TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari

dokumen-dokumen yang mirip
DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

I. PENDAHULUAN. karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang pantai Indonesia

19 Oktober Ema Umilia

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

SEMINAR HASIL PENELITIAN PERENCANAAN DAN PENATAAN ZONASI GREEN BELT DALAM MEREDUKSI TINGKAT ABRASI PANTAI SOGE PACITAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL KAWASAN PESISIR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. pantai km serta pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2, sehingga

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara ( km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur

PEMANFAATAN LAHAN KAWASAN PESISIR GALESONG BERBASIS ANALISIS RESIKO BENCANA ABRASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BUPATI BANGKA TENGAH

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG EVAKUASI BENCANA TSUNAMI (Studi Kasus: Daerah Rawan Tsunami Kabupaten Kulonprogo) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K

GUBERNUR SULAWESI BARAT

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

Mitigasi Bencana di Permukiman Pantai dengan Rancangan Lanskap: Pembelajaran dari Jawa Barat Bagian Selatan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Tujuan penyelenggaraan penataan ruang Kabupaten Pacitan adalah:

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pesisir Pantai Pantai merupakan batas antara wilayah daratan dengan wilayah lautan. Daerah daratan merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan dimulai dari batas garis pasang tertinggi. Sedangkan daerah lautan merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya. Sumber : N. Yuwono, 2005 Gambar 3. Terminologi pantai untuk keperluan pengelolaan pantai Menurut N. Yuwono (2005) yang dijelaskan dalam gambar 3, daerah pantai atau pesisir adalah suatu daratan beserta perairannya dimana pada daerah tersebut masih dipengaruhi baik oleh aktifitas darat maupun aktifitas laut. Pantai adalah daerah di tepi perairan sebatas antara surut terendah dan pasang tertinggi. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan lautan. Daratan 11

12 pantai adalah daerah di tepi laut yang masih dipengaruhi oleh aktifitas laut. Perairan pantai adalah perairan yang masih dipengaruhi oleh aktifitas daratan. Sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi pengamanan dan pelestarian pantai. Sedangkan jika untuk kepentingan rekayasa teknik pantai, Bambang Triatmodjo(1999) mendefinisikan pantai sebagai berikut : Sumber : Bambang Triadmodjo, 1999 Gambar 4. Terminologi pantai untuk kepentingan pantai Menurut Bambang Triatmodjo (1999) yang dijelaskan dalam gambar 4, surf zone adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari gelombang pecah sampai batas naik dan turunnya gelombang di pantai. Breaker zone adalah daerah dimana terjadi gelombang pecah. Swash zone adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai. Offshore adalah daerah gelombang (mulai) pecah sampai ke laut lepas. Foreshore adalah daerah yang terbentang dari garis pantai pada saat surut terendah sampai batas atas uprush pada saat air pasang tertinggi. Inshore

13 adalah daerah antara offshore dan foreshore. Backshore adalah daerah yang dibatasi olehforeshore dan garis pantai yang terbentuk pada saat terjadi gelombang badai bersamaan dengan muka air tertinggi. Coast adalah daratan pantai yang masih terpengaruh laut secara langsung, misalnya pengaruh pasang surut, angin laut dan ekosistem pantai (hutan bakau, sand dunes). Coastal area adalah daratan pantai dan perairan pantai sampai kedalaman 100 atau 150 m. Lahan pasir pantai merupakan lahan marjinal yang memiliki produktivitas rendah. Produktifitas lahan pasir pantai yang rendah disebabkan oleh faktor pembatas yang berupa kemampuan memegang dan menyimpan air rendah, infiltrasi dan evaporasi tinggi, kesuburan dan bahan organik sangat dan efisiensi penggunaan air rendah (Al-Omranet al. 2004). Produktivitas tanah dipengaruhi oleh kandungan C organik, KPK, tekstur dan warna.tanah pasir dicirikan bertekstur pasir, struktur berbutir, konsistensi lepas, sangat porous, sehingga daya sangga air dan pupuk sangat rendah. Tekstur tanah pasir ini sangat berpengaruh pada status dan distribusi air, sehingga berpengaruh pada sistem perakaran, kedalaman akar (Oliver and Smettem, 2002), hara dan ph (Bulmer and Simpson, 2005). Menurut Abdul Syukur (2005), lahan pasir pantai memiliki kemampuan menyediakan udara yang berlebihan, sehingga mempercepat pengeringan dan oksidasi bahan organik. Oleh karena itu, studi mengenai perubahan garis pantai sangatlah penting untuk ditingkatkan karena kawasan pantai merupakan kawasan yang banyak menyimpan potensi kekayaan alam yang perlu untuk dipertahankan. Selain itu,

