Ani Anggriani 1,Ineke Herawati 1, Jacinta Budiastuti 2 Sekolah Tinggi Farmasi Bandung (STFB) 1, Rumah Sakit di Bandung 2 ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejak beberapa dekade belakangan ini para ilmuan dibidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang albuminuria, yakni: mikroalbuminuria (>30 dan <300 mg/hari) sampai

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penyakit kardiovaskuler. The Third National Health and Nutrition

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT GINJAL KRONIS DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG.

KAJIAN PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS KARANG ASAM SAMARINDA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OBAT ANTI HIPERTENSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4.10 Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Manajemen Data Analiasis Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

EVALUASI PENATALAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ketiga terbanyak di negara-negara maju, setelah penyakit jantung dan

RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN PROLANIS DI PUSKESMAS KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR. Tugas Akhir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DAN KESESUAIANNYA PADA PASIEN GERIATRI RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE APRIL

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT INAP DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-JUNI 2014

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

olahraga secara teratur, diet pada pasien obesitas, menjaga pola makan, berhenti merokok dan mengurangi asupan garam (Tedjasukmana, 2012).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN BPJS DI RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO

BAB I PENDAHULUAN. sehingga meningkatkan risiko PKV seperti pembesaran ventrikel kiri, infark

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI DOSIS PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP RS X TAHUN 2010 DAN 2011 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIHIPERTENSI KOMBINASI DUA OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz

BAB 1 PENDAHULUAN. Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. VII, 2003). Diagnosis hipertensi seharusnya didasarkan pada minimal tiga kali pengukuran

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI PUSKESMAS SEMPAJA SAMARINDA

The Prevalence and Prognosis of Resistant Hypertension in Patients with Heart Failure

POLA PENGOBATAN HIPERTENSI PADA PASIEN LANSIA DI PUSKESMAS WINDUSARI, KABUPATEN MAGELANG KABUPATEN MAGELANG

Farmaka Vol. 14 No Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Rawat Jalan di Fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

Farmaka Volume 14 Nomor 2 19

Karakteristik Pasien Hipertensi di Bangsal Rawat Inap SMF Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

Diajukan oleh RA Oetari

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

1.1 Pendahuluan 1.2 Farmakokinetik

I. PENDAHULUAN penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung kongestif (Brashesrs,

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTI-HIPERTENSI PADA RESEP PASIEN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI INSTALASI FARMASI UNIT RAWAT JALAN RSUD

BAB III METODE PENELITIAN. cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia 15-59

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada pemeriksaan berulang (PERKI, 2015). Hipertensi. menjadi berkurang (Karyadi, 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. diastolik yang di atas normal. Joint National Committee (JNC) 7 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA TERAPI ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Purwanto,

BAB I PENDAHULUAN. dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA TERAPI ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

DAFTAR ISI RINGKASAN... SUMMARY... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

SOAL SOAL UJIAN SEMESTER GANJIL ILMU PENYAKIT DALAM FK UNILA, SEMESTER GANJIL. MATA KULIAH : HIPERTENSI, GAGAL GINJAL DAN GERIATRI.

INTISARI. Endah Dwi Janiarti; Erna Prihandiwati; Anna Apriyanti

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

PERIODE JANUARI 2012 JUNI 2012

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

INTISARI POLA PENGOBATAN ANTIHIPERTENSI DAN KESESUAIANNYAPADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN RSUD BRIGJEND H. HASAN BASRY KANDANGAN PERIODE

GAMBARAN KETEPATAN DOSIS PADA RESEP PASIEN GERIATRI PENDERITA HIPERTENSI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

PROPOSAL PENELITIAN POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN BPJS DI RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROFIL PASIEN HIPERTENSI DI POLIKLINIK GINJAL-HIPERTENSI.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan penyakit yang umum ditemukan di masyarakat

YUANITA ARDI SKRIPSI SARJANA FARMASI. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal (WHO, 2009).

