Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Batik Betawi
DAFTAR ISI A. Pendahuluan B. Pengertian Warisan Budaya Tak Benda C. Definisi Sekura Cakak Buah D. Kesimpulan dan Koreksi Kegiatan
Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kota Administrasi Jakarta Barat Latar Belakang dan Tujuan 1. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 106/2013 Tentang Warisan Budaya Tak Benda Indonesia 2. Membangun satu data Master Referensi Nilai Budaya Tak Benda 3. Membangun Informasi Kebudayaan, Pendidikan dan Bahasa yang Terintegrasi Batasan Verifikasi dan Validasi Verifikasi dan Validasi Batik Betawi
Waktu Pelaksanaan Tanggal 23 s/d 26 Januari 2018 Yang Terlibat 1. Tim Pusat a. Hendri Syam (PDSPK - Kemendikbud) b. Iis Iswanto (PDSPK - Kemendikbud) 2. Tim Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Administrasi Jakarta Barat (4 peserta) 3. Narasumber Maestro Batik Betawi (Ethys Mayoshi) 4. Narasumber Maestro Silat Cingkrik (H. Nur Ali Akbar) 5. Narasumber Maestro Hadroh Betawi (Bachtiar)
Pengertian Warisan Budaya Tak Benda Warisan Budaya Tak Benda adalah keseluruhan peninggalan kebudayaan yang memiliki nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan/atau seni. Warisan budaya dimiliki bersama oleh suatu komunitas atau masyarakat dan mengalami perkembangan dari generasi ke generasi, dalam alur suatu tradisi. Warisan budaya takbenda atau intangible cultural heritage bersifat tak dapat dipegang (intangible/ abstrak), seperti konsep dan teknologi; dan sifatnya dapat berlalu dan hilang dalam waktu seiring perkembangan zaman seperti misalnya bahasa, musik, tari, upacara, serta berbagai perilaku terstruktur lain. (Edi Sedyawati:dalam pengantar Seminar Warisan Budaya Tak benda, 2002)
Batik Betawi Bukan sekedar kain berwarna yang tanpa makna. Spektrum dan aura yang terpancar dari selembar kain batik menggambarkan filosofi yang mendalam tentang eksistensi dasar adat istiadat kehidupan bangsa Indonesia. Dahulu Busana Batik adalah busana kuno dan tradisional yang sebagian besar hanya dipakai oleh masyarakat Jawa dan sebagian besar masyarakat Indonesia mengenakannya hanya untuk keperluan ke pesta saja. Tetapi dua tahun terakhir ini, busana batik mulai terangkat dan digemari oleh masyarakat Indonesia sebagai Busana Tradisional yang digunakan untuk acara formal maupun non formal bahkan para remajapun ikut dengan bangga mengenakannya. Apalagi dengan himbauan Pemerintah untuk mengenakan busana batik seminggu sekali. Beberapa Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia pun mulai menggali, mengembangkan dan melestarikan batik daerahnya. Dan ternyata tiap daerah memiliki ciri khas corak dan warnanya Makna itu semankin mendapat arti dengan adanya pengakuan dari Dunia Internasional sejak UNESCO menetapkan Batik Indoensia sebagai Warisan Budaya Dunia pada tanggal 2 Oktober 2009, Terkait dengan hal tersebut, kami ingin mengajak segenap elemen bangsa untuk lebih mencitai dan memahami seni budaya bangsa, khususnya batik.
Jenis- Jenis Batik 1. Batik Tulis Canting Membatik bukanlah pekerjaan mudah. Para pembatik biasanya hidup di perkampungan. Kebanyakan para pembatik adalah pekerja seni yang dilakukan secara turun temurun atau keluarganya mempunyai riwayat sebagai pembatik. Batik Tulis Canting kebanyakan dikerjakan oleh Ibu-Ibu Sepuh, karena Batik Tulis Canting ini proses produksinya memakan waktu paling cepat tiga minggu sampai tiga bulan (corak etnik) untuk satu kain. Kebayakan Pembatikan dikerjakan berdasarkan pesanan, hal ini disebabkan faktor lamanya pengerjaan,, kurangnya modal dan kurangnya pemasaran sehingga mempengaruhi regenerasi atau kurangnya minat para generasi muda untuk meneruskan pembatikan ini. Tapi dengan dukungan pemerintah dan kebanggaan masyarakat untuk memakai batik, membuat minat para generasi muda untuk menjadi pembatik di daerahnya. Secara tidak langsung hal tersebut diatas membuka lapangan pekerjaan, terutama di daerah pedesaan, dan disinilah Batik Gobang Jakarta membuat kelompok pembatik dalam rangka pemberdayaan.
2. Batik Ceplok Batik Ceplok adalah usaha untuk mempercepat proses produksi pembatikan dengan menggunakan alat yang disebut sebagai cap batik. Cap tersebut terbuat dari tembaga karena logam tembaga dapat menyimpan panas lebih lama dibandingkan logam lainnya dan sifat tembaga yang lunak mudah dibentuk ragam hias batik. Cap batik memakai sistim panas karena pemindahan malam dilakukan dalam keadaan panas. Cap batik ikut dipanaskan bersama malam panas dalam Loyang tembaga berbentuk bulat. Saat cap diangkat, malam panas mengisi sekat-sekat dalam cap kemudian dicapkan pada kain, malam panas kemudian akan meresap didalam kain seperti pada prinsip pembatikan dengan canting. 3. Batik Printing Batik yang pengerjaannya dengan bantuan mesin sehingga relative lebih cepat dari batik tulis canting dan ceplok. Harganyapun relatif jauh lebih murah dari batik tulis maupun ceplok. Namun Batik Printing produksi ie-osh Batik menggunakan bahan yang masak yang telah di uleni dan di ketel sehingga mempunyai kualitas bahan dan warna yang berkualitas seperti batik tulis.