14 terancam bahaya abrasi akan membuat banyak pihak merasa khawatir akan kehilangan dan kerusakan fasilitas tersebut. B. Zonasi Green Belt Faktor-faktor utama yang mempengaruhi terjadinya perubahan garis pantai, antara lain faktor Hidro-Oseanografi dan antropogenik. Faktor Hidro- Oseanografi terdiri dari gelombang, arus, topografi, meteorologi, kondisi geomorfologi dan pasang surut. Abrasi dan sedimentasi di pantai dipengaruhi akibat adanya pengendapan sedimen yang dibawa oleh air laut. Selain itu, faktor antropogenik yang merupakan proses geomorfologi oleh aktivitas manusia disekitar pantai juga berpengaruh pada perubahan garis pantai.aktivitas manusia di pantai dapat mengganggu kestabilan lingkungan pantai. Gangguan terhadap lingkungan pantai dapat dibedakan menjadi gangguan yang disengaja dan gangguan yang tidak disengaja. Penyesuaian bentuk yang sedemikian rupa oleh pantai merupakan respons dinamis alami pantai terhadap laut, sehingga mampu meredam energi gelombang yang datang. Seringkali pertahanan alami pantai tidak dapat menahan serangan aktivitas fisik laut (gelombang, arus dan pasang surut) sehingga pantai dapat terabrasi, namun pantai akan kembali ke bentuk semula oleh pengaruh gelombang normal. Namun ada kalanya pantai yang mengalami abrasi tidak dapat kembali ke bentuk semula karena material pembentuk pantai terbawa arus ke tempat laindan tidak kembali ke tempat semula (Hidayat, 2011). Zonasi green belt merupakan salah satu upaya yang difokuskan guna melindungi sabuk pantai yang biasanya dilakukan dengan menanam tanaman di

15 sepanjang pantai. Fungsi green belt sendiri dimaksudkan sebagai pelindung pantai utamanya untuk menjaga bibir pantai dari terjangan gelombang yang mengakibatkan abrasi.eksistensi (keberadaan) green belt dapat berfungsi juga secara biologis untuk kelangsungan hidup biota lain.jenis yang ditanam juga harus diperhatikan agar dapat menyesuaikan dengan kondisi tanah. Setiap jenis mangrove mempunyai perbedaan kepekaan terhadap lingkungan.tanaman yang sering digunakan untuk zonasi ini adalah Cemara laut (Casuarina equisetifolia L.) dan Pandan (Pandanus tectorius Parkison ex Zucc). Selain dengan melakukan penanaman tanaman tahan air laut, upaya perencanaan dilakukan dengan cara memasang pemecah gelombang (water break) di sepanjang titik pasang tertinggi garis pantai. Pemecah gelombang dibangun sebagai salah satu bentuk perlindungan pantai terhadap abrasi dengan menyerap energi gelombang sebelum sampai ke pantai, sehingga terjadi endapan di belakang bangunan. Endapan ini dapat menghalangi laju sedimen sepanjang pantai. Pemecah gelombang terdiri dari dua jenis, yaitu pemecah gelombang lepas pantaidan pemecah gelombang sejajar garis pantai, tergantung dengan panjang pantai yang dilindungi. Zona lepas pantai adalah bagian pantai yang terletak di luar zona gelombang pecah (breaker zone). Berikut ini adalah beberapa bentuk beton pemecah ombak yang dapat digunakan sebagai pembatas deburan air laut di sepanjang garis pantai. Dalam perencanaan zonasi green belt ini perlu mengetahui beberapa faktor lingkungan, yaitu fisiografi pantai (topografi), pasang (lama, durasi, rentang), gelombang dan arus, iklim (cahaya, curah hujan, suhu, angin), salinitas (Adhi