Kata Kunci: Kesesuaian dan ketidaksesuaian, Resep, Obat Antihipertensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi tekanan darah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INTISARI. Kata Kunci : Hipertensi, Pelayanan Komunikasi, Informasi Dan Edukasi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

Transkripsi:

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT HIPERTENSI GOLONGAN ANGIOTENSIN RESEPTOR BLOKER PADA PASIEN YANG INTOLERANSI ACE INHIBITOR Ani Anggriani 1,Ineke Herawati 1, Jacinta Budiastuti 2 Sekolah Tinggi Farmasi Bandung (STFB) 1, Rumah Sakit di Bandung 2 ABSTRAK Hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian paling sering di dunia.terapi mengunakan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACE inhibitor) merupakan terapi yang aman dan konvensional. Angiotensin Reseptor Blockers (ARB) digunakan pada pasien yang mengalami intoleransi ACE inhibitor. Penelitian bertujuan untuk menilaii penggunaan obat ARB sebagai terapi bagi pasien yang intoleransi ACE inhibitor. Metode penelitian ini meliputi penelusuran pustaka, penetapan kriteria obat, penetapan kriteria pasien dan kriteria penggunaan obat. Pengambilan data dilakukan dengan metode retrosfektif dari rekam medis pasien rawat jalan di poliklinik Ginjal dan Hipertensi, pengolahan dan analisa data, dan pengambilan kesimpulan. Riwayat pasien mendapat terapi ACE inhibitor sebanyak 50% respon intoleransi batuk, sebanyak 31.1% karena dalam pengobatan dan pemantauan tekanan darah pasien tidak stabil sesuai target yang diharapkan dan 18.9% pasien di indikasikan adanya gangguan terhadap ginjal. Interaksi obat yang banyak ditemukan pemberian kombinasi obat hipertensi ARB dengan Bisoprolol (52.3%) dan ARB dengan obat lainnya yaitu Suplemen Kalium (42.9%). Kesimpulan : Pasien yang mendapatkan terapi ACE inhibitor dengan respon intoleransi ACE inhibitor menggunakan obat golongan ARB seperti Candersartan, Irbesartan, Telmisartan, Valsartan. Kata kunci : Hipertensi, intoleransi ACE inhibitor, Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) ABSTRACT Hypertension is one of the most frequent causes of death in the world. Angiotensin Converting therapy (ACE inhibitors) Enzymes are safe and conventional. Angiotensin Receptor Blockers (ARBs) used in patients who are intolerant of ACE inhibitors. This study aims to determine the appropriate of the use of ARB as drug treatment of hypertension in patients who are intolerant of ACE inhibitors. Research methods include literature review, determination of criteria for treatment, the patient criteria and criteria for the use of the drug. Retrospective data collection method by outpatient medical records in the Kidney and Hypertension Clinic, analyzed the data, and then making conclusions. The results of data analysis knownthat patientswith a historyof drug useof ACEinhibitorswas50%, intolerance cough response 31.1%, for the treatment and monitoring of patient blood pressure does not match the expected goals stable and 18.9% of patients showed renal dysfunction. Drugs interaction were found in administration of drug combinations ARB with Bisoprolol (52.3%) and ARB with Potassium supplements (42.9%). Conclusion: Patients who received ACE inhibitor therapy with ACE inhibitor intolerance responses using drugs known as Candersartan ARB, irbesartan, Telmisartan, Valsartan. Keywords: Hypertension, intolerance ACE inhibitors, AngiotensinReceptor Blocker (ARB) PENDAHULUAN Hampir satu miliar orang di dunia berisiko terkena kegagalan jantung, serangan jantung, stroke, gagal ginjal dan kebutaan akibat hipertensi. Hipertensi terjadi ketika volume darah meningkat dan atau saluran darah menyempit, sehingga membuat jantung memompa lebih keras untuk menyuplai oksigen dan nutrisi kepada setiap sel di dalam tubuh.tekanan darah diukur berdasarkan 20 tekanannya terhadap dinding pembuluh darah (yang besarannya dinyatakan dalam mmhg). Jika tekanan darah melebihi tingkat yang normal, maka resiko kerusakan bisa terjadi pada organ organ vital di dalam tubuh seperti jantung, ginjal, otak, dan mata. Hal ini meningkatkan resiko kejadian yang bisa berakibat fatal Menurut The Seventh Joint National Committee On Prevention, Detection,Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC7)

