BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. guru menempati titik sentral pendidikan. Peranan guru yang sangat penting adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya.

BAB I PENDAHULUAN. unsur yang terkait didalamnya saling mendukung. Dalam kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Guru merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hanyalah salah satu faktor saja -dari sekian banyak faktor- yang perlu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2 siswa, diketahui kegiatan belajar mengajar fisika yang berlangsung dikelas hanya mencatat dan mengerjakan soal-soal, hal ini menyebabkan siswa kuran

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat berperan dalam pembangunan disegala bidang. Peningkatan mutu

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan sejalan dengan kemampuan yang dimiliki peserta didik. dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Pendidikan yang berkualitas tinggi akan membawa kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan melalui ceramah akan sulit diterima oleh siswa dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN MOTIVASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI ASSESSMENT FOR LEARNING (AFL) DENGAN PENDEKATAN UMPAN BALIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah yang berhubungan dengan mutu atau

BAB I. melalui proses pendidikan akan memunculkan manusia-manusia yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan prestasi manusia melalui pembelajaran disekolah. yang bermanfaat untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kekuatan dinamis yang dapat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Melalui pendidikan, sikap, kepribadian dan keterampilan manusia akan dibentuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Guru sebagai salah satu sumber belajar, selalu berusaha memberikan

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran matematika. Menurut NCTM (Kesumawati, 2008: 231) matematik dalam konteks di luar matematika.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mata pelajaran yang membosankan. Tidak heran jika sampai

BAB I PENDAHULUAN. dan melaksanakan proses belajar mengajar didalam kelas, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. berusaha untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kita minum obat pahit, sangat diperlukan, tetapi benar-benar tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari anak-anak sampai dengan orang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara diberbagai belahan dunia manapun akan selalu. mengutamakan pendidikan karena keberhasilan suatu pendidikan akan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan ketrampilan, pengembangan sikap dan nilai-nilai dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang masih bersifat teacher-centered karena tidak memerlukan alat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. banyak faktor. Salah satunya adalah kemampuan guru menggunakan desain

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

BAB I PENDAHULUAN. dinamis serta perkembangan yang baik. Menurut Buchori 2001 dalam Trianto

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya, karena kualitas pendidikan merupakan. tingkat kesejahteraan masyarakat pada suatu negara. Melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terjadi dalam dunia pendidikan, khususnya di negara kita agar dapat

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang handal. Karena, pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi siswa sebagai calon SDM yang handal untuk masa yang akan datang yang harus dapat bersikap kritis, logis dan inovatif dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap perrnasalahan yang dihadapinya. Dalam pendidikan banyak sekali ilmu yang digali untuk meningkatkan kualitas SDM, salah satunya adalah ilmu matematika. Sebagai salah satu bidang studi yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika menuntut siswa kepada pengembangan pola pikir untuk memecahkan masalah. Sekalipun demikian, mata pelajaran matematika belum menjadi mata pelajaran yang diminati oleh banyak siswa. Siswa masih beranggapan matematika itu sulit. Pandangan siswa bahwa pelajaran matematika sulit disebabkan oleh pandangan mereka bahwa matematika merupakan seperangkat fakta-fakta atau rumus-rumus yang harus dihadapi. Selain itu objek matematika yang abstrak, konsep dan prinsipnya berjenjang, dan prosedur pengerjaannya yang banyak memanipulasi bentuk-bentuk dan menghubungkan ide-ide matematika ternyata menimbulkan anggapan siswa bahwa matematika itu sulit. Dalam dunia pendidikan, kemampuan menghubungkan suatu materi yang satu dengan materi yang lain atau dengan kehidupan sehari-hari berperan penting dalam proses pembelajaran terutama dalam pembelajaran matematika. Didalam matematika memuat beberapa kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai siswa, salah satunya adalah kemampuan dalam melakukan koneksi matematis. Melalui kemampuan koneksi matematis, kemampuan berfikir siswa terhadap matematika diharapkan dapat menjadi semakin luas. Selain itu, koneksi matematis dapat pula meningkatkan kemampuan kognitif siswa seperti mengingat kembali, memahami penerapan suatu konsep terhadap lingkungan dan sebagainya. Tanpa menerapkan konsep dengan pengalaman siswa, maka ia akan sulit mengingat suatu materi yang disampaikan. Menurut NCTM (dalam tesis Hamzah Sa ban Saragih, 2013 : 24 ) terdapat tujuan koneksi matematik sekolah yaitu: Pertama, memperluas wawasan pengetahuan siswa. Kedua, memandang matematika sebagai suatu keseluruhan yang terpadu bukan sebagai materi yang berdiri sendiri. Ketiga, menyatakan relevansi dan manfaat baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Siswa memerlukan matematika untuk memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan masalah, baik masalah dalam mata pelajaran lain ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Namun sampai sekarang ini, masih banyak siswa yang berpendapat bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan merupakan pelajaran yang penuh dengan rumus-rumus. Terutama dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan soal cerita atau pun kehidupan sehari - hari. Siswa masih kurang bisa menentukan data-data apa saja yang dapat diperoleh dari soal cerita itu, bagaimana menghubungkannya dengan materi matematika dan melihat keterkaitannya dengan materi yang lain. Hal ini berarti siswa kurang mampu memahami keterkaitan antar materi sehingga kemampuan koneksi matematis siswa rendah. Kemampuan koneksi matematis siswa yang masih jauh dari harapan dapat dilihat dari kemampuan siswa menyelesaikan soal yang membutuhkan koneksi, baik koneksi antar topik matematika, koneksi matematis dengan disiplin ilmu lain maupun dengan kehidupan seharihari. Salah satu materi matematika yang sering disajikan dalam bentuk soal cerita adalah Sistem Persamaan linear Dua Variabel Meskipun sekilas materi ini terlihat tidak rumit namun dalam praktiknya siswa masih sering mengalami kesulitan menerjemahkan soal-soal Sistem persamaan linear yang disajikan dalam bentuk soal cerita. Padahal jika disadari sistem persamaan linear dua variabel adalah materi yang contohny mudah dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Misalnya pada contoh soal berikut, Sebidang tanah berbentuk persegi panjang diketahui kelilingnya 18 m selisih panjang dan lebarnya 3 m. Berapakah panjang dan lebar tanah tersebut? Siswa mengalami kesulitan menjawab soal tersebut dengan benar, siswa mengalami kesulitan dalam menterjemahkan soal tersebut ke dalam bentuk matematis. Umumnya siswa mengetahui soal tersebut adalah penghitungan keliling tanah, namun siswa tidak paham apa langkah selanjutnya yang harus mereka lakukan untuk menentukan pnjang dan lebar tanah. Kemudian ditemukan juga kelemahan siswa dalam melakukan koneksi matematis dengan disiplin ilmu lain. Dalam waktu 10 jam jumlah jarak tempuh sepeda motor jenis A dan jenis B adalah 650 km, selisih jarak tempuh 50 km. tentukanlah kecepatan rata rata sepeda motor jenis B! Siswa juga mengalami kesulitan menjawab soal tersebut dengan benar, kesalahan yang dilakukan siswa dalam menjawab soal tersebut karena siswa tidak tahu bagaimana menentukan waktunya. Siswa mengalami kesulitan dalam menghubungkan kecepatan mobil,