16 Sudibyo, 2011). Hal yang paling utama diperhatikan adalah perlunya mengetahui terlebih dahulu batas pasang surut air laut. Pasang surut adalah gerakan naik turunnya muka laut secara berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari (Anugerah Nontji, 2002). Arus pasang surut ini berperan terhadap proses-proses di pantai seperti penyebaran sedimen dan abrasi pantai. Pasang naik akan menyebarkan sedimen ke dekat pantai, sedangkan bila surut akan menyebabkan majunya proses sedimentasi ke arah laut lepas. Arus pasang surut umumnya tidak terlalu kuat sehingga tidak dapat mengangkut sedimen yang berukuran besar. Titik pasang tertinggi akan menjadi acuan batas perencanaan zonasi agar sesuai dengan peletakan tanaman yang akan ditanam dan juga pemasangan breaker zone. Hal ini dilakukan untuk menghindari penataan yang tidak berarti di lokasi penelitian. C. Pembagian Kawasan Pantai Dalam mengelola wilayah pesisir dan pulau kecil, diperlukan adanya suatu proses perencanaan yang dilakukan secara terpadu dan sesuai dengan karakteristik wilayahnya sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang.Salah satu kabupaten yang difasilitasi dalammenyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3K) adalah Kabupaten Pacitan, dimana kabupaten ini telah menyusun RSWP-3K dan mempunyai komitmen yang kuat dalam mengimplementasikan UU 27 tahun 2007. Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang secara garis besar terdiri dari tiga bagian yaitu perencanaan, pengelolaan, pengawasan dan pengendalian di Kabupaten Pacitan

17 ini diharapkan dapat membantu Pemerintah Kabupaten Pacitan dalam membangun wilayah pesisir dan pulau-pulau kecilnya secara optimal. Perencanaan dilakukan melalui pendekatan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Terpadu (Integrated Coastal Management) yang mengintegrasikan berbagai perencanaan yang disusun oleh sektor dan daerah sehingga terjadi keharmonisan dan saling penguatan dalam pemanfaatannya (Pemerintah Kabupaten Pacitan, 2011). Pengembangan tata ruang kawasan pesisir sebaiknya memperhatikan garis sempadan pantai. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 17 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP-3K) yang menjelaskan bahwa sempadan pantai merupakan salah satu kawasan konservasi yang harus dijaga kelestariannya, dilindungi, dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Dari penjelasan tersebut maka disimpulkan bahwa sempadan pantai Pacitan seharusnya dapat dimanfaatkan tidak hanya sebagai lahan yang bermuatan ekonomis tetapi juga menjadi salah satu upaya penanganan mitigasi bencana bagi kawasan pesisir dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.lebar sempadan dihitung dari titik pasang tertinggi, bervariasi sesuai dengan fungsi dan aktifitas yang berada di pinggirannya, yaitu : a. Kawasan permukiman, terdiri dari 2 tipe : i. Pantai landai dengan gelombang < 2 m, lebar sempadan 30-75 m