setiap orang dengan tekanan darah sistolik >140 mmhg atau diastolik >90 mmhg didiagnosis hipertensi. Sedangkan WHO (World Health Organization) berdasarkan tekanan sistolik maupun diastolik, yaitu jika sistolik 160 mmhg dan diastolik 95mmHg. Dengan pergantian definisi ini prevalensi hipertensi menjadi dua kali lipat. Hipertensi umumnya mulai pada usia muda, sekitar 5-10% pada 20-30 tahun. Bagi pasien hipertensi yang berusia antara 40-70 tahun, setiap peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmhg atau tekanan darah diastolik sebesar 10 mmhg akan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke. Di Amerika, menurutnational Health and Nutrition Examination Survey (NHNES III); paling sedikit 30% dari jumlah pasien hipertensi tidak menyadari kondisi mereka, dan hanya 31% pasien yang diobati untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan yaitu dibawah140/90 mmhg. Di Indonesia, dengan tingkat kesadaran akan kesehatan yang lebih rendah, jumlah pasien yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi dan yang tidak mematuhi minum obat kemungkinan lebih besar. Healthy People 2010 for Hypertension menganjurkan perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dan intensif guna mencapai pengontrolan tekanan darah secara optimal. Tingginya tekanan darah merupakan salah satu faktor yang menentukan dimulainya terapi farmakologi. Menurut pedoman NICE (National Institute for Health and Clinical) secara rasional hipertensi dikaitkan dengan resiko tinggi dengan kejadian kardiovaskuler maka mengatur tekanan darah ke tingkat yang di rekomendasikan bertujuan untuk pencegahan primer dan sekunder penyakit kardiovaskuler. Obat anti hipertensi yang sering digunakan sesuai rekomendasi JNC 7 adalah diuretik, penghambat enzim konversi angiotensin (ACE inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (ARB), penyekat Beta dan antagonis calcium (CCB). Terapi mengunakan ACE inhibitor merupakan terapi yang aman dan konvensional. Walaupun obat ini efektif dan dijadikan pilihan utama, namun obat ini sering menimbulkan efek samping batuk yang sangat mengganggu. Batuk kering yang persisten dapat dijelaskan secara farmakologi karena ACE inhibitor 21 menghambat penguraian dari bradikinin. Batuk yang disebabkan tidak menimbulkan penyakit tetapi sangat mengganggu kepada pasien. Hal ini menyebabkan pemilihan obat golongan angiotensin II receptorblocker sebagai terapi alternative (Dipiro). METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian ini meliputi penelusuran pustaka, penetapan kriteria obat, penetapan kriteria pasien dan kriteria penggunaan obat. Dilanjutkan dengan pengambilan data, pengolahan dan analisa data, dan pengambilan kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis kuantitatif penggunaan obat Antihipertensi golongan ARB di Poli Ginjal Hipertensi RS. Hasan Sadikin Bandung pada bulan Juli sampai Desember 2013 adalah : Tabel 1. Jumlah Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin Jumlah Persentase Pria 54 50.9 Wanita 52 49.1 Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak dibanding wanita. Pria diduga mempunyai gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah di banding dengan wanita. Namun setelah mendekati menopause, prevalensi hipertensi pada wanita cenderung meningkat (Depkes 2006). Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh hormon estrogen yang dapat melindungi wanita dari penyakit kardiovaskuler dan kadar hormon ini akan menurun ketika menopause. Data Riskesda 2007 menyebutkan bahwa prevalensi penderita hipertensi di Indonesia lebih besar pada wanita (8.6%) dibanding pria (5.8%). Sedangkan menurut Depkes RI 2006 sampai umur 55 tahun,, pria lebih banyak menderita hipertensi dibanding wanita. Dari umur 55 74 tahun sedikit lebih banyak wanita dibanding pria yang menderita hipertensi. Tabel 2. Jumlah Pasien Berdasarkan Kelompok Usia Usia Jumlah Persentase 0-18 tahun 0 0

19-40 tahun 12 11.3 41-64 tahun 79 74.5 > 65 tahun 15 14.2 Jumlah total pasien 106 100 Dengan bertambahnya umur, resiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan lanjut usia cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar diatas 65 tahun (Depkes2006). Individu berumur 55 tahun memiliki 90% resiko untuk mengalami hipertensi. Penyakit hipertensi umumnya berkembang pada saat usia seseorang mencapai separuh baya yaitu cenderung meningkat khususnya lebih dari 40 tahun bahkan pada usia diatas 60 tahun keatas. Setelah usia 45 tahun terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen yang melapisi otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur- angsur menyempit dan menjadi kaku. Disamping itu, pada usia lanjut sensitivitas pengaturan tekanan darah yaitu reflex baro reseptor mulai berkurang, demikian juga halnya dengan peran ginjal, dimana aliran darah dan laju filtrasi glomerulus menurun. Tabel 3. Data Penggunaan Obat ACE Inhibitor Obat ACE Inhibitor Jumlah Persentase Captopril 97 91.5 Lisinopril 9 8.5 Jumlah total pasien 106 100 ACE inhibitor menghambat perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II, dimana Angiotensin adalah vasokontriktor poten yang juga merangsang sekresi aldosteron.ace I juga memblok degradasi bradikinin dan merangsang sintesa zat-zat yang menyebabkan vasodilatasi, termasuk prostaglandin E 2 dan prostasiklin. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACE I, tetapi juga bertanggung jawab terhadap efek batuk kering yang sering dijumpai pada penggunaan ACE I. ACE I dapat di toleransi dengan baik oleh kebanyakan pasien tetapi tetap mempunyai efek samping. ACE I mengurangi aldosteron dan dapat meningkatkan konsentrasi kalium serum. Biasanya kenaikannya sedikit tetapi terlihat terutama pada pasien penyakit ginjal kronis, atau diabetes mellitus, suplemen Kalium atau diuretik hemat kalium. Tabel 4. Data Respon Intoleransi ACE Inhibitor Respon intoleransi Jumlah Persentase Batuk 53 50.0 Tensi tidak stabil 33 31.1 Adanya gangguan pada ginjal 20 18.9 Intoleransi adalah ketidak mampuan tubuh dalam mentolerir suatu obat dan menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan Diperoleh data sebanyak 50% pasien mengalami respon intoleransi batuk akibat pemberian dari ACE inhibitor yang mana dapat di jelaskan mekanisme kerja ACE inhibitor dapat merangsang bradikinin dan dapat menyebabkan batuk.golongan ARB digunakan untuk menangani pasien dengan hipertensi, terutama terhadap pasien yang intoleransi dengan terapi ACE inhibitor. Target farmakologi dari sistem renin angiotensin tidak hanya untuk mengatur tekanan darah tapi juga untuk perlindungan pada vaskuler. ARB lebih toleran dari ACE inhibitor dan mungkin jadi pilhan terapi yang praktis. Studi klinis menunjukan efikasi dari irbesartan, losartan, valsartan dan telmisartan dalam managemen Chronic Kidney Disease (CKD). Semua golongan ARB terbukti efektif dalam peningkatan beberapa aspek disfungsi ginjal. Penurunan proteinuria dengan ARB juga terkait dengan peningkatan hasil kardiovaskuler. Setelah dekade penelitian sekarang ada bukti substansial untuk menunjukan bahwa ARB memberikan pilihan pengobatan berkhasiat untuk pencegahan perkembangan penyakit ginjal pada pasien hipertensi dengan atau tanpa diabetes. Tabel 5. Data Penggunaan Obat ARB Obat ARB Jumlah Persentase Candersartan 36 34.0 Irbesartan 10 9.4 Telmisartan 25 23.6 Valsartan 35 33.0 22