panjang lintasan sirkuit yang berbentuk jajar genjang dan waktu yang dibutuhkan. Padahal mereka telah mempelajari materi tersebut dalam pelajaran fisika. Rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa ini bisa terjadi karena model pembelajaran yang digunakan guru bidang studi matematika kurang melatih keterampilan atau kemampuan koneksi matematis siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Yuni, selaku guru matematika di kelas X IPS SMA Dharmawangsa, ditemukan bahwa siswa di kelas tersebut masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal koneksi,. Ditemukan bahwa rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa juga disebabkan karena pembelajaran yang berlangsung selama ini mengabaikan aspek keterkaitan matematik dengan topik matematik sebelumnya dengan disiplin ilmu lain dan dengan masalah-masalah nyata di sekitar kehidupan sehari-hari siswa. Penggunaan model pembelajaran dalam menyajikan pelajaran sangat berpengaruh terhadap kemampuan koneksi matematis siswa. Pada prinsipnya tidak satupun model pembelajaran yang dapat dipandang sempurna dan cocok untuk semua materi yang ada dalam setiap mata pelajaran. Guru yang professional dan kreatif hanya akan memilih model pembelajaran yang lebih tepat. Setelah menetapkan topik pembahasan materi dan tujuan pembelajaran serta jenis kegiatan belajar siswa yang dibutuhkan dengan adanya persiapan guru maka pembelajaran akan berjalan dengan baik. Selama ini model pembelajaran yang digunakan guru adalah model pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung teacher oriented sehingga siswa menjadi pasif. Sehingga siswa merasa jenuh dan bosan yang menyebabkan pencapain hasil belajar tidak optimal. Trianto (2009 : 5) mengemukakan bahwa: Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak dari rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar). Dalam arti yang lebih substansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri memalui penemuan dalam proses berpikirnya. Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap materi, yaitu berdasarkan dari hasil tes diagnostik dari 30 siswa tidak ada siswa yang mencapai tingkat penguasaan materi, hasil belajar siswa yang rendah ini harus segera diberikan tindakan perbaikan, agar tidak berpengaruh pada kemampuan siswa dalam mempelajari materi-materi berikutnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut pembelajaran