Proses Pembuatan Batik Tulis Canting 1. Mola/Membuat Pola Suatu proses awal pembuatan batik yaitu membuat pola ragam hias diatas selembar kain mori dengan memakai pensil. Gambar dibuat sebagai pedoman saat pembatikan. Mola biasanya dilakukan di atas meja kaca yang bawahnya diberi lampu. Ragam hias batik yang dibuat dari kerta tembus pandang diletakkan diatas meja kaca bening kemudian diatasnya ditaruh kain mori. Pola batik yang ada dibawahnya akan Nampak dan kelihatan, sehingga motif digambarkan berdasarkan bentuk pola dibawahnya
2. Ngerengreng Merupakan pemulaan proses membatik, awal rancangan suatu pembuatan bentuk global. Ngerengreng sama dengan membatik konturkontur menurut pola dasar ragam hiasanya, dilakukan dengan canting sebagai alat tulisnya dan malam yang dicairkan sebagai tintanya mengikuti pola-pola kontur pensil, dibuat sebagai dasar peletakan isen-isen yang merupakan cirri khas ragam hias batik. Pembatikan dalam Batik Tulis Canting di batik Luar dan Dalam sehingga luar dan dalam menghasilkan gambar yang sama. Ini sebuah tradisi atau kebiasaan walaupun memakan waktu yang cukup lama. Karena Batik Tulis Canting ini biasa digunakan untuk Kain Panjang
3. Pewarnaan Memberi warna pada kain yang telah di rengreng. Biasanya untuk pewarnaan dasar. Untuk mendapat warna yang sempurna, pewarnaan dilakukan tidak hanya sekali atau satu warna tapi bias sampai 2 atau 3 kali pewarnaan dengan warna yang berbeda beda. Tapi untuk warna dasar putih pengerjaannya nembok atau nutup dahulu untuk melindungi pewarnaan. Pewarnaan biasanya dilakukan dengan menghindari matahari. Dilakukan pada pagi hari atau sore hari. Apabila pewarnaan akan dilakukan siang hari maka pewarnaan dan penjemurannya dilakukan di dalam rumah sehingga terhindar dari sinar matahari. Sehingga pewarnaan akan rata dan sempurna.
4. Nembok Dilakukan dengan memakai malam khusus dengan canting besar khusus untuk nembok. Nembok dengan malam, tujuannya untuk menutup bagian yang telah dicolet agar tak terkena warna saat pencelupan. Malam tembokan dipilih sesuai dengan keperluan desain, dapat menggunakan lilin khusus yang dibuat lebih liat agar bidang yang ditutup berwarna rata atau lilin yang dibuat untuk menimbulkan efet pecah-pecah sehingga tercipta gradasi warna yang mirip dengan teksturserat.
5. Nyolet/Coletan Bertujuan menghasilkan bermacam warna tanpa melalui proses pencelupan, dengan cara mewarnai kain batik menggunakan zat warna, sehingga dapat menghasilkan lebih dari empat warna. Hal ini sulit dan tidak dapat dilakukan dengan teknik celupan biasa karena keterbatasannya. Teknih nyolet menghasilkan beragam warna sehingga batik kelihatan lebih kaya warna.
6. Plorotan Kelanjutan setelah pewarnaan dan nembok, yang tujuannya untuk merontokan malam yang menempel pada kain yang telah di warnai dan di tembok.sebelum plorotan dilakukan maka kain yang telah di warnai dan di tembok setelah dijemur atau diangin-anginkan agar warna benarbenar meresap pada kain. Dan menghasilkan warna yang sempurna. Dengan cara mencelupkan kain yang telah di warnai dan di tembok ke dalam rebusan air mendidih yang pembakarannya menggunakan kayu. Setelah semua malam yang menempel meleleh atau lepas dari kain, kemudian di bersihkan dengan menggunakan air dingin dan pisau untuk melepaskan malam yang tersisa pada kain.
7. Penjemuran/Mepe Menjemur kain yang telah melalui proses plorotan dengan cara di angin-anginkan dan dikeringkan tanpa menggunakan panas matahari
Kesimpulan Kegiatan Berdasarkan data yang ada di Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Administrasi Jakarta Barat memiliki 8 Warisan Budaya Takbenda. Diantaranya adalah topeng blantek, soto betawi, gado-gado betawi, kebaya kerancang, batik betawi, hadroh betawi, dodol betawi dan silat cingkrik. Sedangkan budaya samrah betawi dan rebanah biang sudah tidak berfungsi lagi di. Saat ini budaya Samrah Betawi berkembang di Kota Jakarta Timur dan budaya rebanah biang berkembang di Kota Jakarta Selatan. Kendala Secara umum dilapangan kami tidak menemukan kendala dalam melakukan kunjungan ke sanggar-sanggar untuk mendapatkan data.
Arah Integrasi Informasi Berbasis Spasial Yang Terintegrasi
TERIMA KASIH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI BEKERJASAMA DENGAN SUKU DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT D.K.I. JAKARTA