Spesifikasi penggunaan ARB berdasarkan efektivitasnya dalam menghambat ikatan angiotensin II dan reseptornya dapat dijadikan ukuran untuk mempertimbangkan golongan mana yang dapat dipilih. Terdapat 3 parameter penggunaan ARB, yaitu menurut efek inhibisi dalam 24 jam, tingkat afinitasnya terhadap reseptor AT1 dibanding AT2 dan waktu paruh obat Tabel 6. Data Terapi Kombinasi Obat Hipertensi Terapi Kombinasi Obat Persentas Jumlah Hipertensi e ARB ( Tanpa kombinasi ) 26 24.5 ARB + Amlodipin 44 41.5 ARB + Diltiazem 2 1.9 ARB + Amlodipin+ Furosemid 6 5.7 ARB + Nipedipin 2 1.9 ARB + Amlodipin + Bisoprolol 9 8.5 ARB + Amlodipin + Klonidin 2 1.9 ARB + Bisoprolol + Nipedipin 2 1.9 ARB + Amlodipin + Bisoprolol + Klonidin 1 0.9 ARB + Furosemid 2 1.9 ARB+ Bisoprolol + 3 2.8 ARB + Furosemid + Spironolakton 2 1.9 ARB + Furosemid + 1 0.9 ARB + 2 1.9 ARB + Amlodipin + 2 1.9 Menurut European Society of Hypertension 2003, kombinasi dua obat untuk hipertensi ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini dimana kombinasi obat yang dihubungkan dengan garis tebal adalah kombinasi yang efektif. Gambar 1. Kombinasi yang memungkinkan dari kelas yang berbeda untuk obat obat hipertensi. Kombinasi terapi Angiotensin Reseptor Bloker dengan Calsium Chanel Blocker (CCB) di rekomendasikan sebagai salah satu terapi hipertensi yang efektif..the Sub Analysis of Heart Institute of Japan Candersartan Randomize Trial for Evaluationin Coronary Artery Disease (HIJ- CREATE) dalam sebuah studi menggambarkan bahwa kombinasi candersartan dan amlodipin mengurangi resiko utama kejadian penyakit cardiovaskuler. Hasil ini menunjukkan bahwakombinasi Angiotensin Reseptor Bloke (ARB) dancalsium Chanel Blocker (CCB) mungkin memiliki keuntungan tidak hanya untuk menurunkan tekanan darah, tetapi juga dalam mencegah kejadian cardiovaskulery ang berisiko tinggi pada pasienhipertensi (Nihon, 2011). Hasil analisa kualitatif adalah analisis mengenai data yang digunakan untuk mengkaji ketepatan penggunaan obat berdasarkan standar penggunaan obat yang telah ditetapkan untuk melihat interaksi obat antihipertensi dengan membandingkan data yang diperoleh terhadap standar yang telah ditetapkan untuk menilai ketepatan penggunaan obat antihipertensi golongan ARB, untuk indikasi dan dosis sudah tepat sesuai dengan standar American Hospital Formulary Service dan Drug Information Handbook. Tabel 7. Potensi Interaksi Obat ARB dengan Obat Hipertensi lain Kombinasi Jumla Signifikasi Persentase Jenis Interaksi h ARB + Bisoprolol 23 52.3 Farmakodinamik sinergis Signifikan ARB + Furosemid 11 25 Farmakokinetika Signifikan 23