yang sesuai yaitu pembelajaran berbasis masalah karena merupakan suatu strategi pembelajaran dengan menggunakan masalah/kasus riil di kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model yang memusatkan pada masalah kehidupan yang bermakna bagi siswa, sedangkan peran guru hanya sebatas menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan siswa terhadap masalah yang diberikan. Hasil observasi kegiatan pembelajaran matematika di kelas X IPS, diperoleh gambaran bahwa proses belajar mengajar yang terjadi masih bersifat teacher oriented. Guru lebih banyak menjelaskan dan memberikan informasi tentang konsep-konsep yang akan dibahas. Guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk beraktivitas dalam proses belajar seperti mengemukakan pendapat, berdiskusi, melakukan presentasi dan mengambil kesimpulan mengenai materi yang dibahas. Guru juga kurang memberikan latihan-latihan yang mengembangkan kemampuan koneksi matematis siswa. Untuk mengatasi hal tersebut, maka seorang guru harus mampu memilih dan menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran dan kebutuhan belajar. Salah satu alternatif yang ditempuh oleh guru dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa adalah dengan menerapkan metode yang melibatkan langsung siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Guru sebagai fasilitator mempunyai peran yang sangat strategis dalam proses pembelajaran. Sebagai pengelola pembelajaran, guru harus mampu mengorganisir dan menggali potensi-potensi siswa dalam pembelajaran agar terjadi interaksi yang optimal, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Dimyati dan Mudjiono (2009 : 117) menyatakan : John dewey misalnya menekankan bahwa oleh karena belajar menyangkut apa yang harus dikerjakan murid-murid untuk dirinya sendiri, maka insiatif harus datang dari murid-murid sendiri. guru adalah pembimbing dan pengarah yang mengemudikan perahu, tetapi tenaga untuk menggerakkan perahu tersebut haruslah berasal dari murid yang belajar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam proses belajar mengajar untuk mengatasi kesulitan siswa dalam memahami konsep SPLDV adalah dengan menerapkan model Pembelajaran berbasis masalah yaitu model penemuan yang berpusat pada siswa. Model Pembelajaran berbasis masalah ini merupakan suatu proses belajar yang memungkinkan siswa menemukan sendiri konsep-konsep matematika melalui serentetan pengalaman belajar yang lampau. Siswa secara aktif terlibat didalam menemukan suatu

prinsip dasar matematika, sehingga siswa akan memahami konsep dengan baik, ingat lebih lama dan membuat siswa dapat berfikir secara abstrak. Disamping itu model PBM ini juga dapat melatih keberanian siswa untuk mengemukakan pendapatnya tentang konsep yang telah ia temukan. Dengan menggunakan model PBM ini siswa diharapkan mampu melatih keterampilan berpikir siswa dan mengembangkan kepemimpinan siswa didalam mengemukakan pendapat. Model PBM ini bertolak dari pandangan bahwa siswa sebagai subjek dan objek dalam belajar mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai kemampuan yang dimilikinya. Proses pembelajaran harus dipandang sebagai stimulus yang dapat menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Guru tidak lagi berperan sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Seperti yang dikatakan Syaiful Sagala (2009 : 196) bahwa: Peranan guru lebih banyak menetapkan diri sebagai pembimbing atau pemimpin belajar dan fasilitator belajar. Dengan dengan demikian, siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan permasalahan dengan bimbingan guru. Oleh karena itu, melalui metode ini diharapkan pemahaman konsep siswa akan berkembang apabila mereka ikut serta dalam kegiatan matematika, sehingga masalah benarbenar dipahami dan diselesaikan oleh siswa melalui pengembangan berfikir secara deduktif. Dengan demikian model PBM dapat membantu siswa SMA dalam memahami konsep-konsep SPLDV. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti terdorong untuk mengadakan penelitian dengan judul UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI KELAS X IPS SMA DHARMAWANGSA MEDAN TAHUN AJARAN 2014/2015 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi identifikasi masalah adalah : 1. Rendahnya hasil belajar matematika siswa 2. Rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa 3. Guru mengajar matematika dengan metode yang kurang menarik (metode ceramah).

4. Aktivitas belajar matematika bersifat monoton 5. Siswa memiliki persepsi yang negatif terhadap matematika. 6. Belum di terapkannya metode pembelajaran berbasis masalah. 1.3 Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka perlu adanya pembatasan masalah agar lebih fokus. Peneliti meneliti tentang rendahnya hasil belajar siswa, siswa tidak terbiasa melakukan proses penyelesaian kasus matematika dengan berbagai cara, aktivitas belajar matematika yang bersifat monoton, persepsi negatif siswa terhadap matematika, dan belum diterapkannya pembelajaran pendidikan koneksi matematika dengan metode pembelajaran berbasis masalah di kelas X IPS pada materi Sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Apakah dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan koneksi matematika siswa pada materi sistem persamaan linear dua variabel di Kelas X IPS SMA Swasta Dharmawangsa Tahun ajaran 2014 / 2015. 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa pada materi Sistem persamaan linear dua variabel setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah di kelas X IPS SMA Swasta Dharmawangsa Tahun ajaran 2014 / 2015. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi siswa Melalui penerapan metode pembelajaran berbasis masalah diharapkan dapat meningkatkan koneksi dan hasil belajar matematika siswa kelas X IPS SMA Swasta Dharmawangsa Medan pada pembelajaran matematika khususnya pada pokok Peluang. 2. Bagi guru Sebagai bahan masukan bagi guru di SMA Swasta Dharmawangsa Medan pada pembelajaran matematika Bagi sekolah.

3. Bagi peneliti Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman, karena sesuai dengan profesi yang akan ditekuni yaitu sebagai pendidik sehingga nantinya dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas.