kewenangan yang melekat pada lembaga ini nantinya sehingga dapat membuat keputusan yang sifatnya mengikat 18

sehingga jelas tugas, kewenangan dan tanggung jawabnya dalam melaksanakan tugas menanggulangi atau meminimalkan terjadinya perlambatan atau kemacetan kendaraan di jalan raya. keputusan yang dibuat sifatnya mengikat seluruh instansi yang berada dalam kendali koordinasi penanggulangan kemacetan lalu lintas. IV. KESIMPULAN Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kemacetan lalu lintas di Kota Makassar tidak hanya disebabkan oleh jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi dijalanan dan kondisi jalan yang belum memadai atau tidak berimbang antara kapasitas jalan dengan kendaraan yang ada, dan faktor teknis lainnya seperti kelengkapan sarana dan prasarana lalu lintas seperti rambu-rambu lalu lintas tetapi juga disebabkan faktor yang bersifat non teknis seperti human error atau ketidakpatuhan orang terhadap peraturan terkait dengan berkendara, dan memanfaatkan jalan raya, rendahnya penegakan hukum, pembiaran pemanfaatan sarana dan prasarana jalan secara ilegal, ketidakpedulian dan kurangnya sumber daya aparat pelaksana. Model koordinasi yang tepat dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas jalan yang ada sekarang ini adalah menggunakan wadah kelembagaan melalui Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang melibatkan stakeholders yang terkait dengan penanggulangan kemacetan lalu lintas atau permasalahan lalu lintas pada umumnya,status forum perlu ditingkatkan dengan lembaga sendiri. Model koordinasi yang diperlukan adalah adanya sinergitas antara seluruh stakeholders yang terkait dengan persoalan kemacetan lalu lintas jalan dan sebagai leading sector adalah Dinas Perhubungan dari unsur Pemerintah Kota Makassar dan Satuan Polisi Lalu Lintas dari unsur Kepolisian yang memiliki kewenangan penindakan. Kewenangan leading sektor perlu ditingkatkan dengan memberikan tugas untuk penindakan terhadap unsur yang dapat mengganggu kelancaran lalu lintas jalan, dan 19

DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, Rahardjo. 2012. Manajemen Transportasi Darat: Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas di Kota Besar. Jakarta: Gramedia. Badan Pusat Statistik, 2014. Makassar dalam Angka 2013. BPS dan Bappeda Kota Makassar. Handoko, T. Hani, 2003, Manajemen, Edisi Ke II, Yogyakarta : BPFE. Handayaningrat, Soewarno, 2004, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Jakarta : Gunung Agung. Iswanto, Hadita. 2002, Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Kemacetan Lalu Lintas di Jalan Arteri Primer Kawasan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang. Semarang : Universitas Di Panegoro. Kompas com, 2012. Jalan di Makassar Macet Akibat Parkir Liar (online), 02 maret 2013. Rakyat Sulsel. 2013. Dishub Gagal Atasi Kemacetan (online), Jumat, 01 Maret 2013. Winardi, 2004. Asas-Asas Manajemen, Bandung: Mandar Maju. Tribun Timur. 2012, Jalan Andi Pangeran Pettarani Makin Lebar Makin Macet (online), 04 Maret 2013. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan Raya. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006 tentang Jalan. Peraturan Walikota Makassar Nomor 145 Tahun 2009 tentang Penetapan kawasan Percontohan Keamanan, Keselamatan, Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas di Kota Makassar. Peraturan Walikota Makassar Nomor 64 Tahun 2011 tentang Larangan Parkir pada Lima Ruas Jalan di Kota Makassar Peraturan Walikota Makassar Nomor 94 Tahun 2013 tentang Larangan Truk Beroperasi dalam Kota Makassar. Keputusan Walikota Makassar Nomor 551.05/938/Kep/XII/2009. tentang Pembentukan Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Makassar. 20