ARB + Spironolakton ARB + Total potensi interaksi obat 2 4.5 8 18.2 44 100 Farmakokinetika Farmakokinetika Signifikan Signifikan Kombinasi ARB dengan Bisoprolol keduanya meningkatkan serum kalium dalam darah berpotensi terjadi interaksi. Pemantauan dilakukan dengan pemeriksaan kadar Kalium. Kombinasi ARB dengan Furosemid, dimana ARB dapat meningkatkan kadar Kalium sedangkan Furosemid menurunkan kadar Kalium, efek interaksi belum jelas tapi kemungkinan interaksi dapat terjadi perlu dilakukan pemantauan. Kombinasi ARB dengan dimana ARB meningkatkan kadar Kalium sedangkan menurunkan kadar Kalium. Kombinasi ARB dengan Spironolakton, kedua obat tersebut dapat meningkatkan kadar kalium dalam darah berpotensi terjadi interaksi yang membahayakan. Hati-hati dalam penggunaan dilakukan pemantauan ketat (Baxter, 2012). Tabel 8. Potensi Interaksi Obat ARB dengan Obat Tambahan lain ARB + Terapi tambahan Jumlah Persentase Interaksi Signifikasi Asam Salisilat 3 21.4 farmakokinetika Signifikan Natrium diklofenak 1 7.1 Farmakodinamik Signifikan Antagonis Suplemen kalium 6 42.9 farmakokinetika Signifikan Meloksikam 4 28.6 Farmakodinamika Signifikan Antagonis Total Jumlah 14 100 ARB bila diberikan dengan suplemen Kalium berpotensi terjadinya hiperkalemia. ARB dengan asam salisilat terjadi interaksi dimana kombinasi keduanya dapat meningkatkan kadar kalium, dilakukan pemantauan hasil kalium dalam darah. Pemantauan kadar kalium dalam darah di perlukan untuk mencegah terjadinya hipokalemia atau hiperkalemia. ARB dengan Meloksikam dan Natrium diklofenak yang merupakan golongan analgetik yang mempunyai mekanisme kerja menghambat sintesa dari prostaglandin di dalam jaringan tubuh. NSAID menurunkan efek dari obat ARB melalui farmakodinamika antagonis.berpotensi terjadi interaksi yang berbahaya.hati-hati dalam penggunaan dilakukan pemantauan. NSAID mengurangi sintesis prostaglandin vasodilatasi ginjal dan dengan demikian mempengaruhi hemostatis cairan dan dapat mengurangi efek dari obat anti hipertensi.selain itu pemakaian NSAID dapat mengakibatkan kerusakan ginjal, terutama pada pasien lanjut usia (Baxter, 2012). KESIMPULAN Berdasarkan tujuan untuk mengevaluasi penggunaan obat Angiotensin Reseptor Bloker sebagai terapi bagi pasien yang intoleransi ACE inhibitor di dapatkan hasil dasar pemilihan ARB seperti Candersartan, Irbesartan, Telmisartan, Valsartan diberikan pada pasien yang intoleransi ACE inhibitor dengan respon batuk sebanyak 50%, karena dalam pengobatan dan pemantauan tekanan darah pasien tidak stabil sesuai target yang diharapkan sebanyak 31.1% dan 18.9% pasien diindikasikan adanya gangguan terhadap ginjal dengan kadar Ureum Kreatinin yang tinggi juga adanya protein urea dan mikro albuminaria dalam urin penderita. DAFTAR PUSTAKA Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL Jr, et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and 24

Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. Harvey, R.A & Champe, P.C. Farmakologi Ulasan Bergambar. Penerbit EGC. Lacy, C.F, L. L. Amstrong, M.P.Goldman, and L. L. Lance,2010-2011, Drug Information Handbook, 19 th ed.,lexi-comp, Ohio. Mc. Evoy, G.K.,2011, American Hospital Formulary Service, American Society of Health System Pharmacist, Bethesda, (Ebook) National Institute for Health and Clinical Excelance.Hypertension Management ofhypertension in adults in primary care. London: NICE. Nihon R, 2011; 69(11):2059-63 (ISSN: 0047-1852) Indication and advantage of combination therapy with angiotensin Ii reseptor blocker (ARB) and calcium channel antagonist (CCB). Pharmaceutical Care untuk penyakit hipertensi : Depkes RI 2006. Rahnawan, A (2009). Makalah kesehatan tentang Peranan Angiotensin Reseptor Bloker. Wells, B.G., Dipiro, J.T.,et. Al.(2008). Pharmacoterapy Handbooks Seventh edition. Mc Graw-Hill Medical. Baxter, Karen, (2012), Stockley s Drug Interaction Eight Edition, Pharmacetical Press, London. 25