18 ii. Pantai landai dengan gelombang > 2 m, lebar sempadan 50-100 m b. Kawasan non permukiman, terdiri dari 4 tipe : i. Pantai landai dengan gelombang < 2 m, lebar sempadan 100-200 m ii. Pantai landai dengan gelombang > 2m, lebar sempadan 150-250 m iii. Pantai curam dengan gelombang < 2 m, lebar sempadan 200-250 m iv. Pantai curam dengan gelombang > 2 m, lebar sempadan 250-300 m Rencana pola ruang bagi Kabupaten Pacitan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya, dengan klasifikasi peruntukan lahan sebagai potensi pengembangan wilayah dan kawasan lindung. 1. Pelestarian kawasan lindung, yang berupa kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, termasuk didalamnya adalah kawasan hutan lindung dan kawasan kars yang berfungsi sebagai kawasan konservasi dan resapan, kawasan perlindungan setempat yang terdiri atas sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar mata air dan kawasan terbuka hijau, kawasan suaka alam laut serta kawasan rawan bencana alam, yang terdiri atas kawasan rawan tanah longsor, kawasan konservasi budaya, kawasan rawan banjir, kawasan rawan gelombang pasang dan tsunami. 2. Penetapan kawasan penyangga, merupakan kawasan pembatas antara kawasan lindung atau konservasi dengan kawasan budidaya agar tidak terjadi alih fungsi pembagian kawasan yang telah diterapkan. 3. Pengembangan kawasan budidaya, yang merupakan tempat aktivitas kegiatan penduduk Kabupaten Pacitan, baik berupa kawasan peruntukan hutan produksi, kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan

19 4. pertambangan,kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan peruntukan pemukiman dan kawasan peruntukan lainnya. Kabupaten Pacitan sebagai kawasan yang diprioritaskan atau kawasan andalan direncanakan menjadi kawasan yang dapat memberikan dampak pertumbuhan ekonomi yang tinggi setidaknya dalam lingkup regional Kabupaten Pacitan. Menurut RTRWP Jawa Timur 2001-2012, wilayah andalan di jalur Lintas Selatan kabupaten Pacitan menurut jenis kawasannya salah satunya adalah sebagai kawasan pariwisata (sektor unggulan berskala nasional).untuk mengoptimalkan dalam pengembangan sektor tersebut, maka diperlukan dukungan dengan adanya penetapan kawasan unggulan yang juga dapat memacu perkembangan wilayah secara luas. Kabupaten Pacitan juga merupakan pintu masuk Jawa Timur di wilayah Pantai Selatan Jawa. Pengembangan koridor pantai Selatan akan berdampak pada pola penggunaan lahan dan perkembangan kegiatan di wilayah Kabupaten Pacitan.Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Pacitan merupakan kawasan yang diprioritaskan pengembangnnya melalui Konsep Pengembangan jalur Selatan-Selatan yaitu Jalur Pacitan Trenggalek Tulungagung-Banyuwangi. Kedudukan Kabupaten Pacitan dalam keterkaitannya dengan wilayah disekitarnya tidak dapat terlepas dari sistem kota-kota yang ada di koridor Pantai Selatan Jawa.

Sumber : RTRWKabupatenPacitan2009 hingga 2028 Bappeda Kabupaten Pacitan, 2013 Gambar 5. Rencana Pola Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Pacitan 20

21 Berdasarkan kondisi dan pola struktur kota-kota di wilayah selatan Kabupaten Pacitan, maka dapat ditentukan dasar perumusan struktur ruang dengan mempertimbangkan prioritas pengembangan yang ditekankan pada fungsi utama pariwisata dan goa. Penjelasan tersebut ditunjukkan dalam gambar 5 di atas tentang RZWP-3K Kabupaten Pacitan dan struktur ruang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Pacitan dalam gambar 6 di bawah ini.dasar tersebut kemudian dapat diarahkan kepada struktur kota di wilayah Kabupaten Pacitan dengan pertimbangan : 1. Status administrasi kota yang masih sesuai dengan melihat letak geografisnya, kesesuaian lahan, dan kebutuhan pengembangnya. 2. Keberadaan jalur lintas selatan yang memungkinkan akan mempengaruhi struktur dan besaran kota. Gambar 5 dan 6 merupakan Rencana Pola Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Pacitan menurut RTRW Kabupaten Pacitan tahun 2009 hingga 2028 (Bappeda Kabupaten Pacitan, 2013).

Sumber : RTRW Kabupaten Pacitan 2009 hingga 2028 Bappeda Kabupaten Pacitan, 2013 Gambar 6. Struktur Ruang Rencana Tata RuangWilayah Kabupaten Pacitan 22